Maxim tak punya pilihan kecuali menjawab pertanyaan gadis itu. “Hmmm ... ada beberapa alasan sih sebenarnya. Pertama, karena kakak perempuanku yang sangat suka ikut campur mengurusi hidup orang lain. Dan kedua, karena kamu.”
“Aku? Kenapa aku masuk ke dalam daftar musuh yang akan kamu habisi?” Alis Kendra bertaut.
Maxim tergelak. “Itu karena kamu terlalu keras kepala untuk menyerah. Akhirnya, aku malah merasa bersalah jika masih menolak. Kendra,” Maxim menoleh ke kiri, “apa kamu tahu kalau kamu itu sudah menyusahkanku?”
Kendra membeo. “Maxim, apa kamu tahu kalau kamu itu sudah menyusahkanku?”
“Tentu saja aku tahu. Dan memang itu tujuanku,” balas Maxim tanpa rasa bersalah.
“Aku tak akan bisa melupakan apa yang terjadi di hari pertama aku mengenalmu. Kamu benar-benar jahat, galak, pendendam. Belum lagi menu makan siang yang fenomenal itu.” Kendra tertawa kecil. “
Maxim tidak tahu dirinya akan seperti apa jika mengalami semua yang sudah dilalui Kendra. Saat ayahnya meninggal, Maxim merasa hancur. Karena dia memiliki hubungan luar biasa indah dan dekat dengan ayahnya. Begitu juga dengan ketiga saudaranya. Akan tetapi, yang paling meremukkan perasaan adalah melihat ibunya yang begitu sedih dan terpukul. Cecil kehilangan belahan jiwanya. Pasangan, bagaimanapun, memiliki posisi spesial yang takkan bisa digantikan oleh siapa pun. Termasuk oleh anak-anak.Seingatnya, sejak kecil, Maxim selalu lebih akrab ayahnya, Feisal. Namun setelah ayahnya berpulang, Maxim mulai mencemaskan Cecil. Perlahan tapi pasti, hubungan mereka menjadi lebih dekat dibanding sebelumnya. Maxim cenderung mengambil peran sebagai pelindung. Hingga dia tidak asing dengan protes yang diajukan saudara-saudara dan bahkan oleh ibunya sendiri.Maxim memberi perhatian besar, berusaha memastikan agar Cecil selalu dalam kondisi baik. Maxim bisa panik luar biasa hanya karen
“Apa menurutmu sebuah Chevrolet Colorado memiliki kemiripan dengan Kijang Innova?” gerutu Maxim setelah Kendra duduk di sebelahnya. “Baru kali ini aku melihat ada orang yang salah masuk mobil dengan santainya. Kamu itu benar-benar ajaib, sadar tidak?”“Aku tidak terlalu memperhatikan bentuk mobil atau mereknya. Tentu saja aku tahu model dan jenisnya tidak sama. Chevrolet Colorado ini mobil favoritku sepanjang masa. Aku cuma ... yah ... agak ceroboh,” Kendra berargumen. “Aku terlalu banyak pikiran. Biasanya, aku jadi agak kesulitan berkonsentrasi kalau sedang punya masalah seperti sekarang.”Maxim tak ingin membahas komentar terakhir Kendra. Katanya, “Mobil favoritmu sepanjang masa ini sangat berbeda bentuk dengan yang kamu naiki tadi.”“Mataku kan sudah tidak normal, Max. Jadi, wajar saja kalau tidak bisa melihat dengan jelas di malam hari,” sahut Kendra, membela diri. Pembelaan yang m
Rossa meminta seleksi ulang untuk para peserta yang akan menjalani pra kencan dengan Maxim. Kendra pun berlagak tenang dan terpaksa menyembunyikan kejengkelannya jauh-jauh. Dia tidak ingin Rossa melihat jelas perasaannya lewat ekspresi yang tergambar di wajah. Karena gadis itu cemas, hal itu akan memicu masalah baru. Rossa adalah atasan tipe otoriter. Perempuan itu takkan suka jika kata-katanya dibantah.Namun jika mengingat kebaikan Maxim yang sudah rela menemaninya ke Bandung dan tidak bersikap menjengkelkan sama sekali selama dua hari, kekesalan Kendra pun mendebu. Dia berusaha melupakan pertikaian mereka saat terakhir kali Maxim datang ke kantor The Matchmaker.“Mbak, saya rasa, lebih baik Maxim dilibatkan saja sejak awal. Maksudnya, di seleksi ini. Karena saya pikir kita sudah membuang-buang waktu. Pilihan Kendra bagus, tapi selebritasnya tidak setuju. Tidak ada jaminan kalau hasil kali ini pun tidak akan diprotes, kan?” usul Tommy, salah satu anggota
Kendra mengira jika Maxim akan datang ke kantornya dengan setelan seperti biasa. Ternyata dia salah. Lelaki itu mengenakan celana jeans dan kemeja hitam berlengan pendek. Lebih kasual tapi tetap menawan. Warna kemeja itu malah menonjolkan kulit putih Maxim. Sepertinya lelaki ini tetap akan tampil memikat, tak peduli busana apa pun yang dikenakan. Kendra bahkan curiga jika Maxim akan tetap berpenampilan keren meski cuma memakai kostum badut.“Kendra, kamu serius mau ikut seleksi?” Itulah sapaan pertama Maxim begitu melihatnya. Kendra mengernyit untuk mengingat-ingat apa maksud pria itu. Barulah setelahnya dia justru heran karena lelaki itu masih mengingat potongan dialog mereka.“Kok kamu masih ingat, sih? Aku saja sudah lupa,” aku Kendra. Ditatapnya Maxim dengan senyum tipis. “Pegawai The Matchmaker tidak bisa mengikuti acara Dating with Celebrity, Max. Walaupun pengin.”“Kalau diizinkan, kamu mau ikut?
