Beranda / Romansa / Damian&Kimberly / Bab 6. S2. Troublesome Woman II 

Share

Bab 6. S2. Troublesome Woman II 

Penulis: Abigail Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-26 20:04:18

“Berengsek!” Fargo mengumpat dalam hati kala sudah selesai mengganti pakaiannya dengan kaus bersih. Tampak tatapan Fargo menatap kesal dan penuh emosi pada Carol yang masih meracau akibat mabuk. 

Saat ini Carol berbaring di ranjang dan mengatakan hal-hal sembarangan layaknya orang mabuk. Ya, dengan terpaksa Fargo membawa Carol pergi ke apartemen pribadinya. Fargo tak memiliki pilihan lain, karena jika dirinya melepas Carol, maka bisa jadi masalah baru akan timbul. 

“Menyusahkan sekali wanita ini!” Fargo ingin menghubungi siapa pun kontak nama yang ada di ponsel Carol, agar segera membawa Carol pergi menjauh darinya. Akan tetapi entah kenapa Fargo tak bisa melakukan itu. Seperti ada magnet kuat yang mencegah dirinya. Apalagi ketika melihat Carol yang tampak seperti sangat putus asa. 

Fargo memejamkan mata singkat. Berusaha mengatasi segala emosi yang terbendung dalam dirinya. Tujuan Fargo ke kelab malam karena ingin menenangkan pikiran yang belakangan ini lelah dengan pekerjaannya. Namun, alih-alih membuat pikirannya tenang, malah yang ada membuat pikirannya menjadi kacau. 

Tak mau lagi berpikir, Fargo memutuskan untuk berbalik dan hendak melangkah pergi meninggalkan tempat itu, tapi tiba-tiba tangannya ditarik cukup keras, membuat tubuhnya terjatuh nyaris menindih tubuh Carol. 

“Carol! Sadarlah! Kau ini benar-benar merepotkan orang!” seru Fargo dengan nada geraman emosi tertahan. 

Carol menatap Fargo dengan tatapan sayu. Tangan lentik wanita itu mengusap rahang Fargo sambil berkata, “Kau mirip seperti pria yang menyebalkan yang sangat aku benci. Dia pria yang telah mengkhianati sahabatku. Meski sahabatku sudah memaafkannya tetap saja aku sangat membencinya. Kau tahu? Pengkhianat akan tetap menjadi pengkhianat. Tidak akan pernah bisa berubah sampai kapan pun.” 

Fargo terdiam mendengar ucapan Carol. Harus Fargo akui Carol memang membencinya karena kasusnya yang telah mengkhianati Kimberly. Hanya saja bertahun-tahun sudah Fargo dan Kimberly bercerai, rupanya tak kunjung membuat Carol melupakan semuanya. 

“Istirahatlah.” Fargo memilih untuk tak mengindahkan ucapan Carol. Lantas, Fargo hendak bangkit berdiri, dan meninggalkan Carol. Namun, lagi dan lagi geraknya terhenti kala Carol melingkarkan tangan ke lehernya memeluk dengan erat seolah tak membiarkannya pergi. 

“Carol, lepaskan!” Fargo berusaha menyingkirkan tangan Carol yang melingkar di lehernya. Namun, bukannya semakin melonggar, malah pelukan itu semakin erat seolah tak ingin dilepaskan. 

“Listen to me,” racau Carol yang mabuk. “Kau jangan menghindar dariku … kau harus tahu kalau pria yang mirip denganmu memang menyebalkan dan aku juga membencinya. Tapi aku tidak munafik, dia sangat tampan. Dia memiliki tubuh yang bagus. Ah, sayangnya dia itu berengsek dan mantan suami dari sahabatku. Andai saja dia adalah pria yang tidak memiliki catatan buruk, aku sudah pasti akan berkencan dengannya.” 

Lagi, Fargo dibuat terdiam akan apa yang dikatakan oleh Carol. Sepasang iris mata Fargo menatap Carol dengan tatapan yang memiliki jutaan arti. Begitu dalam dan hanyut seakan tenggelam tak bisa kembali. Entah kenapa pengakuan Carol itu seperti membuat sesuatu hal yang menyelinap masuk ke dalam hati Fargo yang sulit untuk diungkapkan. 

