Share

Bagian 7

Author: Puziyuuri
last update Last Updated: 2025-04-22 08:53:47

"Ehem!"

"Kucing Pak RT kecebur got!" Kiria mendengkus. "Siapa, sih? Ganggu konsentrasi aja!" gerutunya sembari menoleh ke kanan.

Kiria seketika menelan ludah. Sosok tinggi menjulang dengan wajah galak nan tampan itu menatapnya tajam. Kiria sempat melirik Arlita yang memandangnya iba.

"Ma-maaf, Pak. Saya tadi terlalu fokus melakukan docking, jadi kaget. Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

Arya melirik layar komputer di hadapan Kiria. Keningnya sedikit berkedut. Pemuda itu kini berfokus pada rancangan senyawa di layar. Setiap gugus fungsi tak luput dari mata elangnya.

Kiria seketika mengumpat dalam hati, "Sial! Sial! Kenapa bisa lupa mengganti layar? Waduh, bisa-bisa gawat kalau ketahuan merancang racun diam-diam! Tapi, tenang dulu, Pak Arya, kan orang bisnis, mana ngerti masalah ini."

Kiria memang tengah melakukan docking, suatu teknologi merancang senyawa secara digital sebelum benar-benar disintesis. Dengan adanya docking, peneliti bisa menambahkan berbagai gugus fungsi pada senyawa dan mengamati perubahanan efeknya. Senyawa yang mengalami perubahan ke arah lebih baik akan disintesis.

Sayangnya, docking yang dilakukan Kiria bukanlah pengembangan obat perusaahan, Namun, dia tengah merancang formula racun untuk si mantan. Jika ketidakprofesionalan ini tercium Arya, karir yang sangat dicintai Kiria bisa saja tinggal mimpi.

"Ini obat baru yang Ibu Kiria rancang? "tanya Arya setelah cukup lama hanya diam, membuat Kiria tercekik dalam keheningan.

Kiria menelan ludah berkali-kali. Dia memutar otak dengan cepat. Dokumen di meja tertangkap pandangan, sebuah laporan tentang kelainan salah seorang mitra. Lelaki tua tersebut memiliki hasrat biologis melebihi normal, sehingga banyak menderita karenanya.

"Iya, Pak. Ini terkait permintaan Pak Leo."

Kerutan di kening Arya semakin banyak. Kiria mengenggam ujung jas laboratoriumnya, berharap kebohongan bercampur kebenarannya bisa dipercaya sang atasan. Sementara Arlita yang menyaksikan dari pojok ruangan hanya bisa mendoakan sang ketua.

"Kamu yakin?"

"Iya, Pak. Obat ini akan mengurangi hasrat biolgis pada penderita hiper, tetapi bisa menyebabkan disfungsi sek*sual pada orang normal. Penggunannya harus berhati-hati," jelas Kiria semantap mungkin. "Tapi, docking-nya belum selesai. Saya mesti menambahkan beberapa gugus fungsi dulu," tambahnya lagi.

"Kerja bagus, tapi hati-hati penempatan gugus fenol, perubahan efeknya bisa sangat berkebalikan."

Kiria mengerutkan kening.

"Kenapa Pak Arya mengerti soal gugus fungsi?" gumamnya dalam hati.

Namun, sebelum Kiria bisa bertanya, Arya sudah berujar, "Oh ya, jangan lupa obat saya. Nanti saya ambil seminggu lagi."

"Siap, Pak!"

Arya pun meninggalkan laboratorium. Kiria mengembuskan napas lega. Dia tak menyadari senyuman tipis di bibir Arya, juga saat pria itu mengirimkan pesan pada salah seorang pengawalnya untuk menyelidiki Kiria.

***

"Akhirnya, akhirnya, balas dendamku akan terwujud ha ha ha."

Arlita hanya bisa mengelus dada. Sejak pagi, ketuanya sudah bertingkah aneh. Ya, Kiria terus tertawa jahat sambil memandangi botol berisi cairan bening dengan label bertuliskan Proyek AS001.

