Oh, tidak! Tiba-tiba Alisya mempunyai ide. Tengah malam dia bergegas keluar dari kamar menyusuri koridor menuju ke ruang penyimpanan bahan obat.
Dengan cepat Alisya meraih keranjang kecil kemudian menuju deretan rak yang diisi dengan gerabah dan keranjang untuk menyimpan berbagai macam biji-bijian, akar, rimpang, kulit pohon, batang pohon pilihan, juga daun-daun, dan bunga tertentu.
Beberapa bahan Alisya masukan ke dalam keranjang di tangan. Kemudian dia menuju ke meja di sudut ruangan dan menumbuk semua bahan.
Setelah semua bahan ditumbuk, kemudian diperas untuk diambil sarinya.
"Semoga ini tidak masalah," gumam Alisya sebelum meminum ramuan berwarna coklat keruh.
Tidak lama gelas dalam genggaman sang putri menjadi kosong. Dia begitu terkejut karena kehilangan ingatan yang sangat penting. Dan bagi Alisya cara ini adalah satu-satunya yang bisa dia lakukan, meskipun berbahaya.
Alisya mengatur napas berkali-kali begitu mendengar langkah seseorang mendekati ruangan penyimpanan bahan obat.
"Alisya!" ucap seorang pria tua denga rambut putih panjang menyentuh pinggang tidak percaya melihat murid kesayangannya dalam keadaan berantakan berada di ruang penyimpanan bahan obat.
Sebagai seorang master pengobatan timur dan barat, Iason tahu obat yang Alisya racik dari aroma yang tertinggal di penumbuk dan beberapa gerabah yang tutupnya masih terbuka.
"Apa kamu gila, Alisya! Obat itu bisa merusak otakmu!" ucap Iason ketika berada di hadapan Alisya.
Tidak ingin berdebat dengan siapa pun, Alisya hanya diam ketika gurunya datang dengan reaksi panik.
"Aku tahu kamu frustasi karena kehilangan ingatan! Tapi tidak begini caranya! Obat itu tidak akan mengembalikan ingatanmu!"
Kedua tangan Alisya terkulai lemah. Jika gurunya berkata tidak bisa, obat itu memang benar-benar tidak bisa membantunya.
"Duduklah!" perintah Iason.
Pria tua itu terlihat marah dan tidak ingin dibantah. Sebagai seorang murid, Alisya segera mematuhi perintah guru. Mereka berdua duduk berhadapan seperti seorang dokter dan pasien.
"Apa kamu tidak tahu efek obat itu, Alisya? Atau kamu lupa?" ucap Iason dengan nada yang lebih tenang.
"Tidak, Guru. Aku hanya Tidak tahu harus berbuat apa," ucap Alisya lesu.
"Tidak ada benturan di kepalamu." Iason berucap pelan.
Spontan putri bermabut merah mengangkat wajah yang menunduk memandang sang guru. Pendengarannya tidak salah mendengar ucapan Iason.
"Jika memang ada benturan di kepalamu, sudah pasti kamu menjalani pesta pertunaganmu dengan kepala diperban."
Tangan Alisya segera meraba bagian kepala. Lucu sekali. Hal sederhana seperti itu justru tidak disadari oleh Alisya karena panik.
"Lalu kenapa aku hilang ingatan?" giliran Alisya bertanya pada sang kepala dokter kerajan.
Jawaban Iason sangat Alisya harapkan. Dia tidak ingin terus berada dalam kesalahpahaman. Tentu saja Alisya sangat berharap bisa membersihkan namanya.
"Aku tidak tahu." Iason kembali menjawab.
Mata sang putri menyipit menatap sang guru yang masih terlihat tenang.
"Aku tidak menemukan penyebabnya. Lagi pula hilangnya ingatanmu hanya sebatas pada ingatanmu tentang Fayvel dan insiden di balkon itu, Kan?" Iason mengelus jenggot panjangnya yang putih.
"Betul, Guru."
