Share

Chapter 06

Rumah kontrakan Dara, begitu heboh dengan kedatangan Raisa yang tiba-tiba. Wanita itu bahkan tidak berhenti berteriak memanggil namanya, dengan wajah yang terlihat penuh senyum nan merekah, Dara sudah dapat menebak jika wanita itu pasti tengah mendapat kabar yang sangat baik.

"Dara. Dara! Kau harus tahu ini, kau di terima di perusahaan Alfarez Group! Selamat sayangku, aku sangat senang!" serunya dengan satu tarikan napas.

"Apa?!" sosok Amara, langsung mengguncang bahu Raisa. "Apakah yang kau katakan itu benar?" tanyanya.

Kemudian Raisa mengangguk.

 "Ya tuhan, Raisa. Rencana kita berhasil!" seru Amara, lantas keduanya saling memeluk penuh rasa gembira dan syukur.

Dara bergeming di tempatnya, mencoba tidak percaya dengan ucapan yang barusan ia dengar. Dara tidak percaya jika ibunya dan juga Raisa telah merencanakan hal yang akan menariknya kepada Danu Alfarez. "Jadi, kalian diam-diam telah mengirim lamaran pekerjaanku ke Alfarez Group?" tanya Dara dengan nada tidak percaya.

Amara dan Raisa melepaskan pelukan mereka, keduanya menatap Dara yang tampak terlihat sendu. "Dara ...." panggil Amara.

Dara menggelengkan kepalanya. "Tidak. Jangan jelaskan apa pun padaku. Kenapa ibu dan Raisa melakukan hal ini padaku?" teriak Dara, dengan napas yang tersengal.

Demi tuhan. Ia sudah mati-matian menutup telinga dari segala sesuatu yang berhubungan Alfarez. Tapi kenapa justru ibu dan sahabatnya malah mendorongnya jatuh ke jurang penuh duri?

Demi tuhan. Tanpa harus bekerja pada Alfarez, ia bisa mendapatkan uang yang cukup untuk biaya hidup mereka. Ia tidak akan datang ke Alfarez, siapa tahu jika Danu memiliki rencana yang buruk kepadanya.

"Dara, kami hanya--"

"Cukup!" seru Dara, tanpa membiarkan Raisa menyelesaikan ucapannya.

 "Ibu, apakah pekerjaanku selama ini tidak bisa mencukupi hidup kita? Kenapa ibu diam-diam melakukan semua ini kepadaku? Aku sudah memiliki pekerjaan, dan aku tidak membutuhkan pekerjaan yang lain!" seru Dara, dengan nada yang sedikit tinggi. Setelah itu, Dara tampak sangat marah dan langsung pergi meninggalkan ibunya dan juga Raisa.

Amara hendak mencegah Dara pergi, namun semua itu sudah terlambat, anak itu sudah pergi meninggalkan rumah dengan sepeda miliknya. Amara tidak mengerti, mengapa Dara tiba-tiba bersikap seperti itu? Bukankah belakangan ini ia begitu gigih melamar pekerjaan ke mana-mana? Tapi, kenapa saat kesempatan ini muncul, Dara justru menolaknya tanpa alasan yang jelas.

Raisa menggenggam lengan Amara. "Ibu, mungkin Dara marah karena kita mengirim datanya ke Alfarez tanpa sepengetahuannya. Ibu tenang ya, mungkin Dara butuh waktu," tutur Raisa, mencoba menenangkan ibu Dara.

Amara mengangguk, "Seharusnya, kita memang tidak boleh melakukannya tanpa sepengetahuan Dara," sesalnya.

Sebelumnya, Raisa dan Amara menyusun rencana untuk mengirimkan data diri Dara ke Alfarez Group, Raisa bertanggung jawab membuat akun e-mail untuk Dara, dan mulai mengirimkan data dirinya ke alamat e-mail Alfarez Group. Mengingat sepertinya Dara tidak ada minat untuk melamar pekerjaan di Alfarez. Jadi, mereka diam-diam melakukan semua itu. Dan siapa yang tahu, jika akhirnya Dara terpilih untuk menghadiri wawancara pekerjaan besok.

"Raisa, bagaimana jika Dara terus marah kepada kita? Kau kan tahu, jika hanya Dara yang ku miliki sekarang. Mengingat ayahnya sedang berada di penjara,"

Raisa memeluk Amara. "Maafkan Raisa bu, semua ini karena ide Raisa. Raisa pikir, Dara akan senang dengan ini. Tapi ternyata, Dara justru marah seperti ini. Ibu tenang saja, Raisa akan membujuk Dara agar tidak marah lagi," bujuk Raisa.