Seminggu telah berlalu sejak Kiria melakukan docking. Kini, formula untuk meracuni Aldino telah selesai disintesis. Kiria hanya perlu melakukan pengujian praklinis pada hewan uji untuk melihat efektivitasnya terlebih dulu.

"Ketua baik-baik saja?" tanya Arlita takut-takut setelah tawa Kiria berhenti.

"Aku hanya senang karena berhasil merancang obat baru, Lita. Obat ini-" Kiria memegangi perut. "Aduh! Perutku mules kebanyakan makan cabe. Lita aku ke toilet dulu. Nanti, Pak Arya mau ambil obatnya. Ada di lemari penyimpanan, kodenya AM0011."

Arlita mengangguk dengan wajah bengong. Kiria tidak tidak terlalu memperhatikan ekspresi tak fokus asistennya. Dia segera meletakkan obat untuk Aldino di lemari penyimpanan sebelum berlari terbirit-birit ke toilet.

Belum 2 menit Kiria masuk toilet, Arya benar-benar datang. Arlita menelan ludah saat mendapat tatapan tajam. Dia melirik pintu toilet berharap atasannya segera keluar. Arlita sungguh tak ingin menghadapai bos besar mereka ini.

"Mana Bu Kiria?"

"Lagi di toilet, Pak."

Arya mendecakkan lidah. Arlita menangis dalam hati. Untunglah, dia segera teringat pesan Kiria sebelum ke toilet. Gadis itu pun segera menuju lemari penyimpanan obat.

"Bapak mau mengambil obat, 'kan?"

Arya mengangguk.

"Tadi, Bu Kiria sudah meninggalkan pesan. Sebentar saya ambilkan."

Arlita membuka lemari penyimpanan. Tangannya dengan gesit mengambil botol berlabel AS001, lalu menyerahkannya kepada Arya. Dalam hati, gadis itu sibuk berdoa agar sang bos besar segera pergi.

Untunglah, Arya memang tak banyak bicara. Dia meninggalkan laboratorium setelah mengucapkan terima kasih. Arlita seketika menghela napas lega dan terduduk di kursi sambil menyeka keringat di dahi.

"Selamat, selamat, untung enggak pingsan deh."

Sepuluh menit kemudian, Kiria keluar dari toilet, Dia mengerutkan kening melihat Arlita yang tampak seperti habis menghadapi rentenir. Dia pun teringat tentang Arya karena Kiria sendiri pun merasa seperti bertemu malaikat maut saat berhadapan dengan sang atasan. Namun, Kiria menjadi keheranan saat melihat obat milik Arya masih ada dalam lemari penyimpanan.

"Lita, Pak Arya belum ke sini mengambil obatnya?"

"Sudah, pas tadi Ketua ke toilet."

"Tapi, kenapa obatnya masih ada di sini?" Kiria menelan ludah. "Sial!" umpatnya.

Kiria memeriksa lagi lemari penyimpanan. Dugaannya terbukti. Formula racun untuk Aldino sudah tak ada di sana. Arlita salah mengambilkan obat.

"Ketua? Ada yang salah?" panggil Arlita.

Kiria hanya terpaku. Bayangan kematian mengenaskan terpampang di depan mata. Pewaris Keluarga Wijaya yang bahkan belum menikah kehilangan kemampuan reproduksi. Entah siksaan apa yang akan diberikan keluarga paling berkuasa di kota itu padanya nanti.

"Ketua? Ketua baik-baik saja?"

Kiria menatap Arlita dengan mata berkaca-kaca. "Lita, kalau nanti aku menghilang tiba-tiba, sampaikan pada orang tua dan adikkku, aku sangat mencintai mereka dan menunggu di surga."

