Share

Bab 9 Pengakuan

Author: Dama Mei
last update Last Updated: 2025-02-24 21:18:07

Malam itu juga Belle berdiri di depan The Dominion Club, sebuah bangunan megah dengan lampu-lampu kristal. Pintu masuknya dijaga oleh dua pria berseragam. Keduanya memandang Belle dengan tatapan penuh curiga. Belle menarik napas panjang, membenahi blazer tipis yang dia kenakan. 

Ini bukan tempatnya, dia tahu itu. Tapi dia tidak peduli.

“Maaf, Nona. Ini tempat khusus untuk anggota dan tamu undangan,” Salah satu penjaga menghentikannya.

Belle menatap penjaga itu dengan mata melotot. “Aku di sini untuk bertemu Dante Hudson,” katanya dengan suara ketus.

Penjaga itu mengerutkan dahi, tampak ragu. “Nama Anda?”

“Belle. Bilang itu,”

Setelah jeda singkat, penjaga itu berbicara melalui earpiece-nya. Beberapa saat kemudian, dia membuka pintu.

“Silahkan masuk, Nona Belle,”

Belle melangkah masuk. Musik jazz lembut mengalun dan kelompok-kelompok kecil orang berpakaian mahal mengobrol sambil menikmati minuman mereka. Namun, perhatian Belle hanya tertuju pada satu orang: Dante.

Di tengah ruangan, Dante duduk di sebuah sofa mewah. Dikelilingi oleh beberapa anggota Dominion Club—Lex, Vicky, dan Jamie. Mereka tertawa, sesekali mengobrol.

Belle menggenggam erat tas kecil di tangannya. Mencoba mengendalikan rasa gugup.

Belle mendekat dan langkahnya menarik perhatian. Dante adalah orang pertama yang menyadari kehadirannya. Mata pria itu menyipit saat melihat Belle. Bahkan bibirnya melengkung membentuk seringai kecil.

“Lihat siapa yang datang,”  seru Lex, menunjuk Belle. “Apa yang membawamu ke sini, nona kelas menengah?”

Tawa kecil terdengar dari banyak orang di tempat itu. Tapi Belle tidak terintimidasi. Dia menatap Dante langsung ke matanya.

“Dante Hudson, kita perlu bicara,” tandas Belle. Dia mencoba untuk bicara lebih lantang, demi mengusir gugup.

Dante mengangkat alis sambil terus menyeringai. “Kau datang jauh-jauh ke sini hanya untuk itu? Kau tahu, ini bukan tempat untuk orang sepertimu,”

“Aku tidak peduli,” jawab Belle. “Kau sudah menghancurkan reputasiku di kantor. Apa yang kau inginkan sebenarnya?”

Dante berdiri dari sofa. Tubuh tinggi dan posturnya yang tegap, mendominasi, membuat Belle harus menegakkan dagu untuk mempertahankan keberaniannya.

Dante kini tertawa. Ekspresinya tampak begitu puas saat melihat kemarahan di wajah Belle. 

“Apa yang aku inginkan?” Dante mengulangi. “Kau datang ke sini, hanya untuk menanyakan itu?”

“Aku mungkin bukan siapa-siapa dibandingkan denganmu,” Belle sedikit mendekat. Dia mengepalkan tangannya erat. “Tapi aku tidak akan diam sementara kau dan kelompokmu menghancurkan hidupku. Aku akan melawanmu, Dante! Apapun yang terjadi,”

Ruangan menjadi hening. Anggota Dominion Club yang lain tampak terkejut dengan keberanian Belle. Namun Dante hanya tersenyum tipis.

Dari sisi sofa, Vicky mendengus pelan sambil mengambil gelas champagne yang ada di meja. “Kau … berisik,” umpatnya. “Selain orang yang tidak berguna, kau juga pandai merusak suasana,” Dia berdiri, berjalan mendekati Belle dengan langkah anggun.

“Aku rasa,” lanjut Vicky sambil mengangkat gelasnya. “Kau butuh sesuatu untuk mendinginkan kepala sombongmu itu,” Vicky mengarahkan gelasnya pada Belle.

Belle tidak bergerak, menatap langsung ke arah Vicky. Tapi sebelum Vicky bisa mengangkat gelasnya lebih tinggi, Jamie tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya dan meraih tangan Vicky dengan cepat.

