Share

Dear Dirga
Dear Dirga
Author: SUNBY

1

Author: SUNBY
last update Last Updated: 2025-02-13 00:25:37

“Lo tau nggak apa yang menarik di semester ini?”

Naykilla mengkerutkan alisnya, tampak sedang berpikir untuk pertanyaan sepel itu. Lalu menjawab, “Buk Muria pensiun?”

Silla terkikik mendengar jawaban polos Naykilla. Memang berita pensiun Ibu Muria si dosen galak itu menjadi kabar bahagia bagi semua orang, tapi berita kali ini lebih menarik lagi dari itu.

Silla menggelengkan kepalanya, “Salah.” Dia menyilangkan tangannya di depan

Naykilla berpikir lagi. Memang apa yang menarik selain berita itu?

“Apa, ya? Oh, kantin FISIP udah di renov. Itu kan yang menarik?”

Silla menggelengkan kepala lagi. Baik Naykilla ataupun Audrey tidak ada yang bisa menebak dengan benar. Seperti ini lah jika mempunyai teman yang tidak begitu update dengan semua yang terjadi di lingkungan sekitar.

Silla pun merangkul kedua sahabatnya itu agar lebih mendekat. Mereka membentuk lingkaran kecil yang rapat, lalu dia setengah berbisik. “Dirga ngulang mata kuliah dan bakal sekelas sama kita.”

Naykila dan Audrey kaget. Siapa yang tidak tahu Dirga? Dirgantara Mahardika.

Nama itu seperti selalu menghiasi setiap sudut penjuru di gedung fakultas mereka. Tidak ada yang tidak mengenal Dirga. Meski laki-laki itu jarang sekali hadir tapi dia sangat terkenal.

Apalagi kalau bukan karena penampilannya yang begitu mencolok dan menarik. Sayangnya semua itu berjalan lurus dengan rumor buruk yang mengitari laki-laki tersebut.

“Hah! Serius?” Audrey tampak tidak percaya namun dia juga merasa senang

Silla mengangguk, “Bener. Dari sumber terpercaya, nih.”

“Ihh, gue bakal rajin masuk ah. Kapan lagi bisa liat Dirga, ya, kan?” Audrey memegang pipinya yang menghargai saat membayangkan wajah tampan Dirga

Silla mengangkat kedua bahunyam “Tergantung, iya kalau dia rajin masuk. Lo tau sendiri itu cogan udah kayak mitos. Kayak ada tapi enggak ada.”

“Feeling gue dia bakalan sering masuk, kan udah mau semester akhir juga. Kita bakalan sekelas sama dia hari apa aja, Sil? Biar gue bisa siap-siap beli baju baru buat ke kampus.”

“Kalau itu gue kurang tau. Dia ngulang dua matkul jadi ada kemungkinan seminggu dua kali bisa ketemu sama Dirga.”

Lalu keduanya sibuk membicarakan baju baru, parfum yang wanginya bisa tercium hinggau radius beberapa meter, bahkan make-up. Hingga desahan napas membuat obrolan mereka terhenti.

Melihat Naykilla yang hanya diam membuat kedua sahabatnya bingung, “Kok diem aja Nay?” tanya Audrey

“Kok kalian seneng sih sekelas sama dia? Gue malah takut. Kan dia...” Naykilla membentuk gerakan tanda kutip dengan kedua tangannya lalu meringis. “Lebih baik kita jangan deket-deket sama dia.”

Silla dan Audrey saling pandang sebelum akhirny tertawa. “Nay. Ngeliat orang ganteng mah namanya rezeki. Rezeki jangan ditolak, Nay. Nggak baik.” Saut Adurey cekikikan

Begitu pula dengan Silla. “Anggap aja hiburan, Nay. Cowok kayak Dirga itu langka. Walaupun banyak isu buruk tentang dia tapi siapa yang enggak tergoda sih sama dia, iya nggak?” Silla menaikkan kedua alisnya untuk menggoda Naysilla

Naykilla beranjak dari duduknya, mengambil tas lalu menatap kedua sahabatnya secara bergantian. “Gue mau ke kantin, kalian mau ikut nggak?” tanyanya tanpa mau mendengar lebih lanjut soal Dirga

“Ikut dong, kebetulan gue laper banget ini. Mana udah sebulan ini libur makan mie ayam di kantin. Pokoknya nanti gue mau pesen dua mangkok.”

