Share

Syarat Kakek

last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-23 15:51:15

Setelah Alaric pamit pulang, sang Mami, Papi dan Emily berkumpul, masih membahas lamaran yang tiba-tiba datang dari pria itu.

“Beberapa hari lalu kamu bertengkar dengan mami karena ingin menikahi si Farrel-Farrel itu, sekarang malah mau menikah dengan Alaric? Kamu sedang mempermainkan kami?”

Emily melihat sang Mami marah, lantas menghela napas kasar. Dia melihat sang Papi yang hanya diam, membuatnya mendekat pada sang Mami, lantas merangkul lengan wanita itu meski sang Mami memberontak menolak.

“Iya, aku tahu kalau salah. Mami benar Farrel tidak baik, tapi Alaric berbeda, Mi. Lihat saja dia, datang ke sini dengan ketulusan dan kesungguhan hati melamarku. Berani menghadapi Mami dan Papi tanpa aku bela. Dia memang tulus ingin menikahiku dan aku setuju.”

Emily bicara agak dilebih-lebihkan agar orang tuanya percaya. Jangan sampai rencana balas dendam pada mantan berengseknya gagal karena terhalang restu.

Emily melirik kedua orang tuanya yang saling tatap, hingga pura-pura memasang wajah memelas.

“Papimu juga kasih kesempatan ke dia. Lihat saja, kalau besok dia tidak datang bawa orang tuanya kemari, ga ada acara nikah-nikah. Kalau mau nikah, mami yang pilihkan!”

Emily menatap sang Mami yang tampaknya sudah sangat emosi dan kesal menghadapinya. Dia pun mengangguk-angguk asal sang Mami menyetujui rencana pernikahannya dengan Alaric berjalan lancar.

Emily pergi ke kamar setelah meyakinkan kedua orang tuanya. Memang wajar jika orang tuanya curiga dengan keputusannya tapi untungnya Alaric pandai bicara hingga membuat ayah dan ibunya memberi kesempatan.

“Semoga saja dia tidak berkhianat, awas saja kalau sampai kabur,” gumam Emily lantas membaringkan tubuh ke ranjang empuknya.

Emily mengembuskan napas kasar. Dia masih berpikir, kenapa dirinya bisa diselingkuhi pria berengsek seperti Farrel.

“Lihat saja kalian, aku tidak akan tinggal diam saja karena kalian selingkuhi,” gerutu Emily jika ingat kembali bagaimana Farrel dan Selena bercumbu yang membuatnya mendadak mual.

Di tempat Alaric.

“Aku ingin membatalkan pertunangan dengan Aster dan menikahi wanita lain,” kata Alaric setibanya di rumah orang tuanya.

Perkataan pria itu sukses membuat ibu dan kakeknya sangat syok.

“Tunggu! Mama tidak mimpi, ‘kan?” Wanita paruh baya itu malah tersenyum mendengar ucapan Alaric.

“Jangan bermain-main dengan keputusanmu!” Suara sang Kakek lebih tegas karena keputusan mendadak cucunya.

“Tidak, Kek. Aku serius ingin membatalkan pertunangan dengan Aster karena sadar jika bibit, bebet, dan bobotnya memang tak sesuai dengan keluarga kita,” ujar Alaric bicara dengan tegas tanpa keraguan.

Alaric menatap sang Mama yang tampak tersenyum sambil mengurut dada seolah sedang bersyukur.

“Lalu, siapa wanita lain yang kamu maksud? Jangan sampai salah pilih. Mama setuju saja kalau kamu tak jadi menikah dengan Aster,” ujar wanita itu.

Alaric mengeluarkan ponsel, lantas menunjukkan foto Emily.

“Keluarganya terpandang. Dia juga cantik dan ramah. Aku sebenarnya sudah menyukainya lama, tapi karena sebelumnya dia punya kekasih, jadi aku memilih mundur. Tapi sekarang, dia berpisah dari kekasihnya jadi aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan kali ini.”

Alaric langsung menjelaskan agar ibu dan kakeknya setuju dengan keputusannya.

Sang Mama mengambil ponselnya, lantas memandangi wajah Emily.

“Ya Tuhan, cantik sekali. Sepertinya aura wajahnya sangat positif. Mama langsung suka.”

Alaric hanya tersenyum mendengar ucapan sang Mama. Ibunya memang tak menyukai Aster karena pekerjaan dan dunia Aster yang dianggap buruk.

“Kakek perlu bicara denganmu.”

