Share

3.

Yoo bro! Ada yg baca cerita ini gak seh? 👀

Kalau ada vote dan komennya dong, jangan diem-diem bae kayak orang sariawan. 🙌

Happy reading!

👒👒👒👒👒👒

Dava melirik takut-takut ke arah isterinya yang tampak mengerikan jika dalam keadaan marah mode on. Entah hal apa yang membuat Airaa marah besar, bahkan sejak beberapa jam yang lalu wanita itu mendiamkan Dava.

Dava jadi serba salah, ngajak ngomong gak di sahutin, di abaikan untuk sementara biar tenang pun di bilang gak peka dan gak peduli.

Hufffhh!

Wanita memang selalu benar. batin Dava berusaha sabar dalam menyikapi situasi seperti ini. Hal kayak gini bukan satu dua kali buat Dava, ibaratnya ia sudah kenyang sekenyang-kenyangnya.

"Sayang, ka...." ucapan Dava terhenti ketika melihat bola mata yang melotot horor ke arahnya.

Dava langsung merubah ekspresi takutnya menjadi nyengir. "Aku salah apa yank?" tanyanya membujuk, berusaha mencairkan suasana yang menguarkan aura ketegangan.

Terlihat Airaa berdecak sebal melihat ke arah Dava. Namun, Airaa memilih tetap bungkam dan mengabaikan Dava. Menganggap seolah-olah Dava itu tidak ada di dekatnya.

Dava semakin frustasi!

Gini amat yaak kalau marah. batin Dava menggerutu, memutar otaknya mencari ide agar amarah istrinya berkurang.

Dava iseng mencoba mencari solusi mengatasi kemarahan isteri agar mereda lewat situs pencarian di aplikasi terlaris yang banyak di gunakan. Ada banyak pilihan dari solusi yang di tawarkan lewat aplikasi itu, Dava pun mencoba meng-klik salah satu pilihan yang membuatnya merasa tertarik. Ya, kali aja ini sungguh bermanfaat dan bisa menghilangkan amarah Airaa.

"What the f**k." hampir saja Dava mengumpat saat melihat salah satu solusi yang di berikan aplikasi itu yang menyuruh untuk meredam amarah isteri adalah... dengan mengajak si isteri untuk berc***a.

Yang benar saja? 

Dava melirik ke arah Airaa yang kini telah membaringkan tubuhnya ke ranjang, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut sampai sebatas leher.

Dava menelan ludahnya kasar, ya kali dia mengajak Airaa untuk begituan disaat kondisinya marah. Yang ada bukannya meredam, tapi Airaa langsung melayangkan gugatan cerai untuknya.

Astaga!

Amit-amit jabang kecebong.

Dava kembali melirik ponselnya yang masih menampilkan solusi tadi. Iya langsung mematikan ponselnya dan melemparkannya ke sofa yang ada di kamarnya.

Moodnya sudah lenyap ketika melihat solusi membawa petaka tadi. Mengikuti instruksi itu sama saja artinya dengan melakukan suatu tindakan kebodohan baginya. Satu-satunya cara untuk menyelesaikan ini adalah dengan bicara langsung pada orangnya. Tak peduli jika akhirnya nanti bakalan seperti apa, intinya saat ini ia harus tau apa sebab-musabab isterinya ini marah.

Perlahan Dava mendekati ranjang, menaikinya dengan gerakan pelan dan mengambil posisi berbaring di samping Airaa.

"Sayang, kamu sudah tidur?" tanya Dava pelan.

Tak ada sahutan, dan Dava menebak jika isterinya itu pastinya sudah tertidur.

Dava menghela nafasnya kasar, "sudah berapa lama kita menikah, Airaa?" tanyanya pelan, "sembilan belas tahun." sambung Dava menjawab sendiri pertanyaannya.

"Selama itu pula kita sudah melewati banyak hal. Suka duka telah kita lewati bersama-sama Airaa, tapi, sampai saat ini pun semuanya masih tetap sama." Dava tersenyum kecut, "aku tidak akan pernah tahu apa kesalahanku yang membuatmu marah. Aku tidak akan pernah tahu jika tidak kamu sendiri yang mengatakannya padaku, Airaa."

"Hiks...." suara isakan terdengar lolos dari bibir Airaa. Dava langsung menolehkan kepalanya cepat melihat sang isteri.

Tampak Airaa tengah menangis dan Dava pun menjadi panik. "Sayang!" panggil Dava menyentuh lengan Airaa lembut.

"Ada apa? Kenapa kamu menangis?" tanya Dava dengan suara selembut mungkin.