“Sudah cukup, Vic!” kata Jamie.

Vicky menoleh ke Jamie, wajahnya kesal. “Apa maksudmu? Jadi kau membiarkan dia berbicara seperti itu pada Dante? Pada kita?”

Jamie menghela napas dan melepaskan cengkeramannya perlahan. “Kita punya cara lain untuk menangani orang seperti dia,” Jamie memandang Belle sedikit kesal. “Jangan kotori club-ku,”

Vicky mendengus, wajahnya masih dipenuhi rasa kesal. Namun, dia menurunkan gelas champagne-nya dan kembali duduk dengan ekspresi masam.

Dante yang sejak tadi memperhatikan semuanya, kini bergerak satu langkah mendekati Belle. “Jadi … sampai mana kita tadi?” Dia menyeringai.

Belle tidak bergeming. Meskipun jantungnya berdebar kencang. “Lakukan apapun yang kau mau, Dante. Aku tidak akan lari darimu!”

Sebuah senyum penuh arti muncul di wajah Dante. “Benarkah? Benarkah kau tidak akan lari dariku?”

Belle mengangkat dagunya demi menyeimbangkan tinggi Dante. Namun tetap, Belle tidak seimbang.

“Aku bahkan tidak pernah tidur dengan pria manapun sepanjang hidupku!” aku Belle tiba-tiba. Suaranya bergetar. “Jadi bagaimana bisa kalian menyebarkan rumor menjijikkan seperti itu?”

Tatapan semua orang kini tertuju pada Belle. Bahkan Lex sampai menganga lebar tidak percaya. Sementara Dante, seakan dia tidak berkedip mendengar pengakuan apa adanya itu.

Sebuah langkah pelan mendekati mereka. Eddie muncul, dengan ekspresinya yang tenang.

“Belle? Benarkah kau tidak pernah tidur dengan pria manapun?” sapa Eddie.

“E-Eddie?” Belle terkejut mendengar suara Eddie. Dia menoleh ke belakang.

Pria itu berdiri dengan mata lebar. Tentu saja dia mendengar pengakuan mengejutkan itu. Kini suasana yang semula tegang, sedikit mencair.

“Ed, kau dengar dia, kan? Dia masih perawan!” teriak Lex. Dia tertawa kencang sekali, lalu melakukan tos dengan Jamie.

Vicky memutar bola matanya, semakin kesal. “Dasar wanita kampungan!” gerutunya.

Eddie menunduk, untuk menyamakan kedudukan dengan Belle. “Belle?” Kemudian dia berjalan, ikut duduk bersama Lex dan Jamie.

Sementara itu, Dante melangkah maju. Mendekat hingga jaraknya tidak lebih dari beberapa langkah dari Belle.

“Kau melawan seperti ini ... Apa kau melakukannya karena berharap aku akan menidurimu?” tanya Dante. Lalu menyeringai sinis.

Pernyataan itu menghantam Belle seperti bom. Vicky terkekeh kecil. Lex menyeringai, sementara Jamie hanya menghela napas panjang. Dan Eddie tidak berekspresi.

“Apa maksudmu?” Suara Belle bergetar, wajah merah. Dia merasa sangat malu dan dihina habis-habisan oleh Dante.

Dante menyeringai, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana dengan santai. “Aku hanya penasaran,” jawabnya. “Orang-orang sepertimu biasanya mencari cara untuk mendapatkan keuntungan dari pria seperti aku. Kau melawan karena apa, Belle? Karena kau ingin perhatian? Atau karena kau ingin sesuatu yang lebih?”

Wajah Belle semakin memerah. Bukan karena rasa malu. Itu adalah amarah yang tidak bisa lagi dia tahan.

“Kau ... sangat menjijikkan,” kata Belle, penuh kebencian.

Dante tertawa kecil. Kini sorot matanya berubah lebih gelap. “Di dunia ini, orang seperti aku yang memegang kendali. Kau harus terima itu,”

“Kau salah!” sambar Belle. “Orang sepertimu memegang kendali karena ada yang mau dikendalikan. Tapi tidak denganku. Tidak akan!”