Alaric menatap sang Kakek yang berdiri, lantas berjalan menuju ruang kerja. Sang Mama pun menatapnya, lantas memberi isyarat pada Alaric agar ikut.

Alaric mengikuti sang Kakek masuk ruang kerja. Dia duduk di kursi yang ada di depan meja kerja.

“Kenapa tiba-tiba kamu membatalkan pertunangan dengan Aster, lalu mau menikahi wanita lain?” tanya sang Kakek. Suaranya masih tegas meski umur pria itu tak muda lagi.

“Seperti yang Mama katakan, Aster memang tak baik untukku. Keputusanku menikahinya juga buru-buru, ternyata Tuhan memberiku wanita lain yang lebih layak,” ucap Alaric menjelaskan.

“Kamu menikah bukan karena tuntutan dari kakek, ‘kan?”

Alaric menatap tatapan curiga dari sang Kakek, hingga kemudian menghela napas kasar.

“Kakek masih tak mempercayaiku?” Alaric memberikan tatapan serius seolah apa pun yang dikatakannya tak bisa dibantah.

“Bukan tak mempercayai, tapi jangan mempermainkan hati wanita,” ucap sang Kakek.

Alaric terdiam mendengar ucapan sang Kakek, hingga akhirnya dia membuka kelakuan Aster agar sang Kakek tak mencurigai rencananya.

“Aster berselingkuh, apa seumur hidup aku harus hidup dengan wanita seperti itu? Emi sudah setuju menikah denganku, jadi aku ingin Kakek dan Mama ke sana melamar langsung. Lagi pula persiapan pernikahanku dengan Aster sudah 80 persen siap, tidak mungkin dibatalkan.”

Alaric mencoba meyakinkan sang Kakek kalau keputusannya adalah hal yang benar.

“Keluarganya pemilik perusahaan properti terbesar kedua di negara ini. Ibunya pemilik Magnifique Magazine, apa Kakek tidak mau bekerjasama dengan mereka?”

Sang kakek langsung menatap Alaric saat mendengar dari keluarga mana Emily berasal.

“Jika kamu ketahuan menikah hanya untuk memenuhi syarat yang kakek berikan, maka kakek akan memastikan semua fasilitas yang kamu dapat dan seluruh aset yang kamu miliki dari kakek, akan kakek ambil kembali!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (12)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
wah sepertinya rencana mereka akan berjalan mulus
goodnovel comment avatar
Adeena
mama Alaric langsung pro ga main2 langsung suka....
goodnovel comment avatar
wardah
ancaman kakek g maen maen ,,sup kek alaric emang harus diancam supaya nurut ya ke
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Ekstra Part 2

    Vano baru saja selesai rapat saat membaca pesan dari Sabrina. Dia sangat terkejut membaca pesan dari Sabrina hingga terburu-buru meninggalkan tempat rapat begitu selesai, membuat semua orang sampai keheranan.Vano pergi ke rumah sakit. Dia mencari Sabrina di poliklinik, hingga bertemu dengan sang bibi.“Bi, Sabrina dan Mami ke sini?” tanya Vano.“Dia di ruang inap, tadi sudah diperiksa dan karena tekanan darahnya rendah serta dia pusing dan mual, jadi aku menyarankan untuk rawat inap,” jawab sang bibi.Vano sangat panik mendengar jawaban sang bibi.“Dia dirawat di ruang mana?” tanya Vano dengan wajah panik.Sang bibi tersenyum melihat kepanikan Vano, lalu memberitahu di mana Sabrina sekarang.Vano pergi ke ruang inap dengan terburu-buru, hingga akhirnya bertemu Sabrina yang berbaring lemas dengan selang infus terpasang di tangan.“Bagaimana kondisinya, Mi?” tanya Vano saat menghampiri Sabrina.“Dia baik, kamu jangan cemas,” jawab Oma Aruna.“Baik apanya, dia sampai dirawat seperti ini,

