Tentu saja Alisya tidak mengerti dengan maksud pria itu. Dia hanya baru saja bertemu dengan Iason, tidak lebih.
"Apa kamu baru saja bertemu dengan kekasihmu yang lain di istana ini?"
Sang putri segera mengerti, pria berjubah hitam itu mencurigainya bertemu dengan pria lain. Ya, meski Alisya menolak keras tuduhan mengkhianati pertunagan dengan Pangeran Mahkota Fasya, nyatanya Raja Nandri membatalkan pertunangan merek karena merasa malu atas skandal putrinya. Jadi wajar jika Dafandra masih curiga kepada Alisya.
Meski begitu, sang putri tidak menyangka pangeran kedua Kosmimazh akan menemukannya setelah bertemu denga pria tua, yang tidak lain gurunya sendiri.
"Kamu salah paham! Aku bisa menjelaskan!"
Kedua alis Dafandra terangkat kemudian mengendorkan cengkeraman di tubuh Alisya. Untuk sesaat sang putri bisa bernapas lega.
'Oh Tuhan, lelaki ini sangat tempramental!' keluh Alisya di dalam hati.
"Aku tidak bertemu dengan kekasih atau selingkuhan seperti yang kamu tuduhkan kepadaku!"
"Lalu kenapa tengah malam seperti ini kamu berkeliaran?" tanya Dafandra dengan sorot mata semakin tajam.
Alisya mendengkus kesal. Dia belum pernah merasa terintimidasi di rumahnya sendiri sebelumnya.
"Ini istanaku, Pangeran Dafandra! Aku bebas berkeliaran kapan pun yang aku mau!" ucap Alisya tidak kalah barang menatap kobaran api di mata biru pangeran kedua Kosmimazh.
"Benarkah? Apakah seorang putri layak berkeliaran tanpa pengawalan dan bertemu dengan pria asing di tengah malam yang gelap ini? Kamu tidak bisa membodohiku, Alisya!" tuduh Dafandra.
Pria itu kembali mendekat dengan tatapan penuh teror. Sepertinya dia benar-benar akan membunuh Alisya saat itu juga.
"Dia bukan pria asing, tapi guruku!" ucap Alisya geram sambil mendorong dada pria di depannya.
Keributan di teras saat itu menarik perhatian pria tua yang telah mengabdikan hidupnya untuk Raja Nandri selama bertahun-tahun.
Mendengar teriakkan Alisya, pria itu setengah berlari menuju ke asal suara. Sementara itu Dafandra yang menyadari kehadiran seseorang segera berakting.
Serta-merta sepasang lengan kekar sang pangeran memeluk tubuh ramping milik Alisya setelah menyembunyikan belati yang nyaris menggores kulit mulus sang putri.
"Alisya!" Pekik Iason.
Pria tua itu pun membeku saat melihat putri Raja Nandri dalam pelukan pria yang baru tadi siang bertunangan dengannya.
"Lepaskan aku!" berontak Alisya.
"Dia guruku! Apa kamu mau cemburu dengan seorang pria tua seperti dia!" bisik Alisya geram.
Dafandra segera melepaskan pelukan di tubuh ramping beraroma citrus yang segar. Pria itu memberi hormat pada Iason sambil berakting gugup karena telah bermesraan dengan tunangannya di tempat terbuka.
Iason menyadari ada yang tidak beres. Dia berjalan mendekati murid dan salah satu pria terbaik dari Kosmimazh. Meski samar, Iason melihat bintik keringat dan juga permukaan kulit yang lebih merah di wajah oval Alisya setelah beberapa saat memberontak dari pelukan Dafandra.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Iason menuntut penjelasan.
"Maaf atas ketidaksopanan saya" Meski meminta maaf, tapi ekspresi Dafandra seperti tanpa rasa bersalah.
"Tolong jangan jaga sopan santun! Ingat, kalian belum menikah!" ucap Iason lebih tegas. Pria di samping Alisya pun segera mengiyakan permintaan pria tua berambut putih.
Karena tidak ingin memperpanjang percakapan dan tidak ingin perbuatannya diekspos oleh Alisya, pria bertubuh tegap itu segera berpamitan.
"Segera tidur! Besok aku kembali ke Kosmimazh. Aku tidak ingin kamu terlambat bangun untuk mengantar kepergianku." Ucap Dafandra datar kemudian berlalu sambil menyelipkan gulungan kertas kecil di tangan Alisya.
'Apa-apaan ini!'
