Setelah menjalankan salat Magrib berjemaah dengan sang istri, Zyan keluar dari kamar untuk makan malam dengan keluarganya. Mereka sudah kembali tinggal di kediaman keluarga Darmawangsa, tidak lagi di rumah Umar. “Masih lemas dan pusing, Zy?” Rania bertanya karena melihat wajah putranya yang agak pucat. “Kadang-kadang, Ma,” jawab Zyan setelah duduk bersisian dengan Zahra. “Istirahat saja kalau masih pusing, jangan dipaksa kerja,” ucap Rania yang mengkhawatirkan keadaan putra sulungnya. “Aku tidak mau manjain badan, tapi juga tidak memaksakan diri, Ma. Selama masih bisa mengerti apa yang kubaca, aku akan tetap kerja. Tapi kalau sudah terlalu pusing, aku berhenti terus tidur,” jelas Zyan sembari menatap sang mama. “Apa benar begitu, Ra?” Rania mengalihkan pandangan pada menantunya. Zahra pun mengangguk. “Iya, Ma. Kalau Abang sudah merasa pusing, pasti langsung berhenti dan tidur di pangkuan saya,” ungkapnya dengan wajah tersipu. Saffa mencebik begitu mendengar pengakuan kakak ipar
Netra Mila membola mendengar ucapan Gala. Artis itu tidak menduga Gala kembali mengatakan hal itu lagi seperti saat dia memberi tahu soal kehamilannya. Bukannya Mila tidak mau, dia juga sudah melakukannya. Namun janin di dalam kandungannya itu sangat kuat, sama sekali tidak mau luruh meskipun sudah coba digugurkan dengan berbagai cara. Hanya cara medis yang belum Mila jalani karena dokter tidak mau menggugurkan tanpa ada alasan medis yang mengharuskannya melakukan tindakan tersebut. Selain itu Mila tidak berani mengugurkan di tempat aborsi ilegal karena dia takut terjadi apa-apa setelahnya.“Kenapa kamu mengungkit soal itu lagi? Kamu ingin membunuh bayi tak berdosa ini lagi?” cecar Mila yang tampak emosi. Meskipun dahulu pernah coba menggugurkan, pada akhirnya dia sadar kalau itu hanya akan menambah dosa dan membuatnya jadi seorang pembunuh.Gala mengangguk. “Dia masih belum bernyawa, Mil. Tidak masalah kalau digugurkan. Dengan begitu masalah kita selesai. Aku akan mencari tempat abor
“Aku hubungi manajerku dulu,” timpal Gala tanpa memberi Mila jawaban terlebih dahulu.“Aku tunggu. Kalau perlu minta dia ke sini, jadi aku dapat keputusan malam ini,” sahut Mila.Gala mengangguk. Dia kemudian minta izin ke balkon agar lebih bebas berbicara dengan manajernya. Sekitar sepuluh menit kemudian, Gala masuk kembali ke apartemen lantas duduk di tempatnya tadi. “Nanti manajerku akan ke sini,” ucapnya.“Berapa lama kira-kira dia sampai ke sini?” Mila menatap Gala. “Kurang lebih setengah jam,” jawab aktor muda itu.“San, apa kamu masih bisa menunggu?” Mila ganti memandang Hasan.Pengacara muda itu melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Oke, aku tunggu,” sahutnya. “Terima kasih, San. Kamu memang baik sekali. Kalau begitu sambil menunggu manajer Gala, kita bicarakan poin-poin dalam perjanjian pernikahan,” lontar sang artis.“Aku ‘kan belum setuju, Mil.” Gala merasa keberatan.“Terserah kamu setuju atau tidak, aku akan tetap menyiapkannya. Karena aku rasa manajermu
Keesokan harinya Hasan kembali datang ke apartemen Mila bersama dengan atasan dan salah satu anggota timnya untuk penandatanganan kontrak kerja sama mereka. Mila dan Rini menyambut ketiganya dengan penuh sukacita. Rini lantas menjamu mereka dengan minuman dan kudapan setelah mempersilakan ketiganya duduk.“Kalian baca dulu isi perjanjiannya. Kalau ada yang tidak jelas, tanya saja. Kalau kalian sudah setuju, baru tanda tangan.” Hasan menyerahkan berkas yang berisi perjanjian pada Mila dan Rini.“Yang kamu kasih ke aku sama Rini beda ga isi perjanjiannya?” tanya Mila pada Hasan.“Sama, yang beda cuma nama dan identitas kalian,” jawab Hasan.“Jadi perjanjiannya sendiri-sendiri?” tanya Mila lagi.Pengacara muda itu mengangguk. “Iya.”“Tarif yang kemarin kita bicarakan itu untuk berdua ‘kan? Tidak sendiri-sendiri? Terus terang aku tidak mampu kalau harus membayar dua kali lipat.” Mila harus memastikan terlebih dahulu semuanya sebelum tanda tangan. Karena kalau harus membayar sendiri-sendir
