Share

Pengkhianatan

Author: Reyna H.
last update Last Updated: 2024-11-02 13:08:06

"Di mansion terdapat perpustakaan besar. Dibagi menjadi tiga bagian, satu untuk tamu, ruangan paling luas untuk keluarga Grant, dan satunya lagi untuk pembantu," Lily menjelaskan dengan semangat.

Setelah makan siang mereka memutuskan kembali ke halaman belakang. Duduk bersandar di bawah pohon beringin menunggu jemuran kering untuk diangkat.

Angin sepoi bertiup, meski menolak mengakui tetapi Keira sedikit merasa nyaman di tempat ini. Suasananya begitu damai dan seolah jauh dari keramaian kota yang penuh polusi.

"Kau pernah ke perpustakaan?"

"Hanya sesekali. Soalnya Nia sering memonopoli. Mentang-mentang dekat dengan Mia, dia bertindak sok sekali. Banyak dari kami yang tidak suka padanya tetapi tidak berani melakukan apa pun karena takut," Lily menepuk tangannya, ekspresi wajahnya riang.

"Tapi tadi kau berani sekali memukulnya. Kami bangga padamu, Keira."

Pukulan itu bahkan bukan apa-apa, lagi pula seseorang seperti Nia memang harus diberi pelajaran agar bisa menjaga sikap.

"Dia pasti sudah dihukum oleh Tuan Cullen. Di dalam kotak kaca bersama seribu kecoak."

Membayangkannya saja membuat keduanya merinding. Entah seperti apa nasib Nia saat ini.

"Tapi tumben sekali lho, Tuan Jake mengambil alih memberi hukuman kepada pembantu. Biasanya cuek saja dan menyerahkan kepada Tuan Cullen," Lily menatapnya, "kau dihukum membersihkan tumpukan jerami ya?"

Keira hanya mengangguk.

"Beruntung sekali. Kau bisa bebas dari hukuman kotak kaca," ujar Lily senang, menyadarkan tubuhya pada pohon.

Mereka kemudian terdiam dan menikmati ketenangan. Keira lebih banyak berpikir. Semua ini masih menjadi tanda tanya besar baginya. Di satu sisi Keira marah, tetapi di sisi lain dia takut pada nasib ke depannya.

Dia lalu menatapnya. "Oiya, kau bilang Tuan Paul paman mereka? Jadi dia sudah tua?"

"Hm, aku juga tidak tahu banyak sih, tapi bagaimana ya menjelaskannya."

Lily berpikir sejenak. "Umurnya masih sekitaran 30 tahun. Mungkin 38? Hampir sepantaran dengan Tuan Cullen karena kehamilan orang tua mereka berdekatan. Berbeda tiga tahun. Tuan Cullen berumur 35 tahun. Tuan Jake 30 tahun, dan Tuan Samuel 27 tahun."

Ah, seperti itu. Berarti kemungkinan Paul pasti mempunyai dendam yang bahkan mungkin lebih besar dari ketiganya. Pikirannya besar terhadap nasibnya. Baru kali ini Keira tidak dapat menyusun rencana untuk dirinya. Dia takut mengambil langkah yang salah dan berakhir membawa dia ke jurang kematiannya sendiri.

Keira juga tidak bisa berhenti memikirkan ayahnya. Meski ada setitik rasa tidak suka dan marah sebab tidak memberitahu tentang apa pun, dia tetap saja mengkhawatirkan kondisinya. Apa yang sedang ayahnya lakukan sekarang? Apakah ayahnya masih menyusun rencana menyelamatkannya? atau dia malah dibuat sengsara juga oleh keluarga Grant?

Dia perlu informasi mengenai ayahnya, pun mengenai seluruh harta Hale yang tersisa. Paling dia pikirkan adalah perusahaan yang selama berapa tahun terakhir merosot dan jatuh ke titik minus.

Dia berjuang sekuat tenaga, dibanjiri keringat, air mata, dan otaknya yang mengepul menididih agar perusahaan mereka tidak bangkrut. Tetapi apa hasil yang dia dapatkan dari semua itu? Dia malah berakhir menjadi pembantu.

Kalau bisa bertemu dengan sekertaris yang sudah Keira anggap sebagai teman. Mungkin dia bisa menemukan celah keluar dari semuanya.

"Kau pernah melihat keluarga Grant membawa musuh ke tempat ini?" Tanyanya tiba-tiba.

