Bulir-bulir kecil jatuh dari kelopak mata Akira saat meninggalkan ruangan Edy. Gadis itu tak menyangka jika pria yang dikenalnya baik itu ternyata bisa bersikap kasar. Air matanya pun masih mengalir, sampai akhirnya Meta datang menghampiri.
"Widih, pagi-pagi sudah sedih. Ada apa puteri cantik?" sapa Meta yang langsung duduk sambil memeluk sahabatnya itu.
Akira tak menjawab, ia hanya diam sambil mengusap air mata yang keluar.
"Coba katakan siapa orang yang berani menyakiti sahabat aku ini?" tanya Meta.
Akira pun menceritakan masalah yang dialaminya kepada Meta.
"Wah nggak bisa dibiarkan, Mas Edy ini. Biar saya bicara sama dia!" ucap Meta sambil berdiri ingin mendatangi ruangan Edy.
Flash Back "Jangan pernah kembali ke sini lagi! aku sudah muak melihat wajahmu! cepat pergi dan jangan membawa seperserpun harta milikku. Dasar wanita gila!" teriak Baskoro dengan geram. "Baiklah, aku akan pergi dari sini tapi tolong biarkan aku membawa putraku. Aku mohon ,,," ucap wanita cantik di hadapannya memelas. "Jangan mimpi kamu, sudah kukatakan tidak ada yang boleh kau bawa selain dirimu dan pakaian yang melekat di tubuhmu saat ini, termasuk Edy putraku!" cepat pergi sebelum dia terbangun!" usir pria itu tak sabar. "Tapi Edy juga anakku, Mas," bantah Samara tak terima. "Iya, kamu memang melahirkannya tapi bukan kamu yang merawat dan membesarkannya kan? jadi dia tetap bersamaku sampa
Sudah 3 bulan berlalu sejak ibu memberi tenggat waktu bagi Akira untuk menemukan calon suaminya. Namun hingga kini belum ada tanda-tanda akan kehadiran sosok yang dinantikan itu. "Aduh jadi siapa yang akan aku bawa menghadap mama di kampung ya?" ucapnya berpikir keras. Sungguh masalah yang rumit, padahal sudah ada Edy yang berkali-kali memintanya menjadi kekasih namun ia tolak. Begitu juga dengan Akrom yang jelas-jelas kata ibunya pria paling sempurna untuk menjadi pendamping hidup. Lalu apa lagi yang ia cari. Mengapa belum juga ada titik terang? Entahlah Akira sendiri belum bisa bepikir jernih untuk masalah itu. "Aduhh ... pusing kepalaku, Mak!" teriaknya sambil menutup mulut dengan bantal.  
"Baiklah. Besok pagi segera urus administrasi perijinan langsung di kantor," ucap Ramdan. "Terima kasih banyak, Pak. Kalau begitu saya pamit pulang ya, mau packing," ujarnya girang. Sementara Ramdan yang belum beranjak dari duduknya nampak termangu. Melihat antusiasnya gadis itu pergi meninggalkan dirinya. Ia mendengar percakapan Akira dengan sang kakak. Gadis itu begitu peduli kepada keluarganya khususnya sang ibu. Itulah sebabnya tanpa berpikir panjang ia langsung memberinya ijin cuti. Namun jauh di lubuk hati, ada perasaan tak rela bila gadis itu pergi. Sepertinya Ia akan merasa kehilangan sosok ceria yang kini mulai akrab dengan dirinya. "Semoga ibunya cepat sembuh agar Akira bisa kembali ke kantor lagi," harapny
"Mama ... Ira sudah datang, Mak ,,,!" teriak Akira sambil berlari memeluk ibunya yang masih terbaring di ranjang pasien. "Aduh jangan kencang-kencang peluknya, Ra. Mama kan masih sakit," tegur Sari yang melihat ibunya meringis saat Akira dengan sekonyong-konyong memeluk ibunya. "Eh maaf, Ma. Ira lupa hehe," ucapnya cengengesan. Ia begitu sedih melihat ibunya yang terbaring lemah. Tak terlihat sosok yang selalu menceramahinya dengan cerewet. Akan tetapi ia tak ingin menunjukan kesedihannya di depan ibu. Ia justru harus tetap ceria agar ibunya pun semangat untuk sembuh. "Mama cepat sembuh yah. Ayok kita pulang ke rumah. Ira jauh-jauh ke sini kan nggak mau lama-lama di rumah sakit. Maunya di rumah saja sama