Ruangan kembali sunyi. Dante tertegun, tidak menduga jawaban itu. Selama ini, tidak ada seorang pun yang berani melawannya seperti Belle.

Belle tidak menunggu jawaban. Dia berbalik cepat dan berjalan keluar dari ruangan itu, meninggalkan Dante dan anggota Dominion Club lainnya.

Semua masih terdiam, begitu pula Dante yang masih berdiri. Dia benar-benar tercengang dengan perlawanan Belle.

Eddie menatap Dante dengan ekspresi datar. “Kau benar-benar sudah keterlaluan kali ini, Dan,” gumamnya.

Dante tetap berdiri di tempat. Diam, dengan rahangnya mengeras. Tapi di balik ekspresi dingin itu, pikiran Dante penuh gejolak. Belle berhasil mengganggu keseimbangannya, dan itu adalah sesuatu yang tidak bisa dia biarkan begitu saja.

“Tapi menarik, sangat menarik,” ujar Lex. Dia berhasil memecah keheningan. “Ternyata si mungil dan manis itu belum pernah ditiduri siapapun. Apa aku perlu menjadi yang pertama?”

Jamie spontan meninju lengan Lex. “Kau … diam,” bisiknya. Dia memberi isyarat pada Lex untuk diam. Kemudian melirik ke arah Dante yang masih mematung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 173 Menantu Kesayangan (END)

    Dua bulan berlalu sejak perjalanan bulan madu mereka di Bora-Bora. Malam ini, Dante dan Belle melangkah memasuki salah satu ballroom termegah di pusat kota Manhattan—Hudson Grand Hall, gedung megah milik keluarga Hudson yang sering menjadi tempat acara-acara besar diadakan. Lampu kristal bergemerlap dari langit-langit tinggi, memantulkan cahaya ke dinding marmer putih berornamen emas. Musik orkestra klasik mengalun lembut, menambah atmosfer prestisius malam itu.Pesta malam ini diadakan oleh Valeria Hudson sendiri. Tujuannya untuk memperkuat citra keluarga Hudson di mata publik setelah berbagai gejolak rumor dan insiden belakangan ini. Secara khusus, acara ini dikemas sebagai Hudson Charity Gala—malam penggalangan dana untuk yayasan kesehatan dan pendidikan yang berada di bawah naungan Hudson Group. Para tamu undangan adalah deretan orang-orang penting seperti politisi, konglomerat, hingga bangsawan yang datang dari luar negeri.Semua mata seolah otomatis menoleh setiap kali Dante d

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 172 Amat Mencintaimu

    Malam itu ruang makan utama terasa lebih hangat dari biasanya. Dante duduk di sisi kanan, Belle di kiri, sementara Valeria di ujung meja, dengan ekspresi tenang namun sulit ditebak. Aroma sup krim bercampur dengan wangi daging panggang memenuhi udara. Tapi yang membuat suasana berbeda adalah kehadiran Valeria yang hingga kini belum juga kembali ke kediamannya sendiri.Sejak Dante pulang, Belle mengira Valeria akan pergi. Tapi kenyataannya sang mertua tetap bertahan, memilih tinggal di rumah ini demi alasan menjaga Adrian. Meski canggung, Belle tidak menolak. Toh Valeria tidak pernah mengomentari apapun tindakannya di rumah.Makan malam berlangsung dengan obrolan singkat. Dante sesekali menatap Belle untuk memastikan kondisinya sudah lebih baik. Belle tersenyum tipis, menegaskan bahwa ia baik-baik saja. Hingga tiba-tiba, Valeria meletakkan garpu dan pisaunya. Lalu menegakkan tubuhnya dengan anggun.“Lawrie,” panggilnya.Dari arah belakang, Lawrie yang sejak tadi berdiri tegak melangkah

