Davira tersenyum bahagia saat mendengar suara pintu apartemen terbuka menandakan jika Haikal telah sampai. Davira mengganti posisinya lebih terlihat menggoda menyambut kedatangan Haikal.
Cklek....
"Hai, Om!" sapa Davira girang seraya melambai-lambaikan sebelah tangannya heboh ke arah Haikal yang menatapnya horor.

"Ngapain kamu kesini?" tanpa basa-basi lagi Haikal langsung melayangkan pertanyaan untuk Davira.
"Tentu saja untuk menemui sekaligus menemani malam Om." jawab Davira genit dengan menggigit bibir bawahnya sensual.
Davira bergerak dari posisi berbaringnya hingga kini ia menjadi duduk di ranjang, matanya tak pernah lepas fokus menatap Haikal intens dan penuh godaan.
Haikal yang melihat itu menghela nafasnya. "Davira, Om ingin bertanya sama kamu."
"Tanya saja."
"Tapi, kamu jawab dengan jujur ya." dengan cepat Davira mengangguk semangat.
"Apa impian kamu?" tanya Haikal serius.
Davira tersenyum seraya menjawab dengan santai, "menjadi istri Om Haikal, tentunya."
Haikal meradang mendengarnya, ini bukan ke satu-dua kalinya Davira menjawab seperti ini.
"Vira, saya bertanya serius sama kamu!" tekannya marah, "sekali lagi saya tanya, apa cita-cita kamu?"
"Menjadi ibu masa depan yang melahirkan anak-anak Om, buah cinta kita." ucap Davira dengan kedua mata yang berbinar bahagia.
Haikal terbengong di tempatnya, tak pernah terpikirkan olehnya jika gadis yang selama ini sudah ia anggap seperti anaknya sendiri terlampau tertarik padanya.
"Kenapa?" tanya Haikal lirih membuat Davira bingung dengan arti pertanyaan kenapa darinya.
"Maksudnya, Om?"
"Kenapa kamu seperti ini Vira, huh? Kenapa kamu selalu dan selalu saja mengatakan itu? Dan kenapa harus saya? Dari banyaknya pria di dunia ini, kenapa kamu memilihku?" Haikal mencengkeram kuat kedua bahu Davira.
Sedikit menciut Davira saat mendapati tatapan tajam dari Haikal yang serasa mematikannya. "O-om," tercekat suara Davira saat memanggil Haikal yang tampak menakutkan saat ini.
Davira meringis merasakan cengkeraman tangan Haikal di bahunya yang semakin kuat. Haikal sendiri langsung tersadar dengan apa yang ia lakukan saat mendengar suara ringisan Davira.
"Astaga, sayang!" terperanjat Haikal langsung melepaskan cengkeramannya, "maafkan Om."
Haikal mengusap-usap lembut kedua bahu Davira yang terbuka sebab gadis itu yang memakai tank-top tipis garis-garis putih hitam.
"Apakah sakit?" tanya Haikal cemas saat melihat kedua bahu Davira yang memerah.
Melihat Haikal yang panik seperti itu pun tentu menjadi kesempatan emas untuk Davira. "S-sakit Om," ringisnya dengan suara terbata.
Haikal semakin panik dan langsung berinisiatif mengambil salep anti perih. "Om!" Davira menahan lengan Haikal yang hendak melangkah mengambil kotak obat.
"Mau kemana?" rengeknya.
"Mengambil obat."
Davira menggeleng, "bukan obat yang Davira butuhin Om, ada obat lain yang lebih mujarab nyembuhin perih ini." sambung Davira menggerakkan bahunya.
"Apa obatnya?"
"Sini Om!" Davira menepuk sisi ranjang di sampingnya setelah menyingkirkan pizza yang sedari tadi ada disana, mengisyaratkan Haikal agar duduk di sampingnya.
Haikal menuruti keinginan Davira yang tiba-tiba langsung menyodorkan bahu kanannya pada Haikal.
"Apa?!" tanya Haikal tajam dengan sebelah alis terangkat, sengaja memasang muka galak berjaga-jaga saja jika Davira mengerjainya atau melakukan sesuatu hal yang gila.
