Share

Bab 2

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2025-07-09 00:16:18

"Mama dan papa salah mengambil keputusan," ucap Rey membuat Lila tampak kecewa, wanita yang sudah bersemangat mengambil hati Rey pun tertunduk.

Rey melemparkan ponselnya ke sofa, wajahnya memerah antara emosi atau malu, itu hanya hati Rey yang tahu.

"Apa-apaan ini, Ma? Pa?" suaranya meninggi, menatap kedua orang tuanya yang duduk di ruang tamu dengan wajah datar. "Menikah?! Sama Lila?!"

Ibunya menatap Rey dengan tenang. “Kami hanya ingin yang terbaik untukmu, Rey. Lila anak yang baik, dan kalian sudah berteman sejak kecil.”

“Itu dia masalahnya!” Rey menggeram. “Kami sahabat, bukan pasangan. Kami nggak punya rasa apa-apa!”

Burhan ikut bersuara. “Kamu selalu sibuk dengan kerjaan, lalu bucin pada April, dan putus asa karena wanita itu juga. Kami khawatir. Lila sudah setuju. Kalian punya waktu satu bulan. Kenali lebih dalam, coba jalani dulu.”

Rey menggeleng keras. “Kalian memperlakukan pernikahan seperti proyek kerja. Ini hidup aku!”

Tadinya Rey tampak bahagia saat bertemu dengan Lila, dia juga senang saat orang tuanya memberikan usul untuk menikahinya. Tapi, tiba-tiba goyah lagi hanya karena terlalu mendadak dan cepat. Ia merasa tidak diberikan kesempatan untuk menguraikan pendapatnya tentang Lila.

"Mungkin Rey butuh waktu, Om, Tante," celetuk Lila.

Burhan dan Syahma terdiam. Ia merasa sungkan pada Lila.

"Kami suruh sopir untuk antar kamu, ya!" Lalu Syahma menghubungi sopirnya.

---

Sejak itu, Rey justru merasa bersalah pada Lila, ia merasa telah menyakiti sahabatnya itu. Akhirnya Rey menghubungi Lila dan memintanya datang ke sebuah cafe.

Lila menemuinya di sebuah kafe kecil, masih seperti biasa, senyum lembut, mata teduh, dan sikap yang selalu membuat Rey nyaman untuk bercerita. Mungkin itu sebabnya mereka berteman begitu lama.

“Aku enggak maksa,” kata Lila sambil mengaduk kopinya. “Aku juga kaget waktu orang tuamu bilang. Tapi, kalau memang ada kesempatan, kenapa enggak dicoba? Tujuanku baik, menghilangkan nama April dari memory kamu," imbuh Lila membuat Rey menoleh.

Rey menghela napas. “Aku takut ini menghancurkan persahabatan kita. Kamu tahu aku enggak percaya perjodohan.”

Lila menatapnya, tersenyum kecil. “Ya, seandainya kamu tidak terlalu over terhadap April, orang tuamu tidak akan sekhawatir itu. Kamu boleh tidak percaya perjodohan, tapi mungkin hidup bukan tentang apa yang kita yakini. Kadang, kita harus buka hati buat hal yang nggak kita rencanakan.”

Rey tak menjawab. Hatinya campur aduk. Lila adalah orang yang bisa ia percaya, tapi bukan seseorang yang pernah ia bayangkan sebagai pasangan.

"Jadi, kamu mau ikutin alur atau berusaha ingat masa lalu terus menerus?" tanya Lila mengejutkan Rey.

"Ya nggak gitu juga, kan butuh waktu untuk mengubur cinta yang terlanjur besar," timpal Rey.

"Sebenarnya kalau sudah dikubur, kamu tinggal doakan aja, Rey," ejek Lila kembali ke setelan awal, ia suka becanda dengan gayanya yang tomboy.

"Hm, sifat asli kamu tetap Lila yang dulu ya," tambah Rey.

Lila terdiam, seketika ia kembali menjaga image-nya.

---

Hari demi hari berlalu. Mereka pergi makan malam, menonton film, bahkan pergi ke pantai seperti dulu. Tapi meski Rey nyaman, perasaan itu tak kunjung berubah menjadi cinta.