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 171 Saling Bertaut

    Kabar penyerangan itu sampai ke Dante lebih cepat dari yang diduga. Lawrie langsung melaporkan insiden tersebut lewat sambungan khusus yang hanya bisa diakses oleh Dante Hudson. Begitu mendengar detailnya—bagaimana Belle hampir ditusuk pria bayaran Evelyn, darah Dante mendidih.Setelahnya, tidak ada lagi rapat atau agenda bisnis yang berarti. Fabian melihat tuannya bertransformasi, dari pebisnis tenang menjadi sosok yang siap membunuh siapa pun yang menyentuh keluarganya.Malam itu, mereka menuju ke sebuah penthouse mewah di distrik Shinjuku, tempat Evelyn menginap. Dua penjaga pribadi Evelyn di pintu hanya sempat menoleh sebelum Dante dan Fabian melangkah masuk tanpa permisi. Aura yang Dante pancarkan membuat siapa pun tak berani menghalanginya.Evelyn sedang duduk anggun di sofa, dengan segelas anggur merah di tangan. Bibirnya melengkung sinis saat melihat Dante datang. “Oh, Dante. Kau benar-benar tidak bisa jauh dariku, ya?”Dante tidak menjawab. Ia melempar sebuah map tebal ke me

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 170 Mengirimkan Perlindungan

    Siang itu Dante berada di Tokyo, tepatnya di lantai atas sebuah hotel mewah yang digunakan Hudson Group untuk mengadakan pertemuan dengan mitra Jepang. Dari jendela kaca besar ruang VIP tempatnya menunggu, pemandangan kota tampak jelas. Gedung pencakar langit berkilauan, jalanan sibuk, dan papan neon warna-warni yang tak pernah mati.Fabian berdiri tak jauh, sibuk meninjau dokumen di dalam tablet. “Tuan, rapat dengan Yamashita Corporation dimulai lima belas menit lagi. Mereka sudah tiba di ruang konferensi.”Dante mengangguk singkat, tapi matanya tidak lepas dari layar ponsel yang baru saja bergetar di tangannya. Sebuah pesan masuk dari nomor asing.Dengan alis sedikit berkerut, ia membuka pesan itu. Dan seketika napasnya tertahan sepersekian detik.Salah satu foto menampilkan Belle tersenyum sambil menyentuh lengan Eddie, seolah mereka tengah berbagi momen intim. Di foto lain, Eddie berdiri dekat sekali dengan Belle saat membawa kotak besar. Sudut pengambilan foto membuat segalanya t

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 169 Masih Mencintaimu

    Sore itu, rumah baru Belle dipenuhi aroma masakan hangat. Meja makan besar di ruang makan sudah ditata rapi dengan piring porselen putih bergaris emas, lilin-lilin kecil beraroma vanila di tengah meja, dan bunga mawar segar di vas kaca.Belle sedang memeriksa pengaturan kursi ketika suara bel pintu terdengar. Salah satu pelayan membukakan pintu. Dan di sana osok Lex dan Lila datang bersamaan.“Lumayan juga. Untuk ukuran rumah yang bukan mansion Hudson,” tukas Lex, pandangannya menyapu seluruh area ruangan.Belle menahan tawa, sudah terbiasa dengan komentar sekenanya itu. Sebelum ia sempat membalas, Lila memutar bola matanya dan menepuk lengan Lex.“Apa itu ucapan selamat versimu? Kalau iya, jelek sekali caranya,” gerutu Lila.Lex hanya mengangkat bahu, menyeringai tipis. “Hei, aku jujur.”Belle terkekeh, lalu memeluk Lila sebentar. “Terima kasih sudah datang.”Tak lama, suara pintu kembali terdengar. Kali ini, Jamie melangkah masuk. Penampilannya rapi dengan setelan kasual. Senyumnya

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 168 Ancaman Lama

    Pagi itu, udara masih dingin dan lembut ketika cahaya matahari baru mulai menyelinap di balik tirai rumah. Belle sudah bangun lebih dulu. Ia menyiapkan secangkir kopi hitam untuk Dante dan segelas susu hangat untuk dirinya sendiri, sambil sesekali melirik jam dinding.Di ruang tamu, koper hitam besar milik Dante sudah tertata rapi di dekat pintu masuk. Fabian berdiri tak jauh dari situ, memegang tablet berisi jadwal dan dokumen perjalanan.“Kau mau kopi, Fab?” tegur Belle.Fabian sedikit menunduk. Pertanda bahwa dia baik-baik saja meski tampak berdiri diam seperti robot.Dante muncul dari lorong kamar, mengenakan mantel panjang warna hitam di atas setelan gelapnya. Matanya langsung mencari Belle begitu i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status