Yoo bro! Ada yg baca cerita ini gak seh? 👀
Kalau ada vote dan komennya dong, jangan diem-diem bae kayak orang sariawan. 🙌
Happy reading!
👒👒👒👒👒👒
Dava melirik takut-takut ke arah isterinya yang tampak mengerikan jika dalam keadaan marah mode on. Entah hal apa yang membuat Airaa marah besar, bahkan sejak beberapa jam yang lalu wanita itu mendiamkan Dava.
Dava jadi serba salah, ngajak ngomong gak di sahutin, di abaikan untuk sementara biar tenang pun di bilang gak peka dan gak peduli.
Hufffhh!
Wanita memang selalu benar. batin Dava berusaha sabar dalam menyikapi situasi seperti ini. Hal kayak gini bukan satu dua kali buat Dava, ibaratnya ia sudah kenyang sekenyang-kenyangnya.
"Sayang, ka...." ucapan Dava terhenti ketika melihat bola mata yang melotot horor ke arahnya.
Dava langsung merubah ekspresi takutnya menjadi nyengir. "Aku salah apa yank?" tanyanya membujuk, berusaha mencairkan suasana yang menguarkan aura ketegangan.
Terlihat Airaa berdecak sebal melihat ke arah Dava. Namun, Airaa memilih tetap bungkam dan mengabaikan Dava. Menganggap seolah-olah Dava itu tidak ada di dekatnya.
Dava semakin frustasi!
Gini amat yaak kalau marah. batin Dava menggerutu, memutar otaknya mencari ide agar amarah istrinya berkurang.
Dava iseng mencoba mencari solusi mengatasi kemarahan isteri agar mereda lewat situs pencarian di aplikasi terlaris yang banyak di gunakan. Ada banyak pilihan dari solusi yang di tawarkan lewat aplikasi itu, Dava pun mencoba meng-klik salah satu pilihan yang membuatnya merasa tertarik. Ya, kali aja ini sungguh bermanfaat dan bisa menghilangkan amarah Airaa.
"What the f**k." hampir saja Dava mengumpat saat melihat salah satu solusi yang di berikan aplikasi itu yang menyuruh untuk meredam amarah isteri adalah... dengan mengajak si isteri untuk berc***a.
Yang benar saja?
Dava melirik ke arah Airaa yang kini telah membaringkan tubuhnya ke ranjang, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut sampai sebatas leher.
Dava menelan ludahnya kasar, ya kali dia mengajak Airaa untuk begituan disaat kondisinya marah. Yang ada bukannya meredam, tapi Airaa langsung melayangkan gugatan cerai untuknya.
Astaga!
Amit-amit jabang kecebong.
Dava kembali melirik ponselnya yang masih menampilkan solusi tadi. Iya langsung mematikan ponselnya dan melemparkannya ke sofa yang ada di kamarnya.
Moodnya sudah lenyap ketika melihat solusi membawa petaka tadi. Mengikuti instruksi itu sama saja artinya dengan melakukan suatu tindakan kebodohan baginya. Satu-satunya cara untuk menyelesaikan ini adalah dengan bicara langsung pada orangnya. Tak peduli jika akhirnya nanti bakalan seperti apa, intinya saat ini ia harus tau apa sebab-musabab isterinya ini marah.
Perlahan Dava mendekati ranjang, menaikinya dengan gerakan pelan dan mengambil posisi berbaring di samping Airaa.
"Sayang, kamu sudah tidur?" tanya Dava pelan.
Tak ada sahutan, dan Dava menebak jika isterinya itu pastinya sudah tertidur.
Dava menghela nafasnya kasar, "sudah berapa lama kita menikah, Airaa?" tanyanya pelan, "sembilan belas tahun." sambung Dava menjawab sendiri pertanyaannya.
"Selama itu pula kita sudah melewati banyak hal. Suka duka telah kita lewati bersama-sama Airaa, tapi, sampai saat ini pun semuanya masih tetap sama." Dava tersenyum kecut, "aku tidak akan pernah tahu apa kesalahanku yang membuatmu marah. Aku tidak akan pernah tahu jika tidak kamu sendiri yang mengatakannya padaku, Airaa."
"Hiks...." suara isakan terdengar lolos dari bibir Airaa. Dava langsung menolehkan kepalanya cepat melihat sang isteri.
Tampak Airaa tengah menangis dan Dava pun menjadi panik. "Sayang!" panggil Dava menyentuh lengan Airaa lembut.