Raisa tidak tahu, hal apa yang membuat Dara begitu ingin menjauh dari segala hal yang menyangkut Alfarez. Jika memang tidak ada apa-apa, untuk apa Dara semarah itu saat ia menyampaikan bahwa Dara di terima di Alfarez Group?

Dara, hal apa yang kau sembunyikan dari kami?

***

Dara mungkin sudah sangat keterlaluan pada ibunya barusan. Tapi, Dara benar-benar marah ketika ibunya dan Raisa berencana mendorongnya masuk ke Alfarez Group. Jika saja dahulu ia tidak terlalu angkuh dan menghina Danu dengan keterlaluan, mungkin ia akan sukarela mau bekerja di Alfarez tanpa berpikir panjang. Tapi, ia malu karena apa yang telah ia lakukan kepada Danu dulu. Dara yakin, jika sampai sekarang pria itu juga belum melupakan hal itu, sama sepertinya.

Tiada tempat yang bisa Dara tuju, selain ke taman bermain. Ia duduk di sebuah kursi taman, dengan sepeda miliknya yang terparkir tidak jauh dari tempatnya duduk sembari menatap beberapa anak yang tampak sangat senang berlarian bersama-sama. Diam-diam Dara tersenyum miris, saat kembali mengingat nasibnya selama ini. Tapi, jika di pikir-pikir ini semua sangatlah ganjal baginya. Kenapa dari sekian banyak perusahaan di kota ini, hanya Alfarez Group yang menerima lamarannya?

Sesaat ia tersadar, jika kota ini di kuasai oleh tiga perusahaan besar, dan Alfarez adalah salah satu dari tiga perusahaan tersebut. Seperti yang telah ia ketahui, mereka bisa menggunakan koneksi mereka untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan, termasuk membuat seseorang kesulitan dalam mencari pekerjaan dimana-mana.

Dara mengepalkan kedua tangannya, jika benar ini juga adalah ulah Alfarez, itu berarti Danu sudah memulai pembalasan dendam kepadanya.

"Ya tuhan, apa yang harus ku lakukan? Danu pasti tidak akan melepaskanku begitu saja," gumamnya.

Setelah berpikir panjang, akhirnya Dara memilih untuk menolak datang dan berhubungan dengan Alfarez. Toh, selama ini ia juga baik-baik saja dengan pekerjaannya yang sebagai tukang cuci gosok dari rumah ke rumah. Ia tidak butuh belas kasih dari Alfarez, dan ia tidak akan pernah sudi mengemis-ngemis kepada Danu.

Apa pun rencana pria itu, Dara tetap tidak akan membiarkan pria itu mendapatkannya dengan mudah.

Tidak akan!

Ia akan berusaha sendiri, tanpa harus membutuhkan Alfarez sebagai penolongnya.

Tekadnya sudah sangat bulat, selamanya ia tidak akan pernah berhubungan dengan Alfarez lagi.

Dara berdiri dan mulai mengayuh sepedanya, ia akan mengunjungi ayahnya, untuk menghilangkan sedikit beban pikirannya, sebelum akhirnya nanti ia akan pulang ke rumah dan bertemu dengan ibunya dan juga Raisa.

******

Dara masih marah.

Setidaknya itu yang Amara dan Raisa ketahui, mengingat selama beberapa hari ini Dara semakin giat bekerja, seolah tanpa henti.  Biasanya dalam sehari ia hanya akan mencuci untuk dua rumah, tapi beberapa hari ini Dara sepertinya bekerja sangat keras hingga pulang ke rumah saat ibunya sudah tertidur. Atau, jika ia libur melakukan pekerjaannya, ia akan pergi ke kantor polisi untuk menjenguk ayahnya. Sikapnya yang seperti itu, membuat Amara serta Raisa sungguh merasa sangat menyesal.

Dara sungguh-sungguh tidak pergi ke perusahaan Alfarez untuk wawancara, dan Raisa juga sudah mengirimkan e-mail ke Alfarez jika Dara tidak bisa datang, karena sudah memiliki pekerjaan yang baru. Bagaimana pun, ia sangat bersalah karena telah lancang mengirimkan data diri milik Dara, tanpa sepengetahuannya. Jika sudah begini, meminta maaf pada Dara pun  percuma saja, dia tidak akan mau memaafkannya. Jadi, Raisa memilih diam dan menunggu sampai Dara memaafkannya.