Tanpa sadar, Fargo membawa tangannya merapikan rambut Carol yang berantakan, menutupi wajah wanita itu. Namun, detik di mana Fargo menyentuh wajah Carol, dia langsung menyadari tindakannya telah berlebihan dan melampui batas yang ada. 

“Shit!” Fargo mengumpat. Refleks, dia bangkit berdiri menjauh dari Carol. Dia pergi meninggalkan kamar itu, tetapi sebelum pergi, dia meminta pelayan untuk menggantikan pakaian Carol lebih dulu. 

***

Matahari sudah tinggi. Teriknya telah menembus ke sela-sela jendela, dan menyentuh wajah Carol. Mata wanita itu mulai mengerjap beberapa kali, menggeliat, dan menguap. Saat ketika mata Carol sudah terbuka, matanya menyipit, mengendar ke sekelilingnya. 

Seketika mata menyipit itu berubah menjadi melebar terkejut melihat dirinya berada di sebuah kamar asing. Kamar yang Carol yakini bahwa pemilik kamar ini adalah seorang pria. 

“Ya Tuhan! Aku di mana?” Carol menjadi panik. Wajahnya mulau pucat. Ingatannya mulai tergali atas apa yang terjadi padanya. Kepingan memori mulai menyatu, mengumpul menjadi satu. 

Carol mengingat tadi malam dirinya berada di kelab malam, tapi kenapa malah sekarang dirinya berada di kamar asing yang tak dia kenali? Rasa takut mulai menjalar dalam diri Carol. Buru-buru, dia melihat ke tubuhnya sendiri—lalu detik itu juga jantung Carol seakan ingin berhenti. Tubuhnya sudah terbalut oleh dress baru yang bukan miliknya. 

“Apa yang terjadi padaku?” Carol menelan salivanya susah payah. Tatapannya kembali mengendar ke sekeliling. Sayangnya di ruangan itu tak ada siapa pun. Sungguh, jika sampai dirinya menghabiskan malam dengan pria asing, lebih baik dia memilih untuk mengakhiri hidupnya. 

“Selamat pagi, Nona Carol,” sapa seorang pelayan yang sontak membuat Carol terkejut.  

“P-pagi, k-kau siapa?” Carol menatap sang pelayan yang sudah ada di hadapannya. Pancaran mata Carol menunjukan rasa takut luar biasa. 

“Saya pelayan di apartemen Tuan Fargo Jerald, Nona. Saya ke sini mengantarkan soup untuk Anda.” Pelayan menghidangkan soup di tangannya ke hadapan Carol. “Silakan dimakan, Nona. Selagi soup ini masih hangat. Jika sudah dingin rasanya pasti akan kurang enak.” 

“F-Fargo? I-ini apartemen Fargo?” Carol nyaris kehilangan kata mendengar dirinya berada di apartemen Fargo. 

Pelayan itu mengangguk. “Benar, Nona. Ini apartemen Tuan Fargo. Beliau membawa Anda ke sini dalam keadaan Anda mabuk berat.” 

Carol terdiam sebentar. Ingatannya langsung mengingat tentang dirinya yang menghampiri seorang pria yang mirip dengan Fargo. Sial! Ternyata pria itu bukan mirip dengan Fargo. Melainkan memang Fargo sendiri. Bodoh! Benar-benar bodoh! Kenapa dirinya malah terjebak dengan pria sialan itu lagi? 

“Baiklah, Nona. Kalau begitu saya permisi.” Pelayan itu menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Carol. 

“Kenapa aku sial sekali?!” gerutu Carol kesal pada dirinya sendiri. 

“Kau sudah bangun?” Fargo melangkah mendekat pada Carol. Refleks, Carol mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu. Wanita itu mengembuskan napas panjang melihat Fargo yang ada di hadapannya. 

“Kenapa kau membawaku ke sini? Harusnya kau meminta sopir taksi untuk mengantarku ke apartemenku. Atau kau bisa menghubungi keluargaku,” ucap Carol ketus. 

“Harusnya kau berterima kasih. Bukan mengeluh. Masih syukur aku membawamu ke apartemenku, bukan meninggalkanmu di tengah jalan. Jika bukan karena kau adalah teman baik Kimberly, mana mungkin aku mau menolongmu,” jawab Fargo dingin, dan tajam. 

Carol menatap Fargo jengkel. Wanita itu langsung bangkit berdiri, menghampiri Fargo. “Fine, aku berterima kasih. Tapi tadi malam kau tidak berbuat macam-macam padaku, kan?!” 

