Lila menutup sambungan teleponnya. Ia sedikit mengeluarkan air matanya, sebab, Lila sangat menyayangi ibu dan pamannya, satu-satunya keluarga yang tersisa setelah sang ayah meninggal dunia.
"Om, kayaknya April menahan orang tuaku, ia nekat sekali," kata Lila panik. Rey terdiam, ia mencerna ucapan Lila. Ya, Rey kenal betul April seperti apa. Yang dikatakan oleh Lila, itu yang dikhawatirkan oleh Rey juga. Sebab, April memang perempuan yang nekat. Namun, gelagat Burhan justru santai melihat wajah Lila dan Rey yang terlihat panik. "Kenapa papa diam saja?" tanya Rey menyelidik. Ia curiga papanya sudah nyolong star menanggapi resiko memutuskan April. "Apa itu artinya papa sudah mengamankan orang tuanya Lila?" tanya Rey. Burhan menoleh ke arah sang istri sambil tersenyum. Kemudian, mereka saling beradu pandang dan mengangguk kompak. Tidak lama dari itu, tangan Burhan bertepuk seolah tengah memanggil seseorang. Dari sudut kejauhan, muncul seorang wanita sepantaran Syahma, usianya tidak jauh karena memang mereka seumuran. "Mama, Om Ragil ..." sapa Lila kaget. Ia spontan melangkah setengah berlari, lalu memeluk sang mama penuh haru. Mereka berpelukan, lalu Rey menghampiri sang papa. "Jadi tadi April hanya menggertak?" tanya Rey. Burhan dan Syahma mengangkat bahu mereka secara berbarengan. Burhan pun menceritakan pada Rey bahwa ia sudah menugaskan bodyguard untuk menemani ibu dan pamannya Lila. Hingga saat April datang menghampiri mereka, para bodyguard langsung mengusirnya dengan berpura-pura jadi petugas bandara. "Tapi, kenapa tadi Lila seperti panik saat April menghubungi?" tanya Rey heran. "Kamu kayak nggak kenal Lila aja, dia kan panikan, minusnya calon istrimu itu aja," ejek Syahma sambil menepuk pundak Rey. Mereka pun tertawa bahagia. _______ Malam itu, udara di kediaman Lila terasa hangat meski hujan kecil membasahi jalanan. Lampu-lampu taman rumah Lila menyala lembut, menciptakan suasana romantis yang sempurna untuk sebuah pernikahan. Namun siapa sangka, pesta yang tadinya hanya rencana sederhana mendadak berubah menjadi momen penuh ketegangan dan air mata. Rey menatap cermin di ruang tamu dengan napas berat. Hari ini, ia menikah — tapi bukan dengan wanita yang ia rencanakan selama ini. Bukan dengan siapa pun kecuali Lila, sahabatnya sejak lama. Pernikahan yang terjadi secara mendadak dan tak terduga. Semua berawal dari sebuah kejadian yang membuat Rey kehilangan arah, dan Lila yang datang di sampingnya. Begitu juga dengan Lila, ia khawatir Rey menikahinya hanya karena pelarian, ia termenung menatap cermin yang berukuran oval di hadapannya. “Lila, kamu baik-baik saja?” tanya Rey lembut sambil melangkah ke hadapan Lila. Lila menoleh. Matanya yang biasa ceria malam itu terlihat lebih serius. Kemudian Lila mengangguk, mencoba menguatkan diri. “Aku… aku cuma takut semua ini terlalu cepat.” Rey tersenyum, “Kadang, hidup memang berjalan cepat, tapi aku yakin kita bisa jalani bersama. Tolong bantu aku,” jawab Rey. Lila menarik napas panjang. Ia tak pernah membayangkan akan melangkah ke pelaminan dengan Rey. Begitu juga dengan Rey, ia tidak pernah berencana menikah dengan Lila. Namun perasaan yang dulu samar kini semakin nyata. Lila bukan hanya sahabat, tapi tempat ia berlindung saat dunia terasa hancur. Di saat itu, Rey mengingat April — wanita