Kendra mulai yakin jika pipinya sekarang berubah warna, kemerahan. Karena gadis itu memindai hawa panas yang menetap di area itu. Namun dia bersyukur karena Maxim tidak mengangkat wajah dan melihat ke arahnya. Menenangkan diri, dia sempat menghela napas. “Syarat apa? Pasti berhubungan dengan skizofrenia?” Kendra bersuara lagi, menyembunyikan kejengahan yang mendadak menerpa gadis itu. Maxim buru-buru mendongak dan jelas-jelas terlihat bahwa dia tidak menyukai kata-kata gadis itu. “Apakah di matamu aku ini orang yang semengerikan itu? Aku ini orang yang bisa dipercaya, Ken. Walau kamu tiap hari meributkan segudang kekuranganku, tapi membocorkan rahasia orang bukanlah salah satunya.” Kendra tersenyum tak berdaya, merasa bersalah seketika. “Iya, Max. Iya. Jangan marah.” “Aku tidak marah, Ken! Masa sih kamu tidak bisa membedakan kapan aku marah dan kapan saatnya cuma menjelaskan sesuatu?” Maxim tersenyum tipis. “Aku memang harusnya menambahkan satu poin l
“Mbak, Kendra tetap ada di sini, kan? Saya tetap ingin melibatkan dia. Karena –terus terang saja- dia yang membuat saya mau mengikuti Dating with Celebrity. Walaupun hingga saat ini saya masih merasa ide untuk terlibat di acara ini cukup ... konyol. Maaf,” kata Maxim lagi. Astaga! Lelaki ini tak tahu caranya menyaring komentar agar lebih enak didengar.Menurut tebakan Kendra, Rossa pasti berusaha keras untuk menyabarkan diri. Karena setahunya, perempuan itu bukan tipe orang yang bisa menahan sabar jika berhadapan dengan kritik gamblang seperti yang diucapkan Maxim barusan. Kendra melihat senyum Rossa masih merekah tanpa perubahan berarti.“Tentu saja Kendra tetap mendampingimu. Saya kan sudah pernah berjanji soal itu.”Akhirnya, Kendra melihat senyum mahal ala Maxim. Andai lelaki itu mau memperbanyak senyum, pesonanya pasti akan naik hingga dua kali lipat. Sayangnya, lelaki ini lebih suka merengut dalam berbagai kesempatan.
Selama beberapa hari, Kendra dan Maxim tak berkomunikasi sama sekali. Gadis itu menghubungi Maxim hanya untuk memberi tahu jadwal syuting yang akan segera dimulai. Ketika ditelepon, Maxim menanggapi dengan dingin dan menjawab seperlunya. Beralasan sedang sibuk, lelaki itu bahkan menutup telepon lebih dulu.“Kamu kenapa, sih? Kok sifat juteknya kembali, tapi ini malah lebih parah,” gumam Kendra sembari menatap telepon genggamnya dengan tak percaya, setelah Maxim mengakhiri perbincangan mereka begitu saja. “Memangnya, apa salahku? Kenapa kamu selalu bersikap seenaknya?”Tentu saja Maxim tak bisa menjawab pertanyaan itu. Namun Kendra bertekad akan mengajukan pertanyaan itu di depan Maxim, jika nanti mereka bertemu. Firasatnya, Maxim tersinggung karena ucapan Kendra. Namun, yang mana? Di dekat Maxim, dia selalu banyak mengoceh.Meski tahu Maxim sudah bersikap menyebalkan bahkan lebih parah dibanding biasa, Kendra tak mengira jika lelaki itu k
Kendra mendesah. “Dia suka menyiksaku. Di matanya, aku adalah orang yang bertanggung jawab untuk ‘penderitaan’ yang harus ditanggungnya. Karena terpaksa harus mengikuti acara ini. Jadi, kalau dia menderita, aku pun harus merasakan hal yang sama. Begitulah kira-kira arti ‘keadilan’ untuknya." Gadis itu menatap Maxim yang berdiri beberapa meter di depannya. Lelaki itu tak menyadari kehadiran Kendra. "Padahal, seharusnya aku bisa tidur berjam-jam sekarang ini dan tak harus berdiri sampai pegal.”“Astaga!” Neala terbahak-bahak. “Aku benar-benar bersimpati padamu, Ken.”Kendra tersenyum, tapi wajahnya justru terlihat kian muram. Tatapannya masih tertuju ke arah Maxim yang sedang bicara dengan salah satu calon teman kencannya. Gadis itu menelan ludah sambil bertanya-tanya mengapa mendadak dia merasa tak nyaman? Seharusnya, dia tak perlu merasakan hal semacam ini, kan?“Padahal aku punya setumpuk pekerja