Naykilla dan Silla hanya bisa menggelengkan kepala mereka melihat napsu makan Audrey yang begitu menggebu-gebu. “Lo kalau makan sebanyak itu jangan ngeluh kalau semua celana lo enggak muat lagi.” Ucap Silla sambil menggandeng tangan Naykilla

Mereka pun berjalan beriringan ke arah kantin yang letaknya tak jauh dari gedung fakultas fisip. Di tempat tersebut ada beberapa kelompok mahasiswa yang menempati di beberapa sudut. Ada yang sibuk bermain game, sibuk dengan laptop, sibuk dengan makanan ataupun sekedar berkumpul dengan yang lainnya walau hanya di temani dengan segelas kopi sachet.

“Kita duduk di sana aja deh, ya. Soalnya deket pohon jadi sejuk.”

Semuanya mengikuti Naykilla menuju meja yang letaknya berada di sudut belakang kantin.

“Kalian mau pesen apa? Biar gue yang pesenin nanti.” Ucap Silla sambil menulis sesuatu di kertas berukuran kecil

Mereka bertiga seperti memiliki jobdesk masing-masing. Naykilla bertugas memilih tempat makan atau nongkrong, Silla bertugas memesankan makanan ataupun minuman sementara nanti Audrey bertugas untuk melakukan pembayaran. Dengan begitu semuanya merasa adil.

“Gue mie ayam dua tapi pakek telor rebus setengah mateng.”

Naykilla menatap heran ke arah Audrey. “Seriusan, Drey?”

Gadis itu mengangguk mantap. “Gue lapar, Nay. Kalau mie ayamnya pakek nasi malah makin enggak nyambung nanti. Jadi mending pakek telor rebus aja.”

Silla menulis pesanan yang diinginkan oleh Audrey tadi meski terlihat lucu nanti. “Kalau lo mau apa, Nay?” tanyanya

“Gue mau yang seger-seger aja, jadi jus mangga satu tapi enggak pakek es.”

“Lo gimana sih, Nay? Tadi lo yang ngajak ke kantin tapi kok lo Cuma pesen jus mangga doang.”

Naykilla nyengir. Lucu melihat ekspresi wajah Audrey dengan pipi yang sedikit tembem itu. “Gue masih kenyang banget, Drey. Nanti kalau tiba-tiba gue laper pasti pesen lagi.”

Meski ingin ikut protes tapi Silla memilih untuk diam. Dia segera mencatat pesanan Naykilla lalu menyerahkan catatan kertas tadi kepada Mang Didi.

Karena suasana kantin yang ramai sehingga membutuhkan waktu hampir setengah jam. Begitu pesanan sampai mereka langsung menyantap makanan dengan semangat. Audrey dengan dua mangkok mie ayamnya dan Silla dengan sepiring nasi goreng pedas.

“Dirga biasanya suka nongkrong di kantin, gue pikir kita bakalan ketemu dia di sini.” Ucap Silla di sela dia mengunyah

“Seriusan lo?!” Silla mengangguk santai kepasa Audrey

Dan setelahnya Audrey memakan mie ayamnya dengan cepat. Dia nyaris tersedak karena itu.

“Pelan-pelan, Drey. Enggak akan ada yang minta juga kok.” Ujar Naykilla

Audrey menepuk dadanya pelan untuk menghilangkan rasa sesak. “Gue tengsin kalau nanti beneran ketemu Dirga dan dia ngeliatin gue makan mie ayam dua mangkok.”

Silla tergelak kencang. “Bodoh amat, Drey! Dia juga enggak akan peduli mau lo makan mie ayam empat mangkok sekalipun. Cewek kayak kita sulit narik perhatian cowok kayak Dirga.”

Audrey tampak tidak senang. Dia menepuk pelan pundak Silla. “Silla! Jadi orang jangan pesimis dong. Kita kan enggak pernah tau cowok ganteng tertarik sama kita dari segi mananya.”

