Share

Bab 3

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2025-07-10 00:37:48

"Sudah kuduga, kamu keberatan dengan hal ini," kata Rey penuh sorot.

"Nggak begitu, Rey, silakan kamu mau cek semua ponselku, aku tidak keberatan, tapi besok ya," jawabnya. "Hm, sekarang aku ada janji," tambah April sambil melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

Rey semakin yakin bahwa April menghindar. Ia bangkit dari duduknya.

"Sekarang aku yakin, kamu bukan yang terbaik, nyesel aku sudah menangisi kamu, bahkan pernah nyaris mengakhiri hidupku, ternyata kamu tidak mencintaiku tulus," ujar Rey lembut tapi penuh penekanan.

April berdecak kesal sambil menggelengkan kepalanya. "Kamu yang nggak tulus, kalau tulus seharusnya nggak perlu seperti itu, percaya aja sama pasangan," elak April.

Namun, Rey justru pergi meninggalkan April sendirian. Ia bergegas pulang untuk mencari tahu tempat tinggal Lila saat ini.

_______

Langit senja tampak muram ketika Rey memandangi cangkir kopi yang sudah mendingin di genggamannya. Hiruk-pikuk kafe di sudut Jakarta Selatan itu kontras dengan pikirannya yang penuh gelisah. Di hadapannya duduk seorang wanita berambut panjang dengan senyum yang dulu selalu membuat Rey nyaman, Lila.

"Jadi ... ini artinya kamu ingin melanjutkan hubungan dengan April?" tanya Lila sambil memutar sendok yang ada di cangkir kopinya.

Rey mengangkat pandangannya.

"Awalnya seperti itu," jawabnya.

Lila mengerutkan kening. 'Rey seperti menganggapku pelarian, aku tidak menyukai hal ini,' batin Lila sambil menatap Rey.

"Maksud kamu?" tanya Lila.

Rey tidak menjawab. Ia hanya tersenyum kecil, lalu melirik jam tangannya.

“Aku antar kamu pulang ya, biar tahu rumah kamu, nanya Mama dan papaku, ternyata mereka juga nggak tahu, katanya ketemu kamu selalu di kafe."

Lila menatapnya dengan dahi berkerut. Lila merasa Rey tidak sungguh-sungguh. Kini perasaannya malah ragu. Tapi, meski begitu, ia bersedia diantar oleh Rey sampai ke rumah.

_____

Beberapa minggu sebelumnya, Rey mendapatkan tekanan dari orang tuanya untuk segera menikah. Awalnya karena orang tuanya tidak ingin melihat anaknya frustasi karena putus cinta, tapi belakangan mereka juga berpikir bahwa Rey bukan lagi pemuda yang bisa bermain-main dengan waktu. Usianya sudah mendekati kepala tiga, dan ayahnya, seorang pengusaha sukses yang dikenal disiplin, telah menjodohkannya dengan seorang wanita bernama Lila.

Awalnya Rey menolak. Ia merasa belum siap. Karena khawatir Lila terpaksa. Namun, pertemuannya dengan Lila membuyarkan semua keraguan. Lila adalah sosok yang tenang, dewasa, dan mengerti arah hidupnya. Bersamanya, Rey merasa seperti pulang. Namun, bayang-bayang masa lalu datang tanpa diundang. April, mantan kekasihnya yang pernah meninggalkannya demi seorang pria itupun kembali. Dan, seperti ingin menguji takdir, Rey mengatur pertemuan dengan April. Bukan karena ia masih mencintainya, tapi karena ingin memastikan bahwa keputusan memilih Lila adalah benar.

Setelah beberapa pertemuan, Rey menyadari satu hal—April belum berubah. Masih egois, masih menuntut, dan masih menganggap Rey sebagai pelengkap, bukan pendamping. Sementara Lila, meski sudah lama tak bertemu, ia menunjukkan kesabaran yang luar biasa bahkan ketika Rey mulai bersikap menjauh saat April datang.

Satu malam, Rey berdiri di depan balkon apartemennya, menatap langit yang kelabu. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi papanya.