"Tiupin Om," pinta Davira lirih dan kembali meringis.
Haikal terperanjat dengan permintaan Davira barusan dan tentu saja berniat ingin menolaknya. Tetapi, setelah mendengar ringisan Davira kembali pada akhirnya Haikal tak kuasa untuk mengabaikannya.
Davira menahan nafasnya sejenak menunggu antisipasi dari hembusan nafas hangat yang keluar dari mulut Haikal. Satu tiupan berhasil Haikal daratkan di bahu Davira yang otomatis langsung membuatnya merasa merinding.
Haikal terus meniupi secara bergantian bahu Davira, dan dengan isengnya Haikal mengecup salah satu bahu gadis itu.
"Uuh, bagus Om, dengan begitu dia akan cepat sembuh." ucap Davira iseng sengaja menggodanya.
Haikal tersenyum miring mendengar ucapan gadis di depannya ini, bukannya marah atas tindakan kurang ajarnya Davira malah senang.
"Bagaimana jika Om melakukan hal yang lain?" tanya Haikal berbisik sensual di telinga Davira, "melakukan yang lebih dari ini." sambungnya lagi masih dengan berbisik, bahkan Haikal sengaja meniupkan hembusan nafasnya ke telinga Davira.
"Emmhh, melakukan hal lebih seperti apa Om?" Davira bertanya balik seakan menantang ucapan Haikal barusan.
"Seperti...?" Haikal tercekat saat ingin menjawabnya, seketika ia tersadar dengan apa yang ia lakukan.
Ini tidak akan berhasil, Davira bukanlah seperti wanita pada umumnya. Gadis ini unik dan hanya ada satu di dunia tentunya, menakuti Davira dengan cara ini tentu tidak akan mempan, justru Davira malah sangat senang.
Kalau seperti ini yang ada aku ke jebak sendiri dengan ucapanku. batin Haikal merasa pusing.
Astaga!
"Bagaimana perasaan Anda setelah menikah, Nona Davira?""Tentu saja bahagia.""Anda tidak menyesal menikah di usia muda?"Davira melirik kesal pada sang pembawa acara program reality show di salah satu channel televisi swasta. Bagaimana tidak kesal? Pasalnya, sudah perjanjian bahwa pertanyaan seperti itu tidak ada masuk ke dalam pembahasan dan perbincangan mereka. Tapi, ternyata Davira terkecoh oleh program acara ini."Maaf, sepertinya petanyaan seperti ini melenceng jauh dari kesepakatan kita. Anda tau, bahwa wajah kami dan kisah kehidupan pernikahan kami menjadi sorotan penuh minat oleh semua orang yang saat ini mungkin tengah menyaksikan acara ini." ucap Davira mengingatkan.Sang pembawa acara itu tersenyum malu. "Ah, maaf, tapi sepertinya pertanyaan yang saya ajukan belum termasuk melanggar perjanjian kita sebelumnya Nona."Davira memutar bola matanya kesal sekaligus j
Dua bulan kemudian....Bagi Haikal dan Davira tidak butuh waktu lebih lama lagi untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Begitu keduanya sudah siap dengan niat dan tekad yang bulat, akhirnya sepasang kekasih dengan perbedaan umur yang jauh itu memutuskan untuk menikah.Dan ... hari bahagia itu jatuh pada hari ini. Baik Haikal maupun Davira sama-sama dilanda rasa gugup yang luar biasa untuk menyambut hari ini.Akan ada serangkaian acara yang akan mereka lewati nanti, dimulai dari ijab kabul sampai resepsi pernikahan.Meski dilanda perasaan gugup namun tak dipungkiri keduanya juga jika mereka sudah tak sabar untuk segera dipersatukan dalam ikatan suci pernikahan. Davira yang sudah tak sabar menjadi istri sah Haikal, dan begitu juga dengan Haikal yang sudah tak sabar ingin segera memiliki Davira seutuhnya.Namun dibalik itu semua, mereka berdua sama-sama tau jika proses perjalanan cinta merek