Silla memutar kedua bola matanya malas. “Ya, ya, ya.. Terus aja gitu. Emang lo enggak tau mantan Dirga siapa? Tuh senior kita yang namanya Dewi. Enggak mungkin lah dari spek kayak Dewi terus loncat ke cewek-cewek kayak kita.”

Audrey mengibaskan rambut ke belakang dan menegapkan tubuhnya. “Eh, jangan samain gue sama lo. Biar pun gue agak gemuk gini tapi gue itu gemesin abis. Kalau nanti tiba-tiba Dirga naksir sama gue jangan heran, ya!”

Sedangkan Naykilla hanya memijat keningnya melihat tingkah laku mereka. Sejak awal mereka masuk di universitas tersebut, Dirga sudah menjadi topik pembicaraan sehari-hari. Sama seperti lainnya, meski Dirga tampak menakutkan tapi mereka juga mengagumi laki-laki tersebut.

Kalau Naykilla? Oh tentu saja tidak. Dia akui Dirga adalah laki-laki tampan yang sangat menarik tapi dia tidak tertarik untuk mengagumi keindahan tersebut.

Jika di dalam novel mungkin dia akan menyukai peran laki-laki yang sedikit bad boy dengan banyak tato-tato itu. Tapi di dunia nyata sepertinya tidak. Lebih baik dia mengagumi laki-laki yang jelas baik. Seperti Deny contohnya.

Sudah hampir setahun ini Naykilla dekat dengan Deny. Meski hubungan mereka belum terlalu jelas tapi dia cukup menikmati kedekatan dengan laki-laki bermata empat itu.

“Kalian itu coba deh sedikit realistis sedikit. Kagum sama cowok kayak Dirga itu Cuma ngabisin waktu. Banyak kok cowok selain dia yang ganteng dan lebih baik pastinya.” Ucap Naykilla menengahi perdebatan di antara keduanya

“Nay, jangan samain kita sama lo. Kita itu suka tantangan dan sensasi. Jelas beda sama lo yang suka sama hal membosankan.”

Naykilla tidak terima dengan pendapat dari Audrey. “Eh, cowok kayak Deny enggak ngebosenin tau! Dia itu manis terus soft spoken lagi.”

“Iya sih soft spoken tapi enggak berani kasih kejelasan. Mau sampai kapan sih lo HTS-an sama dia? Sampai tamat S1 ini, iya??” Tanya Silla menuntut jawaban

Jika sudah menjurus ke arah situ maka Naykilla tidak mampu membalas lagi. Dia menarik gelasnya dan mulai menyeruput jus mangga dari sedotan.

“Tuh, diem kan lo. Orang mah anniversary pas jadian eh ini pdkt aja mau anniversary segala.”

Naykilla menatap Audrey dengan sengit. Padahal beberapa menit yang lalu dia berdebat dengan Silla dan sekarang mereka malah kompak untuk memojokkannya.

“Giliran ngecengin gue kompak ya lo berdua.” Sahut Naykilla dengan kesal

“Kita itu kompak selalu kalau buat nyadarin lo, Nay.” Ucap Silla dan Audrey secara bersamaan menambah rasa kesal Naykilla

Saat dia ingin membalas lagi tiba-tiba ponselnya berdering. Tertera dengan nama kontak ‘Bunda’ sedang menelponnya.

Karena suasana yang terlalu bising membuat 1

Naykilla terpaksa meninggalkan tempatnya untuk mengangkat telepon tersebut.

“Kenap, Bun? Nay masih di kampus nih.

Terdengar suara bising di seberang sana sebelum akhirnya sedikit tenang. Suara sang bunda pun terdengar jelas. ‘Nay, hari ini pulang cepet, ya. Kalau bisa sebelum sore kamu udah ada di rumah.’

“Loh, kenapa Bun? Nay rencananya mau ngumpul sama temen-temen sore ini.” Tanyanya heran

Sang bunda diam sebentar sebelum akhirnya menjawab dengan gugup. ‘S-soalnya.. Soalnya kita di undang acara makan malam sama sahabat Ayah. Enggak enak Nay kalau kita enggak datang.”