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Ekstra Part 1

    Sabrina duduk sambil menikmati cokelat hangat pagi itu, hingga satu tangannya yang bebas dari cangkir, digenggam sampai jemarinya bertautan dengan tangan lain. Sabrina menoleh Vano, melihat suaminya itu tersenyum sambil menggenggam erat tangannya. Vano duduk di samping Sabrina yang duduk di bangku panjang. Mereka berlibur di pantai, menikmati kebersamaan mereka setelah sah menjadi suami-istri. “Kamu tidak pesan kopi?” tanya Sabrina sambil menyandarkan kepala di pundak Vano. “Sudah, tinggal menunggu datang saja,” jawab Vano lalu memiringkan kepala hingga menyentuh kepala Sabrina. Keduanya saling bersandar satu sama lain, menatap hamparan pasir putih bersamaan dengan deburan ombak yang menghantam pantai. “Kamu yakin tidak masalah tinggal sama mami?” tanya Vano memastikan. Sabrina mengerutkan alis mendengar pertanyaan Vano. “Kenapa masih tanya lagi?” tanya Sabrina keheranan. Dia mengangkat kepala dari pundak Vano, lalu memandang suaminya itu. “Ya, aku hanya memastikan saja, takut

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Akhir

    “Nggak mau pulang. Mau bobok sama Om Vano!” Athalia merengek menolak pulang saat kedua orang tuanya mengajak selepas pulang setelah pesta. Vano hanya mengusap tengkuk melihat kelakuan absurd keponakan satunya itu. Alaric sampai pusing, kenapa anaknya sampai bandelnya seperti itu. “Pulang beli es krim, ya.” Emily membujuk agar Athalia mau pulang. “Nggak mau!” Athalia menolak sampai memeluk kaki Vano. Sabrina menahan tawa dengan kelakuan Athalia, lalu dia ikut membujuk. “Papa mau beli bunga sama balon, Thalia nggak mau ikut?” tanya Sabrina ke Athalia. Athalia langsung menoleh ke sang papa, hingga melihat ayah dan ibunya terkejut mendengar ucapan Sabrina. “Ah, benar. Papa dan mama mau beli bunga, kamu nggak mau ikut?” tanya Emily mengiakan ucapan Sabrina. Athalia tiba-tiba bangun dan melepas kaki Vano, kemudian menggandeng tangan ibunya. “Ayo! Nanti kamarku harus dikasih bunga-bunga,” celoteh Athalia. Alaric dan Emily lega karena Athalia mau dibujuk, akhirnya mereka mengajak p

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Hari Pernikahan

    Mereka masih menautkan bibir, sampai terlena hingga sejenak lupa akan status mereka sekarang.Sabrina melepas pagutan bibir mereka, lalu sedikit mendorong dada Vano agar menjauh darinya.“Airnya sudah panas,” ucap Sabrina sambil masih menunduk karena malu.Vano mematikan mesin pemanas air, lantas kembali memandang Sabrina.Sabrina menatap Vano, melihat wajah pria itu yang merah mungkin dia juga.“Sekadar ciuman boleh, tapi jangan melebihi batas,” ujar Sabrina mengingatkan.Vano langsung mengulum bibir sambil memulas senyum.“Aku tidak mau kita berhubungan sebelum menikah. Kamu paham maksudku, kan?” tanya Sabrina kemudian agar Vano tak salah paham dengan ucapannya.“Hm … ya, tentu,” balas Vano sedikit canggung karena dia terlalu impulsif. Dia tentunya takkan marah dengan keinginan Sabrina yang mencoba menjaga diri sampai mereka benar-benar sah menjadi suami istri.Van

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Jangan Khilaf

    Setelah bertunangan, Vano dan Sabrina sering menghabiskan waktu bersama di akhir pekan. Mereka jarang jalan di tempat umum karena Raditya melarang, pria tua itu takut kalau terjadi sesuatu lagi dengan Sabrina, padahal ada Vano yang menjaganya. Seperti hari ini, mereka berada di apartemen menonton film seolah berada di bioskop. Vano duduk sambil melingkarkan tangan di belakang pundak Sabrina, sehingga gadis itu bisa bersandar di dadanya. “Besok Mami mengajak fitting gaun untuk pernikahan kita,” ucap Vano sambil melihat ke film yang sedang mereka tonton. Sabrina sedang mengunyah snack, lalu menoleh ke kalender yang ada di meja hias. Tak terasa sudah dua bulan semenjak mereka bertunangan, pantas saja Oma Aruna sudah ingin melakukan fitting baju. “Iya,” balas Sabrina menoleh sekilas ke Vano. Mereka kembali fokus ke film, hingga ponsel Sabrina yang ada di meja berdering. Sabrina menegakkan badan, lalu mengambil benda pipih itu dan melihat sang papa yang menghubungi. “Papa telepon, aku

