LOGIN"Sudah kuduga, kamu keberatan dengan hal ini," kata Rey penuh sorot.
"Nggak begitu, Rey, silakan kamu mau cek semua ponselku, aku tidak keberatan, tapi besok ya," jawabnya. "Hm, sekarang aku ada janji," tambah April sambil melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Rey semakin yakin bahwa April menghindar. Ia bangkit dari duduknya. "Sekarang aku yakin, kamu bukan yang terbaik, nyesel aku sudah menangisi kamu, bahkan pernah nyaris mengakhiri hidupku, ternyata kamu tidak mencintaiku tulus," ujar Rey lembut tapi penuh penekanan. April berdecak kesal sambil menggelengkan kepalanya. "Kamu yang nggak tulus, kalau tulus seharusnya nggak perlu seperti itu, percaya aja sama pasangan," elak April. Namun, Rey justru pergi meninggalkan April sendirian. Ia bergegas pulang untuk mencari tahu tempat tinggal Lila saat ini. _______ Langit senja tampak muram ketika Rey memandangi cangkir kopi yang sudah mendingin di genggamannya. Hiruk-pikuk kafe di sudut Jakarta Selatan itu kontras dengan pikirannya yang penuh gelisah. Di hadapannya duduk seorang wanita berambut panjang dengan senyum yang dulu selalu membuat Rey nyaman, Lila. "Jadi ... ini artinya kamu ingin melanjutkan hubungan dengan April?" tanya Lila sambil memutar sendok yang ada di cangkir kopinya. Rey mengangkat pandangannya. "Awalnya seperti itu," jawabnya. Lila mengerutkan kening. 'Rey seperti menganggapku pelarian, aku tidak menyukai hal ini,' batin Lila sambil menatap Rey. "Maksud kamu?" tanya Lila. Rey tidak menjawab. Ia hanya tersenyum kecil, lalu melirik jam tangannya. “Aku antar kamu pulang ya, biar tahu rumah kamu, nanya Mama dan papaku, ternyata mereka juga nggak tahu, katanya ketemu kamu selalu di kafe." Lila menatapnya dengan dahi berkerut. Lila merasa Rey tidak sungguh-sungguh. Kini perasaannya malah ragu. Tapi, meski begitu, ia bersedia diantar oleh Rey sampai ke rumah. _____ Beberapa minggu sebelumnya, Rey mendapatkan tekanan dari orang tuanya untuk segera menikah. Awalnya karena orang tuanya tidak ingin melihat anaknya frustasi karena putus cinta, tapi belakangan mereka juga berpikir bahwa Rey bukan lagi pemuda yang bisa bermain-main dengan waktu. Usianya sudah mendekati kepala tiga, dan ayahnya, seorang pengusaha sukses yang dikenal disiplin, telah menjodohkannya dengan seorang wanita bernama Lila. Awalnya Rey menolak. Ia merasa belum siap. Karena khawatir Lila terpaksa. Namun, pertemuannya dengan Lila membuyarkan semua keraguan. Lila adalah sosok yang tenang, dewasa, dan mengerti arah hidupnya. Bersamanya, Rey merasa seperti pulang. Namun, bayang-bayang masa lalu datang tanpa diundang. April, mantan kekasihnya yang pernah meninggalkannya demi seorang pria itupun kembali. Dan, seperti ingin menguji takdir, Rey mengatur pertemuan dengan April. Bukan karena ia masih mencintainya, tapi karena ingin memastikan bahwa keputusan memilih Lila adalah benar. Setelah beberapa pertemuan, Rey menyadari satu hal—April belum berubah. Masih egois, masih menuntut, dan masih menganggap Rey sebagai pelengkap, bukan pendamping. Sementara Lila, meski sudah lama tak bertemu, ia menunjukkan kesabaran yang luar biasa bahkan ketika Rey mulai bersikap menjauh saat April datang. Satu malam, Rey berdiri di depan balkon apartemennya, menatap langit yang kelabu. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi papanya. "Pah ... aku setuju. Aku ingin menikahi Lila. Secepatnya." Terdengar keheningan di ujung sana, sebelum akhirnya suara berat papanya menyahut penuh haru, "Kau telah membuat keputusan yang bijak, Rey. Tapi ... sepertinya kau terlambat." Dada Rey mencelos. "Maksudnya?" "Lila merasa disakiti karena tahu kau kembali bertemu dengan April. Dia pikir kau masih mencintainya. Hari ini dia kembali ke luar kota." Rey menahan napas. "Tidak... tidak mungkin. Tadi kami bertemu di kafe, bahkan aku antar Lila ke rumahnya," jawab Rey. Burhan menghela napas. “Pertemuanmu dengan April itu terlalu berisiko, Rey. Tidak semua orang bisa dipermainkan, Lila merasa kamu mempermainkan hatinya.” ________ Tanpa pikir panjang, Rey mengambil kunci mobil dan melesat menuju rumah Lila. Sepanjang jalan, hatinya dipenuhi penyesalan. Mengapa ia tidak jujur dari awal? Mengapa ia membiarkan Lila terluka tanpa penjelasan? Sesampainya di kompleks mewah tempat Lila tinggal, Rey langsung menghampiri pos satpam. “Pak, Lila ada?” tanyanya terburu-buru. Satpam mengenalnya dan menjawab dengan anggukan pelan. “Maaf, Pak. Mbak Lila baru saja berangkat. Katanya naik mobil ke Bandara." Tanpa berkata-kata lagi, Rey kembali ke mobil dan memacu gas. Ia menghubungi ponsel Lila, tapi tak ada jawaban berkali-kali. "Halo, Lila, angkat dong ... tolong ..." desisnya sambil menggenggam setir erat-erat. Langit mulai gelap. Hujan rintik-rintik turun. Jakarta macet seperti biasa, seolah ikut menahan Rey dari memperbaiki kesalahan. _______ Setelah perjuangan melewati kemacetan dan hampir menerobos lampu merah, Rey akhirnya sampai di Bandara. Ia berlari, tapi rasanya sulit menemukan Lila di bandara yang sangat luas. “LILA!” teriak Rey dari kejauhan. Lila menoleh. Tatapannya bingung, lalu berubah menjadi dingin saat Rey mendekat. “Ngapain kamu ke sini?” tanyanya datar. Rey terdiam sesaat, lalu menunduk. “Aku bodoh. Aku hanya ingin memastikan... bahwa kamu yang terbaik. Tapi aku salah, karena aku justru menyakiti orang yang paling tulus mencintaiku.” “Dengan kembali ke mantanmu?” Lila menatap tajam. Rey menggeleng. “Tidak. Kan aku bilang hanya mengujimu. Aku ingin tahu siapa yang tetap tinggal ketika aku tidak sempurna. Dan kamu, Lila... kamu tetap di situ. Tapi aku malah menyakitimu.” Lila terdiam. “Aku sudah lelah, Rey. Aku capek cinta sendirian. Kalau kamu yakin, kenapa perlu menguji?” Rey menatapnya. “Karena aku manusia, Lila. Aku takut salah. Tapi sekarang aku tahu. Aku memilih kamu. Nikah hari ini pun aku mau," ujarnya. Lila menatap mata Rey dalam-dalam. Ada luka, ada ragu, tapi juga ada cinta. "Aku takut kamu memilihku karena pelarian, April tidak jujur kan? Makanya kamu pilih aku, lantas kalau April jujur, pasti kamu buang aku. Untuk itu, aku butuh kamu membuktikan bahwa kamu pantas berdiri di sisiku, bukan di belakangku." "Kira-kira, apa yang kamu pinta untuk membuktikan keseriusan aku, Lila?" tanya Rey sekali lagi. Lila tersenyum, karena ia sudah bersekongkol dengan kedua orang tuanya tentang keseriusan Rey. Di ujung sana, Burhan dan Syahma menyusul Rey yang menghampiri Lila. "Aku minta nikahi aku sekarang juga, Rey. Aku ke Bandara bukan untuk pergi, tapi untuk