yang pernah menjadi bagian besar dari hidupnya. Mereka dulu begitu dekat, tapi semuanya berubah menjadi luka yang tak terobati. April pergi tanpa kata, meninggalkan Rey dalam kepedihan yang mendalam. Ia mencoba bangkit, tapi bayangan April terus menghantuinya. Yang kemudian, hadir Lila sebagai wanita yang dijodohkan orang tuanya. Saat pesta pernikahan dimulai, tamu-tamu mulai memasuki ruangan. Lila mengenakan gaun putih sederhana yang menambah kecantikannya, sementara Rey tampak gagah dengan jas hitam. Suasana penuh haru dan sukacita, sampai tiba-tiba suara ketukan keras terdengar dari pintu depan. "Katanya sederhana, tapi tamu lumayan banyak yang hadir," celetuk Rey sambil mengernyitkan dahi. "Teman papa kamu dan almarhum papaku banyak yang ingin menyaksikan pernikahan kita," timpal Lila yang memang merasa sebagai tuan rumah. Namun, keheningan tiba-tiba terjadi. Semua mata tertuju ke arah pintu, dan Lila tampak kaget. Rey segera berjalan ke arah pintu tersebut,dan ternyata berdiri sosok wanita yang tadi menghubungi Lila. Ya, ia adalah April — basah kuyup terkena hujan, wajahnya penuh emosi yang tak tertahan. “April?” Rey terkejut, “Kenapa kamu datang ke sini?” April melangkah masuk tanpa menunggu jawaban. “Aku harus bicara, Rey. Aku … aku nggak bisa diam saja melihat kamu menikah dengan dia.” Suasana menjadi tegang. Lila yang sejak awal diam, kini maju mendekat dengan tatapan waspada. “April, ini bukan tempat untuk kamu membuat keributan,” kata Lila dengan suara tenang namun tegas. April tertawa getir, “Keributan? Aku cuma mau jujur. Aku terluka, Rey. Aku merasa kamu meninggalkan aku begitu saja tanpa penjelasan. Dan sekarang, kamu menikah dengan sahabatku sendiri?” Rey mengerenyitkan dahinya, merasa kesal dan bingung sekaligus. “April, jangan playing victim, aku nggak pernah berniat menyakiti kamu. Tapi … aku juga harus jujur pada perasaanku sendiri. Akumelakukan ini karena ingin sembuh dari luka yang kamu sematkan!" April menangis mengharap iba. Lila menghampirinya, ia mengusap air mata April dengan lembut, “Kita semua pernah terluka, April. Tapi pernikahan ini bukan untuk menyakiti siapa pun. Ini tentang dua orang yang ingin melangkah ke masa depan bersama.” April menatap Lila dengan pandangan penuh amarah dan kebingungan. “Kamu? Aku nggak percaya ini. Kamu emang berencana merebut Rey, kan?” Lila menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecut, awalnya ia kasihan dan mengusap air mata April karena merasa sama-sama seorang wanita. Namun, April justru memutar balikkan fakta. Rey melangkah maju, berusaha merangkul Lila, “Tidak ada gunanya menjelaskan pada April, kita harus segera melanjutkan pernikahan," kata Rey dengan tegas. Mereka berdua masuk dan duduk di hadapan penghulu dan wali, juga saksi. Sedangkan April, ia langsung dibawa keluar oleh orang suruhan Burhan yang siap menjaga keamanan rumah Lila. Suasana hening sesaat, lalu April keluar dari rumah dengan air mata mengalir deras sambil teriak-teriak. Malam itu, mereka segera melakukan ijab qobul, dikelilingi oleh sahabat dan keluarga yang mendukung. Rey dan Lila mengucapkan janji mereka dengan suara mantap meski hati mereka sempat bergejolak karena kehadiran April. “Dalam suka dan duka, aku berjanji untuk selalu ada untukmu,” kata Rey. Lila membalas, “Aku juga