Hallo, Pembaca! Jika kamu suka karya ini, jangan lupa masukan ke pustakamu, Ya! Ikuti terus kisah Alisya hanya di Goodnovel! 😃 Dukung author dengan memberikan review bintang 5, vote/gem, komentar dan ajak teman-teman anda untuk membaca kisah ini. Terima kasih
"Ah, Maaf!" seru Alisya ketika menyadari dirinya memeluk punggung pria bertubuh kekar erat-erat. Sebelum Alisya sempat menarik tangan, Dafandra mencengkeram kedua tangan Alisya yang melingkari perut berotot sang pangeran. "Tidak apa-apa. Aku mengizinkanmu untuk memelukku lebih lama," kata Dafandra dengan seringai yang tidak dapat Alisya lihat. Alis Alisya berkedut. Dia merasa Dafandra telah mengambil keuntungan dari kejadian ini. Terlebih lagi, tidak biasanya dia bersikap seperti ini. "Maaf, sikapmu membuatku tidak nyaman. Tolong lepaskan tanganku!" pinta Alisya dengan sopan. "Apa yang membuatmu begitu gusar? Aku mengizinkanmu menyentuhku. Bukankah ini yang kamu inginkan?" Alisya menghela napas panjang. Dia merasa kesal dengan sang pangeran dari Kosmimazh, namun tidak kuasa untuk lepas dari cengkeramannya. Pria itu terlampau percaya diri hingga membuat sang putri mual. "Apa yang kamu harapkan dari pernikahan ini, Alisya?" tanya Dafandra dengan nada serius. Putri Raja Nandri ter
Pagi harinya Dafandra memerintahkan Kiron dan beberapa pengawal untuk memburu tikus nakal di perpustakaan. Untungnya makhluk berbulu kelabu itu segera bisa di tangkap dan tidak sempat membuat kerusakan di dalam perpustakaan. Guna menghapus kecemasan tuannya, Kiron melakukan pemeriksaan lebih detail ke setiap sisi perpustakaan, ternyata tidak ditemukan lubang. Kemungkinan tikus itu masuk saat pintu perpustakaan terbuka cukup lama karena para gadis pelayan menyiapkan keperluan Alisya selama menjalani hukuman. Setelah tikus itu ditemukan Alisya kembali masuk ke dalam perpustakaan untuk menjalani hukuman. Ingatan sang putri memutar percakapan semalam bersama pangeran kedua Kosmimazh. "Alisya, apa kamu takut dengan tikus?" tanya Dafandra semalam. Tanpa sadar Alisya tersenyum mengingat pria berambut pirang. "Benar," ucap Alisya malu. Kenapa kamu penakut sekali? Sudah takut dengan ulat bulu, juga takut dengan tikus." Alisya hanya diam tanpa membalas. Dirinya memang takut pada kedua he
"Cepat katakan! Apa pendapatmu?" kata raja sedikit tidak sabar. Sekilas Mimis memandang seluruh orang yang ada di dalam ruangan itu, mereka semua juga tampak menunggu, meski terselip ragu-ragu. "Para penyihir memang bersekongkol dengan setan, mereka juga membuat ritual pengorbanan untuk mendapatkan kekuatan tertentu. Akan tetapi kekuatan itu hanya bisa muncul ketika penyihir mengucapkan mantra dan melakukan gerakan tangan tertentu. Jika mereka tidak melakukan hal itu, kekuatan itu tidak akan pernah muncul. Artinya mereka hanya manusia biasa seperti kita. Jadi kesimpulannya, kelemahan mereka adalah pada tangan dan mulut mereka," papar Mimis. Pria kharismatik itu tampak mengembuskan napas panjang. Binar di mata Raja Faran kembali benderang. Pria itu selalu puas dengan apa yang diucapkan oleh penasehat kerajaan yang dia pilih sendiri. "Yang harus kita lakukan hanyalah membuat mereka tidak bisa mengeluarkan kekuatan sihir mereka." lanjut Mimis. "Caranya?" tanya cendikiawan berambut ke
Morey mengumpulkan petinggi kelompok-kelompok penyihir di bawah pimpinannya. Dalam musyawarah itu dipilih seorang gadis yang bernama Edilia untuk menyusup ke dalam istana. Dia merupakan penyihir cantik dengan keahlian berubah wujud yang langka. "Apa kamu mempunyai pertanyaan?" tanya Morey pada gadis berambut sehitam arang. "Tidak, Tuan." Edilia memberikan hormat kepada Morey. Dia sudah siap menjalankan tugas. Sebelum Edilia pergi dari hadapan Morey, seorang penyihir muda berrambut pirang tampak tergesa-gesa menghadap Morey. Wajahnya berpeluh dengan napas terengah-engah. "Lapor, Tuan. Pasukan kerajaan telah meracuni sumber air dan makanan kita di berbagai tempat. Banyak penyihir yang terbunuh karena keracunan." Pria itu bergetar ketika mengucapkan pesan di hadapan Morey. Sebaliknya, Morey justru tertawa, tetapi sangat mengerikan. "Kamu lihat, Edilia? Kali ini mereka menghantam kita dengan begitu keras. Pergilah segera ke dalam istana! Buat hati raja mereka hancur berkeping-keping h
