Maxim sangat ingin menyeret Kendra ke luar dan meminta gadis itu tidak lagi mengganggunya. Bila perlu, tak pernah lagi muncul di depan hidung Maxim selamanya. Jika memungkinkan, Maxim bahkan tidak akan keberatan melaporkan Kendra kepada pihak berwajib sebagai penguntit. Ya ampun, bagaimana bisa gadis itu bisa memiliki tekad yang mulai terlihat menakutkan?
“Selamat malam, Maxim,” sapa Kendra sembari memamerkan senyum yang diyakini Maxim sangat palsu itu.
oOo
Kendra bisa merasakan tulang-tulangnya mulai meleleh saking takutnya. Ekspresi Maxim terlihat kejam dan mengancam. Seakan lelaki itu siap untuk mencabik-cabik tubuhnya secara harfiah. Gadis itu mulai menyesali keputusan nekatnya untuk mendatangi rumah Maxim. Namun, dia tak bisa memutar waktu, kan?
Putus asa karena ditolak –bahkan diusir- oleh Maxim, Kendra tidak punya banyak pilihan. Apalagi Rossa pun sama menyebalkannya, tidak mau mengerti posisi Kendra. R
“Jadi ini taktikmu untuk membuatku setuju?” Nada mengecam terdengar jelas di suara Maxim. Kini mereka hanya ditinggal berdua karena Cecil dan Maureen ingin makan malam.Sebenarnya Kendra juga diajak serta, setengah dipaksa malahan. Akan tetapi, tentu saja dia menolak mati-matian. Mana bisa dia menelan makanan dengan risiko dipelototi oleh Maxim. Apalagi dia yakin, lelaki itu pasti menyumpahinya dalam hati. Bisa-bisa semua makanan yang ditelannya akan berubah menjadi racun dalam hitungan jam.“Aku tidak punya pilihan. Kalau kamu terganggu, aku benar-benar minta maaf,” kata Kendra. “Posisiku benar-benar terjepit. Mbak Rossa tidak....”“Oke, aku setuju.”Kendra melongo. “Kamu barusan bilang apa?” tanyanya mirip orang linglung. Dipandangnya Maxim lekat-lekat. “Kamu benar-benar setuju?” ulangnya.“Aku tidak mau kamu bertingkah mirip penguntit begini. Apalagi sampai da
Kendra terlalu lega dan senang untuk bisa merasa jengkel lagi. Kesediaan Maxim untuk bergabung di Dating with Celebrity membuat semua bebannya lenyap. Dan Kendra sedang menikmati saat-saat itu. Enggan diamuk emosi negatif yang pasti akan mengganggu.Meninggalkan rumah Maxim, Kendra seakan diingatkan bahwa sudah dua hari ini dia tidak bisa bernapas dengan normal. Seakan ada yang mengganggu saluran pernapasannya. Namun kini situasinya sudah berbeda. Semua kesulitan yang dihadapinya seakan tidak punya arti sama sekali.“Andai saja sejak awal tidak ada masalah sama sekali, alangkah bagusnya!” kata Kendra saat dia menyetir. “Aku tak perlu buang-biang energi begitu banyak. Lelah lahir dan batin. Berkali-kali harus bersabar karena Maxim dan bosku sama mengerikannya.”Malam itu, dia terlelap tanpa mimpi atau interupsi lain yang mengganggu. Demi pekerjaan yang sedang dibutuhkannya, Kendra tidak keberatan harus menghabiskan akhir pekannya
Entah berapa lama Kendra menunggu dengan perasaan bosan dan membuatnya mulai menguap, hingga akhirnya Maxim mematikan laptop dan beranjak dari kursinya.“Kita makan siang dulu,” beri tahunya. Perintah.“Lho, katamu tidak mau mengajakku makan siang?” cetus Kendra usil. Namun saat mengingat bahwa Maxim mungkin salah satu makhluk langka yang tidak memiliki selera humor, gadis itu buru-buru menambahkan. “Aku ke sini untuk membahas tentang kriteria gadis yang kamu inginkan. Dan seharusnya tidak akan memakan waktu panjang kalau....”“Aku lapar,” Maxim malah berjalan menuju pintu.Kendra terpaksa mengikuti lelaki itu. Gadis itu tidak siap dengan risiko jika ternyata Maxim meninggalkannya sendirian dan tidak kembali lagi. Kendra kesulitan menebak apa yang diinginkan pria itu. Komentar ketus dan wajah masamnya itu cukup mengganggu. Namun anehnya Kendra mulai terbiasa. Dan gadis itu memilih untuk mengabaikan reaksi Ma
Kendra sudah tidak peduli andai Rossa benar-benar marah dan memecatnya. Dia sungguh tak sanggup lagi berperan sebagai manusia sabar yang bodoh. Mendiamkan saja saat Maxim mengkritiknya nyaris tanpa henti. Batas toleransinya sudah membunyikan tanda peringatan yang meraung luar biasa keras. Code red.Kendra selalu membenci hari Senin karena memutus semua kesenangan yang bisa dinikmatinya di hari Sabtu dan Minggu. Khusus kali ini, semangatnya benar-benar lumpuh. Kebenciannya meningkat hingga tiga kali lipat. Andai saja dia menemukan alasan genius untuk absen datang ke kantor hari ini, niscaya Kendra akan melakukannya tanpa berpikir dua kali.Kemalangan tampaknya gemar mengakrabkan diri padanya. Ponselnya kembali hilang. Kendra hampir yakin kalau benda itu tertinggal di kantor Maxim. Namun Kendra memilih lebih baik kehilangan ponsel ketimbang menghubungi Maxim dan bertanya tentang benda itu. Dia tak sudi lagi bertemu muka dengan pria sombong yang memiliki ego sebe