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Hari Pertunangan

    Hari pertunangan Sabrina dan Vano pun tiba. Pertunangan mereka diadakan di rumah Vano sesuai dengan kesepakatan Raditya dan Opa Ansel.Malam itu halaman samping rumah disulap menjadi tempat pesta untuk pertunangan yang terlihat romantis. Acara itu didatangi keluarga terdekat dan rekan kerja Sabrina di divisinya.“Rumah Pak Vano ternyata sangat besar,” celetuk salah satu staff yang datang.“Pastilah, perusahaannya saja besar. Lupa kalau dia anak pemilik perusahaan,” timpal yang lain.“Iya, lupa,” balas staff itu sampai membuat yang lain tertawa.Sabrina keluar bersama ayahnya memakai gaun elegan hingga membuatnya tampak begitu cantik.Vano sudah menatap tanpa berkedip saat melihat Sabrina. Dia tak menyangka kalau hari ini tiba lalu tinggal menunggu hari lain yang luar biasa tiba.Sabrina tersenyum saat melihat Vano menatapnya, hingga akhirnya mereka berdiri berhadapan untuk melakukan prosesi pertunan

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Mau Jadi Istri Kedua?

    Hari berikutnya, Vano masih menemani Sabrina di apartemen. Pagi itu bersama Sabrina di sofa untuk mengganti perban gadis itu.“Tahan bentar,” ucap Vano saat membersihkan luka Sabrina sebelum diperban lagi.Sabrina melirik ke lengannya. Dia agak meringis karena terasa sedikit perih.Vano membungkus luka itu lagi dengan perlahan setelah selesai dibersihkan.Sabrina menatap Vano yang serius mengganti perban, hingga dia bertanya, “Apa kamu yakin kalau keputusanmu ingin menikah tidak terburu-buru?”Sabrina merasa Vano mengatakan itu hanya spontan saja.Vano melirik Sabrina, lalu menjawab, “Kamu juga setuju, kan? Lalu kenapa sekarang tanya?”“Ya, aku hanya syok saja. Tidak menyangka kamu akan semudah itu bilang mau menikahiku,” balas Sabrina.“Aku serius mengatakan itu,” ucap Vano sambil merapikan perban yang baru saja selesai dipasang.Vano kini menatap Sabrina, memb

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Mau Diajak Pulang

    Sabrina mengajak Raditya duduk agar bisa mengobrol dengan nyaman. Vano juga ikut bersama keduanya tapi hanya menjadi pendengar saja.“Bagaimana kejadiannya sampai kamu diserang seperti itu?” tanya Raditya penasaran.Sabrina menceritakan dari awal dan akhir apa yang terjadi sampai membuatnya terluka.“Aku hanya masih nggak nyangka kalau dia masih dendam karena dulu aku kabur, Pa. Dia bilang dihajar habis-habisan dan ganti rugi, makanya begitu melihatku dia mau membawaku,” ujar Sabrina menjelaskan.“Dia sudah salah karena menjualmu, lalu dengan enaknya bilang dendam. Dia benar-benar harus diberi pelajaran!” geram Raditya karena pria itu sangat jahat.“Tapi Papa tidak usah terlalu cemas, sekarang pelakunya juga sudah ditangkap,” kata Sabrina menenangkan sang papa.Saat mereka masih mengobrol, terdengar suara bel yang membuat mereka menoleh ke pintu.“Biar aku lihat siapa yang datang,” kata Vano.Vano berdiri menuju pintu, lalu mel

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Perhatiannya Vano

    Sabrina terbangun karena lapar. Dia melihat Vano yang baru saja masuk kamar. “Kamu sudah bangun.” Vano langsung mendekat ke ranjang. Sabrina hendak bangun tapi kesusahan karena lengannya sakit. Vano dengan sigap membantu, lalu memastikan Sabrina duduk dengan nyaman. “Aku lapar,” ucap Sabrina karena siang tadi belum makan dan sudah ada tragedi yang membuatnya terluka. “Untung saja aku pesan makanan. Baru saja sampai dan kamu bangun. Biar aku ambilkan ke sini,” kata Vano hendak berdiri. “Aku makan di luar saja, tidak nyaman makan di sini,” kata Sabrina bersiap turun dari ranjang. Vano langsung membantu Sabrina turun dari ranjang karena lengan Sabrina yang terluka tidak bisa dibuat banyak gerak. Vano benar-benar perhatian ke Sabrina. Dia berjalan sambil memperhatikan Sabrina agar tak jatuh, padahal Sabrina bisa berjalan dengan baik karena lengannya saja yang sakit bukan seluruh tubuh. Sabrina sudah duduk di kursi meja makan. Vano membuka pembungkus makanan, lalu mengambil

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status