Share

Bab 2

"Saya Kaisar, bodyguard anda mulai sekarang, Nona Kara. "

Kara menatap lelaki di hadapannya ini. Muda, tinggi, dan berperawakan gagah.

Kara akui jika ia terpesona dengan lelaki yang menjadi bodyguardnya ini.

Anton memegang bahu Kara.

"Sesuai kan sama yang kamu mau?" Kara mengangguk.

Kara memuji kecepatan Anton dalam mencari pengganti Dante yang sesuai dengan kriteria yang ia inginkan. Baru kemarin ia mengatakan keinginannya dan siang ini hal itu sudah terjadi.

"Kaisar juga bisa jadi teman kamu, kan? "tanya Anton sambil menoleh ke Kaisar.

Kaisar mengangguk. "Tentu, Pak. "

Anton lalu pergi meninggalkan Kara dan Kaisar berdua karena akan melanjutkan pekerjaannya di kantor.

Suasana menjadi hening dan canggung seketika. Keduanya tidak ada yang memulai percakapan. Kara tidak suka suasana seperti ini tapi lelaki dihadapannya benar-benar membuatnya gugup.

"Uhm, Kaisar mau main masak-masakan gak? "

***

Disinilah Kara dan Kaisar berada, duduk lesehan di halaman belakang yang asri. Kara bermain masak-masakan ditemani Kaisar yang duduk tak jauh darinya. Lelaki itu mengawasi setiap pergerakan Kara. Walaupun hanya bermain tapi Kara sangat terampil dan cekatan dalam memotong bahan dan menumisnya. Peralatan memasak yang digunakannya pun berukuran sedang dan berwarna serba pink.

"Makanan favorit Kaisar apa? "tanya Kara tanpa melihat ke arah lelaki itu.

"Tidak ada."

Kara menoleh ke Kaisar dengan wajah bingung. "Tidak ada? Kaisar gak suka makanan?"tanya Kara.

Kaisar menggeleng. "Bukan gitu, apa aja saya suka, ".

Kara ber-oh ria, Ia melanjutkan bermain.

Kaisar bingung dengan majikan baru nya ini. Dia sudah remaja tapi sikapnya masih seperti anak kecil. Dari pakaian, cara bicaranya dan mainannya saja sudah membuat Kaisar terheran-heran. Awalnya ia kira anak pengusaha yang akan di jaganya adalah gadis remaja gaul yang sukanya main di mall dan berbelanja seperti umumnya perempuan lakukan. Tapi dugaannya salah, ia ditugaskan untuk menjaga remaja 16 tahun yang masih seperti anak kecil. Kaisar rasa menjaga Kara tidak sesulit itu.

Kaisar melihat arloji di tangan kirinya, menunjukkan pukul 5 sore. Sudah waktunya gadis ini berhenti bermain.

"Nona, ini sudah sore. "ucap Kaisar lalu berdiri.

Kara mendongak dan mengangguk, ia lalu membereskan mainannya dibantu oleh Kaisar. Kara berjalan masuk ke dalam rumah diikuti Kaisar dibelakangnya sambil membawakan mainan gadis itu. Kara berjalan menuju kamarnya, didepan pintu kamar Kaisar menghentikan langkahnya.

"Ini batasan saya Nona,"

Kaisar menyerahkan kotak berisi mainan ke Kara. Gadis itu mengambilnya lalu tersenyum. "Terimakasih, Kaisar, "ucap Kara. Kaisar mengangguk.

"Tidak masalah, Nona." Kara menutup pintu kamarnya. Kaisar membalikkan badannya lalu turun ke bawah.

Setelah meletakkan mainan ke tempatnya, Kara lalu mandi. Gadis itu mandi cukup lama, 30 menitan dia di dalam kamar mandi. Kara keluar dengan memakai piyama biru lengan panjang. Ia duduk di depan meja rias lalu menyisir rambut panjangnya dan membiarkannya terurai. Tanpa memoleskan make up ke wajahnya gadis itu sudah cantik natural.

Langit sudah gelap, Kara keluar dari kamar menuju ke halaman belakang. Sudah menjadi kebiasaannya setiap malam ia duduk sambil melihat langit. Seperti malam-malam sebelumnya langit kali ini penuh dengan kemerlap bintang dan bulan. Sangat cantik dan menenangkan.

Kara merebahkan tubuhnya di rumput dan menatap langit. Tak lama Bi Ina datang membawakan secangkir cokelat hangat.

"Jangan lama-lama, Non. Nanti masuk angin, "ucap Bi Ina lalu meletakkan nampan berisi cokelat hangat di samping Kara.