Hingga suatu sore, semuanya berubah.

Rey baru keluar dari kantor saat seseorang memanggil namanya.

"Rey!"

Suara itu … tak asing. Pelan-pelan ia menoleh.

April.

Ia berdiri beberapa langkah darinya, rambut panjangnya diikat sederhana, senyum tipis di wajahnya. April. Mantan yang dulu meninggalkannya tanpa banyak penjelasan. Satu-satunya wanita yang pernah membuat Rey berpikir serius tentang masa depan.

April berjalan ke arah Rey dan menghampirinya.

"Aku enggak tahu harus mulai dari mana," kata April saat mereka duduk di bangku taman. "Tapi aku kembali. Dan aku pengin bicara… pengin memperbaiki semuanya."

Rey menatap wanita itu lama. Luka lama yang nyaris sembuh kembali terbuka. “Kenapa sekarang?”

April menunduk. “Waktu itu aku takut, Rey. Takut kehilangan diriku sendiri. Aku pergi karena aku nggak tahu cara mencintaimu tanpa kehilangan diriku. Tapi aku sudah berubah.”

Rey merasa jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Kenangan-kenangan mereka datang bertubi-tubi. Dan untuk pertama kalinya sejak "pendekatan" itu dimulai, hatinya bergetar lagi.

---

Lila tahu.

Entah bagaimana, ia tahu April telah kembali.

"Aku nggak marah," kata Lila malam itu. “Aku tahu kamu belum sepenuhnya di sini. Dan kalau April kembali, kamu harus tahu apa yang kamu rasakan. Aku nggak mau kamu menjalani hubungan ini karena terpaksa.”

Rey merasa bersalah, tapi juga lega.

"Lila, kamu selalu terlalu baik."

Lila tersenyum getir. “Mungkin. Tapi aku juga perempuan yang tahu kapan harus mundur. Kalau memang hatimu masih milik orang lain, kamu harus jujur. Pada dirimu sendiri. Dan padaku.”

---

Tiga minggu telah berlalu. Rey berada di persimpangan yang membingungkan. Bersama April, ia merasakan kembali apa itu cinta. Tapi kenangan tentang pengkhianatan dan ketidakhadiran membuatnya ragu.

Sementara Lila … Lila adalah kenyamanan, stabilitas, tempat ia bisa bernafas. Tapi tanpa getaran itu. Tanpa gejolak yang membuat hati berdebar.

Di malam terakhir bulan itu, Rey duduk sendiri di balkon rumahnya. Ia memandangi langit yang mendung, seperti hatinya.

Orang tuanya memintanya membuat keputusan besok. Tapi tidak ada pilihan yang terasa benar.

Sampai sebuah pesan masuk ke ponselnya.

Dari Lila.

> “Rey, terima kasih sudah mencoba. Aku tahu kamu bingung. Tapi aku rasa, kadang kita nggak perlu memilih siapa yang paling mencintai kita. Kita harus memilih siapa yang hatinya paling bisa kita jaga. Jangan pilih aku, kalau itu cuma karena kamu takut sendirian.”

---

Keesokan harinya, Rey mengumpulkan orang tuanya.

“Aku nggak akan menikah dalam waktu dekat,” katanya tegas. “Aku butuh waktu. Untuk mengenal kembali diriku, perasaanku. April kembali, dan aku juga butuh bicara dengannya. Tapi bukan berarti aku akan kembali padanya. Aku juga belum tahu. Yang pasti, aku enggak mau menikah karena dorongan atau ketakutan.”

Burhan membuka mulut, tapi Syahma lebih dulu angkat tangan. “Kami mengerti, Rey. Mungkin kami terlalu memaksa. Tapi, kamu harus ingat bagaimana April menyakitimu hingga sempat putus asa.”

Rey mengangguk. “Aku paham, itu yang juga aku pikirkan. Pokoknya aku sayang kalian. Tapi kali ini, biarkan aku yang menentukan hidupku.”

---

April duduk di kafe yang sama seperti dulu, tempat mereka sering bertemu. Rey duduk di hadapannya.

“Jadi?” tanya April, gugup.