Seingat Kendra, ini kali pertama dia harus melewati proses memilih kriteria calon pasangan yang begitu bertele-tele. Para pesohor yang lain umumnya sudah menyiapkan daftar lengkap yang akan dikirim via surat elektronik. Kalaupun ada yang harus bertemu muka dengan Kendra seperti Maxim sekarang, biasanya tak butuh waktu lama bagi gadis itu untuk mencatat poin-poinnya. Maxim memang selalu antimainstream.“Ini kali pertama aku terlibat dalam hal menentukan kriteria pasangan yang diinginkan. Bukan bermaksud mengkritikmu, tapi menurutku kamu itu terlalu perfeksionis. Semua salah.” Kendra memindahkan pulpennya ke tangan kanan seraya menggerak-gerakkan jari-jari kirinya. Menunjukkan bahwa tangannya lumayan pegal karena menulis.“Kamu memang mengkritikku,” timpal Maxim. “Aku kan sudah bilang, aku tidak punya kriteria tertentu sebelum memilih pasangan. Prinsipku, kalau suka pada seseorang, ya sudah. Tidak ada poin khusus yang harus dipatuhi
“Seharusnya, aku yang mengajukan pertanyaan itu padamu,” balas Kendra. “Omong-omong, kenapa kamu mudah sekali menyatakan persetujuan? Ini bukan perangkap, kan? Tapi, kenapa aku punya firasat akan menyesali semua ini?”“Aku bukan pelaku kriminal. Lagi pula, untuk apa memerangkap atau menjebakmu? Seolah ada untungnya saja.” Maxim tampak tersinggung. Namun entah kenapa Kendra merasa pria itu hanya berpura-pura.“Oh, oke. Kamu memang bukan pelaku kriminal. Cuma seorang laki-laki menyebalkan yang tidak tahu caranya tersenyum.”oOoMaxim meninggalkan kantor The Matchmaker dengan perasaan aneh yang menggumpal di dadanya. Dia tidak pernah mengira akan ada suatu pagi saat dia bukannya buru-buru berangkat ke kantor. Melainkan mendatangi kantor lain untuk menyetujui acara kencan bodoh yang ditayangkan televisi.Selama ini Maxim menilai dirinya adalah orang yang tidak nyaman berada di
Niat Kendra untuk mengunjungi ibunya di akhir pekan ini pun terpaksa ditunda lagi. Dua minggu lalu, dia harus datang ke kantor Maxim. Sabtu selanjutnya, Kendra masih disibukkan dengan urusan pekerjaan. Kali ini, karena ikut mengurusi syuting pra kencan yang melibatkan sepuluh peserta terpilih dengan si selebritas. Yang harus menjalani syuting adalah seorang model majalah pria dewasa, Tessa Marris.Bagaimana dengan hari Sabtu ini? Tidak ada pekerjaan yang membuatnya sibuk. Akan tetapi, Kendra meringkuk di kasur karena radang tenggorokan yang cukup mencemaskan dan membuatnya tak leluasa makan dan minum.Sejak Jumat siang, gadis itu sudah merasakan tanda-tanda ketidaknyamanan di tenggorokannya. Namun hal itu terabaikan karena dia harus fokus pada pekerjaan. Begitu tiba di rumah sekitar pukul setengah tujuh malam, barulah Kendra yakin bahwa dia akan kesulitan menyetir ke Bandung jika tak segera meminum obat.“Kamu agak pucat lho, Ken. Sakit, ya?” t
Kendra menggeleng sambil menggumamkan terima kasih. Suci punya keluarga yang harus diprioritaskan. Namun perempuan itu selalu menyempatkan diri untuk ikut mengurus Kendra. Gadis itu tahu, dia berutang terlalu banyak pada Suci.“Nanti Tante buatkan bubur untukmu ya, Ken. Harus dimakan sampai habis,” ucap Suci sebelum meninggalkan rumah Kendra.“Terima kasih ya, Tan. Aku selalu saja membuat Tante repot,” balas Kendra.“Hush! Siapa yang repot? Tante tidak merasa begitu, kok!”Kendra sempat khawatir jika dia terpaksa tidak masuk kantor karena radang tenggorokannya. Terutama karena ini akan menjadi minggu yang sibuk. Rossa sudah mengisyaratkan agar syuting pra kencan untuk Maxim harus sudah dimulai minggu depan. Hari Senin ini dijadwalkan untuk seleksi peserta secara langsung. Kendra tidak ingin penyakitnya malah membuat pekerjaannya ikut tertunda.Entah keinginannya untuk sembuh atau obat manjur yang diberikan oleh d