"Aku tidak tahu menahu tentang itu karena itu berkaitan dengan urusan pribadimu. Aku bahkan tidak pernah melihatmu berkencan dengan budak Selir Neelam. Jadi aku sangat terkejut ketika mengetahu kamu kabur dari istana dan kembali dalam keadaan hamil."
Kedua tangan Alisya menutup wajah seolah menyembunyikan rasa malau sekaligus memeras otak agar lebih banyak menyuguhkan informasi yang berguna bagi sang putri. Sayangnya tidak ada informasi yang penting.
Alisya hanya ingat saat melihat lukisan Fayvel, pria itu memang seorang pelukis dan telah berkali-kali melukisnya. Mungkinkah benih-benih cinta timbul begitu saja di saat Alisya begitu menanti pernikahannya dengan Pangeran Mahkota Fasya?
Percuma saja. Semakin Alisya memaksa otaknya bekerja, semakin Alisya merasa tertekan. Akhirnya Alisya meminta izin untuk pamit kepada sang guru. Pria itu pun mengizinkan Alisya untuk kembali ke kamar.
Saat Alisya memandang gelap langit malam dari teras lantai tiga sambil berjalan, tiba-tiba tubuhnya menabrak seseorang yang berjalan dari pertigaan. Sang putri pun mendongak memandang sosok itu.
Seorang pria berjubah hitam dengan sepasamg mata biru yang baru-baru ini Alisya kenali berdiri kokoh. Tidak ingin berbasa-basi, Alisya segera memberi hormat untuk permintaan maaf kemudian berjalan pergi.Sayangnya pria itu tidak ingin Alisya berlalu begitu saja dari hadapannya kemudian memeluk dari belakang.
"Lepaskan!" teriak Alisya sambil meronta.
Namun gerakan kasar Alisya segera menghilang saat menyadari pria berjubah hitam menempelkan ujung belati di leher jenjangnya.
"Apa maumu?" ucap Alisya dengan suara tertekan.
"Kamu memang jalang!" bisik pria itu sambil mengencangkan pelukannya.
Hallo, Pembaca! Jika kamu suka karya ini, jangan lupa masukan ke pustakamu, Ya! Ikuti terus kisah Alisya hanya di Goodnovel! 😃
Tentu saja Alisya tidak mengerti dengan maksud pria itu. Dia hanya baru saja bertemu dengan Iason, tidak lebih. "Apa kamu baru saja bertemu dengan kekasihmu yang lain di istana ini?" Sang putri segera mengerti, pria berjubah hitam itu mencurigainya bertemu dengan pria lain. Ya, meski Alisya menolak keras tuduhan mengkhianati pertunagan dengan Pangeran Mahkota Fasya, nyatanya Raja Nandri membatalkan pertunangan merek karena merasa malu atas skandal putrinya. Jadi wajar jika Dafandra masih curiga kepada Alisya. Meski begitu, sang putri tidak menyangka pangeran kedua Kosmimazh akan menemukannya setelah bertemu denga pria tua, yang tidak lain gurunya sendiri. "Kamu salah paham! Aku bisa menjelaskan!" Kedua alis Dafandra terangkat kemudian mengendorkan cengkeraman di tubuh Alisya. Untuk sesaat sang putri bisa bernapas lega. 'Oh Tuhan, lelaki ini sangat tempramental!' keluh Alisya di dalam hati. "Aku tidak bertemu dengan kekasih atau selingkuhan seperti yang kamu tuduhkan kepadaku!"
