Share

3.

Penulis: Ade Tiwi
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-19 11:23:32

Yoo bro! Ada yg baca cerita ini gak seh? đŸ‘€

Kalau ada vote dan komennya dong, jangan diem-diem bae kayak orang sariawan. đŸ™Œ

Happy reading!

đŸ‘’đŸ‘’đŸ‘’đŸ‘’đŸ‘’đŸ‘’

Dava melirik takut-takut ke arah isterinya yang tampak mengerikan jika dalam keadaan marah mode on. Entah hal apa yang membuat Airaa marah besar, bahkan sejak beberapa jam yang lalu wanita itu mendiamkan Dava.

Dava jadi serba salah, ngajak ngomong gak di sahutin, di abaikan untuk sementara biar tenang pun di bilang gak peka dan gak peduli.

Hufffhh!

Wanita memang selalu benar. batin Dava berusaha sabar dalam menyikapi situasi seperti ini. Hal kayak gini bukan satu dua kali buat Dava, ibaratnya ia sudah kenyang sekenyang-kenyangnya.

"Sayang, ka...." ucapan Dava terhenti ketika melihat bola mata yang melotot horor ke arahnya.

Dava langsung merubah ekspresi takutnya menjadi nyengir. "Aku salah apa yank?" tanyanya membujuk, berusaha mencairkan suasana yang menguarkan aura ketegangan.

Terlihat Airaa berdecak sebal melihat ke arah Dava. Namun, Airaa memilih tetap bungkam dan mengabaikan Dava. Menganggap seolah-olah Dava itu tidak ada di dekatnya.

Dava semakin frustasi!

Gini amat yaak kalau marah. batin Dava menggerutu, memutar otaknya mencari ide agar amarah istrinya berkurang.

Dava iseng mencoba mencari solusi mengatasi kemarahan isteri agar mereda lewat situs pencarian di aplikasi terlaris yang banyak di gunakan. Ada banyak pilihan dari solusi yang di tawarkan lewat aplikasi itu, Dava pun mencoba meng-klik salah satu pilihan yang membuatnya merasa tertarik. Ya, kali aja ini sungguh bermanfaat dan bisa menghilangkan amarah Airaa.

"What the f**k." hampir saja Dava mengumpat saat melihat salah satu solusi yang di berikan aplikasi itu yang menyuruh untuk meredam amarah isteri adalah... dengan mengajak si isteri untuk berc***a.

Yang benar saja? 

Dava melirik ke arah Airaa yang kini telah membaringkan tubuhnya ke ranjang, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut sampai sebatas leher.

Dava menelan ludahnya kasar, ya kali dia mengajak Airaa untuk begituan disaat kondisinya marah. Yang ada bukannya meredam, tapi Airaa langsung melayangkan gugatan cerai untuknya.

Astaga!

Amit-amit jabang kecebong.

Dava kembali melirik ponselnya yang masih menampilkan solusi tadi. Iya langsung mematikan ponselnya dan melemparkannya ke sofa yang ada di kamarnya.

Moodnya sudah lenyap ketika melihat solusi membawa petaka tadi. Mengikuti instruksi itu sama saja artinya dengan melakukan suatu tindakan kebodohan baginya. Satu-satunya cara untuk menyelesaikan ini adalah dengan bicara langsung pada orangnya. Tak peduli jika akhirnya nanti bakalan seperti apa, intinya saat ini ia harus tau apa sebab-musabab isterinya ini marah.

Perlahan Dava mendekati ranjang, menaikinya dengan gerakan pelan dan mengambil posisi berbaring di samping Airaa.

"Sayang, kamu sudah tidur?" tanya Dava pelan.

Tak ada sahutan, dan Dava menebak jika isterinya itu pastinya sudah tertidur.

Dava menghela nafasnya kasar, "sudah berapa lama kita menikah, Airaa?" tanyanya pelan, "sembilan belas tahun." sambung Dava menjawab sendiri pertanyaannya.