Begitu Dafandra berlalu, Iason segera mendekati putri berambut merah. Dengan perhatian pria itu bertanya, "Kamu tidak apa-apa?"
Mendapatkan pertanyaan dari sang guru, putri berambut merah menjadi semakin gugup. Pasalnya hal itu menandakan Iason mengetahui tindakan Dafandra yang sebenarnya.
"Aku tahu dia menyakitimu. Jika kamu tidak keberatan, aku bisa menjadi saksi di hadapan raja untuk membongkar kejahatannya."
Alisya tergagap mendengar ucapan Iason. Dia memandang pria dengan kerutan di sekitar mata penuh haru. Sang putri segera sadar, di saat semua orang seolah mengabaikannya, masih ada Iason yang selalu ada di pihaknya.
"Guru...." ucap Alisya terputus.
Bukan berarti Alisya tidak ingin membongkar sikap agresif tunagannya. Tapi ada hal lain yang selalu menggangu hatinya sejak kecil. Hal itu menjadikan sosok ceria Alisya selalu dibayang-bayangi rasa takut.
"Tidak, Guru. Dia hanya memeluku." Alisya berucap gugup.
Kegugupan Alisya ditangkap seoalah menyembunyikan sebuah tindakan kriminal dari pada malu karena telah tertangkap basa berpelukan dengan tunangannya.
Iason terdiam, sebagai guru dia juga mempunyai batasan. Jika Alisya memilih untuk tidak membahas sesuatu, Iason pasti akan menghindari topik itu.
"Baiklah, aku telah berlebihan. Tapi ingat, kalian belum menikah. Tidak selayaknya kalian berinteraksi terlau dekat." Pria tua itu memberi nasehat, kemudian pamit meninggalkan Alisya untuk beristirahat.
Malam semakin larut, angin dinginnya memaksa bulu-bulu di tubuh sang putri berdiri. Tidak ingin berada dalam kebekuan, Alisya segera menuju ke kamar.
Sesampainya di kamar, tubuh ramping Alisya segera terhempas di ranjang empuk sambil merentangkan kedua tangan menatap langit-langit.
"Aku sudah mati!" umpat Alisya.
Sesaat kemudian air matanya tidak terbendung. Dengan tatapan hampa dia ingat kobaran api di mata biru Dafandra. Pria itu akan membunuhnya saat itu juga jika Iason tidak datang.
Jangankan cinta, nafsu pun sepertinya tidak terlihat di wajah tampan Dafandra saat memandang Alisya. Jadi apa sebenarnya maksud Dafandra melamar Alisya? Apakah itu hanya karena alasan politik semata?
Juga, seandainya Alisya membongkar perlakuan kasar Dafandra kepada keluarganya, dia tidak yakin raja dan ratu akan peduli. Yah, skandal Alisya memang telah mengacaukan hubungan baik kedua kerajaan selama berbulan-bulan.Jika Pangeran Dafandra masih bersedia meminang Alisya, Raja Nandri tidak akan keberatan sama sekali. Anak-anak raja memang terlahir untuk kemakmuran kerajaan. Dan Alisya hanya satu dari ketiga orang anak raja yang harus menanggung beban itu.
Tiba-tiba Alisya teringat dengan gulungan kertas pemberian Dafandra. Segera dia membuka gulungan itu yang ternyata sebuah surat.
"Tidak ...."
Surat singkat itu tidak bisa tidak membuat Alisya menangis, bahkan dia harus membenamkan wajah di bantal untuk meredam teriakannya.