Sebelah alis Fargo terangkat, menatap mencemooh Carol. “Kau pikir aku tertarik pada tubuhmu yang kurus itu? Ukuran dadamu saja seperti anak remaja. Terlalu kecil. Bagaimana bisa aku tertarik padamu, Carol?” 

“Hey! Kurang ajar! Ukuran dadaku 36 cup C! Itu sudah cukup besar! Kau saja tidak meliha secara langsung! Aku ini memiliki tubuh yang ideal!” sembur Carol tak terima dihina oleh Fargo. 

“Ah, really? 36 cup C?” Sudut bibir Fargo terangkat, membentuk senyuman geli atas pengakuan Carol. Tatapan Fargo mulai teralih pada dada Carol. 

Carol yang menyadari dirinya kelepasan bicara langsung memeluk dadanya menggunakan tangannya. Wajahnya memucat panik dan malu seraya memaki penuh emosi, “Berengsek kau, Fargo! Enyahkan pandanganmu dari dadaku, Sialan!” 

Carol langsung berlari menuju kamar mandi. Terlihat Fargo tersenyum samar akan tingkah konyol Carol. Ya, kali ini tindakan Carol telah berhasil membuat Fargo tersenyum. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Damian&Kimberly   Bab 78. S2. Ending Scene (TAMAT) 

    Paris, Prancis. Lampu Menara Eiffel bersinar indah di malam hari. Suasana menyejukan, serta angin berembus memberikan ketenangan, dan kedamaian. Tampak jelas tatapan mata Fargo dan Carol menatap penuh hangat keindahan malam di kota Paris. Mereka menikmati keindahan kota itu bersama dengan Arabella—putri kecil mereka. “Sayang, Paris benar-benar kota yang indah. Terima kasih telah mengajakku dan Arabella berlibur.” Carol menyandarkan kepalanya di lengan kekar sang suami. Arabella kini ada digendongan Fargo tepat di tangan kanan pria itu. Sebelumnya Carol meminta Fargo untuk berlibur bersama dengan putri kecil mereka. Selama ini, mereka belum pernah liburan ke luar negeri bersama dengan Arabella. Beruntung, akhirnya Fargo mewujudkan keinginan Carol. Walau sebenarnya, pria itu sempat khawatir, karena usia kandungan Carol masih enam minggu, tapi akhirnya Fargo luluh karena dokter mengantakan kandungan Carol sehat dan kuat. “Maaf belakangan ini, aku selalu sibuk sampai tidak bisa mengaj

  • Damian&Kimberly   Bab 77. S2. Extra Part II 

    Carol tersenyum di kala sudah selesai menata foto-foto keluarga kecilnya. Bayi cantik dengan rambut cokelat dan mata abu-abu begitu menyejukan hati. Sebuah foto keluarga yang tersirat menunjukkan kebahagiaan yang tak terkira. Ya, di hadapan Carol adalah fotonya bersama dengan suami dan putri kecilnya. Sungguh, setiap kali Carol menata foto keluarga kecilnya, hatinya bergetar penuh dilingkupi kebahagiaan. Tanpa terasa hampir tiga tahun Carol menikah dengan Fargo—pria yang teramat, sangat dia cintai. Selama dua tahun ini, hidupnya memiliki warna yang baru. Sebuah warna yang mana memang tak pernah dia dapatkan sebelumnya. Menikah dan memiliki anak adalah hal yang indah. Arabella Fargo Jerald, adalah anak pertama perempuan Carol dan Fargo. Anak perempuan yang sangat cantik dan baru berusia 1,5 tahun. Arabella adalah anak yang penurut. Carol tak pernah kesulitan menjaga Arabella, karena putrinya itu begitu patuh padanya. Selama ini, Carol dibantu dua pengasuh dalam penjaga Arabella. Se