Setelah beberapa saat menangis akhirnya Alisya kembali memberanikan diri untuk membaca isi surat. Tampak deretan huruf yang ditulis dengan tinta hitam yang rapi. Tiba-tiba dada Alisya terasa begitu sesak seolah merasakan kerinduan yang dalam. Kepada Alisya Maafkan aku yang tidak bisa hadir di acara pertunaganmu. Semoga kamu bahagia bersama Dafandra. Fasya Alisya tidak menyangka mantan tunangannya akan mengirimkan sebuah surat. Apakah dia marah? Dia tidak meyinggung sama sekali tentang skandal Alisya. Secara teknis bukankah Alisya telah mengkhianatinya? "Kenapa kamu begini kepadaku? Kamu membuatku tidak bisa memaafkan diriku sendiri!" Isak sang putri lagi.Alisyalagi.Alisya semakin gelisah. Cepat atau lambat pernikahannya dengan Dafandra akan terjadi. Suka atau tidak suka pada akhirnya dia akan bertemu dengan Pangeran Mahkota Fasya di istana agung Kosmimazh. Semalam suntuk Alisya tidak bisa tidur. Pagi harinya dengan mata bengkak dia bergeas untuk mengantar kepergian Pangeran Dafa
Di saat semua orang menyudutkan Alisya dan menuduhnya bunuh diri, ternyata masih ada seorang yang berucap dirinya tidak bunuh diri. Jika Alisya tidak bunuh diri, lantas apa yang sebenarnya terjadi? Apakah dia jatuh karena terpeleset? Apakah itu artinya Alisya memanjat pagar kemudian tergelincir dan jatuh ke danau? Itu lebih terdengar tidak mungkin. "Myran, tolong katakan yang sebenarnya dan jangan buat aku menunggu!" pinta Alisya dengan wajah tegang. "Saat kejadian itu sebenarnya aku sedang membaca buku di tepi danau untuk persiapan ujian. Karena lelah membaca aku memutuskan untuk mengedarkan pandangan di sekitar danau. Tiba-tiba aku menangkap kejadian aneh. Saat itu aku melihat tubuhmu terlempar dari balkon." Alisya dan Rifian saling memandang. Penjelasan Myran tidak seperti yang Alisya harapkan. Dia bahkan telah mendengar kesaksian semacam itu ratusan kali dari para saksi mata. "Tunggu sebentar! Aku belum selesai bercerita." Setelah menghela napas lelah, Alisya memberi isyarat
Kedua pangeran bermabut merah menoleh bersamaan pada pria berambut cokelat lurus yang menjuntai hingga ke dada. Bagian atas rambut pria itu diikat ke belakang dan membiarkan terurai bagian yang lain. Namanya Ega, tampilan pria itu rapi dan mempunyai wajah tampan. Siapa sangka pria berusia empat puluh tahunan itu masih bujangan. "Paman..." ucap Rifian dan Mayran nyaris bersamaan kemudian memberikan hormat kepada penasehat kerajaan. "Tempat seperti ini bukanlah tempat bagi pria terhormat seperti kalian. Biarkan penjaga penjara yang melakukan itu." Ega memperingatkan. "Aku hanya tidak sabar. Pria gila ini terus berucap omong kosong!"Ega menghela napas lelah. Raut wajah pria itu juga terlihat buruk jika mengingat bagaimana dia harus meredakan amarah raja untuk tidak memenggal satu-satunya putri kerajaan Crysozh. "Lupakan soal dia! Ada masalah serius yang harus kita bicarakan dengan raja." Melihat raut wajah Ega yang buruk, Rifian dan Myran segera menurut untuk menghadap raja. Dan be