"Pah ... aku setuju. Aku ingin menikahi Lila. Secepatnya."

Terdengar keheningan di ujung sana, sebelum akhirnya suara berat papanya menyahut penuh haru, "Kau telah membuat keputusan yang bijak, Rey. Tapi ... sepertinya kau terlambat."

Dada Rey mencelos. "Maksudnya?"

"Lila merasa disakiti karena tahu kau kembali bertemu dengan April. Dia pikir kau masih mencintainya. Hari ini dia kembali ke luar kota."

Rey menahan napas. "Tidak... tidak mungkin. Tadi kami bertemu di kafe, bahkan aku antar Lila ke rumahnya," jawab Rey.

Burhan menghela napas. “Pertemuanmu dengan April itu terlalu berisiko, Rey. Tidak semua orang bisa dipermainkan, Lila merasa kamu mempermainkan hatinya.”

________

Tanpa pikir panjang, Rey mengambil kunci mobil dan melesat menuju rumah Lila. Sepanjang jalan, hatinya dipenuhi penyesalan. Mengapa ia tidak jujur dari awal? Mengapa ia membiarkan Lila terluka tanpa penjelasan?

Sesampainya di kompleks mewah tempat Lila tinggal, Rey langsung menghampiri pos satpam.

“Pak, Lila ada?” tanyanya terburu-buru.

Satpam mengenalnya dan menjawab dengan anggukan pelan. “Maaf, Pak. Mbak Lila baru saja berangkat. Katanya naik mobil ke Bandara."

Tanpa berkata-kata lagi, Rey kembali ke mobil dan memacu gas. Ia menghubungi ponsel Lila, tapi tak ada jawaban berkali-kali.

"Halo, Lila, angkat dong ... tolong ..." desisnya sambil menggenggam setir erat-erat.

Langit mulai gelap. Hujan rintik-rintik turun. Jakarta macet seperti biasa, seolah ikut menahan Rey dari memperbaiki kesalahan.

_______

Setelah perjuangan melewati kemacetan dan hampir menerobos lampu merah, Rey akhirnya sampai di Bandara. Ia berlari, tapi rasanya sulit menemukan Lila di bandara yang sangat luas.

“LILA!” teriak Rey dari kejauhan.

Lila menoleh. Tatapannya bingung, lalu berubah menjadi dingin saat Rey mendekat.

“Ngapain kamu ke sini?” tanyanya datar.

Rey terdiam sesaat, lalu menunduk. “Aku bodoh. Aku hanya ingin memastikan... bahwa kamu yang terbaik. Tapi aku salah, karena aku justru menyakiti orang yang paling tulus mencintaiku.”

“Dengan kembali ke mantanmu?” Lila menatap tajam.

Rey menggeleng. “Tidak. Kan aku bilang hanya mengujimu. Aku ingin tahu siapa yang tetap tinggal ketika aku tidak sempurna. Dan kamu, Lila... kamu tetap di situ. Tapi aku malah menyakitimu.”

Lila terdiam.

“Aku sudah lelah, Rey. Aku capek cinta sendirian. Kalau kamu yakin, kenapa perlu menguji?”

Rey menatapnya. “Karena aku manusia, Lila. Aku takut salah. Tapi sekarang aku tahu. Aku memilih kamu. Nikah hari ini pun aku mau," ujarnya.

Lila menatap mata Rey dalam-dalam. Ada luka, ada ragu, tapi juga ada cinta.

"Aku takut kamu memilihku karena pelarian, April tidak jujur kan? Makanya kamu pilih aku, lantas kalau April jujur, pasti kamu buang aku. Untuk itu, aku butuh kamu membuktikan bahwa kamu pantas berdiri di sisiku, bukan di belakangku."

"Kira-kira, apa yang kamu pinta untuk membuktikan keseriusan aku, Lila?" tanya Rey sekali lagi.

Lila tersenyum, karena ia sudah bersekongkol dengan kedua orang tuanya tentang keseriusan Rey. Di ujung sana, Burhan dan Syahma menyusul Rey yang menghampiri Lila.