menjemput orang tua dan pamanku yang akan menjadi wali pengganti almarhum papa," timpal Lila. Rey tertegun. Namun, suara Burhan dan Syahma mengejutkannya. "Ya, kalian akan menikah malam ini juga, resepsi bisa diatur menyusul," kata Burhan penuh senyum saat datang menghampiri anaknya. Namun, mendadak Lila mendapatkan panggilan telepon dari seseorang. "Halo," ucap Lila duluan. "Kalau kamu ingin Mama dan pamanmu selamat, jauhi Rey," ucap seseorang di ujung telepon. "Halo, siapa ini? Halo!" Telepon terputus. Bersambung"Udah, Rey, jangan mikir macam-macam, sekarang kita ngopi yuk di cafe, ngobrol antara lelaki!" ajak Raka.Rey terdiam, matanya menuju tempat Lila duduk manis. Kemudian kerlingan mata Lila menandakan izin untuk Rey."Baiklah, aku siap-siap dulu," timpal Rey.Mereka pergi berdua dengan menggunakan mobil. Semuanya berjalan seperti biasa, ngobrol dan bercanda.Namun, Rey mulai merasa ada yang ganjil ketika Raka tidak berbelok ke jalan menuju kafe yang mereka bicarakan. Sebaliknya, Raka memacu mobilnya ke arah pinggiran kota dan agak sepi."Raka, kita mau ke mana, sih? Ini bukan jalan ke kafe yang lo bilang," tanya Rey, sedikit cemas. Ia menoleh ke luar jendela, jalanan semakin gelap dan lengang.Raka tersenyum, tapi senyum itu tidak sampai ke matanya. "Tenang, Rey. Tempatnya lebih bagus dari kafe biasa. Sedikit jauh memang, tapi kamu pasti suka suasananya."Rey mencoba menepis firasat buruknya. Mungkin Raka ingin memberinya kejutan. Ia kembali menyandarkan diri di jok, meskipun kecemasan
“Aku bertemu dengan Ferdy dan April,” ujar Rey nyaris berbisik."Apa mereka menyakiti kamu lagi?" tanya Lila penasaran. Kemudian Lila meletakkan bayi mereka yang sudah tertidur."Aku boleh duduk dekat kamu? Di samping kamu persis," kata Rey.Lila yang baru saja melahirkan itu spontan memeluknya.Rey membalas pelukan itu erat-erat. Ia mencari kata-kata, tapi tenggorokannya tercekat. Sudah bertahun-tahun ia menyimpan rahasia, luka lama yang ia tutupi rapat-rapat, bahkan dari Lila, belahan jiwanya. Malam ini, tirai itu harus dibuka. Ternyata sebenarnya Rey sudah mengetahui perbuatan Ferdy terhadap keluarga sang istri, tapi ia berusaha menutupi karena khawatir Ferdy tambah dendam pada Lila.“Aku… aku harus memberitahumu sesuatu, Sayang,” kata Rey, suaranya sedikit bergetar. Ia menarik kursi di meja makan dan duduk, tangannya mengacak-acak rambutnya sendiri. "Ferdy yang telah merencanakan kecelakaan pada ibumu," terang Rey.Lila segera menyadari keseriusan situasi. Ia duduk di seberang Rey
"Lila!" Rey membangunkan istrinya karena mengigau seperti orang ketakutan.Ternyata Lila ketiduran, ia bermimpi didatangi oleh April. Dalam mimpinya ia sangat ketakutan, Rey pun spontan memeluknya."Hidup macam apa ini, Rey? Berawal dari ingin membantu kamu melupakan wanita yang sangat kamu cintai, kini malah aku yang tersiksa," keluh Lila sambil menutup wajahnya.Rey mengelus rambut sang istri."Maafin aku ya, hidupmu jadi berantakan gara-gara aku," kata Rey menenangkan.Lila pun menangis terharu."Maafin aku, Rey, jadi ngeluh, harusnya nggak boleh gitu," timpal Lila. Ia membalas pelukan sang suami.Mungkin ini takdir, mungkin juga mereka dipersatukan karena memiliki musuh yang sama, meski Lila tidak menikah dengan Rey pun Ferdy akan tetap memusuhinya karena masalah keluarga.-------Beberapa bulan kemudian, di mana ketenangan sudah mulai dirasakan oleh Lila dan Rey, mereka benar-benar sudah tidak lagi mengalami gangguan dari orang yang sering menerornya.Saat itu, udara malam Semara