  • Damian&Kimberly   Bab 76. S2. Extra Part 

    Dua tahun berlalu … “Brisa, aku tidak bisa hadir meeting launcing product. Tolong kau minta Carol untuk gantikan aku. Atau kau bisa minta direktur perwakilan. Sekarang aku harus ke sekolah Diego. Aku baru saja mendapatkan kabar Diego berkelahi di sekolah.” Kimberly berkata dengan nada cepat seraya memasukan barang-barangnya ke dalam tas. Tampak jelas, dia sedang terburu-buru. Namun, sayangnya dia tak menemukan kunci mobilnya. Dia langsung mengumpat saat tak menemukan kunci mobilnya. Terpaksa, dia menggunakan mobil lain, kala kunci mobil yang biasa dia pakai tak bisa ditemukan. “Nyonya, Nyonya Carol juga sibuk. Beliau ada meeting dengan—” “Brisa, putraku lebih penting. Kau urus saja. Kalau kau tidak mengerti, kau bisa meminta Freddy untuk membantumu. Aku yakin Freddy tahu apa yang harus dilakukannya. Aku harus tutup telepon.” “Nyonya, tapi—” Kimberly menutup panggilan secara sepihak. Dia tak bisa berlama-lama. Dia langsung berlari masuk ke dalam mobil, dan melajukan mobil dengan

  • Damian&Kimberly   Bab 75. S2. Perfect Ending 

    Beberapa bulan berlalu … Gilda mengusap perutnya yang buncit dengan penuh kelembutan. Dia tampak begitu bahagia setiap kali melihat perut buncitnya. Hatinya menyejuk. Gelenyar akan secercah pengharapan indah, selalu menyelimutinya. Dia merasa seperti mimpi. Namun tidak! Ada bayi di perutnya, dan itu nyata! Dia akan segera menjadi seorang ibu. Gilda duduk di taman belakang rumahnya. Saat ini, dia masih berada di Los Angeles, dia belum pindah ke Melbourne, karena dia memilih melahirkan di Los Angeles. Usia kandungannya telah memasuki minggu ke dua puluh. Dokter mengatakan dia mengandung anak laki-laki. Sungguh, Gilda tak pernah mengira dirinya akan menjadi seorang ibu. Dari segala kejahatan yang dilakukannya di masa lalu, harusnya Gilda tak diberikan kesempatan untuk memiliki sebuah keluarga indah. Tapi rupanya, takdir masih berbaik hati padanya. Dulu, Gilda hampir menjadi seorang ibu, tapi bayi yang ada di kandungannya tak selamat. Pun kala itu sifatnya masih buruk. Dia bersyukur b

  • Damian&Kimberly   Bab 74. S2. Happily Ever After

    Beberapa minggu berlalu … Kimberly tersenyum melihat lukisan yang baru saja dirinya pesan dalam pemasangan di dinding. Kehamilan kali ini, membuatnya menyukai menata rumah. Jika biasanya, dia selalu menyerahkan pada pelayan, kali ini benar-benar berbeda. Entah kenapa, selalu saja ada ide dalam benaknya untuk menata rumah. Mulai dari menata taman, ruang tengah, ruang tamu, bahkan kamar. Dia selalu mengganti suasana agar tak bosan. Usia kandungan Kimberly saat ini sudah tiga belas minggu—yang mana kehamilannya sudah memasuki trimester kedua. Perutnya mulai membuncit. Well, bisa dikatakan perutnya jauh lebih membuncit ketimbang, kehamilan pertamanya. Padahal usia kandungan Kimberly masih baru tiga belas minggu. Mungkin efek terlalu banyak makan. Itu yang ada di dalam pikirannya. Kehamilan kedua ini memang membuat nafsu makan Kimberly meningkat tajam. Tentu, dia pasrah di kala tubuhnya mengalami kenaikan cukup drastis. Baginya yang paling terpenting adalah bayi yang ada di dalam kandu

  • Damian&Kimberly   Bab 73. 2. Fargo and Carol II 

    “Aw—” Carol meringis saat tangan Fargo terlepas di pergelangan tangannya. Tampak jelas pergelangan tangan wanita itu memerah, akibat Fargo mencengkeram tangannya dengan sangat kencang. Ya, sejak tadi suaminya itu menarik tangannya dengan keras. Carol berusaha menjelaskan tentang Bruno, tapi Fargo menolak membahas Bruno. Alhasil, sekarang amarah Fargo semakin menjadi. Carol mengerti pasti Fargo salah paham tentang Bruno. Apalagi tadi Bruno sampai memeluknya. Ya Tuhan! Carol menjadi serba salah. Ingin menjelaskan, karena takut semakin salah paham, tapi di sisi lain, dia juga malu untuk menjelaskan. Dia benar-benar dalam keadaan dilema. “Siapa pria yang bernama Bruno, Carol? Berani sekali kau berpelukan dengannya!” bentak Fargo keras dan menggelegar. Dia dan sang istri kini sudah tiba di kamar hotel. Dia tampak jelas dilingkupi kemarahan dan cemburu yang besar. “Sayang, ini tidak seperti yang kau pikirkan. Kau salah paham. Bruno adalah—” “Adalah apa?! Kau ingin beralasan Bruno adala