Mata Lily membelalak, kaget. "Jangan mengatakan hal itu. Nanti kau dianggap musuh juga."

Ya, dia kan memang anak musuh mereka.

"Ini rahasia," Lily berbisik, "aku belum pernah melihat mereka membawa musuh tetapi di mansion terdapat ruang bawah tanah yang tidak boleh diakses oleh siapa pun selain keluarga Grant. Aneh kan? Padahal ruang bawah tanah seharusnya dibersihkan terus agar tidak kotor tapi tidak ada pembantu yang pernah ke sana. Banyak yang curiga ruang bawah tanah digunakan sebagai tempat penyiksaan."

Tubuh Keira kaku, matanya membelalak, jantungnya memompa cepat. Apakah semua musuh keluarga Grant berada di ruang bawah tanah? Jika iya, berarti ada kemungkinan ayahnya berada si sana juga, jikalau ditangkap juga sepertinya.

"Kau kenapa?"

Matanya mengerjap pelan. "Apa?"

"Tidak, hanya saja kau tegang. Aku pikir kau tengah memikirkan sesuatu."

Keira hanya menggeleng. Mereka kemudian terdiam sembari memejamkan mata, angin sepoi-sepoi menjadi pengantar tidur. Berapa jam kemudian mereka terbangun saat salah satu dari pembantu membangungkan mereka.

"Hei ayo bangun. Sudah sore, kalian lama juga ya tertidur," pelayan yang membangunkan mereka bernama Daya. Keira berkenalan dengannya saat makan siang tadi.

Keduanya terbangun dan segera bergabung dengan mereka yang sedang memungut pakaian kering. Ternyata sudah sore hari, sekitar jam empat sore. Selesai memungutnya, mereka harus membawa ke ruangan khusus menyetrika dan melipat lalu setelahnya akan dibawa ke kamar para tuan rumah.

Saat hendak memasuki ruangan, Keira melihat sekelebat bayangan dari ruangan lain.

"Kau mau ke mana?" Tanya Lily saat melihat Keira berjalan keluar dari ruangan.

"Aku mau ke kamar mandi sebentar," Keira segera berjalan cepat. Dia yakin mengenal orang yang dia lihat tadi.

Saat memasuki ruangan tersebut, mata Keira melotot. "Agatha!" teriaknya.

Wanita berambut merah kecoklatan menoleh saat mendengar namanya disebut. Matanya balas melotot. Dia berbalik dan menghampirinya.

"Nona Hale," suaranya memanggil sopan sesaat, setelah itu bibirnya tersenyum jahat, "maksud saya, Keira."

"Apa?"

"Ouh, sekarang saya tidak perlu menghormati anda, lagi kan?"

Ucapan Agatha membungkamnya. Wanita ini adalah sekertarisnya, orang kepercayaannya. Bisa-bisanya berkata seperti itu.

"Agatha!" Bentaknya

"Jeng!" Agatha memperlihatkan flashdisk di tangannya. Tempat semua biodatanya dan berkas rahasia yang Keira simpan baik-baik.

Tangannya bergerak untuk merebutnya, tetapi Agatha menutup telapaknya, mengenggam erat.

"Tidak boleh dong, nanti kedatangan saya sia-sia ke sini," kekehnya.

"Kau mengkhianatiku?!"

"Sayang sekali, saya dulunya menikmati kok menjadi bawahan anda. Anda orang yang baik Nona, maksud saya Keira. Tetapi dunia ini tidak membutuhkan orang baik. Jadi daripada terus menjadi bawahan di perusahaan yang hampir bangkrut lebih baik menjualnya dengan harga tinggi."

Tangan Keira bergerak melayangkan satu tamparan keras di wajah Agatha hingga membekas merah.

Wanita itu memegang pipinya tidak percaya. Tangannya terangkat hendak membalas tetapi berhenti oleh suara seseorang yang datang.

"Akhirnya kau datang juga," Samuel memasuki ruangan, seringai licik menghiasi wajahnya.

Keira melempar tatapan tidak suka.

"Kemarilah jalang," telunjuknya memberi perintah kepada Agatha untuk mendekat.

Dipanggil merendahkan seperti itu sama sekali bukan masalah bagi Agatha. Dia merapikan rambutnya dan berjalan dengan lenggak-lenggok, menghampirinya.

"Jalang yang satunya juga jika ingin bergabung silakan. Aku kuat dalam memuaskan jalang yang haus kasih sayang," Samuel menatapnya dalam, matanya berkilat penuh nafsu jahat.