Cavia merasa sangat malu dan menutupi wajah cantiknya yang terlihat pucat dengan kedua telapak tangannya. Rasanya, Cavia sudah tak memiliki wajah lagi untuk berhadapan dengan Davira dan Haikal.Padahal niatnya untuk pertemuan ini adalah meminta maaf pada kedua orang itu. Karena gosip murahan atau fitnahnya-lah yang membuat Davira dan Haikal bertengkar hebat. Belum lagi aksi Davira yang sempat melabrak Ayesha.Cavia tau betul dan sangat sadar dengan tindakannya itu sebelum pada akhirnya ia memutuskan untuk bunuh diri saja. Entahlah, saat itu Cavia memiliki alasan sendiri kenapa sampai memilih jalan pintas seperti itu."Maafkan aku, Vira, Om." kata Cavia sangat lirih."Aku benar-benar menyesal dan sangat malu atas apa yang aku lakukan." isak Cavia terdengar pilu.Terbukti, kata-kata Cavia mampu menggetarkan relung hati Davira yang terda
Seminggu kemudian Davira mendengar kabar jika Cavia sudah di perbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit. Selama itu pula ia dan Haikal tak pernah datang lagi ke rumah sakit untuk menjenguknya.Haikal melarang keras Davira untuk pergi, karena menurut Haikal tak ada untungnya juga menjenguk Cavia yang ternyata bebal dan sangat keras kepala.Gadis itu masih terus saja menyesali takdirnya yang masih hidup. Pernah sekali, beberapa hari yang lalu Davira dan Haikal mendapat kabar jika Cavia kembali mencoba melakukan upaya bunuh diri dengan cara meminum racun.Davira tidak tau pasti kejelasan dari ceritanya seperti apa. Yang hanya Davira tau bahwa aksi nekat Cavia itu kepergok dan berhasil di gagalkan oleh salah satu suster yang tengah bertugas saat itu.Meski kecewa dengan Cavia, tetapi Davira merasa senang dan bersyukur karena sepupunya itu selamat dari kematian. Setidaknya Davira ingin Cavia tetap hidup sampai ajaln
Seluruh keluarga kaget dengan reaksi Cavia tampak terkendali pasca setelah sadar dari koma. Kia dan Nando sedari tadi sudah mencoba berusaha untuk menenangkan Cavia mengingat kondisi gadis itu."Kenapa kalian menyelamatkanku?" begitulah kata-kata yang terus di ucapkan Cavia. Seakan gadis itu tak mensyukuri dirinya yang masih hidup."Jadi kamu ingin mati?" seruan Haikal yang sejak tadi tampak geram melihat Cavia.Dengan langkahnya yang pasti Haikal berjalan mendekati ranjang, menatap tajam tepat ke manik mata Cavia. "Kamu merasa menyesal karena tidak jadi mati, begitukah?"Cavia menatap sendu Haikal yang justru malah balas menatapnya tajam. Melihat itu Davira menjadi was-was dan takut jika Haikal hendak berniat melukai Cavia."Ayesha, panggilkan Suster dan Dokter." bisik Davira pada Ayesha yang berdiri di sampingnya.
Kabar baik untuk seluruh keluarga karena hari ini Cavia sudah sadar. Mendengar itu tentu saja semua anggota keluarga senang mendengarnya, tak terkecuali Ayesha dan juga pak Ridwan.Sejak pagi tadi Ayesha dan bapaknya sudah tiba di rumah sakit. Disana juga sudah ada Nando beserta Kia, sang istri tercintanya. Sedangkan untuk Hasan, entahlah, pria itu belum menampakkan batang hidungnya sedari tadi sampai sekarang.Kia dan Nando sekarang tengah di dalam kamar rawat inap Cavia sementara Ayesha dan pak Ridwan lebih memilih menunggu diluar dan duduk di kursi tunggu rumah sakit.Sembari terus menunggu, mereka di kejutkan dengan kehadiran keluarga Atmadja dan Haikal yang datang ke rumah sakit secara bersamaan. Sedangkan Orlando, putra bungsu Airaa dan Dava tidak bisa ikut ke rumah sakit karena harus mengikuti ujian sekolah.Terlihat Dava menyapa hangat Ridwan seraya bertanya. "Sudah lama disini?""Sejak