"Selama itu pula kita sudah melewati banyak hal. Suka duka telah kita lewati bersama-sama Airaa, tapi, sampai saat ini pun semuanya masih tetap sama." Dava tersenyum kecut, "aku tidak akan pernah tahu apa kesalahanku yang membuatmu marah. Aku tidak akan pernah tahu jika tidak kamu sendiri yang mengatakannya padaku, Airaa."

"Hiks...." suara isakan terdengar lolos dari bibir Airaa. Dava langsung menolehkan kepalanya cepat melihat sang isteri.

Tampak Airaa tengah menangis dan Dava pun menjadi panik. "Sayang!" panggil Dava menyentuh lengan Airaa lembut.

"Ada apa? Kenapa kamu menangis?" tanya Dava dengan suara selembut mungkin.

Airaa dengan cepat pula menepis tangan Dava, mendapat perlakuan seperti itu tentu saja Dava tersentak kaget. Airaa berangsur bangkit perlahan dari posisi berbaringnya, menghapus air matanya yang meleleh di pipi kemudian menatap nyalang Dava.

"Kamu bertanya ada apa?" tanya balik Airaa dengan suara menggeram menahan kesal.

Dava mengangguk, "sayang, seharusnya kamu bilang apa kesalahanku biar aku tahu dan mencoba memperbaiki diri."

"Mencoba memperbaiki diri?" ulang Airaa sembari tertawa kecil, "aku muak mendengarnya!"

Dava melotot mendengar ucapan Airaa, apa maksudnya arti dari kata muak itu? Jangan bilang...?

"Enggak!" Dava menggelengkan kepalanya, "kamu gak boleh ngomong kayak gitu Airaa, aku gak suka dengernya."

"Suka-suka aku lah, memang aku peduli kamu suka dengan ucapanku apa enggak."

"Airaa!" gantian Dava yang memanggil dengan suara menggeram menahan kesal.

"Apa?!" sahut Airaa lantang, sepertinya tak ada sedikitpun ketakutan dalam diri Airaa menanggapi Dava.

Dava memejamkan matanya berusaha meredam dirinya yang hampir meledak atas sikap isterinya. Selalu seperti ini jika kemarahan menghampiri Airaa, sikap lembut wanita itu pun bahkan menghilang dalam sekejap bergantikan dengan sikap garang yang penuh berapi-api.

*****

Haikal membaca pesan teks yang di kirimkan Airaa beberapa jam yang lalu. Dalam pesan itu Airaa menanyakan tentang keberadaan Davira, apakah anaknya itu sekarang ini tengah bersamanya?

Haikal memang belum membalas pesan Airaa, padahal ia sudah membacanya sekitar lima belas menit yang lalu. Satu jari jempol Haikal hanya bergerak mengusap-usap kata demi kata itu.

Matanya melirik ke arah ranjang dimana seorang gadis tengah terlelap disana. Barusan saja Haikal berhasil membuat Davira tertidur setelah serangkaian siksaan godaan gadis itu untuknya. Beruntunglah Haikal bisa melewatinya dengan aman meskipun tadi ia sempat kewalahan dan panas dingin yang mengakibatkan efek cenat-cenut berkepanjangan.

Syukurlah sudah meredam saat akal sehatnya kembali pulih dan mengingatkan dirinya jika Davira adalah puterinya, puteri kecil kesayangannya.

Meskipun kini gadis itu sudah tidak lagi kecil, dan polos seperti dulu. Malahan sekarang pengen di polosin Haikal, huffhh!

Ini memang siksaan berat, bro! Terapi, Haikal tidak akan pernah bisa marah terlebih atas segala sikap dan tindakan yang Davira perbuat.

Mungkin Haikal akan marah bahkan meledak, tapi hanya sesaat dan sebatas itu saja sebab ia tak pernah bisa membenci Davira. Terkadang gadis itu terlihat sangat lucu dan menggemaskan dalam sewaktu-waktu. Haikal pun tak mengerti dengan dirinya, biasanya ia akan marah dan meledak berkepanjangan apabila setiap kali melihat wanita genit yang berniat mencoba merayunya. Tapi, berbeda dengan Davira.