"Ada apa? Kenapa kamu menangis?" tanya Dava dengan suara selembut mungkin.
Airaa dengan cepat pula menepis tangan Dava, mendapat perlakuan seperti itu tentu saja Dava tersentak kaget. Airaa berangsur bangkit perlahan dari posisi berbaringnya, menghapus air matanya yang meleleh di pipi kemudian menatap nyalang Dava.
"Kamu bertanya ada apa?" tanya balik Airaa dengan suara menggeram menahan kesal.
Dava mengangguk, "sayang, seharusnya kamu bilang apa kesalahanku biar aku tahu dan mencoba memperbaiki diri."
"Mencoba memperbaiki diri?" ulang Airaa sembari tertawa kecil, "aku muak mendengarnya!"
Dava melotot mendengar ucapan Airaa, apa maksudnya arti dari kata muak itu? Jangan bilang...?
"Enggak!" Dava menggelengkan kepalanya, "kamu gak boleh ngomong kayak gitu Airaa, aku gak suka dengernya."
"Suka-suka aku lah, memang aku peduli kamu suka dengan ucapanku apa enggak."
"Airaa!" gantian Dava yang memanggil dengan suara menggeram menahan kesal.
"Apa?!" sahut Airaa lantang, sepertinya tak ada sedikitpun ketakutan dalam diri Airaa menanggapi Dava.
Dava memejamkan matanya berusaha meredam dirinya yang hampir meledak atas sikap isterinya. Selalu seperti ini jika kemarahan menghampiri Airaa, sikap lembut wanita itu pun bahkan menghilang dalam sekejap bergantikan dengan sikap garang yang penuh berapi-api.
*****
Haikal membaca pesan teks yang di kirimkan Airaa beberapa jam yang lalu. Dalam pesan itu Airaa menanyakan tentang keberadaan Davira, apakah anaknya itu sekarang ini tengah bersamanya?
Haikal memang belum membalas pesan Airaa, padahal ia sudah membacanya sekitar lima belas menit yang lalu. Satu jari jempol Haikal hanya bergerak mengusap-usap kata demi kata itu.
Matanya melirik ke arah ranjang dimana seorang gadis tengah terlelap disana. Barusan saja Haikal berhasil membuat Davira tertidur setelah serangkaian siksaan godaan gadis itu untuknya. Beruntunglah Haikal bisa melewatinya dengan aman meskipun tadi ia sempat kewalahan dan panas dingin yang mengakibatkan efek cenat-cenut berkepanjangan.
Syukurlah sudah meredam saat akal sehatnya kembali pulih dan mengingatkan dirinya jika Davira adalah puterinya, puteri kecil kesayangannya.
Meskipun kini gadis itu sudah tidak lagi kecil, dan polos seperti dulu. Malahan sekarang pengen di polosin Haikal, huffhh!
Ini memang siksaan berat, bro! Terapi, Haikal tidak akan pernah bisa marah terlebih atas segala sikap dan tindakan yang Davira perbuat.
Mungkin Haikal akan marah bahkan meledak, tapi hanya sesaat dan sebatas itu saja sebab ia tak pernah bisa membenci Davira. Terkadang gadis itu terlihat sangat lucu dan menggemaskan dalam sewaktu-waktu. Haikal pun tak mengerti dengan dirinya, biasanya ia akan marah dan meledak berkepanjangan apabila setiap kali melihat wanita genit yang berniat mencoba merayunya. Tapi, berbeda dengan Davira.
Apakah ini cinta? Bukannya benci dan cinta itu beti, alias beda tipis? Entahlah, Haikal tak mau memikirkannya terlalu jauh, jika demikian maka ini semua tak lah masuk akal.
Haikal menggelengkan kepalanya kuat, apa itu? Kenapa pula ia bisa berpikir sampai sejauh itu? Oh, sial! Sadarlah Haikal! batinnya frustasi.
"Enghh!" suara Davira yang mengerang, Haikal dapat melihat jelas gadis itu yang menggeliatkan tubuhnya dengan mata terpejam.
Selimut yang menutupi sekujur tubuh tingginya melorot merosot ke bawah lantai akibat pergerakan Davira yang super. Haikal menatap tak berkedip pada sepasang kaki jenjang mulus dengan warna kulit tak terlalu putih namun juga tak terlalu hitam. Warna kulit tubuh Davira cenderung kuning langsat yang menjurus ke eksotis, hal itu yang menjadi daya tarik tersendiri untuk Haikal yang tergugah dengan suguhan di atas ranjang sana.
