Share

Bab 6 Sang Guru

Malam harinya setelah pesta usai, Alisya masih mengurung diri di kamar. Dia begitu terpuruk setelah mendengarkan penjelasan dari Rifian. Apa lagi yang bisa dia lakukan selain menangis meratapi nasib.

Oh, tidak! Tiba-tiba Alisya mempunyai ide. Tengah malam dia bergegas keluar dari kamar menyusuri koridor menuju ke ruang penyimpanan bahan obat.

Dengan cepat Alisya meraih keranjang kecil kemudian menuju deretan rak yang diisi dengan gerabah dan keranjang untuk menyimpan berbagai macam biji-bijian, akar, rimpang, kulit pohon, batang pohon pilihan, juga daun-daun, dan bunga tertentu.

Beberapa bahan Alisya masukan ke dalam keranjang di tangan. Kemudian dia menuju ke meja di sudut ruangan dan menumbuk semua bahan.

Setelah semua bahan ditumbuk, kemudian diperas untuk diambil sarinya.

"Semoga ini tidak masalah," gumam Alisya sebelum meminum ramuan berwarna coklat keruh.

Tidak lama gelas dalam genggaman sang putri menjadi kosong. Dia begitu terkejut karena kehilangan ingatan yang sangat penting. Dan bagi Alisya cara ini adalah satu-satunya yang bisa dia lakukan, meskipun berbahaya.

Alisya mengatur napas berkali-kali begitu mendengar langkah seseorang mendekati ruangan penyimpanan bahan obat.

"Alisya!" ucap seorang pria tua denga rambut putih panjang menyentuh pinggang tidak percaya melihat murid kesayangannya dalam keadaan berantakan berada di ruang penyimpanan bahan obat. 

Sebagai seorang master pengobatan timur dan barat, Iason tahu obat yang Alisya racik dari aroma yang tertinggal di penumbuk dan beberapa gerabah yang tutupnya masih terbuka.

"Apa kamu gila, Alisya! Obat itu bisa merusak otakmu!" ucap Iason ketika berada di hadapan Alisya.

Tidak ingin berdebat dengan siapa pun, Alisya hanya diam ketika gurunya datang dengan reaksi panik.

"Aku tahu kamu frustasi karena kehilangan ingatan! Tapi tidak begini caranya! Obat itu tidak akan mengembalikan ingatanmu!"

Kedua tangan Alisya terkulai lemah. Jika gurunya berkata tidak bisa, obat itu memang benar-benar tidak bisa membantunya.

"Duduklah!" perintah Iason.

Pria tua itu terlihat marah dan tidak ingin dibantah. Sebagai seorang murid, Alisya segera mematuhi perintah guru. Mereka berdua duduk berhadapan seperti seorang dokter dan pasien.

"Apa kamu tidak tahu efek obat itu, Alisya? Atau kamu lupa?" ucap Iason dengan nada yang lebih tenang.

"Tidak, Guru. Aku hanya Tidak tahu harus berbuat apa," ucap Alisya lesu.

"Tidak ada benturan di kepalamu." Iason berucap pelan.

Spontan putri bermabut merah mengangkat wajah yang menunduk memandang sang guru. Pendengarannya tidak salah mendengar ucapan Iason.

"Jika memang ada benturan di kepalamu, sudah pasti kamu menjalani pesta pertunaganmu dengan kepala diperban."

Tangan Alisya segera meraba bagian kepala. Lucu sekali. Hal sederhana seperti itu justru tidak disadari oleh Alisya karena panik.

"Lalu kenapa aku hilang ingatan?" giliran Alisya bertanya pada sang kepala dokter kerajan.

Jawaban Iason sangat Alisya harapkan. Dia tidak ingin terus berada dalam kesalahpahaman. Tentu saja Alisya sangat berharap bisa membersihkan namanya.

"Aku tidak tahu." Iason kembali menjawab.

Mata sang putri menyipit menatap sang guru yang masih terlihat tenang.

"Aku tidak menemukan penyebabnya. Lagi pula hilangnya ingatanmu hanya sebatas pada ingatanmu tentang Fayvel dan insiden di balkon itu, Kan?" Iason mengelus jenggot panjangnya yang putih.

"Betul, Guru."

"Aku tidak tahu menahu tentang itu karena itu berkaitan dengan urusan pribadimu. Aku bahkan tidak pernah melihatmu berkencan dengan budak Selir Neelam. Jadi aku sangat terkejut ketika mengetahu kamu kabur dari istana dan kembali dalam keadaan hamil."

Kedua tangan Alisya menutup wajah seolah menyembunyikan rasa malau sekaligus memeras otak agar lebih banyak menyuguhkan informasi yang berguna bagi sang putri. Sayangnya tidak ada informasi yang penting. 

Alisya hanya ingat saat melihat lukisan Fayvel, pria itu memang seorang pelukis dan telah berkali-kali melukisnya. Mungkinkah benih-benih cinta timbul begitu saja di saat Alisya begitu menanti pernikahannya dengan Pangeran Mahkota Fasya?

Percuma saja. Semakin Alisya memaksa otaknya bekerja, semakin Alisya merasa tertekan. Akhirnya Alisya meminta izin untuk pamit kepada sang guru. Pria itu pun mengizinkan Alisya untuk kembali ke kamar.

Saat Alisya memandang gelap langit malam dari teras lantai tiga sambil berjalan, tiba-tiba tubuhnya menabrak seseorang yang berjalan dari pertigaan. Sang putri pun mendongak memandang sosok itu.

Seorang pria berjubah hitam dengan sepasamg mata biru yang baru-baru ini Alisya kenali berdiri kokoh. Tidak ingin berbasa-basi, Alisya segera memberi hormat untuk permintaan maaf kemudian berjalan pergi.

Sayangnya pria itu tidak ingin Alisya berlalu begitu saja dari hadapannya kemudian memeluk dari belakang.

"Lepaskan!" teriak Alisya sambil meronta.

Namun gerakan kasar Alisya segera menghilang saat menyadari pria berjubah hitam menempelkan ujung belati di leher jenjangnya.

"Apa maumu?" ucap Alisya dengan suara tertekan.

"Kamu memang jalang!" bisik pria itu sambil mengencangkan pelukannya.

Sunny Zylven

Hallo, Pembaca! Jika kamu suka karya ini, jangan lupa masukan ke pustakamu, Ya! Ikuti terus kisah Alisya hanya di Goodnovel! 😃

| 2

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status