Apakah ini cinta? Bukannya benci dan cinta itu beti, alias beda tipis? Entahlah, Haikal tak mau memikirkannya terlalu jauh, jika demikian maka ini semua tak lah masuk akal.

Haikal menggelengkan kepalanya kuat, apa itu? Kenapa pula ia bisa berpikir sampai sejauh itu? Oh, sial! Sadarlah Haikal! batinnya frustasi.

"Enghh!" suara Davira yang mengerang, Haikal dapat melihat jelas gadis itu yang menggeliatkan tubuhnya dengan mata terpejam.

Selimut yang menutupi sekujur tubuh tingginya melorot merosot ke bawah lantai akibat pergerakan Davira yang super. Haikal menatap tak berkedip pada sepasang kaki jenjang mulus dengan warna kulit tak terlalu putih namun juga tak terlalu hitam. Warna kulit tubuh Davira cenderung kuning langsat yang menjurus ke eksotis, hal itu yang menjadi daya tarik tersendiri untuk Haikal yang tergugah dengan suguhan di atas ranjang sana.

Davira terlihat begitu menggiurkan dan tampak sangat lezat. Sebut saja jika Haikal adalah seorang lelaki bejat, maka pria itu tentu tak akan membuang-buang waktu lagi untuk tak menerjang dan melahap rakus Davira.

Shitttt!

Sesuatu di bawah sana tampak bereaksi menggeliat bangun dan mulai mengeras.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Davira   44. (Part bonus)

    "Bagaimana perasaan Anda setelah menikah, Nona Davira?""Tentu saja bahagia.""Anda tidak menyesal menikah di usia muda?"Davira melirik kesal pada sang pembawa acara program reality show di salah satu channel televisi swasta. Bagaimana tidak kesal? Pasalnya, sudah perjanjian bahwa pertanyaan seperti itu tidak ada masuk ke dalam pembahasan dan perbincangan mereka. Tapi, ternyata Davira terkecoh oleh program acara ini."Maaf, sepertinya petanyaan seperti ini melenceng jauh dari kesepakatan kita. Anda tau, bahwa wajah kami dan kisah kehidupan pernikahan kami menjadi sorotan penuh minat oleh semua orang yang saat ini mungkin tengah menyaksikan acara ini." ucap Davira mengingatkan.Sang pembawa acara itu tersenyum malu. "Ah, maaf, tapi sepertinya pertanyaan yang saya ajukan belum termasuk melanggar perjanjian kita sebelumnya Nona."Davira memutar bola matanya kesal sekaligus j

  • Davira   43.

    Dua bulan kemudian....Bagi Haikal dan Davira tidak butuh waktu lebih lama lagi untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Begitu keduanya sudah siap dengan niat dan tekad yang bulat, akhirnya sepasang kekasih dengan perbedaan umur yang jauh itu memutuskan untuk menikah.Dan ... hari bahagia itu jatuh pada hari ini. Baik Haikal maupun Davira sama-sama dilanda rasa gugup yang luar biasa untuk menyambut hari ini.Akan ada serangkaian acara yang akan mereka lewati nanti, dimulai dari ijab kabul sampai resepsi pernikahan.Meski dilanda perasaan gugup namun tak dipungkiri keduanya juga jika mereka sudah tak sabar untuk segera dipersatukan dalam ikatan suci pernikahan. Davira yang sudah tak sabar menjadi istri sah Haikal, dan begitu juga dengan Haikal yang sudah tak sabar ingin segera memiliki Davira seutuhnya.Namun dibalik itu semua, mereka berdua sama-sama tau jika proses perjalanan cinta merek

  • Davira   42.

