Share

Usaha Tuti

Author: Zinnia Azalea
last update Last Updated: 2023-10-31 22:56:49

Kenzo tidak menyia-nyiakan waktu, keesokan harinya ia mengirimkan pesan agar Riani datang ke apartemen miliknya malam ini. Kenzo pun menggunakan nama samaran saat dirinya berhubungan dengan Tuti via medsos. Kenzo memperkenalkan dirinya sebagai Om Deni yang berusia 60 tahun. Di tempat lain, Tuti tampak senang karena Riani akan dijadikan alat pemu*s n*fsu pria tua. Tuti memutar otaknya agar Riani bisa datang ke apartemen milik Kenzo.

"Gimana caranya buat nih anak datang ke alamat si tua bangka Deni?" Tuti memijat keningnya yang seakan terus berdenyut. Ia terus menatap alamat apartemen yang Kenzo kirimkan padanya.

Bak gayung bersambut, saat Tuti tengah sibuk memikirkan cara Riani datang kepada Kenzo, seorang tetangganya mengetuk pintu rumah Tuti dengan sangat keras.

"Ada apa sih? Kaya mau gerebek pasangan selingkuh aja?" Semprot Tuti kepada seorang pria yang seumuran dengannya.

"Ti, itu si Andi!!" Tetangga Tuti tampak mengatur nafasnya yang cepat. Terlihat pria paruh baya itu sangat panik.

"Ada apa sama si Andi? Ngomong yang jelas dong!" Tuti semakin tidak sabar saja.

"Si Andi ketabrak, Tut. Tadi dia ketawa-ketawa terus maen nyebrang aja. Taunya ada motor yang lintas," tetangga Tuti menceritakan nasib tragis yang dialami ayah Riani itu.

"Apa?" Tuti berteriak. Matanya membulat secara sempurna. Jika Andi kenapa-kenapa, siapa yang akan mencarikan nafkah untuknya? Karena faktanya Andi masih saja dipaksa menjual permen kapas oleh Tuti.

"Di mana dia sekarang? Gimana keadaannya?"

"Kamu liat aja lah ke rumah sakit. Si Andi udah dibawa sama yang nabrak," lapor pria itu kembali.

Tanpa berpamitan atau mengucapkan terima kasih kepada tetangganya, Tuti segera masuk ke dalam kamar untuk mengambil tas dan juga jaket rajutnya yang sudah usang. Ia harus segera datang ke rumah sakit dan menemui Andi. Tuti ingin segera tahu bagaimana keadaan Andi saat ini. Saat dirinya akan keluar dari dalam kamar, Tuti kemudian teringat kembali dengan Kenzo.

"Aku punya ide untuk membuat gadis pembaw sial itu datang ke apartemen pria kaya raya ini," Tuti tersenyum licik.

Kemudian Tuti mengambil ponselnya. Ia lalu mengirimkan pesan agar Kenzo mengirimkan uang terlebih dahulu sebagai DP dari kesepakatan mereka.

"Ayahku masuk rumah sakit. Aku butuh uang sekarang," begitu isi chat Tuti pada Kenzo.

"Baiklah, mana nomor rekeningmu!" Balas Kenzo tak lama.

Tuti pun segera memberikan nomor rekening milik Gita. Ia memberikan nomor rekening milik putrinya, karena Tuti tidak memiliki rekening Bank.

Satu menit, dua menit berlalu. Tuti belum juga mendapatkan balasan dari Kenzo. Hingga menit ke empat, barulah ponselnya kembali berdering, menandakan adanya sebuah pesan baru di aplikasi chatting hijau miliknya.

Tuti terkesiap. Ia membelalakan matanya begitu melihat nominal DP yang Kenzo berikan untuknya.

"Dua ratus juta? Aaaa!!!!" Tuti berteriak histeris saat melihat bukti transfer yang dikirimkan oleh Kenzo padanya. Pasalnya, Tuti belum pernah mempunyai uang sebanyak itu.

"Cepatlah bawa dirimu padaku!!" Kenzo membalas.

"Aku tidak akan mengecewakan dirimu," Tuti masih saja bersikap jika ia adalah Riani.

Bukan tanpa alasan Tuti berlaku demikian. Tuti tidak ingin mengambil resiko jika ia memberitahukan bahwa diirnyalah atau ibu tiri Riani yang menjual gadis malang itu. Tuti hanya tidak ingin berurusan dengan hukum. Tuti tidak ingin dirinya di jerat dengan pasal perdagangan manusia. Maka dari itu tugasnya sekarang adalah bagaimana membuat Riani datang kepada Kenzo dan membuat Riani mengakui jika dirinyalah yang menjual dirinya sendiri.