"Aku minta nikahi aku sekarang juga, Rey. Aku ke Bandara bukan untuk pergi, tapi untuk menjemput orang tua dan pamanku yang akan menjadi wali pengganti almarhum papa," timpal Lila.

Rey tertegun. Namun, suara Burhan dan Syahma mengejutkannya.

"Ya, kalian akan menikah malam ini juga, resepsi bisa diatur menyusul," kata Burhan penuh senyum saat datang menghampiri anaknya.

Namun, mendadak Lila mendapatkan panggilan telepon dari seseorang.

"Halo," ucap Lila duluan.

"Kalau kamu ingin Mama dan pamanmu selamat, jauhi Rey," ucap seseorang di ujung telepon.

"Halo, siapa ini? Halo!"

Telepon terputus.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 39

    "Nggak bisa dihubungi, nggak aktif," ucap Rey."Aku juga udah sering nyoba, emang nggak aktif," timpal Lila putus asa.Rey duduk kembali dengan pandangan kosong menatap layar ponselnya. Matanya menelusuri setiap digit nomor yang telah ia simpan, namun yang muncul hanya satu pesan singkat, “Nomor yang Anda tuju tidak aktif.” Hatinya berdebar tak menentu. Ia baru saja mencoba menghubungi Ferdy lagi, sepupunya Lila yang pernah ketahuan menerornya.Lila ke arah dapur, ia menuangkan teh ke cangkir, lalu masuk ke ruang tamu kembali dengan membawa secangkir teh hangat. Ia duduk di samping Rey dan meletakkan cangkir itu di meja kecil. “Masih coba menghubungi Ferdy, ya?” tanyanya dengan suara lembut.Rey mengangguk pelan, lalu menatap mata Lila. “Iya, tapi nomornya masih nggak aktif. Aku nggak tahu harus gimana.”Lila menatap Rey dengan penuh perhatian. “Kamu merasa ada sesuatu yang disembunyikan Ferdy lagi, ya?”“Ya,” jawab Rey tegas. “Ferdy ini problematik.”------Rey memutuskan untuk pergi

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 38

    “Kenapa kamu datang sekarang?” tanya Lila dengan suara bergetar.Raka menatap mereka dalam-dalam. “Karena ada sesuatu yang belum selesai. Sesuatu yang akan mengubah hidup kalian.”Ketegangan memenuhi ruangan itu. Rey menggenggam tangan Lila erat-erat, siap menghadapi apa pun yang akan datang.Namun tiba-tiba perawat lain datang dengan beberapa petugas keamanan. “Pak Raka, kami harus minta Anda ikut ke ruang lain untuk diperiksa lebih lanjut.”Raka tersenyum samar, “Kalau begitu, sampai ketemu lagi, Lila, Rey.”Dengan langkah tenang, ia mengikuti petugas keluar ruangan, meninggalkan Lila dan Rey dalam kebingungan dan kecemasan.Hari itu, mereka tahu bahwa masa lalu yang sudah lama mereka kubur belum benar-benar pergi. Tapi kali ini, mereka berjanji untuk menghadapi semuanya bersama, apapun yang terjadi.-------Nama itu, Raka, menggema di benaknya. Dulu, saat SMA, nama itu bukan sesuatu yang mencolok. Biasa saja. Raka bukan tipe populer, bukan pula anak bermasalah. Dia ada, tapi nyaris

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 37

    Suster dan petugas yang melihat kondisi April langsung bergegas menghampirinya. Mereka meminta Lila untuk tidak melanjutkan pertanyaannya dan membiarkan April istirahat.Akhirnya Lila dan Rey pulang dengan tangan kosong. Sebab, kondisi kejiwaan April semakin parah.-------Sejak itu, malam ketika Lila dan Rey memutuskan untuk terakhir kalinya menyebut nama April dan Ferdy. Sejak saat itu pula, tidak ada lagi suara aneh di malam hari. Tidak ada lagi bayangan hitam di sudut mata, tidak ada lagi teror yang menyerang keluarga Lila dan Rey. Semua itu lenyap, seperti kabut pagi yang tersapu sinar matahari.Lila duduk di beranda rumahnya, menyesap teh hangat sambil memandangi halaman yang mulai ditumbuhi rerumputan segar. Rey datang membawa dua pot kecil tanaman lavender yang baru dibelinya dari pasar pagi.“Buat di jendela kamar ya, biar makin harum,” kata Rey sambil tersenyum.Lila mengangguk. Senyumnya masih hati-hati, tapi sudah jauh lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Mereka tahu, mer