Naykilla menoleh ke belakang, ke arah teman-temannya. Lalu dia terkejut. Bangku di sebelahnya tadi sudah di tempat oleh seseorang. Dan orang tersebut baru saja di perbincangkan oleh Silla dan Audrey. Dirga.

Tiba-tiba Dirga menoleh dan bertemu tatap dengan Naykilla. Dengan reflek cepat Naykilla mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dia merutuki dirinya dalam hati. Kenapa harus menghindar seperti itu sih!!

“Ya udah, Ayah sama Bunda aja yang hadir kalau gitu.” Jawab Naykilla dengan asal

Dia tidak pernah tertarik dengan hal seperti itu. Biasanya acara tersebut akan sangat membosankan apalagi semua kerabat ayahnya sebagian besar dari kolega bisnisnya. Bisa di bayangkan bagaimana acara makan malam itu.

‘Mana bisa gitu, Nay. Pokoknya kamu harus pulang cepet hari ini. Bunda sama Ayah enggak mau tau.’

TUT!!

Tanpa memberi kesempatan untuk menjawab telepon tersebut sudah di matikan.

Naykilla hanya bisa menatap lesu pada ponselnya yang mana layarnya sudah retak di beberapa bagian. Lalu dia mengecek jam di ponsel. Dia masih punya waktu dua jam lagi.

Dengan berat hati dia kembali ke teman-temannya di mana kini tempat itu sudah bertambah anggotanya. Dito dan Arga, teman sekelas mereka, dan makhluk paling menarik yaitu Dirga.

Dengan canggung Naykilla duduk di sebelah Dirga. Jika bisa memilih dia ingin duduk di sebelah Dito ataupun Arga. Tapi yang tersisa hanya satu kursi kosong yang dia tempati sebelumnya.

Saat duduk, Naykilla berusaha fokus pada minuman di depannya, tetapi kehadiran Dirga begitu nyata di sampingnya. Ada wangi tembakau samar bercampur parfum maskulin yang khas. Silla dan Audrey, yang sebelumnya asyik mengolok-oloknya, kini tampak lebih kalem, seolah sadar bahwa subjek obrolan mereka kini ada di depan mata.

Dirga, seperti biasa, tampak santai. Dia mengenakan hoodie hitam dengan lengan sedikit tersingkap, memperlihatkan tato di lengannya. Rambutnya sedikit berantakan, tapi justru menambah daya tariknya. Dia menyesap kopinya dengan ekspresi malas, lalu melirik ke arah Naykilla yang sejak tadi diam saja.

“Nay, ada senior tuh. Sapa dulu kek biar sopan gitu.” Ucap Arga dengan jahil

Ingin sekali Naykilla mencubit bibir Arga yang membuat posisinya jadi sulit. Dengan gerakan kaku dia mencoba menyapa Dirga, “S-siang kak Dirga..”

Dirga melirik sekilas lalu kembali menyeduh kopinya. “Hm..”

Naykilla menelah ludahnya karena masih merasa gugup. Dia melirik ke arah Audrey dan Silla yang duduk di depannya. Kedua gadis itu hanya senyum-senyum saja tanpa berniat untuk membantunya keluar dari situasi canggung.

“Guys, bang Dirga bakalan sekelas sama kita karena dia ngulang beberapa matkul. Baik-baik ya sama bang Dirga hehe..” ucap Dito

Tentu saja Silla dan Audrey menyambut dengan baik. “Oh, tenang aja kok! Nanti kak Dirga kalau ada kesulitan sama tugas tinggal hubungin kita aja. Iya kan, Drey, Nay?”

Audrey menjawab dengan antusias. Sementara Naykilla hanya mengangguk.

“Kak Dirga udah masuk ke grup kelas belum?” tanya Audrey pada Dirga

Dirga hanya menggelengkan kepalanya. Cuaca panas siang ini membuatnya tidak semangat untuk berbicara.

“Sini gue masukin ke grub kelas kita, kebetulan gue adminnya. Supaya nanti kak Dirga enggak ketinggalan info penting.”

Audrey menyodorkan ponselnya kepada Dirga. Di sebelahnya, Silla sedang menahan kesal. Audrey bergerak terlalu ugal-ugalan. Sebenarnya dia juga ingin seperti itu tapi takut di marah oleh laki-laki tersebut.