Saat pangeran mahkota mendekati Edilia, wanita itu berbisik sambil mengelus pipi berjenggot tipis, "Oneirazh glykazh ...." Selanjutnya menutup kedua mata pria bertubuh tegap. Faridzy sedikit terkejut, namun perlahan kesadarannya menghilang. Tangan Edilia spontan membaringkan tubuh pangeran mahkota di ranjang. Kini sang pangeran mahkota telah terbuai mimpi bersama istrinya, Putri Mahkota Safira. "Astaga, mudah sekali melumpuhkan pria bodoh ini." Senyuman Edilia kembali merekah sambil membelai pipi Faridzy. Segera bangkit dari ranjang, Edilia kembali mengubah wujud menjadi gadis pelayan dan meninggalkan pangeran mahkota dengan mimpi indahnya. Tidak lama berselang dari kepergian Edilia, putri mahkota memasuki ruangan. Wanita dengan perut bulat menyembul dari gaun tampak berseri-seri berharap segera melepaskan rindu kepada sang suami. Betapa terkejutnya Safira ketika mendapati pangeran mahkota telah tertidur di ranjang. 'Kenapa? Apa Yang Mulia melupakan janjinya? Apakah dia memang
"Baiklah kalau begitu. Sekarang pergilah!" perintah Faridzy kepada gadis pelayan di sampingnya. Gadis bertubuh ramping segera merapikan pakaian dan meninggalkan tuannya sendiri. Faridzy tampak menghela napas berat. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Safira tahu tentang skandal yang baru saja dia lakukan. Tanpa membuag waktu Faridzy segera meminta pengawal untuk menyelidiki anggur yang diminumnya terakhir kali. Malangnya, raja begitu cepat mengetahui skandal pangeran mahkota lewat bisik-bisik para pelayan yang melihatnya membawa gadis pelayan ke dalam kamar. Sang raja murka kepada putra tertuanya. Serta-merta sebuah tamparan raja hadiahkan kepada pangeran mahkota begitu mereka bertemu . Tamparan itu sangat kuat hingga meninggalkan bekas merah di pipi. Faridzy yang memang mengakui kesalahannya hanya terdiam di hadapan sang ayah. "Kamu sudah gila!" teriak raja marah. "Aku bisa menje―" Alih-alih penjelasannya didengarkan, pangeran mahkota justru mendapatkan tamp
Suasana menjadi hening. Semua yang ada di ruangan itu tengah bergumul dengan pikiran masing-masing. Baik Faridzy atau Safira keduanya sangat tidak menginginkan kehadiran gadis pelayan dalam kehidupan percintaan mereka. "Bagaimana menurutmu, Safira?" raja melontarkan pertanyaan kepada menantunya. Wajah putri mahkota nampak terkejut, tetapi dia segera bisa menguasai ekspresi wajahnya. "Menurut hamba, sebaiknya gadis pelayan itu tidak dibiarkan pergi begitu saja. Kita harus menunggu hingga ada kepastian, gadis itu mengandung anak pangeran mahkota atau tidak." Meski hatinya terpukul, wanita itu tetap menampilkan kebijaksanaan di hadapan raja dan suaminya. Faridzy melemparkan pandangan bersalah kepada Safira. Rasa bersalah itu mengakar kuat di hatinya lantaran dia sudah berjanji hanya akan menjadikan Safira sebagai istri satu-satunya. Bahkan dia juga telah berjanji untuk tidak memiliki seorang selir pun. "Baiklah aku setuju. Selanjutnya, cepat bereskan permasalahan ini dan buktikan kal
"Pengawal, segera menghadap raja untuk mendapatkan izin pembedahan perut putri mahkota!" titah Faridzy kepada pengawal di dekatnya. Segera menyambut perintah tuannya, pemhawal berlari menuju ke aula kerajaan. Beruntung saat dalam perjalanan sang pengawal bertemu raja yang tengah berjalan tergesa-gesa menuju ke ruangan dokter. Setelah mendengar penuturan pengawal Faridzy, raja segera memberikan izin untuk melakukan pembedahan. Jantung Faridzy berdebar dengan kencang. Dia sudah kehilangan Safira, karena itu dia tidak ingin kehilangan lagi. Tidak lama kemudian pengawal Faridzy kembali dengan membawa izin raja untuk melakukan pembedahan. Selanjutnya dokter melakukan pembedahan. Sementara Faridzy tetap menunggu di samping jasad Safira. Setelah cukup lama menunggu akhirnya sang dokter berhasil mengeluarkan seorang bayi laki-laki dari perut Safira. Dengan tangan berlumuran darah, dokter berambut putih menggendong anak pertama Faridzy. Wajah bayi itu sangat mirip dengan Safira, juga ram