Rey tersenyum. “Aku belum bisa janji apa-apa. Tapi aku ingin mulai dari awal. Kalau kamu bersedia ... temani aku kenal diriku lagi.”

April mengangguk, matanya berkaca-kaca. Namun, itu hanya pura-pura, ia hanya memainkan drama.

"Jadi, kita jadian lagi kan?" tanya April.

Rey menatapnya kembali.

"Ya, tapi dengan satu syarat, aku diperbolehkan melihat semua isi ponsel kamu," pinta Rey yang ternyata sudah cukup pintar, ia tidak percaya begitu saja ucapan April.

Mata April seketika membuka lebar. Ia bingung bagaimana caranya menolak permintaan Rey, sebab, jika ponselnya dijelajahi oleh Rey, maka sandiwaranya akan terbongkar olehnya.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 46 Ending

    "Udah, Rey, jangan mikir macam-macam, sekarang kita ngopi yuk di cafe, ngobrol antara lelaki!" ajak Raka.Rey terdiam, matanya menuju tempat Lila duduk manis. Kemudian kerlingan mata Lila menandakan izin untuk Rey."Baiklah, aku siap-siap dulu," timpal Rey.Mereka pergi berdua dengan menggunakan mobil. Semuanya berjalan seperti biasa, ngobrol dan bercanda.Namun, Rey mulai merasa ada yang ganjil ketika Raka tidak berbelok ke jalan menuju kafe yang mereka bicarakan. Sebaliknya, Raka memacu mobilnya ke arah pinggiran kota dan agak sepi."Raka, kita mau ke mana, sih? Ini bukan jalan ke kafe yang lo bilang," tanya Rey, sedikit cemas. Ia menoleh ke luar jendela, jalanan semakin gelap dan lengang.Raka tersenyum, tapi senyum itu tidak sampai ke matanya. "Tenang, Rey. Tempatnya lebih bagus dari kafe biasa. Sedikit jauh memang, tapi kamu pasti suka suasananya."Rey mencoba menepis firasat buruknya. Mungkin Raka ingin memberinya kejutan. Ia kembali menyandarkan diri di jok, meskipun kecemasan

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 45

    “Aku bertemu dengan Ferdy dan April,” ujar Rey nyaris berbisik."Apa mereka menyakiti kamu lagi?" tanya Lila penasaran. Kemudian Lila meletakkan bayi mereka yang sudah tertidur."Aku boleh duduk dekat kamu? Di samping kamu persis," kata Rey.Lila yang baru saja melahirkan itu spontan memeluknya.Rey membalas pelukan itu erat-erat. Ia mencari kata-kata, tapi tenggorokannya tercekat. Sudah bertahun-tahun ia menyimpan rahasia, luka lama yang ia tutupi rapat-rapat, bahkan dari Lila, belahan jiwanya. Malam ini, tirai itu harus dibuka. Ternyata sebenarnya Rey sudah mengetahui perbuatan Ferdy terhadap keluarga sang istri, tapi ia berusaha menutupi karena khawatir Ferdy tambah dendam pada Lila.“Aku… aku harus memberitahumu sesuatu, Sayang,” kata Rey, suaranya sedikit bergetar. Ia menarik kursi di meja makan dan duduk, tangannya mengacak-acak rambutnya sendiri. "Ferdy yang telah merencanakan kecelakaan pada ibumu," terang Rey.Lila segera menyadari keseriusan situasi. Ia duduk di seberang Rey

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 44

    "Lila!" Rey membangunkan istrinya karena mengigau seperti orang ketakutan.Ternyata Lila ketiduran, ia bermimpi didatangi oleh April. Dalam mimpinya ia sangat ketakutan, Rey pun spontan memeluknya."Hidup macam apa ini, Rey? Berawal dari ingin membantu kamu melupakan wanita yang sangat kamu cintai, kini malah aku yang tersiksa," keluh Lila sambil menutup wajahnya.Rey mengelus rambut sang istri."Maafin aku ya, hidupmu jadi berantakan gara-gara aku," kata Rey menenangkan.Lila pun menangis terharu."Maafin aku, Rey, jadi ngeluh, harusnya nggak boleh gitu," timpal Lila. Ia membalas pelukan sang suami.Mungkin ini takdir, mungkin juga mereka dipersatukan karena memiliki musuh yang sama, meski Lila tidak menikah dengan Rey pun Ferdy akan tetap memusuhinya karena masalah keluarga.-------Beberapa bulan kemudian, di mana ketenangan sudah mulai dirasakan oleh Lila dan Rey, mereka benar-benar sudah tidak lagi mengalami gangguan dari orang yang sering menerornya.Saat itu, udara malam Semara

