Share

127. Oma Eliyas Sakit

Penulis: Kafkaika
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-05 18:38:49

Selesai permainan kedua sepagi ini, Aura kembali memeluk Pras erat-erat seolah tak ingin melepaskannya. Kepalanya menyusup di dada Pras, mencari posisi paling nyaman.

“Om enggak ke kantor, kan?” tanya Aura dengan nada manja.

“Mungkin sebentar,” jawab Pras sambil mengelus punggungnya perlahan.

“Kemarin katanya sudah kosongin jadwal. Kok masih ke kantor?” Aura memprotes, menatap Pras sambil cemberut.

“Ya kan periksamu sudah selesai, Sayangku…” Pras menatap wajah manja Aura lalu mencium bibirnya yang maju ke depan.

“Enggak pengen apa jalan-jalan sama aku, Om? Suntuk banget di rumah terus.”

Pras menghela napas. Untuk menghindari wanita yang dicintainya ini merajuk, akhirnya Pras mengalah. Ia pun mengantar Aura ke tempat yang diminta.

“Ke mana sih, Sayangku…?” tanya Pras pada Aura saat mereka sudah di jalan.

“Om masih ingat, kan? Dulu aku pernah minta beli nasi bungkus di daerah sekitar kos-kosanku waktu itu.”

“Kesana lagi?” Pras melirik heran saat Aura menyebut warteg tempat dulu ia membe
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku   148. Ngambek

    Malamnya mereka sudah kembali ke apartemen. Pras memijat kaki Aura yang mulai sering pegal karena perutnya kini semakin besar. Aura sampai terkantuk-kantuk dan akhirnya ketiduran. Baru Pras merapikan selimutnya, mencium kening Aura, dan beranjak dari tempat tidurnya untuk memeriksa ponselnya.Melihat pesan dari Rico, Pras langsung menghubunginya.“Kenapa, Rico?” tanya Pras yang berusaha menjauh agar tidak mengusik Aura.“Mas Arman sudah menyewa pengacara untuk urusan hak waris tersebut, Pak.” Rico menyahut dari seberang.Pras menghela. Kenapa tiba-tiba Arman yang dulu bahkan menolak bekerja di perusahaan kini mengungkit masalah hak waris juga hak di perusahaan? Apalagi saat-saat begini, ketika Mamanya masih stroke.“Anak itu tidak ada benarnya!” Pras menggerutu.“Satu lagi, Pak.” Rico kembali menyahut.“Apa?”“Tiba-tiba Bu Veny juga menunjukan tentang surat dari Nyonya Eliyas, bahwa rumah keluarga akan diwariskan pada Mikayla.”Pras bertambah berat kepalanya. Dia tidak tahu menahu ten

  • Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku   147. Cemburu

    Saat sudah di kamar hotel, kesunyian langsung menyergap Aura. Lampu kuning yang temaram, aroma ruangan yang khas hotel, dan suara AC yang mendengung perlahan membuat pikirannya kembali melayang pada Oma Eliyas.Terbayang lagi tatapan itu. Jentikan jemarinya yang menahan tangan Aura saat hendak pamit pulang. Aura benar-benar tak bisa melupakannya.Ada sesuatu di sana. Entah rasa sayang, entah restu yang belum tuntas. Aura sempat merasakannya.Tapi mengingat apa yang terjadi sebelum Oma jatuh sakit—semua ketegangan, semua salah paham—membuat Aura menahan diri. Takut berharap terlalu jauh. Takut terluka lagi.Lebih aman begini. Sadar diri. Menerima kalau memang Oma Eliyas mungkin belum benar-benar menerimanya. Yang penting Aura sudah meminta maaf, sudah jujur, sudah bicara dari hati ke hati.“Sabar ya, Nak… kita doakan Oma cepat sehat. Biar bisa menggendongmu nanti,” lirih Aura sambil mengelus perutnya.Sentuhan itu menenangkan. Walau bayinya belum lahir, Aura merasa seperti punya teman

  • Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku   146. Bertemu Julie

    Tadinya Aura tak mau menanggapi cecaran wanita itu. Tapi kalau dipikir-pikir, seharusnya wanita itulah yang harus menerima cecarannya. Hanya saja, Aura tak mau bertengkar seperti orang yang tak punya etika. Ini rumah sakit. Akan banyak orang yang melihat mereka. Mungkin Aura hanya akan sedikit menyentilnya.“Aku menggoda suamiku, lho… Apa ada yang salah?” sentilnya.Aura tidak tahu apa Julie sudah mengetahui pernikahan mereka atau belum. Namun Tata pernah menyampaikan bahwa sudah mengirim foto-foto pernikahan itu pada Dali. Bisa jadi berita tentang pernikahan mereka sudah diketahui orang-orang rumah. Termasuk Julie yang kini selalu bersama Arman.“Kenapa kau berkata begitu seolah menyindirku?” Julie kembali tak suka dengan jawaban Aura.“Aku tidak menyindir, kok,” jawab Aura santai. “Maaf kalau kamu tersindir.”“Hei, kau jangan sekali-kali berpikir aku pelakor, ya? Aku bukan pelakor.”“Kapan aku bilang kamu pelakor?”“Jangan munafik kamu, Ra. Seperti aku anak kecil saja yang percaya b

  • Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku   145. Menjenguk Oma Eliyas

    Begitu mereka tiba di rumah sakit, Pras sama sekali tak melepaskan gandengannya dari tangan Aura. Cengkeramannya lembut, tapi tegas—seolah menunjukkan pada siapapun yang melihat, bahwa perempuan di sisinya ini adalah seseorang yang ingin ia lindungi dari apa pun dan siapa pun.Di depan pintu ruang rawat Oma Eliyas, seorang perawat sudah menunggu. Begitu melihat keduanya, ia sigap membukakan pintu. Namun begitu mereka melangkah masuk, justru kaki Aura yang mendadak membeku. Ruangan itu sunyi, aromanya khas rumah sakit—campuran antara antiseptik dan dinginnya udara AC—dan di tengah ruangan, tubuh Oma Eliyas terbaring lemah.“Kenapa, Sayang?” suara Pras melembut, seolah tahu apa yang membuat Aura berhenti.Aura butuh menarik napas. Mengatur detak jantungnya yang tiba-tiba kacau. Dia hanya ingin mempersiapkan batinnya, sebelum benar-benar melihat Oma Eliyas dari dekat. Tapi ketika akhirnya matanya jatuh pada wajah wanita tua itu—pucat, tampak lelah, nyaris tak bergerak—Aura langsung meras

  • Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku   144.

    Aura masih belum tidur saat Pras pulang dengan raut kusut. Aura yang sedang menyenderkan punggung di sofa langsung bangkit dan menghampirinya. Memberikan pelukan hangat dan ciuman di pipi.“Ada apa, Sayang? Bagaimana keadaan Oma?” Suaranya pelan, hati-hati. Tapi sorot matanya jelas gelisah.Namun Pras malah balik bertanya, “Kenapa belum tidur?”Pria ini pulang karena tak mau meningalkan Aura dalam masa hamil besarnya. Lagi pula dia meminta Rico mengatur semuanya agar Oma Eliyas selalu bisa dipantau. Begitu melihat Aura belum tidur, inilah alasannya kenapa harus pulang. “Aku sudah tidur tadi, Sayang. Tapi bangun karena haus… sama mau berkemih.” Aura mengusap perutnya yang membesar. Kandungannya sudah tujuh bulan, membuat tidurnya sering terusik karena hal kecil itu.Melihat Pras tak kunjung menjawab pertanyaannya, Aura makin resah.“Mas… Oma bagaimana?”“Mama sudah melewati masa kritisnya. Sudah dipindah ke ruang perawatan intensif.” Jawaban Pras terdengar lega—namun ada nada lain y

  • Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku   143. Saat Menegangkan

    Begitu tiba di rumah sakit, Pras tak sabar langsung menuju ke ruang ICU tempat sang mama belum juga sadarkan diri.Dengan tangan gemetar dia mengenakan pakaian khusus, lalu mendorong pintu ruang itu. Aroma antiseptik menusuk, suara mesin-mesin medis berdenting lembut—namun semua itu terasa jauh begitu matanya menangkap sosok Oma Eliyas yang terbaring lemah, sebagian tubuhnya dipenuhi kabel dan selang.Langkah Pras goyah. Seolah ada yang menghantam dadanya keras sekali. Air matanya tumpah begitu saja.Wanita yang melahirkannya… kini tak berdaya di hadapannya.Dan Pras, tanpa bisa menahan diri, langsung merasa menjadi penyebab semuanya.Dengan hati hancur dia menggenggam tangan sang mama, mengangkatnya dan menciumi punggung tangannya sambil menahan isak.“Ma… maafin Pras kalau selalu bikin mama sedih. Maaf, Ma…”Belum sempat ia menarik napas, tiba-tiba jari-jari itu menggenggam balik.Refleks Pras mendongak. “Ma?” suaranya pecah, penuh harap.Wajah itu masih tertutup, tapi genggaman itu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status