Share

Bagian 8

Penulis: Puziyuuri
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-02 06:21:30

Kiria terus berlari meninggalkan laboratorium dan memasuki gedung V, di mana ruangan Arya berada. Begitu berada di dalam gedung V, gadis itu mengganti larinya dengan jalan cepat. Dia tentu tak ingin menabrak orang dan membuat masalah baru.

"Selamat pagi, Bu Kiria," sapa dua gadis cantik dari bagian pemasaran.

 Kiria hanya membalas dengan anggukan kecil. Dia kembali mempercepat langkah. Telinganya sempat mendengar obrolan sinis gadis-gadis tersebut yang menganggapnya sombong. Namun, Kiria tak punya waktu untuk baku hantam dan bergegas menuju lift.

"Sial!" umpat Kiria begitu melihat tulisan rusak di salah satu pintu lift.

Sementara itu, antrian orang yang hendak menggunakan lift satunya sudah mengular. Kiria mengusap wajah. Dia tak punya pilihan selain menggunakan tangga menuju ruangan Arya.

"Pak Arya, kenapa ruangan Bapak harus di lantai 7? Lantai 7! Lantai 7!" keluh Kiria sepanjang perjalanan berlari di tangga.

Ketika tenaga hampir habis, Kiria berhenti sejenak untuk menyeka keringat di dahi. Dia menatap putus asa puluhan anak tangga yang masih tersisa. Kiria mendadak ingin menyerah, tetapi bayangan akan menjadi korban penyiksaan Keluarga Wijaya mencambuk semangatnya lagi.

Setelah perjuangan keras dan kaki yang terasa akan lepas, Kiria berhasil sampai ke lantai. Dia mengatur napas sejenak sebelum melangkah cepat menuju ruangan presiden direktur. Beberapa staf menatapnya aneh karena penampilan mengenaskan, rambut dan jas acak-acakan, juga muka kucel penuh keringat.

"Sekretaris Lusi, apakah Pak Arya ada di ruangan?" tanya Kiria begitu memasuki ruangan.

Ruangan presiden direktur di perusahaannya memang memiliki dua bagian. Arya menempati bagian dalam. Sementara bagian depan ditempati sekretaris. Ada dua sekretaris yang dipekerjakan Arya. Salah satunya gadis cantik bertubuh bak gitar Spanyol itu.

Sekretaris Lusi diam-diam mengepalkan tangan. Namun, wajahnya tetap terlihat ramah. Bukan sekali dua kali memang Arya mendadak memanggil Kiria. Hal itu tentu menimbulkan rasa persaingan bagi Sekretaris Lusi yang sudah lama menaruh hati pada atasannya.

"Iya, Bu Kiria. Pak Arya memang di dalam, tetapi sepertinya beliau kurang sehat. Beliau berpesan untuk tidak membiarkan siapa pun masuk. Bahkan, saya sendiri pun tidak diperbolehkan masuk," cerocos Sekretaris Lusi.

Ada sedikit kekesalan dalam nada suaranya. Sebelumnya, dia memang sudah mencoba tebar pesona saat melihat Arya bertingkah aneh. Sekretaris Lusi bertingkah begitu lembut dan perhatian hendak merawat atasan sakit. Sayangnya, dia diusir dengan kasar.

Sekretaris Lusi pun mencibir dalam hati, "Aku saja yang kepercayaan Pak Arya diusir apalagi kamu yang cuma orang lab, mana keliatan kucel dan baunya aneh lagi."

Sementara itu, Kiria menelan ludah berkali-kali. Dia sama sekali tak menyadari tatapan sinis Sekretaris Lusi. Otaknya justru sibuk menerka hukuman mati apa yang mungkin akan diberikan Keluarga Wijaya.

"Tidak! Aku tidak boleh menyerah! Siapa tahu masih bisa diselamatkan!"seru Kiria tiba-tiba.