Sekembalinya dari Crysozh, Dafandra segera menghadap Raja dan Ratu Kosmimazh. Ada berita besar yang akan dia sampaikan. Apalagi kalau bukan soal pernikahannya dengan Alisya yang dipercepat. "Apa kamu yakin, Putraku?" tanya raja dengan dua alis melompat bersamaan. Raut wajah pria tua berambut pirang berubah cerah seketika. "Ya, Saya tidak bisa menunggu lebih lama lagi." Dafandra menjawab dengan tanpa ekspresi. Dia tahu ayahnya sangat bernafsu untuk menjalin kerja sama lebih erat dengan kerajaan Crysozh. Meskipun putri Crysozh wanita berskandal asalkan salah putranya tidak mempermasalahkan itu dia akan menyetujui dengan senang hati. Sebaliknya, wajah pangeran berambut cokelat yang duduk di kursi tandu tampak muram. Meskipun secara kasat mata Alisya telah mengkhianatinya, dan Raja Nandri telah memutuskan secara sepihak pertunagan mereka, hati Fasya masih tidak rela melepaskan Alisya. Bagi Fasya, Alisya adalah harta dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat di tengah kebenci
Di meja belajar, Alisya membongkar surat-surat dari pangeran mahkota Kosmimazh yang masih dia simpan. Dengan berlinang air mata dia membaca ulang setiap lembaran yang berisi tulisan tangan mantan tunangannya. Kepada Alisya Terima kasih atas hadiah yang kamu kirim. Aku sangat menyukainya. Kata Kim, cincin giok itu sangat cocok denganku. Oh ya, sebentar lagi usiamu dua puluh tahun. Itu artinya sesuai dengan perjanjian yang dibuat dua kerajaan, kita akan segera menikah. Apakah kamu sudah siap? Meskipun dalam hatiku menggebu dan mendambamu seperti orang mabuk cinta, aku akan tetap bersabar jika kamu tidak ingin terburu-buru menuju ke pernikahan. Tolong balas suratku. Fasya Kesal dan putus asa, Alisya menggebrak meja belajar. Kemudian menelungkup kan wajah ke meja sambil kembali terisak. 'Hubungan kita baik-baik saja kan? Bahkan sebelum ulang tahunku dia masih mengirimkan surat!' Dalam setiap surat yang Fasya kirm, tidak ada tanda-tanda hubungan mereka berdua yang kacau. Semuanya t
"Tapi aku tidak berbohong, Alisya." Entah bagaimana lagi Myran harus mengucapkan fakta itu. Dia masih ingat Alisya duduk di sebuah kursi sedangkan Fayvel dengan jarak yang begitu dekat membungkukkan tubuh jangkungnya menuju wajah sang putri. Siapa pun yang menyaksikan kejadian itu pasti akan berpikir mereka berciuman. Anehnya saat itu Myran hanya menganggap sikap Alisya lantaran rindu dengan tunangannya. Myran benar-benar meremas kepala saat itu juga karena jengkel dengan dirinya sendiri. "Jadi menurutmu aku ini wanita murahan?" tanya Alisya. Kobara api tampak menyala di mata hijau Alisya yang seolah-olah si jago merah yang mengamuk melahap rerumputan. "Bukan begitu maksudku... tapi..." Tiba-tiba kumpulan kosakata di kepala Mayran menguap. Menghadapi kemarahan Alisya pangeran kedua Crysozh tidak mampu berkata-kata. Alisya duduk bersimpuh di lantai. Dia kembali menangis tersedu-sedu. "Fasya pangeranku. Kamu harus tahu akau tidak berhianat! Aku tidak pernah menghianatmimu!" My
"Terima kasih Myran. Aku sangat berharap akan pertolonganmu dan juga Rifian." Kedua sudut bibir Alisya tertarik simetris. Senyuman itu tampak palsu dan tiak alami. Tapi bagi Myran itu lebih baik dari pada Alisya terus menangis. "Tentu. Aku dan kakak akan selalu membantumu." Tangan Myran menepuk-nepuk punggung tangan Alisya. Sesaat kemudian Alisya bangkit dan berjalan ke cermin untuk merapikan penampilannya yang kacau karena menangis. Di hadapan cermin dia menyisir rambut, mengelap keringat dan air mata yang masih tersisa. Beberapa kali dia menarik bibir agar bisa tersenyum dengan baik di hadapan ratu. Akan tetapi, tiba-tiba ucapan Myran tentang perbuatannya di balik kanvas mengganggu pikiran. Secara bergantian wajah Fasya dan Dafandra muncur di kepala seperti kelap-kelip bintang. Alisya menguatkan diri lagi bahwa dirinya tidak serendah itu untuk menghianati pertunagan tanpa sebab. "Mayran..." ucapan Alisya dari depan cermin. "Iya." "Apakah Rifian tahu tentang ciuman itu?" tanya