"Ayo makan yang banyak, La. Kamu ini bukannya makan malah mandangin Abang terus-terusan. Emangnya di muka Abang ada apa sih?" Bumi menegur Vanilla yang sedari tadi bukannya makan tapi malah mesem-mesem tidak karuan sambil memandangi wajahnya.
Bumi mengambilkan udang salad buah yang segar dan beberapa macam dimsum ke piring Vanilla karena bocah ini tidak makan-makan dan hanya memandanginya setibanya di restaurant.
Sementara Vanilla sendiri masih tidak percaya bahwa akhirnya ia bisa ikut makan siang bersama dengan Bumi. Karena pada saat ia sedang bimbang akan meninggalkan boss setannya yang sedang sakit sendirian, atau ikut makan siang dengan Bumi, Tante Citra akhirnya tiba dengan Om Juna, dokter keluarga mereka. Semesta sepertinya berpihak padanya bukan? Makanya sekarang di sinilah mereka berada. Di restaurant favorit Vanilla sejak kecil yang memang Bumi tahu dengan baik. Keluarga Vanilla memang sangat sering mengunjungi restaurant ini.
<"Selamat pagi, Pak Altan. Ini saya bawakan secangkir teh manis buatan OG yang paling manis. Oh iya, kalau masih kurang manis, pas mau minum tehnya panggil saja saya ke sini ya, Pak?" Sapa Vanilla ceria. Ia menyajikan secangkir teh manis hangat di meja boss besarnya. Boss besarnya ini baru saja kembali bekerja setelah tiga hari tepar karena sakit. Tadi Tante Citra sudah mewanti-wantinya agar mengganti kopi Altan dengan teh manis hangat saja. Lambungnya belum kuat terkena kafein katanya. Dan sebagai OG yang baik tentu saja Vanilla dengan senang hati mematuhi perintahlady bossnya."Untuk apa saya harus memanggil kamu lagi? Supaya kamu tambahi gula. Begitu maksud kamu?" Cibir Altan. Vanilla nyengir. Sepertinya boss besarnya ini sudah pulih 100%. Buktinya, ia sudah bisa mencela seperti biasanya. Tidak mengerang-erang mengibakan seperti beberapa hari lalu."Bukan Pak Boss. Supaya jadi tambah manis kalau pas Bapak minum sambil mem
"Maksud kamu apa Aliya? Jadi Illa ini?" Bumi tidak meneruskan kata-katanya. Ia hanya menunjuk linglung wajah Vanilla yang masih basah karena sisa air mata. Pantas saja, ia merasa ada sesuatu yang akrab dalam tatapan wanita penggagal pernikahannya itu. Tatapan mata penuh luka dan kesedihan yang dalam itu adalah tatapan mata Vanilla rupanya. Bumi sangat mengerti arti tatapan mata seperti itu. Karena itu adalah bias dari tatapan matanya sendiri. Hidupnya juga penuh dengan luka-luka yang tak kasat mata. Makanya ia akan langsung bersimpati dengan tatapan mata yangberdarah-darahseperti itu. Tatapan mata Bintang dulu seperti itu saat ia sering sekali dibully.Makanya ia maju menjadi pelindungnya yang nomor satu.Mata gadis penggagal pernikahannya dulu juga seperti itu, dan ternyata ia adalah Vanilla. Begitu juga dengan tatapan mata Ayu. Ia seolah-olah melihat tatapan si gadis penggagal pernikahannya di sana. Penuh luka dan sarat dengan kesedihan. Makan
Vanilla tahu, begitu ia menjejakkan kaki ke kantor pasti ia akan dibombandir kanan kiri. Mau bagaimana lagi, peristiwa semalam ternyata telah viral. Ada beberapa pengunjung restaurant yang menguploadnya ke media sosial. Nama belakang keluarganya dan juga keluarga Bumi tentu saja sangat dikenal di negeri ini. Bermacam komenan pro dan kontra atas aksi heroiknya, saling bertumpang-tindih dikolom komentar. Ia sama sekali tidak berniat membacanya. Ayahnya berpesan, kalau ia belum sanggup menerima kenyataan, maka jangan mencari tahu dari pada nanti akan sakit hati sendiri. Tidak perlu mendengar komentar orang lain karena yang tahu benar tidaknya masalah itu ya diri kita sendiri. Yang menjalani hari-hari ke depannya ya kita sendiri juga. Jadi buat apa memusingkan pendapat orang lain? Vanilla menarik napas panjang dua kali sebelum memasuki kantor dan berjalan lurus ke pantry.Pantry masih sepi. Wajar saja hari ini ia datang lebih cepat tiga puluh menit dari biasan