Suara tegasnya membuat Lusi terlonjak dan hampir menabrak kursi. Sekretaris cantik itu melotot, tetapi dengan cepat kembali berpura-pura anggun. Dia bersiap mengusir Kiria. Namun, sang apoteker malah berlari kencang menuju ruangan presiden direktur dan membuka pintu dengan cepat.

"Bu Kiria tidak boleh sembarangan masuk! Pak Arya tak ingin diganggu!" seru Sekretaris Lusi gusar.

Kiria tak mengacuhkannya, malah menutup pintu dengan setengah dibanting. Sekretaris Lusi yang biasanya selalu menampilkan diri sebagai sosok anggun dan lemah lembut tanpa sadar mengumpat.

"Dasar sund*l tidak tahu tata krama!"

Setelah mengumpat, Lusi langsung celingak-celinguk. Dia mengembuskan napas lega usai memastikan tak ada siapa pun yang mendengar umpatannya. Jika sampai tersebar, image sebagai sekretaris anggun, elegan, dan berkelas akan hancur berkpeing-keping.

Sementara itu, Kiria yang telah berada dalam ruangan Arya mengatur napas berkali-kali. "Mau dibilang tak sopan pun masa bodoh, ini masalah hidup dan mati," gumamnya seraya mendekati meja kerja Arya.

Arya sendiri tampak bersandar di kursi kebesarannya dengan mata terpejam. Awalnya, Kiria masih bisa berpikiran positif sang atasan hanya kelelahan. Namun, setelah berada lebih dekat, firasat buruk seketika menghampirinya,

Kondisi Arya kini amat dikenali Kiria. Jas tergeletak di lantai. Kancing kemeja terbuka sebagian dengan dasi dilonggarkan. Napas yang menderu dengan aneh juga terdengar jelas. Efek afrodisiaka langsung terlintas di benak Kiria.

Kiria refleks mengelus dagu dan bergumam, "Aneh, kenapa efek racunnya malah berkebalikan?"

"Arghhh!"

Teriakan kesakitan Arya membuyarkan lamunan Kiria. Dia cepat menggeleng. Penyebab efek racun yang berbeda bisa dicari nanti. Keselamatan Arya jauh lebih utama.

"Sabar, ya, Pak. Saya balik ke lab dulu ambil penawar lain."

Kiria berbalik dan melangkah menuju pintu. Namun, Arya yang tadinya tampak terkulai lemas mendadak berdiri, lalu berlari dengan gesit. Pemuda itu sudah berada di depan pintu lebih dulu.

"Kamu mau ke mana? Meninggalkanku lagi?" gumam Arya sendu.

Tangannya terangkat, lalu mengusap lembut pipi Kiria. Mata elang kini tampak berkaca-kaca. kerinduan mendalam terpancar dari sana. Tanpa sadar sebulir air mata menuruni pipi Kiria.

"Tidak! Tidak! Aku tidak boleh ikut terbawa suasana!" seru Kiria sembari menggeleng beberapa kali.

Dia segera menurunkan tangan Arya dan mencari celah. Sialnya, tubuh atletis sang atasan benar-benar menghalangi pintu. Belum sempat Kiria memikirkan cara lain, Arya tiba-tiba mendekatkan wajah. Kiria refleks melangkah mundur.

"Pak, tolonglah jangan begini. Nanti Bapak nyesel lho, masa udah nolak supermodel malah dapet laboran kucel bau asam sulfat."

Arya tertawa kecil. Mata elang tinggal segaris tipis. Kiria sempat-sempatnya melongo. Namun, Dia cepat menggeleng tak ingin tergoda pesona sang atasan,

"Kamu yang paling cantik sedunia bagiku," bisik Arya lembut.

"Aduh, Pak, jangan bikin geer dong. Nanti pas sadar, Bapak muntah sendiri lagi ingat ucapan Bapak," gerutu Kiria.