Wajahnya berkerut membentuk ekspresi jijik bercampur marah.

"Tapi nanti saja saat waktunya tiba. Lagi pula aku ingin mengurus sesuatu dulu," Samuel melingkarkan lengan di bahu Agatha menarik mendekat dan berjalan menjauh.

Sialan! Wanita itu sungguh mengkhianatinya. Keira tidak terima. Seolah seluruh orang di dunia ini menyerangnya secara bersamaan. Dia tidak ingin menerima keadaan begitu saja.

Melirik ke kanan-kiri Keira mengikuti mereka diam-diam. Dia kemudian tiba di depan ruangan yang mereka masuki, terdiam sembari berusaha mencuri obrolan.

"Kau membawanya?"

"Aku membawanya Tuan."

"Jalang yang pintar. Aku akan langsung mengirim uang kepadamu. Lalu setelah itu kau menginginkan apa?"

"Aku menginginkanmu, Tuan Samuel."

"Baiklah."

Keira tidak terlalu bisa mendengarnya, hanya samar-samar tapi sudah pasti Agatha menyerahkan flashdisk kepada Samuel. Setelah itu tidak ada lagi percakapan, melainkan suara desahan yang saling bersahutan.

"T-tuan... C-cepat..."

"Hah! Kau suka ini?!"

"I-iyaahh, T-tuann..."

"Haa, haa! Aku membayangkan apakah tubuh Keira akan senikmat ini juga."

Mendengar desahan menjijikkan Samuel menyebut namanya saat mencapai pelepasan membuat Keira buru-buru menjauhkan telinganya dari pintu. Dia seketika mual. Pria itu selain kurang ajar ternyata mesum. Keira harus menjaga diri darinya.

Tak lama kemudian pintu terbuka, Agatha keluar dengan tampilan acak-acakan. Dia menghembuskan asap dari rokok yang terselip di bibirnya.

"Aku ingin bicara denganmu," ucap Keira dengan tegas.

Agatha hanya mengangguk, melepas rokok dari bibirnya. "Seperti yang terlihat, saya mengkhianati anda."

"Kenapa?" Dahinya berkerut samar, amarahnya membumbung tinggi ke ubun-ubun.

"Kenapa? Saya sudah menjelaskan tadi," Agatha menghembuskan asap, terlihat tenang, "saya bosan menjadi bawahan dan dengan menjual perusahaan yang akan bangkrut membuat hidup saya lebih baik."

Napasnya memburu, Keira benar-benar dipermainkan. "Padahal aku sudah menganggapmu sebagai temanku."

"Teman?" Agatha merenung sejenak, menghela napas, "jangan katakan hal yang membuat saya merasa bersalah, Nona Hale. Oh ya, saya mendapatkan flashdisk itu dari Tuan Hale."

Matanya melotot. "Apa? Kau bertemu ayah? Di mana?!"

"Kalau sekarang saya tidak tahu di mana Tuan Hale berada. Dia memberikannya seminggu yang lalu. Kasihan sekali, Tuan Hale begitu menyedihkan setelah Nyonya Hale meninggal. Jadi hanya dengan sedikit kepuasan dia memberi flashdisknya."

Setiap kata yang keluar dari mulut Agatha seperti bahan bakar yang membakar amarah. Keira merasakan sesak tak tertahankan, pengkhianatan besar-besaran ini dilatarbelakangi oleh ayahnya? Kenapa? Kenapa ayahnya selalu menyakitinya baik fisik maupun raga?

Keira mendesis marah. "Kau benar-benar–"

"Ah saya lupa. Kemarin kalau tidak salah, keluarga Grant menyuruh bawahannya menangkap Tuan Hale," Agatha menurunkan suaranya, berbisik pelan, "mungkin sekarang Tuan Hale berada di tempat penyiksaan atau bisa lebih dari itu. Saya menyarakan anda untuk tidak perlu mencarinya."

"Apa?!"

"Saya melihatnya lho, tubuh Tuan Hale penuh luka dan lebam, kemudian diseret masuk ke dalam bagasi mobil, keadaannya sekarat antara hidup dan mati. Kasihan sekali."

Tubuh Keira menenang. Tebakannya benar, ayahnya juga ditangkap sepertinya. Pandangannya terus tertuju kepada Agatha yang menikmati rokoknya.