Davira terlihat begitu menggiurkan dan tampak sangat lezat. Sebut saja jika Haikal adalah seorang lelaki bejat, maka pria itu tentu tak akan membuang-buang waktu lagi untuk tak menerjang dan melahap rakus Davira.
Shitttt!
Sesuatu di bawah sana tampak bereaksi menggeliat bangun dan mulai mengeras.
Davira terhenyak bangun dari tidur nyenyaknya karena silau cahaya matahari yang masuk melalui celah hordeng yang terbuka. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya yang masih mengantuk, sebelah tangannya terangkat menutupi matanya demi menghalau silaunya cahaya matahari itu.Perlahan Davira turun dari ranjang, melangkah mendekati seseorang yang berdiri di depan jendela yang ternyata sudah di buka. Sosok itu tengah berdiri di tengah-tengah jendela dengan kedua tangan yang sengaja ia masukkan ke dalam saku celananya. Davira tersenyum dengan berjalan mengendap-endap agar tak mengeluarkan suara langkah kakinya."Hap!" suara Davira memekik nyaring ketika ia berhasil menggapai tubuh Haikal dalam pelukannya.Haikal sendiri tersentak kaget saat merasakan sepasang tangan yang memeluk tubuhnya dari belakang, mendekap hangat tubuhnya begitu mesra."Sudah bangun?" tanya Haikal menolehkan kepalanya sedikit miring.Da
"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" tanya Cavia memperhatikan Davira yang duduk di sampingnya. Rasa penasaran yang menyeruak membuatnya jadi kepo dengan hal apa yang membuat Davira cengengesan begitu."Haha, kepo ya?" goda Davira, "hhh lagian orang kayak lo tahu apa Cav soal cinta.""Cinta?" ulang Cavia mengerutkan dahinya bingung."Iya cinta, tahu apa kamu dengan satu kata penuh mantra dan makna itu?" tanya Davira.Cavia sedikit tersentak saat mendapati pertanyaan seperti itu dari sepupunya ini. Sesekali bola mata Cavia bergerak melihat ke arah pak supir pribadi keluarga mereka. Takut-takut jika si pak supir mendengarkan percakapan mereka, dan syukurlah Cavia saat mendapati pak supir yang tampak hanya cuek saja."Jadi, maksud dari pertanyaanmu barusan itu adalah kamu yang sedang jatuh cinta?""Bingo!" seruan Davira membenarkan tebakan Cavia, "tumbenan lo pinter." sambungnya te
Sebelum mulai baca cerita ini, ada baiknya untuk kalian baca terlebih dahulu cerita istri pilihan & Davra. Karena kedua cerita itu berkaitan dengan cerita ini. Oke 🤗________________________Davira menatap tidak suka pada sosok wanita muda yang duduk di samping bunda Kia. Mencibir dengan suara seperti jijik melihat orang itu yang selalu ada di tengah-tengah keluarga mereka. Duduk dengan wajah yang menunduk sendu sembari salah satu tangannya menopang di meja makan."Hei! Ngapain lo ada disini?" tanya Davira to the point tanpa tendeng alih.Sontak hal itu membuat semua orang yang berkumpul di ruang makan kaget, Davira melabrak Ayesha secara terang-terangan di depan kedua mata mereka. Tapi, itu bukan satu dua kali terjadi, hal ini memang kerap terjadi apabila seluruh keluarga berkumpul."Vir
Mendengkus kesal Davira menatap sengit pada dua orang yang barusan melewatinya. Rasanya jika tak memikirkan para orang tua, kemungkinan besar Davira sudah mencakar wajah wanita itu. Anak dari wanita gila jahat yang sangat ia benci, seperti itulah cerita yang pernah ia dengar lewat menguping pembicaraan antara mamanya dan bunda Kia. Meskipun Davira tidak begitu tahu cerita di masa lalu secara detailnya."Davira!" panggilan Dava membuyarkan segala lamunan Davira yang masih setia berdiri. "Duduk disini sayang." sambungnya menyuruh Davira agar duduk di kursi meja makan.Davira menurut sebab sudah tak ada lagi si dia yang sangat Davira benci. Davira memilih duduk di sebelah Orlando, adiknya.Orlando sendiri tampak cuek, tak ada sapaan jahil yang biasanya pemuda itu berikan setiap bertemu dengan Davira. Setelah insiden keributan kecil tadi cukup membuat semua orang yang ada di situ menjadi canggung dan tegang.Terut