Ketakutan Silla bukan tanpa alasan. Semester lalu dia tidak sengaja melihat Dirga yang membentak mahasiswi seangkatannya hanya karena di berikan coklat. Tanpa ampun Dirga membuang coklat itu di depan mahasiswi itu. Jika berada di posisi itu rasanya Silla tidak akan sanggup. Biarlah dia mengagumi Dirga dengan cara yang tenang seperti ini.

Namun hal mengejutkan terjadi. Dirga mengambil ponsel Audrey dan mulai mengetik beberapa nomor di sana kemudian mengembalikannya kepada Audrey setelah selesai.

“Gue save ya, kak.” Ucap Audrey dengan nada genit nan manjanya

Lagi, Dirga hanya mengangguk.

Melihat itu entah mengapa membuat Naykilla kesal. Andai saja yang melakukan itu orang lain sudah pasti kedua teman-temannya akan marah-marah. Memang benar kata orang, jika cantik ataupun ganteng maka masalah hidup akan teratasi setengahnya.

“Ngomong ngapa, bang. Tuh si Naykilla jadi takut duduk di sebelah lo.” Ucap Arga kembali menyenggol Naykilla, dan bagian terseramnya adalah Dirga menoleh kearahnya

Entah semua orang lihat atau tidak tapi Dirga tersenyum. Sangat tipis nyasir tidak terlihat.

Karena rasa canggung yang tidak nyaman, Naykilla pun langsung menyeruput habis sisa jus mangganya.

“Guys, gue pulang duluan, ya.” Pamitnya pada Silla dan Audrey

Silla tanpa kencewa. “Kok pulang sih, Nay? Sore nanti kan kita mau nongki-nongki cantik. Lo lupa, ya?”

“Enggak lupa, Sil. Tapi bunda minta gue pulang cepet hari ini.” Naykilla baru saja selesai membereskan semua barang-barang, lalu berdiri. “Besok aja gimana? Entar gue yang terakhir deh.”

“Ya udah kalau gitu. Tapi kalau traktir jangan tanggung, ya.”

Naykilla langsung pergi setelah berpamitan dengan semuanya. Dia bisa merasa lega. Dirga memang menarik, tapi rasa tidak nyaman berada di dekat laki-laki itu mana bisa membuatnya jadi kagum. Alih-alih kagum dia malah merasa takut. Apalagi tato di sekujur lengan kiri Dirga berhasil membuatnya sedikit merinding.

Tanpa Naykilla sadari, kepergiannya meninggalkan area kantin tidak lepas dari pengawasan Dirga. Dia terus memperhatikan punggung Naykilla hingga hilang dari pandangannya.

“Kak Dirga, sore ini mau ikut nongkrong bareng kita nggak?” Silla coba memberanikan diri untuk memulai obrolan dengan Dirga

Dirga menoleh ke arahnya sekilas sebelum akhirnya berdiri dari duduknya. “Gue sibuk.”

Dua kata singkat itu bukannya membuat Silla dan Audrey tersinggung, mereka malah makin terpesona dengan Dirga.

“Aaa!! Gila!! Suara kak Dirga macho banget ya, Sil. Makin klepek-klepek gue sama dia.” Audrey berteriak histeris setelah Dirga pergi

“Drey, pegang jantung gue Drey!! Sumpah dari tadi gue deg-degan banget. Aura kak Dirga bukan main emang!”

“Enggak kebayang deh nanti kalau gue jadi istri kak Dirga. Terus tiap pagi dengerin suara serak sexy dia. Aaaa!!! Pengen nikahin kak Dirga!!”

Dito dan Arga menatap kedua gadis itu dengan tatapan ngeri.

Silla dan Audrey masih sibuk berimajinasi liar tentang Dirga ketika Dito akhirnya tidak tahan lagi.

“Lo berdua gila, ya? Itu orang ngomong dua kata doang udah pada halu tingkat dewa. Gimana kalau dia ngomong satu paragraf? Kejang-kejang lo pada!”

Arga ikut mengangguk. “Bener. Kalian tuh kayak anak-anak SMA yang baru pertama kali naksir senior.”