"Nikmati saja kehidupan baru anda. Karena tidak ada lagi yang tersisa di luar sana. Rumah, harta benda, dan perusahaan semuanya sudah jatuh ke tangan keluarga Grant. Ada tidak punya apa pun sekarang," Agatha menatap kosong, asap menutupi wajahnya.

Keira terdiam. Bukan tidak ingin melawan, tetapi percuma saja melawan. Jika menyerang Agatha sekarang dia tidak akan mendapatkan apa pun yang menguntungkan.

"Awalnya memang aneh, tapi jika sudah terbiasa pasti anda bisa menerima segalanya," Agatha berjalan, kemudian berhenti di dekatnya, berbisik, "lagi pula kenapa anda tidak memanfaatkan Tuan Samuel? Meski agak kasar tapi ukurannya besar dan saya jamin anda akan terpuaskan."

Bisa-bisanya berkata seperti itu! Keira menahan diri untuk tidak menjambak rambut Agatha.

"Selamat tinggal, Nona Hale. Saya selalu berdoa untuk kesehatan anda. Senang bisa menjadi bawahan anda dulu."

Setelah mengatakan kalimat perpisahan, Agatha berjalan pergi. Hak tingginya mengetuk lantai dengan nyaring. Keira lalu berbalik menatap punggung yang perlahan menghilang dari matanya.

Begitu menyakitkan, tetapi seperti inilah kehidupannya sekarang. Mau tidak mau Keira harus menerima kenyataan bahwa keluarga Hale benar-benar sudah runtuh dan tidak tersisa apa pun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dalam Dekapan Musuh   Percakapan tengah malam

    Bagaimana caranya untuk tidur jika pikiran berkecamuk? Memikirkan segalanya yang tiada habisnya. Tubuh Keira meringkuk di atas kasur, helaan napasnya terdengar berat setiap kali menghembuskan napas. Jam dinding menunjukkan pukul satu dini hari, dan sejak tadi yang dilakukan hanyalah menatap kosong ke arah jendela. Waktu berlalu begitu saja meski dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk tertidur. Memejamkan mata yang hanya berakhir gusar karena semua pikiran tetap bersarang di pikirannya. Tidak kuat dengan pikiran yang menganggu, Keira memilih bangkit dari kasur, dan mengendap keluar dari kamar. Langkah kakinya goyah berjalan di lorong yang sepi. Dia pun tidak tahu ingin ke mana, mencoba mengosongkan pikiran dan berakhir melangkah menuju taman mansion. Kepalanya mendongkak memandang langit malam yang cerah. Bulan bersinar penuh menyinari bumi, membuat bayangan Keira terbentuk sempurna di rerumputan. Suasana begitu sunyi, angin sepoi bertiup cukup kencang menerbangkan helai ram

  • Dalam Dekapan Musuh   Ibu

    Seharian Keira menghabiskan waktu di dalam kamar. Sekadar melamun di depan jendela atau menatap ikan di akuarium. Raganya seolah melayang setelah percakapan dengan Cullen berapa jam lalu. Kini Keira kembali memikirkan betapa tidak berguna dirinya yang masih hidup hingga sekarang. Apa waktunya menyusul ayahnya? Pikiran itu terus menganggu, seperti menghasut melakukan sesuatu yang gila. Namun Keira masih berusaha menahan diri, dan memikirkan berbagai macam kemungkinan baik yang ada ke depannya. Siapa yang tahu semua akan berubah nantinya, jika makna di balik surat ayahnya telah terungkap? "Apa yang bisa kulakukan?" Gumamnya malas. Menghela napas panjang, Keira kemudian bangkit, dan berjalan keluar dari kamar. Setidaknya dia ingin mencari angin segar dan menjernihkan pikiran yang berkecamuk. Langkahnya pelan menelusuri koridor, beberapa kali bertemu muka dengan pembantu yang dulu satu kamar dengannya, dan kebanyakan dari mereka menghindar. Saat berbelok di ujung koridor, bertepata

