Share

12. Tidak DiBencikan?

Fatih terkekeh kecil. "Kan masih ada malam berikutnya. Tidak harus sekarang."

Zayna mengangguk. Tidak salah lihatkan? Dan tidak salah dengar? Fatih terkekeh! Ya Allah, akhirnya sifat dingin Fatih mulai mencair! Ini yang Zayna inginkan mendengar suara tawa kecil dari Fatih.

*****

Fatih membangunkan Zayna dengan berbisik lembut ke telinga, "Bangun, Zay." Memperhatikan wajah istrinya tanpa kerudung. "Cantik," puji Fatih tersenyum, pertama baginya melihat mahkota panjang Zayna yang sehat terawat itu. Apalagi baunya, harum sekali.

Kali ini Fatih berusaha menjadi suami yang baik untuk Zayna, menepis dari segala pikiran negatif mengenai Yara. Kemarin malam alasan Fatih pulang ke rumah lebih dulu untuk merenung, menenangkan diri, dan sekarang sadar membuatnya merasa sangat bersalah.

"Hmmmmm?" Zayna hanya bergumam dengan mata masih terpejam, enggan membuka mata.

"Sholat tahajud dulu, yuk."

"Nggak dulu. Zayna masih ngantuk, Mas."

Fatih tersenyum kecil sambil menatap wajah Zayna tengah kembali terlelap. Lelaki itu tidak memaksa Zayna agar sholat tahajud, akhirnya sholat tahajud sendirian.

Zayna terbangun saat suara merdunya Fatih membaca ayat-ayat suci mulai terdengar semakin jelas. Diam-diam membuka mata, memperhatikan Fatih tengah duduk di atas sajadah sambil memegang Al-Qur'an. Masyaallah betapa tampannya Fatih saat memakai baju koko putih lengan panjang dan kopiah hitam.

****

Mengambil pembelajaran daring satu minggu membuat Zayna bosan. Sedangkan Fatih mengambil libur satu minggu, dia menjadi Dosen di tempat kuliah yang sama dengan Zayna. Selain sebagai dosen, Fatih membuka bisnis coffe shop dan bisnisnya berkembang pesat. Terbuka di beberapa kota.

Pukul lima pagi setelah subuhan, Zayna turun ke dapur berniat membantu Bi Astri yang sedang memasak untuk sarapan. Sebenarnya Zayna sedikit takut dan tegang bertemu dengan Mama Desi. Tapi mau bagaimana lagi? Masa iya harus menghindar.

"Eh, Nak Zay. Mau ngapain?" kaget Bi Astri dengan kedatangan Zayna.

"Mau bantu Bibi bikin sarapan."

Bi Astri gelagapan. "Tidak usah. Nanti Bu Desi marah sama saya. Sudah, Nak Desi duduk saja. Jangan bantu Bibi," jelasnya takut mendapat omel dari Desi karena membiarkan menantunya ikut masak.

"Nggak Papa, Bi. Zayna bisa belajar masak sama Bibi, nanti kalau Zayna pindah rumah, harus bisa masak sendiri."

"Aduh, bagaimana ini?" Bi Astri bingung sendiri.

"Tenang aja, Bi." Zayna mengambil pisau dan akan memotong cabe yang sudah dicuci. "Cara potongnya gini, ya, Bi?" tanya Zayna yang tidak tahu menahu, karena memang di rumah Mama Fani sama sekali tidak pernah menyentuh dapur.

"Iya, tapi itu kebesaran potongannya," tawa kecil Bi Astri melihat hasil potong bawang Zayna. Bi Astri merasa senang walaupun Zayna tidak bisa memasak, tapi punya keinginan belajar.

"Segini, Bi?"

"Nah seperti itu."

Zayna mengangguk mengerti. Dia melanjutkannya memotong bawang putih yang telah dikupas, matanya terasa panas dan berair seperti ingin menangis. "Potong bawang putih emang bikin mata perih ya, Bi."

Bi Astri mengangguk. "Kalau Nak Zay tidak kuat biar Bibi saja yang melanjutkan."

"Zay bisa kok—" ucapan Zayna terpotong.

"Zayna ...."

Zayna terjingkat kaget saat asyik sedang berada di dapur. Pemilik suara itu tak lain Mamanya Fatih. Zayna berbalik badan dengan kondisi mata berair dan perih melihat Desi berdiri tak jauh darinya.

"I-iya, Ma?" gagap Zayna.

"Mama perlu bicara."

Deg. Jantung Zayna seketika berdetak kencang. Aduh, ada apa ini? Zayna jadi ketakutan kalau Desi akan membahas kejadian semalam, memaksa menceritakan masa lalu lalu membuat Mama Fatih kecewa besar. Zayna tidak mau hal itu terjadi padanya! Jangan sampai dibenci hanya karena masa lalu!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status