Dia  kembali mencoba mencari celah. Berhasil! Kiria berlari ke arah pintu. Namun, Arya dengan cepat menarik tangannya dan membuatnya terdesak di dinding.

Kini, Kiria benar-benar terperangkap. Wajah Arya semakin tak jarak. Napas yang berat dan panas terasa menampar pipi. Saat bibir mereka hanya berjarak beberapa senti, Arya memejamkan mata.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 126

    Kiria tersenyum puas. Usahanya tiga hari menginap di laboratorium tak sia-sia. Pekerjaan untuk beberapa ke depan sudah terselesaikan dengan baik. Suara kondensor untuk penyulingan minyak atsiri bahkan terdengar merdu di telinga. Sebelumnya, Kiria memang kesulitan mendapatkan minyak atsiri berkualitas tinggi. Entah bagaimana Perusahaan Keluarga Rahardja memonopoli sumber-sumber bahan baku terpercaya. "Mantap juga idemu, Yan. Kupikir akan menyebabkan biaya produksi membengkak jika memproduksi sendiri. Ternyata, dengan modifikasi yang kamu sarankan, hasilnya luar biasa," puji Kiria. Yanto menggaruk kepala yang tidak gatal. Wajah ala boyband Korea yang tampak tersipu memang memesona. Sungguh disayangkan, pinggulnya bergoyang cantik merusak suasana, membuat Arlita susah payah menahan tawa, hampir saja menumpahkan garam asetat di tangannya. "Ehem, Lita," tegur Kiria. "Iya, Ketua, iya."Amira yang baru saja melakukan pengujian kadar menghampiri mereka. Wajahnya tampak sangat serius. Dia

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 125

    Arya mendelik. Mata elangnya seketika menatap tajam pelaku penamparan. Amarahnya semakin tersulut saat melihat Kanania berdiri di sana. Sementara itu, Kanania mengepalkan tangannya yang terasa nyeri. Menampar pipi Arya ternyata cukup sakit. Namun, dia belum puas melampiaskan emosi, kembali mengangkat tangan. "Kamu! Beraninya kamu menyakiti kakakku! Mentang-mentang kami tidak ada hah!" Prernikahan Satya dan Viola memang diadakan secara tiba-tiba. Keluarga Kiria yang kebetulan harus pergi ke Malaysia untuk menemani nenek berobat tak bisa berhadir. Namun, saat insiden di pernikahan menjadi viral, mereka langsung kembali. "Awas kamu, Arya!"Tamparan berikutnya hampir mendarat lagi di pipi Arya. Beruntung, dia menangkap tangan Kanania dengan cepat. Kanania melotot dan menggemelutukkan gigi. "Lepas! Sial*n lepas! Arya, lepas!""Sepertinya, kamu menjadi tidak sopan, adik ipar.""Cih! Aku tidak sudi punya kakak ipar sepertimu!""Jangan lupa, Nia. Kakakmu sangat mencintaiku."Kanania mas

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 124

    Kiria yang tengah menuntaskan panggilan alam mengerutkan kening. Teriakan panik Arya di luar kamar mandi terdengar samar-samar. Dia mencoba menajamkan pendengaran."Ria, kamu sudah janji tidak akan meninggalkanku. Kenapa malah menghilang begitu saja?"Kiria menepuk kening. Dia berdeham beberapa kali, bermaksud memberi tanda keberadaannya. Meskipun bukan sosok religius, Kiria ingat salah satu adab saat di WC adalah tidak berbicara.Namun, suara dehamannya tidak didengar Arya. Sang suami masih saja bermonolog di luar sana. Kiria mendengkus."Aku tidak hilang, Arya! Aku di WC!" seru Kiria kesal.Dia menghela napas lega saat keluhan Arya tak terdengar lagi. Namun, Kiria salah besar. Baru saja hendak fokus kembali buang air, pintu kamar mandi dibuka mendadak.Kiria ternganga. Arya merangsek masuk dengan wajah panik. Melihat Kiria yang tengah duduk di kloset, dia langsung memeluknya erat."Kukira kamu menghilang! Syukurlah, kamu tidak pergi ....""Aryaaa!!!" geram Kiria. "Keluar! Keluar san