Tak ingin membuang waktu, Tuti segera menelfon atasan Riani yang bekerja sebagai seorang Kepala Regu di pabrik. Tuti memang tidak menelfon Riani secara langsung, karena saat Riani bekerja, ponselnya selalu di taruh di dalam loker sesuai dengan peraturan perusahaan.

Usai menerima telfon dari Tuti, Kepala Regu pun memberitahukan kepada Riani jika ayahnya mengalami kecelakaan dan dilarikan ke sebuah rumah sakit swasta yang terkenal di pusat kota.

"Astagfirullah, Bapak!" Riani langsung meneteskan air matanya tatkala mengetahui kabar buruk mengenai ayahnya.

"Ri, sabar ya?" Teman Riani yang bernama Asti hanya bisa memberikan dukungan moril sebelum Riani meninggalkan mejanya.

Riani langsung meminta izin kepada ketua regu untuk pulang. Ketua regu itu pun mengizinkan. Riani mengambil semua barang-barang miliknya di loker dan bergegas pergi ke rumah sakit yang diberitahukan oleh Tuti kepada ketua regu.

"Bapak, Riani mohon bertahanlah! Hanya Bapak yang Riani punya," Riani terus menangis sembari mengayuh sepedanya yang telah usang meninggalkan area pabrik.

Kayuhan kakinya semakin cepat, berharap sepeda butut itu segera mengantarkan dirinya bertemu dengan sang ayahanda tercinta. Saat rumah sakit sudah dekat, Riani mengayuh sepedanya semakin cepat. Tak ia pedulikan kaki yang letih dan pegal karena harus mengayuh selama kurang lebih empat puluh menit.

"Kenapa Bapak bisa celaka, Bu?" Riani langsung melayangkan pertanyaan ketika ia sampai di IGD dan melihat Tuti di sana.

"Katanya Bapak kamu nyebrang gak liat-liat. Nyusahin aja! Dari mana kita dapet uang buat perawatan rumah sakit Bapak kamu? B*JS gak punya!! Yang nabrak juga abis bawa bapak kamu ke Rumah sakit, dia langsung pergi. Bapak kamu kayanya seneng banget bikin keluarga kita susah," Tuti langsung mengeluarkan uneg-unegnya.

Walaupun keluarga mereka masuk ke dalam keluarga tidak mampu, tapi Andy tidak memiliki asuransi kesehatan gratis dari pemerintah. Saat Riani mengajukan hal itu kepada RT, RT setempat selalu beralasan jika Andi memiliki dua anak yang bekerja, dan tak layak mendapatkan bantuan. Bila punya pun, asuransi kesehatan tidak akan mengcover biaya rumah sakit pasien kecelakaan, karena itu menjadi tanggung jawab jasa rah*rja.

"Apa Riani urus aja ke dinsos ya, Bu? Urus surat keterangan tidak mampu. Atau kita urusin ke Jasa Rah*rja," Riani menjawab di isak tangisnya. Dirinya pun tidak tahu dari mana biaya perawatan Andi. Sementara Riani saja tidak mempunyai tabungan sepeser pun karena gajinya selalu habis dipakai untuk membiayai kebutuhan sehari-hari.

"Urus ke Jasa Rah*rja gimana? Dasar anak bodoh! Petugas rumah sakit udah minta kita buat urus segala administrasinya di depan!!" Semprot Tuti sehingga membuat beberapa orang menoleh pada mereka.

"Kita pikirkan nanti, Bu. Sekarang gimana keadaan Bapak?" Riani menatap pintu ruang IGD yang masih tertutup.

"Kata dokter kaki bapak kamu patah! Kata dokter harus segera operasi. Makin aja dia nyusahin kita!" Tuti melipat tangannya di dada.

"Astagfirullah, Bapak!!" Riani menangis histeris begitu mengetahui keadaan ayahnya.

"Yang harus nangis tuh ibu, Ri. Gimana kita dapet uang, Hah?" Tuti mendekat kepada Riani yang berdiri di depan ruang IGD.

"Riani coba minta pinjeman dulu ke perusahaan ya, Bu?" Riani menghapus air matanya dan mengambil ponselnya di dalam tas.

Riani menelfon kepada bagian koperasi. Riani menceritakan jika ayahnya terkena musibah dan harus segera di operasi. Tapi harapan Riani seakan pupus, bagian koperasi menolak ajuan pinjamannya karena Riani masih memiliki hutang kepada koperasi. Riani memang berhutang kepada perusahaan untuk biaya sekolah Gita setahun yang lalu.