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 43

    "Nggak ada, Lila sayangku, kita aman di sini, yang jagain juga kompeten, mereka orang pilihan papa," kata Rey meyakinkan.Lila tersenyum.Padahal sebelumnya, beberapa hari lalu ada yang mengirimkan paket berisi teror, namun para bodyguard sudah mengamankan lebih dulu dan hanya melaporkan pada Rey, mereka sangat menjaga kondisi kehamilan Lila."Sebaiknya kita periksakan kehamilan kamu, kita harus rutin meski sudah pindah ke Semarang, aku ada dokter spesialis kandungan rekomended di daerah sini," ungkap Rey.Lila pun setuju dengan usul suaminya itu.________Lila memegang erat tangan Rey saat mereka melangkah masuk ke lobi rumah sakit di Semarang itu. Udara pagi yang cerah menyambut mereka, dan di dalam hati keduanya, ada gelombang kebahagiaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Ini adalah hari yang sangat mereka nantikan—hari pemeriksaan kandungan Lila yang kedua puluh delapan minggu. Janin di dalam rahimnya tumbuh dengan baik, dan mereka berdua tak sabar ingin mendengar kabar bai

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 42

    "Aku rasa ini bukan April," terang Rey mencoba menenangkan Lila."Tapi chatnya menunjukkan rasa sakit hati," timpal Lila."Nggak mungkin orang yang sakit hati sudah lama, tiba-tiba chat mengungkit kembali, kan kita juga udah tahu tentang perasaan dia, feelingku bukan April," ungkap Rey.Lila terdiam. "Ya udah kamu blok aja nomornya!" suruh Lila.Rey pun mengindahkan perintah sang istri.Tidak lama kemudian, bodyguard mengetuk pintu, Rey pun menemui mereka. Keduanya menanyakan perihal pindah lokasi yang telah direncanakan, mereka tidak tinggal di hotel lagi."Bapak udah selesai mengemasi barang-barangnya? Biar saya bantu jika belum selesai," kata salah satunya."Sudah, tinggal angkut," timpal Rey. "Tapi, apa kalian sudah pastikan tempat tersebut aman untuk istri saya? Rumahnya ber AC kan?" Pertanyaan Rey membuat para bodyguard tersenyum."Tentu, Pak, kami jamin aman dan nyaman untuk Bu Lila," jawabnya sambil mengangguk."Ya udah, bawakan tas kami ke mobil yang kalian sewa!" perintah Re

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 41

    Perjalanan ke Semarang juga bukan tujuan awal. Mereka mengubah haluan, yang tadinya mau menenangkan diri ke arah Bandung saja, tapi berbelok ke arah Jawa Tengah. Itu pun tujuan awalnya adalah bentuk "pembebasan" dari pengawasan orang yang entah belum diketahui. Namun, kini keberadaan Raka mulai terasa mengganggu. Pesan-pesannya tidak berhenti bahkan setelah Rey hanya membalas seadanya atau mengabaikannya sepenuhnya. Bahkan malam sebelumnya, Raka mengirim pesan kembali."Rey, bales lah, ini tentang kerjaan kok, kita kan ada kerja sama," tulis Raka kembali. Padahal pesan sebelumnya juga tidak dibalas oleh Rey."Aku ingat, Raka pernah bilang dia bisa 'lacak siapa pun dari hape-nya'," kata Rey pada Lila.Lila tampak terkejut. “Kamu pikir, dia pakai itu sekarang?”“Mungkin. Kalau dia benar-benar pasang sesuatu ke aku... atau, bisa jadi, dia nyuruh orang buat ngawasin aku.”Lila langsung menggenggam tangan Rey. “Kita harus cari tahu.”______Malam itu, di kamar penginapan kecil mereka di S

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status