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 123

    Dua remaja tengah duduk di bangku kayu. Semilir angin yang berembus mempermainkan rambut keduanya. Remaja perempuan tiba-tiba mengeluarkan Kantong kain dari tas selempangnya."Tadaaa! Hadiah untuk Raka! Ini kubuat sendiri lho!" seru si gadis.Remaja laki-laki menerima kantong kain dan mengeluarkan isinya. Gelang manik-manik yang jauh dari kata estetik membuatnya menahan tawa. Gadis pujaan hatinya ini memang memiliki kecerdasan akademik yang tinggi, tetapi tidak berbakat dalam bidang seni."Raka! Ketawa aja! Ketawa aja sana!"Remaja laki-laki membenarkan letak kacamata tebalnya. "Malah unik kok. Lain dari yang lain, limiterd edition.""Cepat pakai!"Remaja laki-laki terkekeh. Dia melambat-lambatkan, seolah kesusahan memakai gelang. Tak sabaran, remaja perempuan merebut gelang dan memakaikannya dengan cepat, lalu menyeringai nakal."Kau tau, Raka? Gelang itu sudah kuberi mantra. Kamu memakainya maka kamu tidak akan bisa jatuh cinta pada orang lain. Kamu hanya akan mencintaiku selamanya,

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 122

    Kiria dengan gesit berhasil menghindar. Namun, Arya juga refleks mencoba menghadang, menangkap tangan Viola. Tak ayal, gunting menusuk telapak tangannya. Aroma anyir menguar bersamaan dengan tetesan darah mengotori lantai marmer.Viola terbelalak. Dia seketika melepaskan gunting. Beruntung, Arya sempat menggeser kakinya sebelum tertusuk gunting yang jatuh."Kak Arya! Maaf! Aku tidak bermaksud menusukmu!" jerit Viola.Dia hendak meraih tangan Arya. Namun, lelaki itu menepisnya. Emosi Viola pun tersulut kembali."Ini semua salahmu!" serunya sambil menyerbu ke arah Kiria.Kiria menghela napas berat. Dia dengan cepat menangkap lengan Viola, memelintirnya. Satu pukulan di tengkuk membuat gadis dengan gangguan mental itu tak sadarkan diri."Berikan pengobatan untuk Nona Viola, lalu serahkan sisanya pada hukum, biarkan hukum bekerja," perintah Kiria saat para pengawal Arya mendekat.Para pengawal kebingungan. Mereka menatap Arya secara bersamaan. Arya menghela napas berat dan mengangguk pela

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 121

    Viola begitu antusias sampai-sampai membuat petugas medis yang menanganinya sedikit takut. Namun, baru satu goresan kecil terukir di surat perceraian, Arya merebut berkas itu dan melemparnya ke lantai. Kiria tertegun. Tangannya bahkan masih menggenggam erat pulpen."Arya apa yang kau lakukan? Biarkan dia pergi dari keluarga kita!" bentak Baskoro."Membiarkan Kiria pergi dari keluarga kita dan memasukkan ular itu?" ketus Arya sambil menunjuk Viola. "Jangan mimpi, Opa!"Viola tercengang. Dia menatap Arya lekat, mencoba mencari di mana letak kesalahannya. Rencana yang disusun sudah sangat sempurna meskipun sedikit terkendala karena Kiria selamat dari kecelakaan.Namun, bukankah Viola tetap mampu menyingkirkannya dengan elegan? Arya bahkan sudah setuju menikah dengannya? Apa yang salah? "Arya, apa maksudmu menyebut Viola ular? Viola sudah tumbuh besar bersamamu dan Satya bertahun-tahun," sergah Rose.Arya menghela napas. Dia mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. "Satya, keluarlah!

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status