  • Damian&Kimberly   Bab 72. S2. Fargo and Carol 

    Amsterdam, Netherlands. Setelah perjalanan cukup panjang, akhirnya Fargo dan Carol tiba di Amsterdam, sebuah ibu kota Belanda yang sangat indah dan menawan. Selain itu, Belanda terkenal dengan sepeda. Ya, budaya bersepeda memang sudah mendarah daging di Belanda. Pemerintah bahkan telah membangun infrastruktur berupa jalan khusus pesepeda yang membentang di seluruh wilayah di negara ini. Amsterdam bukan hanya sekadar kota yang indah, tapi kota yang menyimpan jutaan kenangan antara Carol dan Fargo. Lihat saja, ketika dua insan itu mendarat di Amsterdam, mereka tersenyum semeringah bahagia. Mereka tak mengira kembali lagi ke kota ini, dalam keadaan mereka berdua telah resmi menjadi sepasang suami istri. Dulu, Carol ke Amsterdam karena ingin melakukan pertemuan bisnis. Sementara Fargo tinggal di Amsterdam, karena mengurus perusahaannya. Pun di kala Fargo bercerai dari Kimberly, pria itu memang memutuskan tinggal di Amsterdam. Sekarang, dua orang asing yang tak pernah berpikir akan ber

  • Damian&Kimberly    Bab 71. S2. You’re the Only One I Love

    Fargo dan Carol tak menunda bulan madu mereka ke Amsterdam. Setelah Gavin dan Gilda menikah, mereka langsung bersiap untuk melakukan penerbangan ke Amsterdam. Hal itu membuat Carol tadi sempat sibuk dengan barang-barang yang akan dia bawa. Namun, sekarang barang yang akan dibawa Carol telah dimasukan ke dalam mobil oleh pelayan. Perasaan yang dirasakan Carol adalah bahagia. Tentu dia bahagia karena akan segera ke Amsterdam—tempat yang dulunya menyebalkan, tapi ternyata memberikan kebahagiaan mendalam. Namun, sekarang bukan hanya kebahagiaan yang dia rasakan, melainkan rasa khawatir tentang ucapan nenek tua tempo hari. “Astaga Carol, kenapa kau masih memikirkan ucapan peramal tidak jelas itu?” gumam Carol seraya menepuk jidatnya, mengumpati kebodohannya di mana masih mendengar ucapan peramal tidak jelas. Tiba-tiba ponsel Carol berbunyi, membuyarkan lamunannya. Dia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke layar tertera nomor ‘Gilda’ yang terpampang di sana. Detik i

  • Damian&Kimberly   Bab 70. S2.Gavin and Gilda's Wedding

    The Ritz-Carlton tempat di mana yang dipilih Gavin dan Gilda melangsungkan pernikahan mereka. Gilda melangkah dengan pelan dan anggun—mamasuki ballroom hotel dengan tangan yang terus memeluk lengan Ernest. Ya, yang menemani Gilda adalah Ernest—tentu ini semua karena permintaan Ernest sendiri. Hal itu yang membuat Gilda merasakan syukur tanpa henti. Meski dia pernah jahat, tapi ternyata kesalahannya mampu dimaafkan oleh keluarga. Gilda tersenyum hagat, dan kini kilat kamera yang terus tersorot padanya. Tampak jelas dia sedikit gugup, tapi wanita itu berusaha mengatasi rasa gugupnya. Ribuan tamu undangan yang datang, menatap hangat dan kagum pada penampilannya. Di ujung sana, tepat di kursi paling depan ada Maisie yang tak henti menangis. Pun Kimberly yang duduk di belakang Maisie ikut menangis kala Gilda mulai mendekat. Bukan tangis kesedihan, melainkan tangis haru bahagia. Dari altar, Gavin begitu tampan dengan tuxedo berwarna putih menatap kagum penampilan Gilda yang sangat cantik

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status