Sinar matahari pagi begitu cerah. Callista mematut cermin, memoles wajahnya dengan make up tipis. Hari ini dia harus menuruti keinginan Daniel ke perusahaan pria itu. Beruntung Olivia mau menggantikan pekerjananya. Callista mengambil tas dan kunci mobilnya yang terletak di atas meja rias, lalu berjalan keluar apartemen menuju parkiran mobil.
Tidak lama kemudian, Callista mulai melajukan mobilnya menuju perusahaan Daniel. Jika saja Callista memiliki pilihan, sudah pasti Callista memilih untuk tidak akan datang ke perusahaan Daniel. Pria itu memang sering sekali memaksa dirinya.
“Jadi untuk apa kau memintaku datang ke sini?” tanya Callista kesal.“Aku memintamu datang karena aku merindukanmu,” jawab Daniel dengan santai. Callista membuang napas kasar.”Kau ini yang benar saja! Aku ini harus bekerja Daniel! Tidak bisa seenaknya saja! Kau pikir rumah sakit itu milikku bisa sesukaku datang kapan saja?”
“Daniel, aku harus ke rumah sakit sekarang. Siang ini aku harus memeriksa salah satu pasien VVIPku,” ujar Callista dengan tatapan memohon. Sejak tadi dirinya tidak diperbolehkan Daniel meninggalkan ruang kerja pria itu. Sungguh menyebalkan, Callista ingin sekali memberontak. Tapi jika sudah berurusan dengan Daniel, tidak akan pernah bisa.“Aku masih merindukanmu.” Daniel membenamkan wajahnya di ceruk lehar Callista. Tangannya terus memeluk pinggang wanita itu. Daniel tidak membiarkan Callista beranjak dari pangkuannya.
Callista duduk di kursi kerjanya sembari menyesap hot choolate di tangannya. Sudah hampir satu bulan Callista mengenal Daniel. Pria itu telah berhasil masuk dikehidupannya. Dengan segala cara yang dilakukan, Daniel memang berhasil mengusik kehidupan Callista. Jika saja Daniel bukan pemegang saham di rumah sakit tempat Callista bekerja, mungkin Callista tidak akan pernah terjebak oleh sosok Daniel Renaldy. Pria yang selalu menggunakan kekuasaan untuk mengancam dirinya. Meski harus Callista akui, Daniel adalah pria yang sangat sempurna. Tampan dan berkuasa. Tidak akan ada wanita yang mungkin menolak seorang Daniel Renaldy. Hanya saja, Callista tidak pernah melihat itu dari seorang
Callista melirik arlojinya, kini sudah pukul dua belas siang. Sudah hampir dua jam, setelah Jessica menghubunginya tapi Jessica masih belum juga datang. Callista mengambil ponselnya, dia kembali menghubungi kakaknya itu. Namun, satu, dua hingga lima kali Callista menghubungi Jessica tidak ada jawaban.Callista berdecak kesal, ketika Jessica tidak menjawab telepon darinya. Tidak ada pilihan lain, Callista akhirnya memilih untuk menghubungi Adam. Callista yakin, pasti Adam tahu keberadaan Jessica. Callista mencari kontak Adam di ponselnya, dia menggeser tombol hijau untuk melakukan panggilan. Kemudian Callista menempelkan ponsel ke telinganya.
Tubuh Callista mematung, napasnya memburu melihat Jessica dipukul hingga pingsan. Callista mengepalkan tangannya dengan kuat.“Sialan! Siapa mereka!” seru Adam meninggikan suaranya. Rahangnya mengetat, sorot mata tajam dan penuh kemarahan setelah melihat hasil rekaman CCTV itu.“Harry, cepat kau lacak mobil yang membawa Jessica,” tukas Daniel dingin.
Daniel, Callista dan Adam menatap sebuah gedung tua tempat di mana penculik itu membawa Jessica. Daniel menarik tangan Callista bersembunyi di balik mobil ketika dia melihat ada lima pria menjaga gudang itu. Begitu pun dengan Adam, yang ikut bersembunyi di balik mobil.“Daniel! Kau membawa anak buahmu! Kenapa kau bersenyembunyi? Kalau sampai terjadi sesuatu dengan kekasihku, aku pasti akan membunuhmu!” seru Adam dengan tatapan menghuhus dingin ke arah Daniel. Daniel melayangkan tatapan ta
Callitsa tersungkur di lantai, ketika mendapat pukulan dari Dion. Sedangkan Rossa, dia tersenyum menertawakan Callista yang kini terluka akibat pukulan dari Dion.Daniel menggeram, dia menatap tajam ke arah Dion yang memukul Callista. Daniel langsung berlari ke arah Callista. Dia menarik kerah baju Dion, dia melayangkan pukulan bertubi-tubi di wajah Dion. Tidak hanya diam, Dion membalas pukulan Daniel. Namun, Daniel terlalu kuat dikalahkan. Rasa marah di diri Daniel, membuat Daniel tidak menghentikan pukulannya.
Sudah satu minggu Daniel tidak sadarkan diri. Operasi Daniel berjalan lancar. Meski Callista berhasil menyelamatkan Daniel dari masa kritisnya. Namun, kenyataannya hingga detik ini Daniel masih belum juga sadar. Berkali-kali Callista mengajak Daniel berbicara, bahkan setiap harinya Callista yang menjaga Daniel. Callista begitu setia menunggu Daniel, dia selalu berada disisi Daniel.Callista duduk di tepi ranjang, dia mengelus lembut rahang Daniel. Terlihat dari wajah Callista begitu muram melihat keadaan Daniel. Satu minggu ini, terasa begitu berat baginya. Terlebih dia tidak henti menyalahkan dirinya sendiri. Jika saja Daniel tidak menyelamatkannya, ini tidak ak