Hallo, Pembaca! Jika kamu suka karya ini, jangan lupa masukan ke pustakamu, Ya! Ikuti terus kisah Alisya hanya di Goodnovel! 😃
Setelah beberapa saat menangis akhirnya Alisya kembali memberanikan diri untuk membaca isi surat. Tampak deretan huruf yang ditulis dengan tinta hitam yang rapi. Tiba-tiba dada Alisya terasa begitu sesak seolah merasakan kerinduan yang dalam. Kepada Alisya Maafkan aku yang tidak bisa hadir di acara pertunaganmu. Semoga kamu bahagia bersama Dafandra. Fasya Alisya tidak menyangka mantan tunangannya akan mengirimkan sebuah surat. Apakah dia marah? Dia tidak meyinggung sama sekali tentang skandal Alisya. Secara teknis bukankah Alisya telah mengkhianatinya? "Kenapa kamu begini kepadaku? Kamu membuatku tidak bisa memaafkan diriku sendiri!" Isak sang putri lagi.Alisyalagi.Alisya semakin gelisah. Cepat atau lambat pernikahannya dengan Dafandra akan terjadi. Suka atau tidak suka pada akhirnya dia akan bertemu dengan Pangeran Mahkota Fasya di istana agung Kosmimazh. Semalam suntuk Alisya tidak bisa tidur. Pagi harinya dengan mata bengkak dia bergeas untuk mengantar kepergian Pangeran Dafa
Di saat semua orang menyudutkan Alisya dan menuduhnya bunuh diri, ternyata masih ada seorang yang berucap dirinya tidak bunuh diri. Jika Alisya tidak bunuh diri, lantas apa yang sebenarnya terjadi? Apakah dia jatuh karena terpeleset? Apakah itu artinya Alisya memanjat pagar kemudian tergelincir dan jatuh ke danau? Itu lebih terdengar tidak mungkin. "Myran, tolong katakan yang sebenarnya dan jangan buat aku menunggu!" pinta Alisya dengan wajah tegang. "Saat kejadian itu sebenarnya aku sedang membaca buku di tepi danau untuk persiapan ujian. Karena lelah membaca aku memutuskan untuk mengedarkan pandangan di sekitar danau. Tiba-tiba aku menangkap kejadian aneh. Saat itu aku melihat tubuhmu terlempar dari balkon." Alisya dan Rifian saling memandang. Penjelasan Myran tidak seperti yang Alisya harapkan. Dia bahkan telah mendengar kesaksian semacam itu ratusan kali dari para saksi mata. "Tunggu sebentar! Aku belum selesai bercerita." Setelah menghela napas lelah, Alisya memberi isyarat
Kedua pangeran bermabut merah menoleh bersamaan pada pria berambut cokelat lurus yang menjuntai hingga ke dada. Bagian atas rambut pria itu diikat ke belakang dan membiarkan terurai bagian yang lain. Namanya Ega, tampilan pria itu rapi dan mempunyai wajah tampan. Siapa sangka pria berusia empat puluh tahunan itu masih bujangan. "Paman..." ucap Rifian dan Mayran nyaris bersamaan kemudian memberikan hormat kepada penasehat kerajaan. "Tempat seperti ini bukanlah tempat bagi pria terhormat seperti kalian. Biarkan penjaga penjara yang melakukan itu." Ega memperingatkan. "Aku hanya tidak sabar. Pria gila ini terus berucap omong kosong!"Ega menghela napas lelah. Raut wajah pria itu juga terlihat buruk jika mengingat bagaimana dia harus meredakan amarah raja untuk tidak memenggal satu-satunya putri kerajaan Crysozh. "Lupakan soal dia! Ada masalah serius yang harus kita bicarakan dengan raja." Melihat raut wajah Ega yang buruk, Rifian dan Myran segera menurut untuk menghadap raja. Dan be
Sekembalinya dari Crysozh, Dafandra segera menghadap Raja dan Ratu Kosmimazh. Ada berita besar yang akan dia sampaikan. Apalagi kalau bukan soal pernikahannya dengan Alisya yang dipercepat. "Apa kamu yakin, Putraku?" tanya raja dengan dua alis melompat bersamaan. Raut wajah pria tua berambut pirang berubah cerah seketika. "Ya, Saya tidak bisa menunggu lebih lama lagi." Dafandra menjawab dengan tanpa ekspresi. Dia tahu ayahnya sangat bernafsu untuk menjalin kerja sama lebih erat dengan kerajaan Crysozh. Meskipun putri Crysozh wanita berskandal asalkan salah putranya tidak mempermasalahkan itu dia akan menyetujui dengan senang hati. Sebaliknya, wajah pangeran berambut cokelat yang duduk di kursi tandu tampak muram. Meskipun secara kasat mata Alisya telah mengkhianatinya, dan Raja Nandri telah memutuskan secara sepihak pertunagan mereka, hati Fasya masih tidak rela melepaskan Alisya. Bagi Fasya, Alisya adalah harta dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang berat di tengah kebenci