berjanji akan menjadi sahabat dan pendampingmu sepanjang hidup.” Pernikahan mereka sah, ditandai dengan ciuman lembut di bawah sinar lampu yang bersinar. Meski badai kecil sempat datang, cinta mereka tetap bertahan. --- Malam ini, malam pertama antara Rey dan Lila. Sepulang dari acara pernikahan yang dilaksanakan secara mendadak itu, Rey memboyong Lila ke apartemen miliknya. Ya, ia tidak pulang ke rumah kedua orang tuanya, tetapi memilih menghabiskan waktu malam pertamanya di apartemen. "Hm, kok pintunya kebuka?" tanya Rey pada Lila penuh keheranan. "Jangan-jangan ...." Lila spontan mengangkat jari telunjuknya seolah tahu apa yang terjadi. Bersambung"Ferdy?" Lila mengenali pria itu. Bahkan bangkit dari tempat duduknya. Ferdy pun spontan memeluknya, begitu juga dengan Lila, ia langsung membalasnya bahkan sempat cium pipi kanan dan kiri pria yang dianggap asing itu.Rey yang merasa tak nyaman dengan perlakuan istrinya terhadap pria yang ada di hadapannya itu pun mengerutkan dahinya, raganya turut berdiri dan langsung memisahkan keduanya."Apa-apaan ini main pelak peluk aja!" ketus Rey.Lila terkekeh."Maaf, Rey, ini sepupu aku, Ferdy, kamu belum kenal ya? Maklum, dia ini lama di kampung halaman, baru kali ini menginjakkan kakinya ke Jakarta," jelas Lila."Kamu nggak pernah cerita punya sepupu laki-laki sepantaran," timpal Rey."Emang nggak pernah cerita, kan Ferdy ini tinggalnya di kampung, sedangkan aku juga ketemu dia cuma di hari lebaran aja pas mudik," jawab Lila."Tapi dari dulu kamu nggak pernah foto bareng dia!" tambah Rey lagi."Udah ya, jangan berantem, maaf Mas Rey, saya ini beda kampung juga dengan Mbak Lila, kami ketem
Lila langsung lari ke kamar mandi setelah mendengar nama April terngiang lagi di telinganya. Di depan kaca, ia memandangi wajahnya sendiri. Ada bulir air mata menetes di pipi. "Kata ibu, aku nggak boleh egois, aku bersedia menikah dengan Rey karena ingin membantunya melupakan April," ucap Lila menenangkan dirinya sendiri. Lila menyeka airmata sambil menghela napas. Ketukan pintu pun terdengar. Ya, Rey merasa bersalah dan berusaha membujuk istrinya meski ia sedikit ragu mampu meluluhkan hati Lila. "Lila, maaf ya," ucap Rey dari balik pintu. Setidaknya ia berani bertanggung jawab atas kata-kata yang melukai hati Lila. Dengan mata sembab, Lila pun keluar. "Aku nggak marah," jawab Lila tertunduk. Tangan Rey meraih pundak Lila, lalu memeluknya. "Maafin aku, astaga, aku telah melukai hati kamu untuk ke sekian kalinya," kata Rey terus mendekap Lila. Akhirnya mereka pun berusaha melupakan kejadian yang tak diinginkan keduanya itu. *** Lila memang menaruh harapan lebih terha
"Apa ada April di dalam?" tanya Lila pada Rey.Rey terdiam.Kemudian Lila melangkahkan kakinya dengan cepat menuju kamar apartemennya. Di pikiran Lila sudah sangat buruk, ia terbayang wajah April yang tengah duduk di kasur Rey. Namun, ternyata itu hanya khayalan Lila saja.Lila menghela napas berat. Namun, mendadak matanya tertuju pada satu laptop yang berada di meja kerja Rey. Lila melangkahkan kakinya dan duduk di kursi yang tersedia. Di belakang Lila, ada Rey yang menyusul dan spontan memegang tangan Lila. "Jangan percaya itu, Lila," kata Rey seolah tahu bahwa Lila tengah membuka satu video.Lila menoleh dengan mata sinis. Kemudian menghempaskan tangan Rey yang sempat mencegah Lila."Apa ini, Rey?"Lila bertanya sambil terus memutar video tersebut. Dadanya terasa sesak saat melihat suaminya ternyata pernah melakukan hal yang tidak diperbolehkan sebelum mengikat pernikahan. Ya, video tersebut adalah video sepasang kekasih yang tengah bercinta berdurasi sepuluh menit.Tangan Lila me