Davira mendesah kecewa karena hari ini sepertinya ia tidak akan bisa menemui Om Haikal di apartemennya. Sebab, mulai hari ini di terapkan penjagaan ketat untuknya yang otomatis tak ada keringanan akses keluar untuknya. Sungguh hal ini sangat menyulitkan sekali untuknya, Davira tidak suka ini. Biasanya ia di beri sedikit kebebasan untuk keluar, tapi sepertinya tidak akan berlaku lagi mulai hari ini.Davira sendiri juga tak mengerti kenapa bisa seperti ini, padahal sedari awal semuanya berjalan baik-baik saja. Tak ada masalah, tak ada protesan, dan yang paling utama tak ada larangan. Davira berpikir keras, apa mungkin Om Haikal sendiri yang mengatakan sejujurnya pada mamanya? Atau mungkin, Cavia?Ah tidak, tidak, kalau Cavia rasanya tidak mungkin. Dugaan kuat Davira sangat yakin jika ini pasti ulah Om Haikal.Sial!!Jika memang begitu, apa mungkin maksudnya si Om Haikal ini udah bosan, udah muak dan gak kuat lag
Airaa menutup kedua matanya kembali, pura-pura tidur ketika mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Ah, itu pasti suaminya yang baru pulang dari mengantar anak mereka yang nakal ke rumah Haikal.What? Airaa tau?Ya, wanita itu tau jika suaminya ternyata melakukan persengkokolan dengan anak sulung mereka. Jadi, sebenarnya tadi Airaa tidak benar-benar tertidur saat Dava masih di dalam kamar ikut berbaring bersamanya.Airaa mendengar suara langkah kaki Dava yang perlahan keluar dari kamar. Hatinya berseru untuk mengikuti suaminya untuk menangkap basah anak dan bapak itu yang ketahuan bersekongkol. Tapi, niat itu di urungkannya.Airaa bukan wanita bodoh yang akan dengan gampang mereka tipu. Selama ini Airaa sempat menaruh curiga pada sang suami yang menurutnya terlalulembeksikapnya pada Davira. Tak seperti sikap seorang ayah pada umumnya, yang biasanya akan selalu tegas pada anak-anaknya.
Kedua bola mata yang tertutup itu tampak bergerak kesana-kemari, perlahan kelopak mata itu terbuka. Davira tersentak bangun dari pingsannya, membiasakan cahaya lampu yang menyilaukan kedua matanya.Davira mengamati setiap sudut di sebuah kamar yang tengah di tempatinya, kamar yang sangat ia hafal hingga pikirannya kembali terlempar ke momen dimana ia menemukan perselingkuhan Haikal.Perselingkuhan? Ya, begitulah Davira mendefinisikannya.Dan karena itu juga sebabnya ia merasa syok luar biasa yang mengakibatkannya pingsan tak sadarkan diri."T-tapi, siapa yang menemukanku pingsan dan membawaku ke kamar ini?" ucap Davira tergugu dan bertanya-tanya pada diri sendiri.Apakah mungkin Om Haikal yang menemukannya pingsan dan membawanya ke kamar ini? Mungkinkah?Saat masih sibuk berperang melawan pemikirannya sendiri, pintu
"Vira!" jerit Cavia memanggil Davira ketika ia sudah sampai di lantai apartemen tempat Haikal tinggal.Terlihat Davira yang masih betah bersandar di belakang pintu apartemen Haikal dengan posisi berjongkok menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan miliknya. Setelah mendengar panggilan Cavia, Davira membuka telapak tangan dan mendongak menatap Cavia yang kini sudah berdiri di depannya."Cavia...." panggil Davira dengan suara merengek manja, Davira membuka lebar kedua tangannya sebagai isyarat untuk Cavia agar memeluknya.Cavia yang mengerti kode itu pun mengangguk seraya tersenyum, merundukkan tubuhnya berjongkok di depan Davira.Cavia memeluk erat tubuh Davira yang montok namun kini seakan rapuh, bahkan di dalam pelukannya pun Davira kembali menangis."Dia jahat Cavia," kata Davira mengadu pada sepupunya ini. "Dia berselingkuh bahkan bercinta denga