"Dapet?" Tanya Tuti ketika Riani terduduk lemas di kursi tunggu.

"Gak, Bu. Kita harus gimana? Riani gak mau terjadi apa-apa sama Bapak!" Riani terisak. Ia bingung harus dari mana mendapatkan uang besar dalam waktu yang singkat seperti ini.

"Ibu tahu caranya! Sini ikut ibu!" Tuti langsung menarik tangan Riani.

"Ibu mau bawa Riani ke mana? Gimana kalau dokter nyari keluarga Bapak?" Protes Riani saat dirinya terus di seret oleh Tuti keluar dari gedung rumah sakit.

Tuti baru melepaskan tangan putri sambungnya tatkala mereka sampai di taman rumah sakit.

"Ibu tahu dari mana kita dapat uang!" Tuti menatap Riani dengan serius.

"Dari mana, Bu?" Perlahan senyuman terbit dari bibir Riani. Hatinya sedikit lebih plong ketika mendengar ucapan ibu tirinya itu.

"Ada yang mau beli kamu dengan harga fantastis!" Ucap Tuti di dekat telinga Riani.

"Maksud ibu?" Riani membulatkan matanya.

"Iya. Ada pria kaya yang mau jadikan kamu simpanannya. Dia bilang mau membiayai seluruh pengobatan ayah kamu," Tuti membohongi Riani.

"Ibu?" Air mata terjatuh dari mata sayu Riani. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang ibunya katakan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Daughter For Sale   Tamat

    Mobil Kenzo tiba di sebuah daerah yang sangat asri. Wilayahnya terdiri dari pegunungan yang begitu hijau dan sejuk. Tak lama hamparan sawah semakin memanjakan mata. Ya, mobilnya kini sudah sampai di kampung halaman Andi, ayah dari Riani. "Terima kasih Kakak masih mau mengajakku pergi!" Gita menangis terisak. Kenzo terdiam. Hatinya merasa sesak. Apakah ini benar benar hari perpisahan mereka? Kenzo melirik Riani. Wanita itu terlihat tidak bergairah Semenjak kepergian sang ayah, keceriaan Riani seolah hilang tak berbekas. "Kakak masih punya nurani," Riani berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Satu sisi hatinya yang lain, Riani begitu marah pada Gita. Akan tetapi, bagaimana pun Andi tak akan senang bila ia meninggalkan sang adik di kota. Terlebih ia sudah tidak memiliki tempat bernaung dan sanak saudara yang bisa menyayangi. Hanya dirinya kini yang dimiliki oleh Gita. Riani berharap Gita dapat merubah segala sikap buruknya dan berubah menjadi pribadi yang baik. Keduanya k

  • Daughter For Sale   Mengakhiri Perjanjian

    Meski enggan melepaskan, akan tetapi Kenzo tidak memiliki alasan untuk menahan wanita itu lebih lama di sisinya. Kenzo yang sudah menyukai Riani pun seolah tak rela dengan perpisahan mereka. Akan tetapi, ingin menahan pun Kenzo sudah tak mempunyai ancaman agar Riani mau berada di sisinya. "Ada Shakilla yang akan menggantikanku," ucap Riani yang membuat Kenzo menggelengkan kepalanya. Riani seakan tak peduli. Ia segera membawa kopernya keluar dari apartemen Kenzo. Pria jangkung itu terlihat mencekal tangannya dan menghadap jalan wanita cantik itu. Langkah Riani pun terhenti karena cekalan dari mantan bosnya. "Setidaknya biarkan aku mencarikan tempat tinggal yang nyaman untukmu. Kau mau ke mana malam-malam seperti ini? Di luar kejam, Ri. Tidak akan ada yang berbaik hati padamu," ucap Kenzo. "Aku bisa pergi ke mana pun yang aku mau. Kau tak perlu khawatir, aku mempunyai uang yang cukup," Riani seakan tak ingin tergoyahkan untuk pergi dari sana. "Tolong biarkan aku mengantarmu! S