Airaa dengan cepat pula menepis tangan Dava, mendapat perlakuan seperti itu tentu saja Dava tersentak kaget. Airaa berangsur bangkit perlahan dari posisi berbaringnya, menghapus air matanya yang meleleh di pipi kemudian menatap nyalang Dava.

"Kamu bertanya ada apa?" tanya balik Airaa dengan suara menggeram menahan kesal.

Dava mengangguk, "sayang, seharusnya kamu bilang apa kesalahanku biar aku tahu dan mencoba memperbaiki diri."

"Mencoba memperbaiki diri?" ulang Airaa sembari tertawa kecil, "aku muak mendengarnya!"

Dava melotot mendengar ucapan Airaa, apa maksudnya arti dari kata muak itu? Jangan bilang...?

"Enggak!" Dava menggelengkan kepalanya, "kamu gak boleh ngomong kayak gitu Airaa, aku gak suka dengernya."

"Suka-suka aku lah, memang aku peduli kamu suka dengan ucapanku apa enggak."

"Airaa!" gantian Dava yang memanggil dengan suara menggeram menahan kesal.

"Apa?!" sahut Airaa lantang, sepertinya tak ada sedikitpun ketakutan dalam diri Airaa menanggapi Dava.

Dava memejamkan matanya berusaha meredam dirinya yang hampir meledak atas sikap isterinya. Selalu seperti ini jika kemarahan menghampiri Airaa, sikap lembut wanita itu pun bahkan menghilang dalam sekejap bergantikan dengan sikap garang yang penuh berapi-api.

*****

Haikal membaca pesan teks yang di kirimkan Airaa beberapa jam yang lalu. Dalam pesan itu Airaa menanyakan tentang keberadaan Davira, apakah anaknya itu sekarang ini tengah bersamanya?

Haikal memang belum membalas pesan Airaa, padahal ia sudah membacanya sekitar lima belas menit yang lalu. Satu jari jempol Haikal hanya bergerak mengusap-usap kata demi kata itu.

Matanya melirik ke arah ranjang dimana seorang gadis tengah terlelap disana. Barusan saja Haikal berhasil membuat Davira tertidur setelah serangkaian siksaan godaan gadis itu untuknya. Beruntunglah Haikal bisa melewatinya dengan aman meskipun tadi ia sempat kewalahan dan panas dingin yang mengakibatkan efek cenat-cenut berkepanjangan.

Syukurlah sudah meredam saat akal sehatnya kembali pulih dan mengingatkan dirinya jika Davira adalah puterinya, puteri kecil kesayangannya.

Meskipun kini gadis itu sudah tidak lagi kecil, dan polos seperti dulu. Malahan sekarang pengen di polosin Haikal, huffhh!

Ini memang siksaan berat, bro! Terapi, Haikal tidak akan pernah bisa marah terlebih atas segala sikap dan tindakan yang Davira perbuat.

Mungkin Haikal akan marah bahkan meledak, tapi hanya sesaat dan sebatas itu saja sebab ia tak pernah bisa membenci Davira. Terkadang gadis itu terlihat sangat lucu dan menggemaskan dalam sewaktu-waktu. Haikal pun tak mengerti dengan dirinya, biasanya ia akan marah dan meledak berkepanjangan apabila setiap kali melihat wanita genit yang berniat mencoba merayunya. Tapi, berbeda dengan Davira.

Apakah ini cinta? Bukannya benci dan cinta itu beti, alias beda tipis? Entahlah, Haikal tak mau memikirkannya terlalu jauh, jika demikian maka ini semua tak lah masuk akal.

Haikal menggelengkan kepalanya kuat, apa itu? Kenapa pula ia bisa berpikir sampai sejauh itu? Oh, sial! Sadarlah Haikal! batinnya frustasi.

"Enghh!" suara Davira yang mengerang, Haikal dapat melihat jelas gadis itu yang menggeliatkan tubuhnya dengan mata terpejam.

Selimut yang menutupi sekujur tubuh tingginya melorot merosot ke bawah lantai akibat pergerakan Davira yang super. Haikal menatap tak berkedip pada sepasang kaki jenjang mulus dengan warna kulit tak terlalu putih namun juga tak terlalu hitam. Warna kulit tubuh Davira cenderung kuning langsat yang menjurus ke eksotis, hal itu yang menjadi daya tarik tersendiri untuk Haikal yang tergugah dengan suguhan di atas ranjang sana.

Davira terlihat begitu menggiurkan dan tampak sangat lezat. Sebut saja jika Haikal adalah seorang lelaki bejat, maka pria itu tentu tak akan membuang-buang waktu lagi untuk tak menerjang dan melahap rakus Davira.

Shitttt!

Sesuatu di bawah sana tampak bereaksi menggeliat bangun dan mulai mengeras.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status