"Urusan gue dan Vanilla belum selesai. Lo jangan ikut campur. Gue mau clearin masalah ini sampai tuntas. Sanaan lo!" Bumi mendorong dada Altan kasar. Ia kini mengekori Vanilla yang sudah lebih dulu berjalan kepantry dengan langkah-langkah lebar."Eh, lo nggak ngerti bahasa manusia rupanya? Lo denger sendiri Vanilla bilang kalo sia nggak mau ngomongin masalah yang udah lewat. Jangan suka maksa jadi orang. Lo laki apa bukan sih?" Altan menarik lengan kanan jas Bumi dan mendorongnya kasar."Lo bilang lo mau clearin masalah? Tapi yang gue liat lo malah meluk-meluk dia. Lo pikir dia itu cewek apaan yang bisa lo peluk-peluk sembarangan, hah?" Suara Altan sudah mulai menggeram. Rahangnya bergemeretak. Beberapa staff laki-laki berupaya memisahkan perseteruan dua atasannya. Mereka sama-sama terkesima saat melihat atasan lama dan atasan baru mereka saling adu mulut sekaligus adu otot untuk yang pertama kalinya. Pagi yang seru!Ter
Perjalanan belum sampai sepuluh menit, namun si bayi yang tadinya tertidur mulai bergerak-gerak gelisah. Bibirnya menjebi-jebi,seakan- akan ingin menangis. Mungkin si bayi bermimpi buruk. Detik berikutnya si bayi mulai aktif. Kakinya terus menendang-nendang, sementara kedua tangan mungilnya meninju-ninju udara.Jangan bangun dulu ya, Sayang? Gue nggak tau mesti ngapain lo, adik kecil. Bobo cantik aja dulu ya, Dek? Batin Vanilla.Hiks... hiks... hiks...Mata bulat bening si bayi terbuka. Mulut mungilnya mengoceh-ngoceh. Lebih tepatnya menggerutu kalau menurut Vanilla. Saat tatapan mereka bertemu, wajah si bayi semakin gelisah dan akhirnya menangis sekencang-kencangnya. Mungkin ia ketakutan melihat wajah asing yang tidak dikenalnya."Pak, ini bayinya nangis gimana dong? Mesti diapain ini, Pak?" Seru Vanilla panik sambil terus memandang ke belakang. Si bayi menjerit kian kencang di baby care
"Sudah Mbak Ayu, Pak Altan. Jangan membuat keributan di tempat umum. Malu. Untuk apa juga kita meributkan hal-hal yang tidak penting seperti kata Mbak Ayu tadi? Ayo, Pak." Vanilla menarik lengan kanan Altan agar kembali duduk. Vanilla tidak ingin semakin membuat Ayu merasa insecure. Dari cara bersikap Ayu tadi, ia tau kalau Ayu nyaris kehilangan kontrol diri. Ayu merasa posisinya sebagai orang terdekat Bayu terancam karena kehadirannya. Vanilla mengerti, Ayu sudah terlalu lama berjuang sendiri. Setelah dekat dengan Bumi, Ayu pasti terlanjur merasa nyaman karena punya tempat bersandar. Makanya Ayu menjadi sangat takut akan kehilangan orang yang peduli padanya. Yaitu Bumi. Vanilla tahu keadaan sulit yang diderita Ayu sedari kecil menjadikan Ayu seorang yang posesif bila menyangkut orang yang ia cinta. Vanilla sangat memahami hal itu. Vanilla juga sudah berusaha mengikhlaskan Bumi untuk Ayu. Mereka berdua sepertinya sangat cocok satu sama lain. Saling menguatkan dan saling melengkapi.
"Jadi bagaimana? Kamu mau menjadi pacar saya?" Tanya Altan untuk kedua kalinya. Vanilla gelagapan. Ini seriusan rupanya. Hadeh, mau jawab apa ini? Vanilla kebingungan sendiri. Altan ini kan jarang sekali bersikap serius. Masa tiba-tiba saja ia menyatakan cinta? Jangan-jangan boss besarnya ini sedang mengerjai dia? Kan tidak lucu kalau ia sudah sepenuh hati mengatakan iya, eh tau-tau si boss malah bilang, tapi bohong, ala ala youtuber. Mau ditaruh di mana wajah imutnya ini coba?Sebelum menjadi Vanilla berpura-pura sedang menjawab chat. Padahal ia sedang searching mbah google tentang tanda-tanda seriusnya seorang humoris yang jatuh cinta. Setelah mendapatkan artikelnya ia mulai membaca dengan cepat. Pada poin pertama, mengatakan kalu seorang humoris akan menanyakan sesuatu secara langsung. Oke cocok.Poin kedua, ia juga tidak akan mengelak saat membicarakan masa depan. Pas. Poin ke tiga, ia akan mengulang pertanyaannya lebih dari
"Jadi lo beneran dapet scholarship di Parsons School of Design New York City sono, Ndan? Lah lo ntar dua taun ngejogrok di sana dong? Jadi skripsi lo apa kabar?"Vanilla, Aliya dan Pandan Wangi berkumpul di markas yang sudah sejak zaman sekolahan mereka sepakati sebagai tempat ngumpul bersama. Markas mereka itu adalah warung bakso Ojo Lali-nya Pak Ahmad. Vanilla memanfaatkan waktu makan siangnya untuk bertemu dengan kedua sahabatnya di markas. Ada pengumuman penting kata Pandan tadi. Makanya Vanilla dan Aliya penasaran setengah mati. Dan untungnya lokasi warung baksonya Pak Ahmad tidak begitu jauh dari kantornya. Jadi mudah-mudahan saja ia bisa kembali ke kantor nanti tepat pada waktunya."Ya gue terpaksa cuti dulu dua tahunlah. Kan sayang banget dapet scholarship di collage bergengsi tapi kagak gue ambil. Lo kan tau kalo gue itu pengen beut jadi designer plus make up artis terkenal. Bokap nyokap gue udah setuju kok. Kesempatan kan ngg