  • Daughter For Sale   Tekad Riani

    Riani menatap gundukan tanah yang penuh dengan bunga berwarna warni di atasnya. Wanita cantik itu mengusap nisan sang ayah dengan air mata yang terus berderai. Kini orang yang selalu ia perjuangkan kebahagiaannya sudah pergi."Bagaimana Riani menjalani hidup ini tanpa Bapak?" Riani memeluk nisan sang ayah dan menangis tersedu-sedu.Kenzo, Yogi dan Ardi yang hadir pun hanya berdiri di belakang Riani. Mereka menundukan kepalanya. Perasaan bersalah lebih mendominasi diri Kenzo. Dirinya memberikan perawat yang lalai dalam menjaga Andi. Jika saja Andi tidak di bawa paksa oleh Gita dan Tuti, pasti pria itu kini masih hidup."Maut, jodoh, rejeki Allah yang ngatur!!" Ucap Ardi yang seakan tahu apa yang dipikirkan oleh Kenzo.Kenzo memang menceritakan semua peristiwa yang Andi alami pada kedua sahabatnya. Penyesalan dirasakan Kenzo semakin besar kala menyadari jika kini Riani sudah kehilangan sosok cinta pertamanya."Bapak!" Gita berjongkok dan mengusap nisan Andi yang satunya. Mata gadis itu

  • Daughter For Sale   Kepergian Andi

    Riani telah sampai di rumah sakit tempat Andi dirawat. Wanita itu ke rumah sakit diantar langsung oleh Kenzo. Pria paruh baya itu kini tengah menjalani perawatan intensif di ruang ICU. Riani mendekat ke arah pintu dengan berderai air mata. Tampak di sana Gita dan Tuti tengah terduduk di kursi yang ada di depan ruangan ICU."Kalian lagi!!" Riani menjerit dan menghampiri Tuti dan Gita.Bak kehilangan kendali, Riani langsung menjambak rambut Gita dengan beringas. Tak ia hiraukan teriakan Tuti dan Kenzo yang mencoba melerainya. Kenzo semakin keras menarik Riani dari Gita yang hanya diam tak melawan. Gadis itu terus terisak karena syok melihat kondisi Andi yang saat ini dinyatakan koma."Kamu ini anak kandungnya! Bisa-bisanya kamu culik bapak buat kamu sia-siakan! Mikir kamu, Ta! Selama ini aku dan bapak sayang sama kamu. Bapak selalu sayang dan engga pernah membeda-bedakan kita!" Teriak Riani yang tak tahan dengan tingkah adik tirinya.Jika Tuti, Riani bisa memaklumi karena wanita itu sed

  • Daughter For Sale   Kesedihan Yang Mendalam

    Riani mencoba menelfon nomor ayahnya, tapi nomornya tidak aktif. Hal itu membuat Riani resah. Apalagi dirinya belum sama sekali melihat ayahnya yang telah diberi rumah baru oleh Kenzo. Kenzo menatap Riani dengan cemas. Entah mengapa ia belum rela jika Riani harus pergi saat ini juga. Padahal sudah ada Shakilla di sisinya seperti yang Kenzo idam-idamkan beberapa tahun ini. "Kenzo, aku ingin bertemu Bapak," Riani langsung berdiri dari duduknya. Ia memegang tangan Kenzo dengan penuh harap pria itu dapat mengantarkannya pada Andi. "Aku sedang ada urusan di kantor. Dua hari lagi aku akan mengantarkanmu ke sana," Kenzo berjanji walau ia sendiri tidak tahu pasti kapan Andi akan ditemukan. "Dua hari lagi? Mengapa sangat lama?" Riani mencebikan bibirnya. "Aku harus bekerja agar bisa menggajimu," jawab Kenzo seraya berlalu dari hadapan Riani. "Tapi kamu janji ya bawa aku ke sana dua hari lagi?" Riani mengejar Kenzo yang berjalan ke arah dapur. "Iya. Aku janji," Kenzo mengambil gel

  • Daughter For Sale   Andi Yang Malang

    Andi meringkuk di atas kasur usang yang ada di kontrakan istri dan anaknya. Andi memang dibawa ke kontrakan Tuti. Akan tetapi, karena takut di cari oleh Kenzo, mereka pun berpindah kontrakan dan menyewa kontrakan yang memiliki dua kamar. Uang kontrakan baru itu didapatkan karena Gita mendaftar aplikasi pinjaman online. Andi berguling ke sana ke mari. Ia terus mendengar suara orang-orang memanggil namanya. Andi mengambil bantal dan menutupi telinganya dengan harapan suara-suara itu menghilany. Andi memang menderita skizofrenia. Ia sering mendengar suara-suara yang menurutnya seperti sebuah bisikan. Akan tetapi, suara-suara itu akan menghilang jika Andi rutin meminum obat. "Bangun kamu!" Tuti membuka pintu dengan kasar dan menatap suaminya dengan nyalang. Ia terlihat membawa semangkuk nasi dan juga obat yang harus Andi minum hari ini."Ri, Riani?" Andi berharap putri sulungnya yang datang."Engga ada si Riani. Nih makan!" Tuti menyimpan nasi yang hanya di lumuri kecap itu di atas kasu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status