Arlita melongo. Dia hendak meminta penjelasan. Namun, Kiria sudah tancap gas keluar laboratorium sembari membawa botol dari lemari penyimpanan.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 91

    "Obat itu sebenarnya ....""Tuan Bayu Rahardja, saya pikir Anda masih ingin kerja sama dengan PT. Farma Medikal berjalan dengan baik bukan?" sergah Arya cepat.Bayu terkekeh. "Waduh, Pak Arya yang sangat profesional ini tumben sekali melibatkan masalah pribadi," sindirnya."Kumohon ...," gumam Arya lirih.Arya menatap Bayu dengan mata memelas. Bayu sangat menikmati momen itu. Bayangkan saja seorang presiden direktur arogan yang selalu mendominasi kini bergantung padanya karena perkara obat penawar dan takut ditinggal istri tidur sendiri malam ini. Bayu yakin jika Kiria tahu kebenarannya, pasti akan pindah ke kamar lain untuk sementara.Kiria menggerakkan tangan di depan wajah Bayu. "Yu, Bayu? Tadi, kamu mau ngomong apa? Kenapa obat penawar afrodisiaka ini-"Bayu menepuk kening. "Ah, ya, kau benar Kiria. Sepertinya, aku salah liat. Kemasannya sedikit mirip." Dia mengambil kembali obat dari Kiria dan memberikan obat nyeri dengan kemasan mirip.Kiria terkekeh. "Untung saja, aku memeriksa

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 90

    Brak!Kiria membuka mata. Dia memang sempat terpejam karena terlalu tegang. Namun, bunyi keras membuatnya tersentak."Arya!"Kiria keluar dari bathub dan dengan cepat menutupi tubuh dengan handuk. Dia menghampiri Arya yang tergeletak di lantai porselen. Lelaki itu tampak memegangi handuk pinggangnya sambil meringis."Ya ampun, kamu kenapa? Kamu baik-baik saja?" cecar Kiria."Lantainya licin, aku terpeleset," sahut Arya. Dia mencoba memijat panggul dan kakinya. "Padahal, kamar mandi selalu dibersihkan setiap hari, kenapa bisa licin," keluhnya.Kiria melihat aliran sabun bekas tumpahan dari bathub di lantai. Jatuhnya Arya jelas karena kelalaiannya. Dia cepat menghilangkan bukti, mengambil diam-diam keset di luar kamar mandi dan mengelap bekas sabun itu. Untunglah, Arya yang kesakitan tak melihat."Itu karena karma. Kamu mau mengusiliku," ketus Kiria mencoba mengalihkan perhatian Arya sementara dia melempar keset kembali ke luar kamar mandi."Bukan usil, aku serius mau menagih hakku," se

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 89

    "Itu ... hanya kesalahanpahaman Arya.""Kesalahpahaman? Sepertinya, tidak sesederhana itu."Tatapan Arya masih tampak menusuk, seperti membongkar kebohongan. Untunglah, Kiria masih mampu mengendalikan ekspresi. Pengamalan menghadapi Kanania yang dulu membuatnya lebih terampil dalam bersandiwara."Benar-benar kesalahpahaman, Arya. Tadi, aku masuk ke dapur diam-diam karena tidak ingin membangunkan yang lain. Ternyata, aku malah bikin kaget Mbok Darmi dan Menik yang lagi bersihin dapur. Aku cuma hampir ditabok pakai panci karena dikira maling," jelas Kiria sambil menunjuk panci yang tergeletak di meja.Beruntung sekali, tadi Menik memang sedang mengeringkan panci. Kiria pun bisa menjadikannya alibi. Arya menyipitkan mata. Kecurigaannya jelas masih terpancar.Kiria cepat mengambil tindakan memeluk lengan Arya. Mendapat dekapan mesra, wajah sang suami pun melunak. Kewaspadaan tampak menurun drastis."Sudahlah, Arya, ayo kita ke kamar dan istirahat. Badanku juga sudah lengket harus cepat ma