Silla mendelik. “Terus kenapa? Emang salah?”

Dito dan Arga hanya bisa menghela napas panjang. Mau dibilang apa lagi, perempuan kalau sudah naksir memang sering kali buta.

“Cabut ya, Ga. Merinding seitil gue ngeliat mereka.”

Silla dan Audrey mendelik tajam ke arah Dito dan juga Arga. “Sana, emang seharusnya kalian pergi. Mata kita gue gatel ngeliat muka kalian.” ucap Silla sinis

Arga menatap Silla dengan gemas. "Gatel, ya? Sini gue garuk gimana?"

"Muka lo yang gue garuk, mau huh!?" Balas Silla tidak kalah sengit

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dear Dirga   21

    Naykilla terbangun dan merasakan sesuatu yang berat melingkari perutnya dan sudah pasti itu pelukan dari Dirga. Setelah hubungan mereka perlahan semakin dekat, Dirga tidak pernah sekalipun melepaskan pelukannya ketika mereka tidur. Awalnya pelukan itu terasa menyesakkan tapi sekarang terasa hangat.Naykilla pun berbalik, mengecek suhu tubuh Dirga. Lalu dia bernapas lega. Bisa di katakan Dirga sudah sembuh dari demamnya. “Kak Dirga... bangun.” Ucapnya pelanDirga menggeliat dalam keadaan setengah tidur tapi pelukannya semakin erat.Dirga sendiri tidak menyangka bahwa dia bisa tidur senyenyak ini setelah bersama Naykilla. Entah kenapa tubuh Naykilla selalu berhasil mengantarkan kenyamanan pada dirinya. Di bandingkan alkohol, Naykilla lebih berefek langsung kepada dirinya. Bahkan Dirga pun sudah lupa kapan terakhir kali dia minum alkohol. Atau lebih tepatnya saat Naykilla sudah memenuhi isi otaknya perlahan-lahan membuat Dirga menjauhi hal seperti itu.“Yang, ini masih pagi banget.

  • Dear Dirga   20

    Naykilla menghembuskan napas beratnya sambil mempersiapkan diri.Sesuai dugaannya bahwa hari ini dia menjadi pusat perhatian hampir semua orang setelah kejadian Dirga pingsan kemarin. Semua orang menatap tajam ke arahnya dan Naykilla bisa maklumi itu. Siapa sih yang tidak kaget dan kecewa jika idola mereka ternyata sudah menikah. Apalagi yang di nikahi itu adalah gadis yang amat biasa seperti dirinya ini. Tapi Naykilla tidak tahan saat kedua sahabat baiknya mendiamkannya karena kejadian itu.Perlahan Naykilla membuka pintu mobil. Saat ini dia menggunakan mobil Dirga karena paksaan dari laki-laki tersebut.Sebelum memasuki kafe di depannya, lagi dan lagi Naykilla menghembuskan berat. Kali ini untuk menghilangkan rasa gugup. Dari luar dia bisa melihat tatapan tajam Silla dan Audrey yang sudah menunggunya di dalam.Naykilla segera menghampiri mereka dan duduk di bangku yang tersisa.Untuk beberapa saat semuanya diam dan hening. Otak Naykilla sedang merangkai kata untuk menjelaskan

  • Dear Dirga   19

    Dirga terbangun, badannya merasa gerah dan kepalanya terasa pusing. Di lihatnya sekeliling ruangan kamar yang tampak redup. Dengan enggan dia berusaha menegakkan tubuhnya meski terasa pelan dan sebuah handuk kecil terjatuh.Dirga meraba dahinya yang tampak basah. Sepertinya baru saja ada seseorang yang mengkompres dahinya. Dirga mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba membiasakan diri dengan pencahayaan kamar yang temaram. Hawa hangat menyelimuti tubuhnya—hangat yang berasal dari demam dan juga dari selimut tebal yang menutupi tubuhnya.Ia mendongak pelan, melihat handuk kecil yang jatuh ke lantai. Nafasnya masih berat, tapi pikirannya mulai lebih jernih. Dalam hati ia bertanya-tanya siapa yang merawatnya. Lalu, samar-samar Dirga mendengar suara Naykilla dari arah dapur. Dia pun segera beranjak dari dapur dan perlahan menuju sumber suara.“Makasi, ya, Mami. Aku beneran bingung banget tadi. Tapi setelah dokter itu periksa kondisi Kak Dirga baru aku ngerasa sedikit lega.” Tampak N

