"Tasya, apa yang kamu lakukan?" Bily panik dan langsung menaikan kembali kain yang sengaja di lepas Tasya."Kenapa Bil? Apa aku gak bikin kamu tertarik lagi? Bahkan kamu menolak tubuhku, ada apa sebenarnya hah?" Marah dan merasa rendah, Tasya bisa merasakannya begitu dominan. Ia benar tak mengenal kekasihnya lagi."Kamu mengabaikanku, apa aku di matamu sekarang Bil? Aku harus gimana lagi agar kamu bisa balik kaya dulu lagi." bahu itu di guncang kuat menuntut jawaban."Sya, aku minta maaf." ucap Bily.Tasya menggelengkan kepala, matanya sudah berair, Tasya tahu kalimat itu tidak akan berakhir baik dari bibir Bily."Aku mencintai orang lain." Kesakitan itu merambat dari pangkal hatinya, mengurut setiap sendi di tubuh Tasya. "Jadi selama ini kamu udah gak cinta aku? Sejak kapan Bil, siapa orang itu? Siapa yang kamu cintai sekarang. Aku tahu, pasti Liona kan? JAWAB AKU BIL, JAWAB." Tangisnya pecah, seharusnya sejak dulu ia mulai curiga dengan Liona tapi Tasya selalu berusaha untuk perc
"Bisakah kita coba sekali lagi? Maksudku hubungan kita." Arka masih menatap bagian samping wajah Liona yang baru saja berpaling darinya."Semuanya udah berakhir, aku gak mau bahas tentang kita lagi." Liona tetap menatap lurus ke depan."Tapi aku-""Kalo kamu gak bisa anterin aku sekarang, aku bisa minta Livy jem-""Oke, kita pergi. Aku anterin kamu. Maaf, aku bicara ngelantur." Arka kemudian menyalakan mobilnya menuju kediaman Livy.Sesampainya di rumah, Livy segera menyuguhi Liona dengan banyak pertanyaan."Na, kenapa baru pulang jam segini? Lo dari mana aja seharian? Baju lo, kenapa berantakan gini? Lo abis nangis?" Livy memeriksa seluruh penampilan temannya. "Gue gakpapa, maaf gue telat." Liona tak bicara banyak pada temannya tentang apa yang baru saja ia alami malam ini."Lo yakin gakpapa?" Liona mengangguk."Yaudah, sekarang lo istirahat. Besok lo bisa ikut gue ke kantor." "Maksudnya?" "Gue udah bicara sama atasan gue untuk masukin lo di kantor, dan kebetulan memang ada pos
"kapan terakhir kali kalian berhubungan?" tanya Bily di sela- sela menunggu hasil tes."Aku udah gak pernah lagi ketemu dia setelah aku putus, itu udah hampir tiga bulan lalu." "Bukan itu yang aku maksud, kapan terakhir kali kalian tidur bersama?" Liona menatap Bily yang begitu bersikuku terhadap hal ini."Haruskah kamu bertanya hal itu?" "Jawab saja Liona, aku tahu dia sering menidurimu." Pilihan kalimat Bily sedikit menyakiti Liona."Kamu berkata seolah- olah aku jalang, aku tidak seperti yang kamu bayangkan." "Yahh memang, maksudmu lebih buruk dari dugaanku kan? Kamu memilih berhubungan dengan orang seperti dia dan menanggung resikonya." ceramah Bily."Aku gak nyangka kamu mengatakan ini Bil." "Lalu apa yang lebih pantas dari kalimat itu untuk wanita yang hamil di luar nikah? Katakan, apa kalimatku salah?" Liona terpojok."Yahh, kamu benar. Aku memang seperti jalang." Setelah beberapa saat, Bily menyuruh Liona melihat hasil tes dari benda itu yang sukses membuat wajah Liona te
"Jadi yang kita tunggu dari tadi itu dia? Kamu cepat sekali menemukan pekerjaan rupanya." Tania menunjuk Liona dengan sudut matanya."Benar, syukurlah kalau kalian sudah saling mengenal sebelumnya. Dia yang akan membantuku menangani persiapan pernikahan kalian mulai dari sekarang." ungkap Danu memperkenalkan."Owhh baguslah kalau begitu." sudut bibir Tania terangkat samar."Na, apa kamu membawa lampiran kemarin?" Tapi Liona tidak menyahut di sampingnya, Danu melirik dan memanggilnya lagi."Na, kamu bawa kan?" "A..a.. yahh, aku bawa." ia langsung merogoh tas nya dan mengeluarkan sebuah file."Ini konsepnya, kalian akan berjalan dari sini dengan beberapa interior bernuansa clasik. Lalu-""Aku ingin semuanya mewah, bukan sederhana seperti ini. Kamu tidak tahu siapa aku dan calon suamiku. Jangan membuat aku malu di depan tamu- tamuku. Iya kan sayang." tekan Tania.Arka tak fokus lagi pada kertas di depannya, wajah sendu dan pucat di samping dirinya lebih menarik minatnya untuk di lihat.