Di meja belajar, Alisya membongkar surat-surat dari pangeran mahkota Kosmimazh yang masih dia simpan. Dengan berlinang air mata dia membaca ulang setiap lembaran yang berisi tulisan tangan mantan tunangannya. Kepada Alisya Terima kasih atas hadiah yang kamu kirim. Aku sangat menyukainya. Kata Kim, cincin giok itu sangat cocok denganku. Oh ya, sebentar lagi usiamu dua puluh tahun. Itu artinya sesuai dengan perjanjian yang dibuat dua kerajaan, kita akan segera menikah. Apakah kamu sudah siap? Meskipun dalam hatiku menggebu dan mendambamu seperti orang mabuk cinta, aku akan tetap bersabar jika kamu tidak ingin terburu-buru menuju ke pernikahan. Tolong balas suratku. Fasya Kesal dan putus asa, Alisya menggebrak meja belajar. Kemudian menelungkup kan wajah ke meja sambil kembali terisak. 'Hubungan kita baik-baik saja kan? Bahkan sebelum ulang tahunku dia masih mengirimkan surat!' Dalam setiap surat yang Fasya kirm, tidak ada tanda-tanda hubungan mereka berdua yang kacau. Semuanya t
"Tapi aku tidak berbohong, Alisya." Entah bagaimana lagi Myran harus mengucapkan fakta itu. Dia masih ingat Alisya duduk di sebuah kursi sedangkan Fayvel dengan jarak yang begitu dekat membungkukkan tubuh jangkungnya menuju wajah sang putri. Siapa pun yang menyaksikan kejadian itu pasti akan berpikir mereka berciuman. Anehnya saat itu Myran hanya menganggap sikap Alisya lantaran rindu dengan tunangannya. Myran benar-benar meremas kepala saat itu juga karena jengkel dengan dirinya sendiri. "Jadi menurutmu aku ini wanita murahan?" tanya Alisya. Kobara api tampak menyala di mata hijau Alisya yang seolah-olah si jago merah yang mengamuk melahap rerumputan. "Bukan begitu maksudku... tapi..." Tiba-tiba kumpulan kosakata di kepala Mayran menguap. Menghadapi kemarahan Alisya pangeran kedua Crysozh tidak mampu berkata-kata. Alisya duduk bersimpuh di lantai. Dia kembali menangis tersedu-sedu. "Fasya pangeranku. Kamu harus tahu akau tidak berhianat! Aku tidak pernah menghianatmimu!" My
"Terima kasih Myran. Aku sangat berharap akan pertolonganmu dan juga Rifian." Kedua sudut bibir Alisya tertarik simetris. Senyuman itu tampak palsu dan tiak alami. Tapi bagi Myran itu lebih baik dari pada Alisya terus menangis. "Tentu. Aku dan kakak akan selalu membantumu." Tangan Myran menepuk-nepuk punggung tangan Alisya. Sesaat kemudian Alisya bangkit dan berjalan ke cermin untuk merapikan penampilannya yang kacau karena menangis. Di hadapan cermin dia menyisir rambut, mengelap keringat dan air mata yang masih tersisa. Beberapa kali dia menarik bibir agar bisa tersenyum dengan baik di hadapan ratu. Akan tetapi, tiba-tiba ucapan Myran tentang perbuatannya di balik kanvas mengganggu pikiran. Secara bergantian wajah Fasya dan Dafandra muncur di kepala seperti kelap-kelip bintang. Alisya menguatkan diri lagi bahwa dirinya tidak serendah itu untuk menghianati pertunagan tanpa sebab. "Mayran..." ucapan Alisya dari depan cermin. "Iya." "Apakah Rifian tahu tentang ciuman itu?" tanya
Arak-arakan kereta kuda menuju ke pelabuhan Hanlamzh membelah jalanan di kota-kota Crysozh. Orang-orang menatap antusias rombongan kerajaan yang akan melakukan perjalanan ke Kosmimazh untuk pernikahan politik putri mereka. Di dalam kereta kuda, Alisya duduk bersebelahan dengan Myran sedangkan Rifian duduk di hadapannya. Suasana pernikahan yang harusnya penuh sukacita menjadi begitu canggung dan membosankan. "Apakah kita akan sampai di pelabuhan?" tanya Myran memecah keheningan. Rifian mengok ke luar jendela. Pantatnya memang terasa panas karena tiga gari duduk di dalam kereta. "Aku rasa tidak lama lagi," jawab Rifian. Menengok calon mempelai wanita yang terlihat murung, Rifian menjadi semakin khawatir. Semakin dekat ke pelabuhan semakin dekat waktu Alisya menuju ke pernikahan. Putri itu tidak antusias sama sekali. "Alisya, apa kamu ingin makan atau minum?" tanya Rifian penuh perhatian. "Tidak, Terima kasih. Aku masih kenyang." Suasana di dalam kereta kembali sunyi sampai akhirn