  • Dear Dirga   18

    Dirga menyandarkan bahu lebarnya di kursi kayu kelas, kemudian menghela napas berat. Matanya menatap kosong ke luar jendela di mana cuaca tampak begitu mendung. Dia merasa beruntung hari ini mengenakan jaket tebal, jika tidak mungkin tubuhnya akan semakin meriang. Atau mungkin seharusnya dia tidak masuk kelas hari ini. Di lihat secara fisik Dirga memang kuat. Dia tinggi serta punya tubuh yang atletik. Siapa pun pasti akan menghindari masalah dengan laki-laki tersebut karena takut akan kalah kalau-kalau Dirga mengajak untuk bertarung. Tapi sayangnya, sekuat-kuatnya Dirga akan tumbang juga karena demam. Dirga melirik jam tangannya. Dia hanya perlu bertahan dua jam saja setelah itu bisa langsung pulang dan beristirahat. “Lo keliatannya murung banget, Ga.” Rafi mendekatkan tubuhnya lalu berbisik, “Enggak dapet jatah dari bini, ye?” Dirga berdecak kesal dan mendorong Rapi agar menjauh darinya. Boro-boro mendapatkan jatah, tidur pun mereka pisah. Naykilla di kamar sementara Dirga

  • Dear Dirga   17

    Dirga menatap tajam jam dinding yang sedang menunjukkan pukul delapan tepat. Sudah semalam ini Naykilla juga belum pulang. Bahkan gadis itu susah untuk dia hubungi sejak siang tadi. Dirga menatap tajam jam dinding yang sedang menunjukkan pukul delapan tepat. Sudah semalam ini Naykilla juga belum pulang. Bahkan gadis itu susah untuk dia hubungi sejak siang tadi. Ponselnya aktif, tapi tak sekalipun membalas pesan atau menjawab telepon. Dan itu cukup membuat Dirga gelisah.Ia berdiri dari sofa apartemennya dan berjalan mondar-mandir seperti harimau dalam kandang. Pikirannya bercabang ke berbagai kemungkinan. Marah? Khawatir? Bingung? Semua rasa itu menumpuk jadi satu dan membuatnya ingin segera mencari Naykilla ke mana pun gadis itu pergi.Sambil menghela napas panjang, Dirga akhirnya mengambil kunci mobil dan jaket hitamnya. “Kalau sampai dia kenapa-kenapa, gue enggak bakal maafin diri sendiri,” gumamnya, lalu bergegas keluar.Saat dirinya hendak membuka pintu, pintu tersebut sudah

  • Dear Dirga   16

    Naykilla berlari di sepanjang koridor menuju kelasnya. Hari ini dia memutuskan untuk masuk kuliah setelah beberapa hari absen. Dan pagi ini dia sudah di pastikan telat di kelas pertamanya. Pelakunya sudah pasti Dirga.Mereka berdebat panjang tentang dengan siapa Naykilla berangkat ke kampus. Naykilla sudah mengatakan bahwa dia akan pergi sendiri sementara Dirga tetap kekeh bahwa mereka harus pergi bersama. Dan perdebatan itu di menangkan oleh Dirga. Tapi dengan syarat Dirga harus memarkirkan mobilnya di parkiran belakang gedung fakultas, di sana tidak banyak orang yang mau memarkirkan kendaraan mereka karena letaknya agak jauh dari pintu keluar.Langkah kaki Naykilla terdengar tergesa di sepanjang lorong kampus yang mulai lengang. Napasnya terengah, keringat membasahi pelipis meski pagi belum terlalu panas. Ia menatap jam di ponselnya dan mendecak kesal. Sudah lewat sepuluh menit dari jadwal kelas dimulai.“Gara-gara Kak Dirga, gue jadi kayak anak kecil diantar orang tuanya,” gerut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status