Kara tersenyum dan meng-iyakan ucapan wanita paruh baya yang sudah ia anggap keluarganya sendiri. Bi Ina sudah bekerja pada keluarga Anton sejak Kara kecil. Jadi baik Kara maupun Anton sudah menganggapnya keluarga.

Di dapur Bi Ina menemukan Kaisar yang sedang mengawasi Kara sambil memakan sebuah apel. "Kalau jagain non Kara ya yang deket, Nak. Jangan malah jauh begini, "ucap Bi Ina.

"Nanti ganggu dia, Bu."

Bi Ina mendekat dan menepuk punggung Kaisar pelan. "Kamu yang akrab ya sama non Kara, kasihan dia ga punya teman, "

Kaisar menoleh ke Bi Ina.

"Dia ga punya teman?"tanya Kaisar heran.

Bi Ina mengangguk lalu beralih melihat Kara yang ada diluar. Bicaranya menjadi pelan. "Non Kara dikurung di rumah dari umur 8 tahun, dia dilarang keluar. Kamu tau kan alasannya?"

Kaisar mengangguk mengerti. Bi Ina melanjutkan bicaranya. "Kamu seumuran dengan abangnya Kara, anggap dia sebagai adikmu ya?,"

Kaisar hanya membalas dengan anggukan. Wanita paruh baya itu lalu tersenyum tipis lalu pergi keluar dari dapur. Kaisar bingung, ia harus  mendekat dan mengobrol dengan gadis itu atau hanya berdiam diri di dapur sambil memakan apel seperti ini?.

Kaisar bukan tipe lelaki yang mendekati perempuan duluan, walaupun ini majikannya. Ego nya tinggi, tapi jika dia terus berdiam diri di dapur ia terus diberi tatapan aneh dan heran oleh pembantu-pembantu dirumah ini, tatapannya mengandung arti seperti ;apa yang dilakukannya di dapur? Bukannya menjalankan tugas malah sibuk memakan apel.

Pikirannya berkecamuk. Kaisar mengacak rambutnya frustasi. Persetan dengan ego dan harga diri, saat bekerja ia akan menjadi Kaisar yang berbeda dengan saat dirumah.

Kaisar berjalan tegap menuju Kara.

"Nona sedang melihat langit? "

Shit, gue ngomong apa sih?Jelas-jelas dia lagi liat langit kenapa gue nanya? Kaisar lo bodoh.

Kara mendongak, ia tersenyum saat melihat bahwa yang sedang berbicara dengannya adalah Kaisar. "Iya, aku tiap hari liat langit malam, "

Kaisar duduk disamping Kara. Tidak terlalu dekat, masih ada jarak di antara mereka,

Kaisar tahu batasannya.  "Nona suka?"tanya Kaisar.

"Suka sekali! " Gadis itu tersenyum lebar menampilkan gigi gingsulnya. Manis sekali.

Kaisar ikut menatap ke arah langit. "Diantara bulan dan bintang, Nona suka yang mana?"

Kara menoleh ke Kaisar. "Dua-duanya aku suka! Aku gak bisa milih salah satu, semuanya aku suka, ". Lalu hening, Kaisar tidak tahu apa lagi yang harus ia katakan. Ia kehabisan topik. Lalu ia hanya fokus menatap ke arah langit saja.

Ditengah keheningan Kara mengatakan "Dulu, aku liat langit malam gak sendiri. Biasanya sama mamah kalo gak ya sama abang. Papah sibuk, jadi gak bisa nemenin aku,"

Kaisar hanya diam mendengarkan ucapan Kara. "Aku tiduran di sini sambil diceritain banyak hal sama mamah. Cerita waktu dulu mamah sama papah pacaran, terus tentang masa kecil aku sama abang. Kalo pas mamah lagi cerita pasti setelah itu abang dateng sambil bawa cemilan banyak. Kita liat bulan sampe larut malem, tapi mamah ga pernah marah," Wajah gadis itu mendadak murung dan sedih. Ia tersenyum tipis.

"Tapi sekarang udah gak bisa lagi. Karna mamah sama abang udah di surga. Sekarang aku liat langit sendiri, "ucap Kara.

Kaisar tahu apa yang dirasakan gadis itu. Raut wajahnya berubah drastis menjadi sedih.Ia takut gadis itu akan menangis dan orang-orang dirumah ini akan menyalahkannya. Kaisar menoleh ke arah Kara.

"Mulai sekarang liat langitnya sama saya, mau?"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status