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 88

    Viola menjerit, lalu menutup wajahnya dengan telapak tangan. Amarah menyeruak dalam dada. Bagaimana tidak? Saat dia membuka pintu, pemandangan dalam kamar membuat hati terbakar api cemburu."Kenapa, Vio? Kamu baik-baik saja?" tanya Satya sambil ikut melongok ke kamar.Wajah Satya seketika memerah. Dia memalingkan wajah. Sementara itu, Kiria yang tengah duduk di punggung Arya sambil memijat bahunya menoleh. Keningnya berkerut melihat raut wajah Satya dan Viola."Ada apa dengan mereka? Seperti habis melihat adegan vul-" Kiria tersentak. "Sial*n!" umpatnya.Dia cepat-cepat turun dari punggung Arya yang hanya mengenakan celana pendek itu. Jika tidak tahu kondisi sebenarnya, adegan memijat bahu terkilir itu akan terlihat begitu sensual. Kiria mengacak-acak rambutnya sendiri."Anu ... maaf, Kak, kami menganggu," tutur Satya dengan canggung."Ya, sangat menganggu," ketus Arya menambah kesalahpahaman, membuat Kiria seketika memelototinya."Maaf, Kak, kami benar-benar tidak sengaja," sahut Sat

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 87

    "Astaghfirullah!"Tolong! Cepat tolong perempuan itu!""Panggil ambulans! Cepat! Telpon ambulans!"Jeritan panik bersahutan. Kanania bahkan nekat hendak ikut melompat. Beruntung, salah seorang pelayan kafe sempat memeganginya. Adapun Cantika terlalu syok, langsung jatuh pingsan dan tergeletak di lantai kafe. Pengawalnya yang mengawasi sedari tadi segera membawa gadis itu pergi.Sementara itu, Kiria yang menjadi pusat perhatian melakukan salto di udara dua kali. Dia berpijak sebentar pada pembatas balkon di lantai dua. Kemudian, Kiria berputar dengan cantik, sebelum mendarat mulus ...."Aduh!""Arggh!"Erangan dari suara-suara familiar membuat Kiria tersentak. Seharusnya, dia mendarat di semak yang lembut. Namun, kakinya terasa menginjak sesuatu yang keras, seperti tubuh berotot. Kiria mengalihkan pandangan ke arah kanan bawah dan seketika terbelalak."Arya? Bukannya kamu di luar kota? Kenapa malah tiduran di semak? Jadi, keinjak, 'kan?" Kiria menoleh lagi ke kiri bawah. "Pak Raka? And

  • Dari Racun Jadi Istri Presdir Tampan   Bagian 86

    Pagi itu, Kiria menikmati menu baru di kafe langganan bersama Kanania. Sang adik tiba-tiba mengajak bertemu. Kebetulan, akhir pekan ini Arya tengah ke luar kota, jadi Kiria bisa pergi ke mana saja tanpa diekori. "Bukannya kamu lagi sibuk syuting, Nia? Tumben banget ngajak ketemu.""Syuting dekat sini, take buat akun udah selesai kok, Kak." Kanania bersandar di bahu Kiria. "Sejak Kakak nikah, kita, kan, jadi enggak bisa ketemu tiap hari. Aku kangen tau," rengeknya.Kiria terkekeh. Dia mencubit pipi sang adik dengan gemas. Kanania berpura-pura mengerutkan bibir, padahal jelas sekali matanya memancarkan kebahagiaan. "Kapan lagi coba kakak ipar cemburuan itu tidak menganggu waktuku bersama Kak Ria?" gumamnya dalam hati. Kanania pun memanfaatkan kesempatan itu untuk bermanja-manja pada Kiria. Banyak hal diceritakannya, tentang karir yang semakin membaik, ketegasan Raka pada Atasya yang menyebabkan perang dingin Keluarga Respati dan Keluarga Rahardja. Tak lupa pula Kanania menanyakan pek

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status