"Arka tahu lo hamil?" Liona menggeleng cepat.Livy memijat ruang di antara alisnya, kabar seperti ini memang bukan pertama kalinya ia dengar tapi tetap saja membuatnya terkejut."Dia pasti sengaja." celektuknya, membuat alis Liona menukik."Maksudnya?" "Malam dimana dia meminta syarat agar ngelepasin lo, dia minta tubuh lo kan? Dia gak pake pengaman?" Liona otomatis memutar kembali rekaman malam itu, benar memang bahwa Arka menolak untuk menggunakan pengaman saat itu. Dan Liona tidak curiga sama sekali."Dia sengaja menanam benihnya untuk mengikat lo lagi Liona, anak ini adalah alat untuknya." entah kenapa Livy menjadi makin emosi, padahal semua itu hanya pemikiran otaknya saja yang kepalang benci terhadap sosok yang membuat sahabatnya itu menderita."Gue harus gimana Vy, gue gak mau kembali lagi ke pelukan Arka. Gue gak mau terluka lagi." renung Liona memeluk lututnya sendiri."Gue juga bingung, lo gak mungkin tega buat ngegugurin nyawa dalam perut lo kan?" "Gue gak bisa Vy, bagaim
"Kenapa kamu bicara seenaknya di depan ibuku? Kita belum membahas semua ini dan kamu bertidak tanpa konfirmasiku." Liona baru berani bicara dengan nada ini setelah ibunya pamit untuk tidur lebih dulu setelah bicara panjang dengan mereka berdua."Aku minta maaf, tapi ini jalan satu- satunya. Lambat laun ibumu pasti tahu tentang kehamilan kamu meski bukan dariku." Memang, tapi bukan berarti mulutmu yang memberitahunya. Ingin sekali Liona memaki dengan kalimat itu, tapi masih berusaha untuk ia perbaiki sebelum semua itu keluar dari permukaan bibirnya."Tetap saja aku belum sepakat, kamu mengambil keputusan sendiri Bil." "Lalu apa rencanamu selain ini? Mengandung anak itu tanpa ayah? Kamu tahan dengan segala caci dan makian? Kamu tega membuat anakmu jadi bahan buly?" Liona diam seribu kata, Arka bahkan akan menikah dengan calon istrinya. Bagaimana bisa ia berharap lebih padanya. Di usap kasar bulir yang turun dari kelopak matanya, tidak, Liona tak ingin menangis lagi."Sudah, sekaran
"ayo, tidur disini." Arka menepuk dada kanannya, mengintruksikan Liona untuk menyandarkan kepalanya."Kapan kita akan keluar dari sini." Liona memangku tangannya gelisah. Setelah melarikan diri dari acara pernikahan, Arka membawa Liona ke salah satu hotel untuk menghidar dari kejaran anak buah Papanya."Kita pergi setelah semuanya aman, ayo sini. Kamu kelelahan, tidur sebentar. Aku gak akan ngapa- ngapain." Intruksinya lagi.Dalam perjalanan tadi, Arka menjelaskan semuanya tentang Tania dan kenapa ia memutuskan untuk melanggar kesepakatan bersama Papanya dengan memilih kabur bersama Liona. "Ayo, kemari." Melihat Liona yang tak bergerak di tempatnya, Arka mengalah untuk bangun dan meraih tangan bergetar itu untuk di giring ke ranjang."Ayo, istirahat.""Bagaimana bisa kamu setenang ini? Kamu gagal menikah hari ini." tolak Liona."Pernikahan yang tidak di inginkan memang seharusnya di gagalkan, ini memang sudah jalannya." Mulut itu kelewat ringan mengucapkannya."Jangan membuat bayi
"Arka, kenapa kamu merobek bajuku semalam? Apa yang harus aku pakai sekarang?" Liona terlihat memunguti satu persatu pakaiannya dilantai dengan masih membalut tubuhnya denga selimut."Maafkan aku, tadi malam aku terlalu bersemangat. Aku sudah sangat merindukanmu sejak lama jadi aku tidak bisa mengendalikannya."Arka yang kembali dari balkon segera mendekat pada Liona."Hanya ada aku disini, kamu tidak perlu baju untuk menutupinya." Spontan pukulan mendarat ke lengan Arka dari Liona."Kamu pikir aku mau lama- lama di hotel ini? Ruangan pengap, aku ingin udara segar." rajuk Liona sambil mengangkat selimutnya sampai ke dada dan mendudukan kembali dirinya di atas kasur."Oke.. oke, nanti aku minta pelayan hotel untuk membawakannya untukmu." Grukkkkkkkk..Suara perut Liona terdengar nyaring di ruangan yang mengundang tawa Arka."Anak Papa lapal? Awww sayang, anak kita kelaparan disana." Arka berjongkok mengajak bicara perut Liona yang masih tertutup selimut, Liona hanya diam memandangi