Dara mengusap peluh di wajahnya, hari ini rasanya begitu sangat berat baginya hingga rsanya ia ingin berteriak dan mengeluh karena semua ini. Tapi, itu akan sia-sia dan tidak akan bisa merubah apa pun.

"Dara! Tolong antarkan ini ke meja di sebelah sana!" titah sang bartender, setelah ia meletakkan dua sloki berisi minuman yang telah ia racik sesuai selera pelanggan itu, di atas nampan.

Dara mengangguk, "Baik kak," ucapnya. 

Sang bartender itu tersenyum, "Terimakasih, Dara,"

Dara kembali tersenyum, membawa nampan tersebut beserta dua minuman ke meja yang di tunjuk oleh sang bartender. Selama beberapa hari ini, tidak ada yang tahu jika Dara bekerja sebagai pelayan di sebuah bar, yang lumayan jauh dari tempat tinggalnya. Setiap sore, setelah ia selesai mencuci pakaian, ia bergegas kemari, dan ia akan pulang pukul satu malam setiap harinya.

Dara rela melakukan apa pun, rela bekerja apa pun, asalkan bukan di tempat Danu.

"Tuan, ini minuman Anda ...." ucap Dara, sembari meletakkan nampan itu di atas meja.

Ada dua orang pria tua, yang terlihat genit yang duduk di meja yang Dara hampiri. Dara tentu tidak nyaman, kedua pria itu bahkan berkali-kali menelan ludah sembari menatap tubuh Dara yang berbalut seragam pelayan bar ini. "Hai manis, siapa namamu?"

Dara yang merasa risih dengan kedua orang itu, bergegas meletakkan dua sloki itu di atas meja, dan kemudian bergegas pergi dari sana. Tapi sialnya, salah satu daru pria itu berhasil mencekal pergelangan tangannya, dan menarik Dara mendekat kembali kepada para pria hidung belang itu.

"Eh manis. Kenapa terburu-buru? Kau tidak ingin bekerja pada kami? Kau hanya perlu berbaring di atas ranjang, dan kami akan membayarmu dengan harga yang tinggi," ocehnya.

Dara mencoba melepaskan cekalan tangan pria tua tersebut, namun pria tua yang satunya mulai kurang ajar, dengan meremas bokong Dara dengan sedikit kuat.

"Jangan kurang ajar ya!" serunya.        

"Ayolah manis, jangan jual mahal," kedua pria itu mulai meremehkan Dara yang coba meronta beberapa kali.

Dara mencoba meronta, namun musik yang bising itu meredam teriakannya. Ya tuhan, Dara sungguh ingin menangis sekarang. Kenapa ia harus mengalami hal menyedihkan seperti ini?

"Katakan, berapa banyak yang harus kami bayar untuk menikmati tubuh indah ini?" lagi-lagi mereka mencemooh Dara.

Dari kejauhan tampak dua orang pria melihat kejadian yang tidak senonoh itu, dimana satu orang gadis di paksa oleh dua orang pria tua yang mesum, dengan seorang bartender yang coba menolong gadis itu yang justru malah mendapatkan pukulan berkali-kali hingga sang bartender terlihat tersungkur tak berdaya di atas lantai.

"Tunggu ... bukankah itu Dara?" ucap salah satu dari mereka.

Pria satunya hanya mengangkat bahunya acuh, kemudian berbalik ke arah bartender lainnya, meminta sang bartender menuangkan segelas wine termahal untuknya.

"Danu! Itu sungguh Dara!" seru Andra.

Pria bernama Danu itu berdecak, "Lalu? Jika itu Dara, apa urusannya denganku?" ucapnya acuh.

Kedua orang itu, adalah Danu dan Andra. Kebetulan sekali mereka datang ke bar, yang dekat dengan perusahaan Danu. Dan siapa yang sangka, jika mereka berdua melihat Dara. Sebenarnya, Danu sudah tahu. Namun ia bersikap acuh, ia merasa terhina karena Dara lebih memilih bekerja di bar ini, ketimbang bekerja di perusahaannya. Cih! Dara hanya membuat rencananya gagal!

Andra kembali berseru dengan kencang kepada Danu, agar pria itu menolong Dara yang sedang di lecehkan. "Danu sialan! Kau harus membantunya!" seru Andra dengan kesal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status