Zyan dan Faisal sama-sama tersentak. Kedua pria itu lupa kalau ada Zahra di antara mereka. CEO dan asisten pribadinya itu berpandangan. Mereka seolah saling memberi kode lewat tatapan mata.“Yang dimaksud Pak Zyan adalah orang yang mengganggu pembangunan proyek kita, Bu.” Faisal yang akhirnya menjawab pertanyaan Zahra.“Memangnya proyek mana yang bermasalah? Kok aku ga tahu, Bang?” Zahra mencecar suaminya.“Di proyek yang baru dimulai pembangunannya, Bu. Memang Bu Zahra sengaja tidak diberi tahu agar tidak kepikiran.” Faisal lagi yang menjawab pertanyaan istri sang CEO. “Memangnya orang itu mau diberi pelajaran apa?” Zahra jadi semakin ingin tahu.“Akan dilaporkan ke polisi karena dia sudah memprovokasi warga agar menolak pembangunan proyek kita, Bu,” jelas Faisal. Asisten pribadi Zyan itu tidak mengarang cerita karena memang kejadian itu nyata adanya. Dia hanya berbohong tentang siapa sebenarnya yang dimaksud oleh Zyan.“Bukannya kita sudah dapat persetujuan warga sekitar sebelum me
“Tergantung hasil penyidikan besok. Kalau langsung ditetapkan sebagai tersangka bisa langsung ditahan. Tapi bisa dilakukan penangguhan penahanan kalau ada mengajukan dan yang menjamin,” terang salah satu polisi.Mila sontak memandang Rini. Kedua wanita itu tak bisa menunjukkan kekhawatirannya. “Apa pasti disetujui penangguhan penahanannya?” tanya wanita hamil itu.“Selama kooperatif saat penyidikan, tidak mengulangi tindakan pidana, tidak berniat melarikan diri dan menghilangkan barang bukti, dan ada yang menjamin biasanya disetujui,” jawab polisi tadi.“Siapa yang bisa mengajukan penangguhan penahanan?” Mila kembali bertanya.“Bisa keluarga atau pengacara,” jawab sang polisi.“Terus nanti jaminannya berupa uang?” tanya Mila lagi.“Bisa uang atau orang,” jelas polisi.Rini mengernyit. “Orang bisa untuk jaminan, Pak?” Dia merasa penasaran.Polisi itu mengangguk. “Iya. Asal orang itu bisa menjamin tersangka tidak melarikan diri. Biasanya pengacara atau orang yang punya nama yang menjami
Zyan lantas duduk tegak menghadap sang istri. Kedua tangannya meraih tangan Zahra lalu menggenggamnya erat.“Tadi Faisal telepon abang. Dia memberi tahu kalau Mila dan asisten pribadinya sudah mendapat panggilan dari polisi. Pasti setelah itu kita juga akan dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi. Kamu siap ‘kan?” Pria itu menatap lekat istrinya.Zahra mengangguk. “Insya Allah siap selama Abang ada di sampingku,” jawabnya dengan yakin.“Jangan khawatir, abang dan Bang Herman akan selalu mendampingimu saat kamu memberikan keterangan pada polisi,” lontar Zyan.“Bicara saja apa adanya saat ditanya polisi. Jangan terlihat gugup dan berikan jawaban yang konsisten. Jangan sampai jawabanmu berubah-ubah,” imbuh CEO itu.Ibu hamil itu kembali menyengguk. “Insya Allah. Oh ya, Bang, besok kita dipanggilnya bareng apa sendiri-sendiri?” tanyanya kemudian.“Semoga saja bersama. Besok aku hubungi Bang Herman untuk memastikan. Kenapa memangnya?” Zyan mengerutkan keningnya.“Pengen tahu aj
Dua hari sudah berlalu tapi Mila sama sekali belum mendapat kabar dari Gala. Entah ke mana pria itu? Dia bagai hilang ditelan bumi. Bahkan di televisi pun tak terdengar beritanya. Mila sudah mengirim pesan menanyakan kepastian pernikahan mereka, tapi pesannya tidak terkirim karena hanya centang satu. “Rin, kamu punya nomor manajernya Gala?” Mila bertanya pada asisten pribadinya. “Punya. Kenapa memangnya?” sahut Rini. “Tolong kamu hubungi dia. Tanyakan Gala ada di mana. Aku sudah coba hubungi Gala, tapi tidak bisa,” pinta Mila. “Oke. Aku selesaikan makan dulu ya,” timpal Rini yang sedang menikmati makan siangnya. “Kamu sedang makan apa? Aku lapar.” Mila menghampiri asisten pribadinya itu sambil mengelus perut. Dia tidak tahu kalau Rini memesan makanan karena baru keluar dari kamar. Wanita yang sedang hamil muda itu tadi tidur di kamar. Dia baru bangun dan langsung ingat kalau Gala belum menghubunginya. “Ayam bakar. Aku dah beliin kamu kok. Itu ada di dapur.” Rini menunjuk kotak ma