Lila menutup sambungan teleponnya. Ia sedikit mengeluarkan air matanya, sebab, Lila sangat menyayangi ibu dan pamannya, satu-satunya keluarga yang tersisa setelah sang ayah meninggal dunia."Om, kayaknya April menahan orang tuaku, ia nekat sekali," kata Lila panik.Rey terdiam, ia mencerna ucapan Lila. Ya, Rey kenal betul April seperti apa. Yang dikatakan oleh Lila, itu yang dikhawatirkan oleh Rey juga. Sebab, April memang perempuan yang nekat.Namun, gelagat Burhan justru santai melihat wajah Lila dan Rey yang terlihat panik."Kenapa papa diam saja?" tanya Rey menyelidik. Ia curiga papanya sudah nyolong star menanggapi resiko memutuskan April. "Apa itu artinya papa sudah mengamankan orang tuanya Lila?" tanya Rey.Burhan menoleh ke arah sang istri sambil tersenyum. Kemudian, mereka saling beradu pandang dan mengangguk kompak. Tidak lama dari itu, tangan Burhan bertepuk seolah tengah memanggil seseorang.Dari sudut kejauhan, muncul seorang wanita sepantaran Syahma, usianya tidak jauh k
"Sudah kuduga, kamu keberatan dengan hal ini," kata Rey penuh sorot. "Nggak begitu, Rey, silakan kamu mau cek semua ponselku, aku tidak keberatan, tapi besok ya," jawabnya. "Hm, sekarang aku ada janji," tambah April sambil melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Rey semakin yakin bahwa April menghindar. Ia bangkit dari duduknya. "Sekarang aku yakin, kamu bukan yang terbaik, nyesel aku sudah menangisi kamu, bahkan pernah nyaris mengakhiri hidupku, ternyata kamu tidak mencintaiku tulus," ujar Rey lembut tapi penuh penekanan. April berdecak kesal sambil menggelengkan kepalanya. "Kamu yang nggak tulus, kalau tulus seharusnya nggak perlu seperti itu, percaya aja sama pasangan," elak April. Namun, Rey justru pergi meninggalkan April sendirian. Ia bergegas pulang untuk mencari tahu tempat tinggal Lila saat ini. _______ Langit senja tampak muram ketika Rey memandangi cangkir kopi yang sudah mendingin di genggamannya. Hiruk-pikuk kafe di sudut Jakarta Selata
"Mama dan papa salah mengambil keputusan," ucap Rey membuat Lila tampak kecewa, wanita yang sudah bersemangat mengambil hati Rey pun tertunduk.Rey melemparkan ponselnya ke sofa, wajahnya memerah antara emosi atau malu, itu hanya hati Rey yang tahu."Apa-apaan ini, Ma? Pa?" suaranya meninggi, menatap kedua orang tuanya yang duduk di ruang tamu dengan wajah datar. "Menikah?! Sama Lila?!"Ibunya menatap Rey dengan tenang. “Kami hanya ingin yang terbaik untukmu, Rey. Lila anak yang baik, dan kalian sudah berteman sejak kecil.”“Itu dia masalahnya!” Rey menggeram. “Kami sahabat, bukan pasangan. Kami nggak punya rasa apa-apa!”Burhan ikut bersuara. “Kamu selalu sibuk dengan kerjaan, lalu bucin pada April, dan putus asa karena wanita itu juga. Kami khawatir. Lila sudah setuju. Kalian punya waktu satu bulan. Kenali lebih dalam, coba jalani dulu.”Rey menggeleng keras. “Kalian memperlakukan pernikahan seperti proyek kerja. Ini hidup aku!”Tadinya Rey tampak bahagia saat bertemu dengan Lila, d