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 36

    "Nanti aku ingat ya, sekarang kita istirahat dulu," ucap Lila yang sudah mencoba mengingat-ingat namun belum menemukan apa yang sebenarnya menjadi ambisi Ferdy untuk membalas dendam.Rey pun mengangguk tanda bersedia. Keduanya mencoba melupakan apa yang terjadi hari ini dan kemarin. Yang terpenting, Ferdy bilang teror dihentikan untuk sementara waktu.-------Lila duduk di sofa ruang tamu, tangannya menggenggam secangkir teh hangat. Di depannya, Rey, suaminya, menatap penuh perhatian. Pagi itu, di bawah lampu yang sudah padam, Lila merasa waktu tepat untuk membuka cerita yang baru diingatnya semalam."Rey," kata Lila dengan suara lembut, "Aku ingin cerita sesuatu tentang keluargaku, tentang ayahku, Ferdy."Rey mengangguk, memberi isyarat agar Lila melanjutkan. Wajahnya serius, seolah tahu cerita ini penting."Kamu sudah ingat ya?" tanya Rey.Lila gantian mengangguk."Dulu, waktu ayahku meninggal, aku baru sadar sesuatu yang aku lupakan selama ini," Lila mulai bercerita. "Orang tuanya

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 35

    "Saya bicara sesungguhnya, bahkan saya ini adalah orang bayaran April yang disuruh membunuh kedua orang tuanya Ferdy," terangnya.Rey dan Lila saling beradu pandang, mereka mencerna ucapan pria itu."Terus kenapa kamu meneror saya?" tanya Lila."Disuruh April," jawabnya."Nggak mungkin, April pernah ke sini untuk kerjasama dengan kami, dia malah ingin membantu menemukan siapa yang meneror kami," jawab Lila.Hening, mereka menghentikan sebentar dan memilih menjauh dari pria itu.Hujan turun deras malam itu. Kilatan petir sesekali menerangi langit kota. Rey berdiri menatap pria yang terikat di hadapannya. Pria itu mengenakan jaket kulit hitam yang kini basah dan kotor, wajahnya penuh lebam, namun tatapannya tetap tajam, penuh kebencian."Siapa yang menyuruhmu meneror kami?" tanya Rey untuk kesekian kalinya, suaranya tenang namun dingin.Pria itu mengerang, tapi tidak menjawab. Dari balik bayangan, Lila menatap dengan wajah cemas. Teror yang mereka alami selama beberapa minggu terakhir b

  • Dari Sahabat jadi Mempelai   Bab 34

    "Kamu pergi aja! Aku malas!" April mendorong tubuh Lila. Namun, wanita yang tengah hamil itu tetap bersikeras mendekati April.April duduk di tepi tempat tidur, menatap ke luar jendela rumah sakit. Hujan deras membasahi kota, membuat lampu-lampu jalanan berpendar samar. Suara gemericik air seakan menambah sunyi yang sudah lama bersarang di hatinya. April menghela napas dalam. Ini saat yang paling tepat untuk membuka semua yang selama ini ia pendam. Tapi, ia masih takut dengan nama Ferdy.Air mata mulai menggenang di mata April. "Sebenarnya, selama ini aku hidup dalam ketakutan. Aku takut banget sama Ferdy."Mendengar nama itu, Lila terdiam. Tapi Lila penasaran dengan keterangan April. Meski kondisinya saat ini tengah mengalami gangguan jiwa, tapi Lila yakin bahwa April menyimpan sesuatu yang besar."Apa benar, kamu yang telah membunuh kedua orang tuanya Ferdy?" Lila memulai buka pertanyaan yang bersarang di kepalanya.April menoleh sambil menarik napas, mencoba menenangkan diri. Ia h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status