    Cavia merasa sangat malu dan menutupi wajah cantiknya yang terlihat pucat dengan kedua telapak tangannya. Rasanya, Cavia sudah tak memiliki wajah lagi untuk berhadapan dengan Davira dan Haikal.Padahal niatnya untuk pertemuan ini adalah meminta maaf pada kedua orang itu. Karena gosip murahan atau fitnahnya-lah yang membuat Davira dan Haikal bertengkar hebat. Belum lagi aksi Davira yang sempat melabrak Ayesha.Cavia tau betul dan sangat sadar dengan tindakannya itu sebelum pada akhirnya ia memutuskan untuk bunuh diri saja. Entahlah, saat itu Cavia memiliki alasan sendiri kenapa sampai memilih jalan pintas seperti itu."Maafkan aku, Vira, Om." kata Cavia sangat lirih."Aku benar-benar menyesal dan sangat malu atas apa yang aku lakukan." isak Cavia terdengar pilu.Terbukti, kata-kata Cavia mampu menggetarkan relung hati Davira yang terda

  • Davira   41.

    Seminggu kemudian Davira mendengar kabar jika Cavia sudah di perbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit. Selama itu pula ia dan Haikal tak pernah datang lagi ke rumah sakit untuk menjenguknya.Haikal melarang keras Davira untuk pergi, karena menurut Haikal tak ada untungnya juga menjenguk Cavia yang ternyata bebal dan sangat keras kepala.Gadis itu masih terus saja menyesali takdirnya yang masih hidup. Pernah sekali, beberapa hari yang lalu Davira dan Haikal mendapat kabar jika Cavia kembali mencoba melakukan upaya bunuh diri dengan cara meminum racun.Davira tidak tau pasti kejelasan dari ceritanya seperti apa. Yang hanya Davira tau bahwa aksi nekat Cavia itu kepergok dan berhasil di gagalkan oleh salah satu suster yang tengah bertugas saat itu.Meski kecewa dengan Cavia, tetapi Davira merasa senang dan bersyukur karena sepupunya itu selamat dari kematian. Setidaknya Davira ingin Cavia tetap hidup sampai ajaln

  • Davira   40.

    Seluruh keluarga kaget dengan reaksi Cavia tampak terkendali pasca setelah sadar dari koma. Kia dan Nando sedari tadi sudah mencoba berusaha untuk menenangkan Cavia mengingat kondisi gadis itu."Kenapa kalian menyelamatkanku?" begitulah kata-kata yang terus di ucapkan Cavia. Seakan gadis itu tak mensyukuri dirinya yang masih hidup."Jadi kamu ingin mati?" seruan Haikal yang sejak tadi tampak geram melihat Cavia.Dengan langkahnya yang pasti Haikal berjalan mendekati ranjang, menatap tajam tepat ke manik mata Cavia. "Kamu merasa menyesal karena tidak jadi mati, begitukah?"Cavia menatap sendu Haikal yang justru malah balas menatapnya tajam. Melihat itu Davira menjadi was-was dan takut jika Haikal hendak berniat melukai Cavia."Ayesha, panggilkan Suster dan Dokter." bisik Davira pada Ayesha yang berdiri di sampingnya.

  • Davira   39.

    Kabar baik untuk seluruh keluarga karena hari ini Cavia sudah sadar. Mendengar itu tentu saja semua anggota keluarga senang mendengarnya, tak terkecuali Ayesha dan juga pak Ridwan.Sejak pagi tadi Ayesha dan bapaknya sudah tiba di rumah sakit. Disana juga sudah ada Nando beserta Kia, sang istri tercintanya. Sedangkan untuk Hasan, entahlah, pria itu belum menampakkan batang hidungnya sedari tadi sampai sekarang.Kia dan Nando sekarang tengah di dalam kamar rawat inap Cavia sementara Ayesha dan pak Ridwan lebih memilih menunggu diluar dan duduk di kursi tunggu rumah sakit.Sembari terus menunggu, mereka di kejutkan dengan kehadiran keluarga Atmadja dan Haikal yang datang ke rumah sakit secara bersamaan. Sedangkan Orlando, putra bungsu Airaa dan Dava tidak bisa ikut ke rumah sakit karena harus mengikuti ujian sekolah.Terlihat Dava menyapa hangat Ridwan seraya bertanya. "Sudah lama disini?""Sejak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status