Part 18. Ketemu Calon Pov Akrom Ibu menelpon meminta aku untuk menjemput Akira di bandara. Wah Akira akan datang? apakah aku harus senang? entahlah belum ada perasaan apapun untuknya. Akira adalah gadis yang dijodohkan denganku. Ia adalah putri bungsu dari Om Baharuddin, sahabat karib ayahku. Hari itu, saat aku sedang berada di Makassar, baru saja selesai mengontrol toko kain kami yang letaknya tak jauh dari bandara. Langsung saja aku datang ke bandara untuk menjemput Akira. Bagaimana wajahnya, yah? seingatku saat kecil dulu, tubuhnya lumayan gendut sehingga tak jarang dirinya menjadi bahan ejekan anak-anak nakal di sekolah. Akan tetapi, walaupun anak itu bertubuh gempal gerakannya lumayan gesit. Ia bahkan kuat berlari mengejar anak-anak yang berani mengejek dirinya dengan sebutan 'Ira gendut'. Entah apa yang dia lakukan kepada mereka yang
Kupacu mobil dengan kecepatan tinggi, sepintas dapat dilihat beberapa pria yang berada di sisi mobil terlihat kesal. Mungkin karena kami tak berhenti. Sudah menjadi rahasia umum bila berada di terowongan ini tak boleh berhenti, hal itu demi keamanan pengendara. Pasalnya, sering terjadi perampokan dengan modus minta bantuan karena mobil mogok. Ternyata mereka adalah orang orang jahat yang ingin merampok mobil yang berhenti. "Bagaimana jika orang-orang itu betul butuh bantuan?" tanya Akira. "Tidak. Mereka hanya mencari korban pengendara baru. Biasanya setelah kendaraan berhenti, mereka akan membagi tugas mengelabui pengendara, lalu mengambil barang-barang berharga korban," tutur Akrom. "Oh begitu yah. Untung saja kita tidak berhenti," sahut Akira. &nb
Part 20. Tambah Cuti Rencana Akrom mengajak Akira berjalan-jalan ke Pantai Pallette disambut gembira oleh keluarga Akira. Terutama Halimah, walau kondisi fisiknya belum begitu sehat, akan tetapi ia sangat bersemangat untuk ikut dalam acara bersama keluarga Akrom itu. Mereka berangkat bersama kedua orangtua Akrom yaitu Wibisono dan Maryam. Akrom mengendarai mobilnya dengan membawa Akira dan keluarganya. Sementara Ayah dan ibu Akrom membawa kendaraan sendiri. "Sudah lama sekali kita tidak berkumpul seperti ini, yah?" ucap Halimah kepada Maryam saat mereka baru saja tiba di lokasi yang dituju. "Iya. Semoga saja anak-anak kita mau menyatukan keluarga kita yah, Mah," sahut Maryam senang.
Part 22. Benih Cinta Setelah memberi penjelasan kepada ibunya bahwa dirinya harus kembali bekerja karena tak mendapatkan ijin tambahan. Akhirnya dengan berat hati Akira dibolehkan kembali oleh ibunya. Dengan catatan segera kembali 3 bulan kemudian untuk menikah dengan Akrom. Bila tidak, maka harus ada pria yang datang melamar dan itu jauh lebih baik dari Akrom. Akira hanya mengelus dada mendengar pernyataan ibunya. Hal itu bukanlah perkara yang mudah. "Baiklah, Mak ... akan kubawakan pria pesanan mama itu. Tunggu saja yah," ucapnya tertawa sambil memeluk ibunya dengan erat. "Ira pergi, Mak ... jaga kesehatan ya," ucapnya sambil mengecup wajah sang Ibu. "Iya, kamu juga jangan lupa kembali 3 bu