Sopian sedang di rumah sakit melakukan pekerjaannya sebagai dokter. Kebetulan hari ini pasien yang datang tak begitu banyak dan dia pun tak ada jadwal ke rumah sakit lainnya. Menatap jam tangan hitam yang melingkar di tangan sudah menunjukkan jam 12 siang. Sopian terdiam seolah sedang memikirkan sesuatu. Sekilas senyumnya terbit dan merogoh handphone di balik saku celananya. Dengan lihai, tangannya mengetikkan sesuatu yang lumayan panjang dan menatapnya sebentar. Menunggu beberapa menit tak ada bunyi dari handphonenya dan wajah Sopian mendadak muram serta menghela nafas berat.
“Lo ke mana sih, Na?” gumam Sop
Sopian mendekati ranjang besar di mana Wiwik sedang terbaring di balik selimut. Ketika melihat Sopian yang datang, Wiwik langsung berusaha bangun dan dengan cepat Sopian membantu Wiwik untuk bersandar di kepala ranjang. Sopian menatap wajah yang terlihat sedikit pucat. Tubuhnya terasa hangat dengan sorot mata layu, tapi bibirnya nampak tersenyum melihatnya.“Akhirnya kamu datang juga!” ucap Wiwik lirih dengan suara terdengar lemah.
Keesokkan harinya, Mike sudah bangun pagi dan tengah duduk sambil menikmati sarapannya sendirian. Seorang wanita paruh baya nampak sedang memasak sesuatu yang beraroma harum. Memakan sarapannya dengan santai, tangan Mike melirik handphone di meja dan tersenyum menatap pada layar.“Morning bokep, ah!” gumam Mike diiringi senyum jahil di wajah tampannya.Tangannya dengan lincah menekan sebuah nomor dengan banyak emoticon
Viona berdiri menatap Mike yang sedang asik berbincang dengan Pak Jaya. Mata Viona menatap tak berkedip dan hal tersebut membuat Gita penasaran.“Ibu kenapa? Jangan bilang baru lihat langsung naksir, deh!” oceh Gita pelan sambil terkekeh karena menduga Viona yang sudah kepincut saat pertama kali melihat sosok Bos Besar yang banyak dipuja.“Aku tak percaya perusahaan ini milikmu!” gumam Viona dengan suara lirihnya antara sadar dan tidak dengan apa yamg ditemukannya kini.“Bu … Bu. Ibu kenapa? Ibu kenal dengan Pak Bos?” tanya Gita menebak dengan kening berkerut. Viona langsung menatap Gita yang memasang wajah penasaran. Terlihat wajah cantik Viona tersenyum bahagia macam mendapatkan lotre.“Dia teman SMA saya, Git. Kami dulu sekelas!” ucap Viona antusias.“Benarkah? Wow … seru dong, Bu, punya teman seorang Bos Besar!” timpal Gita ikut bahagia.“Bukan hanya seru, Git. Bahkan, saya akan sangat bahagia jika menjadi istri pemilik Eduro G
Di kediaman Aldy, Nisa tampak sedang menyisir rambut Lissa dan memasangkan bando berwarna maroon. Lissa baru saja mandi siang karena habis potong poni dan dilakukan sendiri oleh Nisa. Lissa duduk di depan cermin besar di samping tempat tidurnya, sambil senyum-senyum genit melihat dirinya di cermin.“Eneng cantik, ya, Ma!” oceh Lissa yang sangat suka dibilang cantik.“Cantik dong! Anak Mama paling cantik pokoknya!&
Sopian tengah duduk di ruang kerjanya sambil menatap handphone di tangan yang diputar-putar. Baru sejam lalu dia kembali dari rumah Wiwik setelah dia tertidur. Pikirannya kini menerawang jauh menerka apa yang menimpa Wiwik.“Sebenarnya ada apa dengan Wiwik, ya? Ke mana tunangannya pergi?” gumam Sopian bingung dengan hubungan mereka.Tak berapa lama, selintas otaknya beralih pada Haruna yang sampai saat ini mendiamkannya
Sopian tak bisa diam selama di dalam toilet. Dia terus saja mondar-mandir sambil bergumam tak jelas. Beberapa pengunjung yang masuk toilet menatapnya aneh karena berbicara sendiri dan sesekali menatap dirinya di depan cermin.“Gantengan gue, ah, daripada cowok itu!” oceh Sopian menatap dirinya dalam cermin.“Apalagi kalau pakai semvak doang, tonjolannya dijamin gedean punya gue!” lanjut Sopian berbicara semakin tak jelas.Dua orang pengguna toilet yang baru selesai dengan ritualnya, nampak berkerut kening mendengar kalimat Sopian yang vulgar karena bawa-bawa semvak dan tonjolan.“Masih muda kok gila!” oceh pria baya sambil menggelengkan kepala dan melangkah keluar.Sopian yang tentu mendengar ocehan pria itu langsung menatap kepergiannya dengan kesal. Menarik nafas dalam, Sopian akhirnya beranjak pergi ketika toilet sedikit ramai. Langkahnya pelan menuju ke meja yang dia tempati tadi dan terkejut saat melihat Har
Waktu sudah menunjukkan jam 8 malam. Aldo dan Lissa sedang belajar di kamar ditemani oleh Nisa. Lissa begitu antusias belajar menulis dengan pensilnya. Celotehan genitnya tak henti-henti menyebut nama Alex yang membuat bunga-bunga cinta bermekaran di hatinya kini.“Eneng cintah Kak Alex. Eneng tangen temuagih. Eneng penenkiss-kisspeltimalen. Pacalan, yuk!”Begitulah bunyi surat cinta yang Lissa tulis di selembar kertas dengan bantuan Aldo yang mencontohkan terlebih dulu dan ditirunya serta pengucapan yang terdengar lucu karena belum fasih. Alhasil, tulisan ceker ayam berhasil diselesaikan Lissa. Dilipatnya hati-hati dan dimasukkan ke dalam sebuah amplop bermotif Frozen kesukaannya.“Ini buat Kak Alex!” ucap Lissa menyerahkan amplop tersebut pada Aldo yang menatapnya datar.“Ok. Besok Kak Al berikan di sekolah,” sahut Aldo menerima amplop itu dan dimasukkan ke dalam tas sekolahnya yang ad
Di saat Nisa masih membahas tentang keluarga Bakkas yang ternyata sahabat dan ada hubungan kerja dengan keluarga Setiawan, mata Sopian justru disibukkan menatap Haruna yang sedang duduk santai sambil menonton tv dengan tangan sibuk memakan kacang mete seolah tak melihat kehadirannya. Merasa diacuhkan, Sopian bangkit dari duduknya dan mendekati Haruna yang duduk di karpet bersama Lissa serta sibuk dengan mainannya bersama Aldo. Mendapati Sopian yang duduk mepet di sampingnya, Haruna hanya melirik sekilas dan menatap kembali layar tv yang sedang menayangkan film “Azab” kesukaan Aldo dan Lissa.“Bagi kacangnya!” kata Sopian yang mepet-mepet seperti kambing bandot pengin kawin. Haruna melirik tanpa suara dan justru menjauhkan toples kacang mete dari jangkauan Sopian yang langsung cemberut.Diperlakukan demikian oleh Haruna, Sopian tak patah arang, dan tetap mepet pada Haruna yang sibuk mengunyah. Mata Sopian memperhatikan bibir merah Haruna dan mend