"Nggak ada, Lila sayangku, kita aman di sini, yang jagain juga kompeten, mereka orang pilihan papa," kata Rey meyakinkan.Lila tersenyum.Padahal sebelumnya, beberapa hari lalu ada yang mengirimkan paket berisi teror, namun para bodyguard sudah mengamankan lebih dulu dan hanya melaporkan pada Rey, mereka sangat menjaga kondisi kehamilan Lila."Sebaiknya kita periksakan kehamilan kamu, kita harus rutin meski sudah pindah ke Semarang, aku ada dokter spesialis kandungan rekomended di daerah sini," ungkap Rey.Lila pun setuju dengan usul suaminya itu.________Lila memegang erat tangan Rey saat mereka melangkah masuk ke lobi rumah sakit di Semarang itu. Udara pagi yang cerah menyambut mereka, dan di dalam hati keduanya, ada gelombang kebahagiaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Ini adalah hari yang sangat mereka nantikan—hari pemeriksaan kandungan Lila yang kedua puluh delapan minggu. Janin di dalam rahimnya tumbuh dengan baik, dan mereka berdua tak sabar ingin mendengar kabar bai
"Aku rasa ini bukan April," terang Rey mencoba menenangkan Lila."Tapi chatnya menunjukkan rasa sakit hati," timpal Lila."Nggak mungkin orang yang sakit hati sudah lama, tiba-tiba chat mengungkit kembali, kan kita juga udah tahu tentang perasaan dia, feelingku bukan April," ungkap Rey.Lila terdiam. "Ya udah kamu blok aja nomornya!" suruh Lila.Rey pun mengindahkan perintah sang istri.Tidak lama kemudian, bodyguard mengetuk pintu, Rey pun menemui mereka. Keduanya menanyakan perihal pindah lokasi yang telah direncanakan, mereka tidak tinggal di hotel lagi."Bapak udah selesai mengemasi barang-barangnya? Biar saya bantu jika belum selesai," kata salah satunya."Sudah, tinggal angkut," timpal Rey. "Tapi, apa kalian sudah pastikan tempat tersebut aman untuk istri saya? Rumahnya ber AC kan?" Pertanyaan Rey membuat para bodyguard tersenyum."Tentu, Pak, kami jamin aman dan nyaman untuk Bu Lila," jawabnya sambil mengangguk."Ya udah, bawakan tas kami ke mobil yang kalian sewa!" perintah Re
Perjalanan ke Semarang juga bukan tujuan awal. Mereka mengubah haluan, yang tadinya mau menenangkan diri ke arah Bandung saja, tapi berbelok ke arah Jawa Tengah. Itu pun tujuan awalnya adalah bentuk "pembebasan" dari pengawasan orang yang entah belum diketahui. Namun, kini keberadaan Raka mulai terasa mengganggu. Pesan-pesannya tidak berhenti bahkan setelah Rey hanya membalas seadanya atau mengabaikannya sepenuhnya. Bahkan malam sebelumnya, Raka mengirim pesan kembali."Rey, bales lah, ini tentang kerjaan kok, kita kan ada kerja sama," tulis Raka kembali. Padahal pesan sebelumnya juga tidak dibalas oleh Rey."Aku ingat, Raka pernah bilang dia bisa 'lacak siapa pun dari hape-nya'," kata Rey pada Lila.Lila tampak terkejut. “Kamu pikir, dia pakai itu sekarang?”“Mungkin. Kalau dia benar-benar pasang sesuatu ke aku... atau, bisa jadi, dia nyuruh orang buat ngawasin aku.”Lila langsung menggenggam tangan Rey. “Kita harus cari tahu.”______Malam itu, di kamar penginapan kecil mereka di S