  • Dalam Dekapan Musuh   Penjelasan

    "Untungnya kalian tiba tepat waktu tadinya, jadi mereka berdua masih bisa selamat. Memang terkadang hal gila selalu terjadi sini." Amanda keluar dari ruangan, menghembuskan napas panjang. Keira yang sejak tadi duduk di bangku segera berdiri, entah kenapa dia malah tetap duduk di sana sepanjang waktu, padahal dia bisa saja pergi ke kamarnya. Pikirannya masih linglung, tangannya mengenggam erat liontin tersebut. Dia menatap Amanda agak lama, kemudian bersuara. "Mereka selamat?" "Tentu mereka selamat, ini bukan pertama kali aku menangani hal semacam ini. Dapat dikatakan mereka sudah kebal terhadap peluru?" Amanda mengusap keringatnya, bersandar di dinding. Terlihat jelas jika dia kelelahan setelah mengurus dua orang sekaligus. Skillnya tidak main-main, tetapi Keira menganggap itu tidak masuk akal. Bagaimana bisa seseorang melakukan operasi pengangkatan peluru terhadap dua orang sekaligus? Hal tersebut tidak sampai di otaknya, seperti hal mustahil. Tapi mungkin, Amanda sehebat itu, t

  • Dalam Dekapan Musuh   Pilihan Keira

    Saat berada di luar ruangan, penjahat itu berhenti, cengkaramannya semakin mengencang. Sebelah tangannya bergerak, menempelkan ujung pistol di pelipis Keira, mulai menekan pelatuk. Keira yang tidak bisa melawan, mulai memikirkan segala kejadian yang pernah terjadi dalam hidupnya. Lebih tepatnya mengenang kehidupan sebelum berakhir di tangan penjahat tersebut. Dalam hidupnya, Keira belum pernah mencapai sesuatu yang betul-betul diimpikan. Dia menjalani kehidupan dengan sangat datar, tanpa ambisi, dan cita-cita. Mungkin inilah hukuman untuk seseorang yang tidak pernah menikmati kehidupan dengan semestinya. "Terimalah kematianmu," bisik penjahat tersebut. "Eh?" Matanya membulat, terkejut. "Samuel?" "Huh?" Cengkraman pada lehernya mengendur, Keira menjadikan itu sebagai kesempatan untuk menjauh dan berbalik, memandangnya dengan keterkejutan yang masih sama. "Kau Samuel, kan?" "Huh?!""Tidak perlu berbohong, aku tahu itu kau," tangan Keira bergerak hendak menarik topeng, tapi pria

  • Dalam Dekapan Musuh   Kekacauan

    "Aku tidak mengira akan bertemu denganmu di sini, Keira. Kau menghilang setelah hari kelulusan, bahkan chatku saja tidak dibalas. Kau ke mana selama ini?"Mereka kini berada di ruangan tanpa pintu tempat penyimpanan barang cadangan. Keira berdiri di depan Evan, memandangnya. Mereka memang sudah lama tidak bertemu, oiya Evan merupakan teman kampus Keira, mereka dulunya satu jurusan dan sering berada di kelas yang sama. Evan adalah pria yang pernah Keira pikirkan sebagai pilihan untuk kabur. Ya, dia pria yang memliki kapal pesiar yang berlabuh mengelilingi dunia. Termasuk dari keluarga kaya raya di dunia. Dia pria tampan berambut pirang, yang baik hati dan sering menolongnya dahulu. Bahkan saat status Keira hanyalah mahasiswa yang mendapatkan bantuan dari sekolah dulunya. Alan sangat tidak ingin jika seseorang mengetahui siapa Keira sebenarnya, maka dari itu, sepanjang hidupnya Keira lebih banyak menyembunyikan dirinya yang sebenarnya. Di kampusnya dia dikenal sebagai gadis miskin ta

  • Dalam Dekapan Musuh   Familiar

    Nia memasuki ruangan Cullen dengan setengah hati, ada rasa gugup, takut, sekaligus kesal melihat bagaimana Keira dapat menghindari hukuman begitu mudah. Meski Nia tahu bahwa wanita itu bukan seorang pembantu sepertinya, tapi seharusnya diberi hukuman juga, kan? Keluarga Grant yang dia tahu adalah keluarga yang tidak segan menghukum seseorang yang melakukan keributan atau bertengkar di mansion. Namun di sinilah Nia sekarang, berdiri sembari menahan getaran di kaki, menunduk saat Cullen melayangkan tatapan membunuh ke arahnya. Tatapan Cullen saja sudah seperti hukuman. Nia merasa seolah tatapan itu menembus ke dalam jiwa dan merobeknya secara perlahan. Dia sangat tersiksa hingga menimbulkan sesak di dadanya. Hukuman apa yang akan Nia terima? Selama berada di mansion, dia sudah berapa kali dihukum dan dapat dibilang sudah terbiasa, maka dari itu, dia menenangkan diri dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja saat waktu berlalu nantinya. "Anda memanggil saya Tuan?" Pintu terbuk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status