Panggilan di pagi hari membangunkan Aura dari tidurnya. Tangannya terulur ke meja nakas, meraih ponsel yang bergetar pelan. Di layar, nama itu muncul — Arman. Seketika matanya terbuka, separuh terkejut, separuh bahagia.“Selamat pagi, Mas?” sapanya dengan senyum yang bahkan ia sendiri tak sadari terbentuk.Suara di seberang terdengar berat dan agak serak.“Selamat malam, Ra. Sekarang baru jam sebelas malam di sini.”“Oh, iya,” Aura terkekeh kecil, kikuk. “Aku lupa perbedaan waktunya.” Ada nada rindu yang berusaha ia sembunyikan.“Tiga hari, Mas, nggak menelpon. Pesanku juga nggak dibalas,” ucapnya kemudian, separuh manja, separuh protes.“Aku di sini belajar, Ra, bukan jalan-jalan. Kalau aku tak membalas pesanmu, artinya aku sibuk. Jangan banyak mengeluh.”Nada dingin itu menusuk halus di dada Aura. Ia menunduk, menggigit bibir bawahnya. “Iya, Mas. Maaf. Cuma… kalau sudah sempat, kabari aku, ya. Biar aku nggak khawatir.”“Hmm,” jawab Arman singkat. “Yang penting kau di sana bisa me
Terakhir Diperbarui : 2025-10-24 Baca selengkapnya