Share

2

Penulis: SUNBY
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-13 17:29:05

Naykilla memandang kagum pada pemandangan di depannya saat ini. Tidak menyangka bahwa dia akan mendapatkan kesempatan untuk menikmati makanan di restoran bintang lima yang sudah terkenal akan kemewahannya.

“Ini seriusan kita makan malamnya di sini, Yah?” Tanya Naykilla untuk memastikan bahwa mereka tidak salah tempat

Irwan, ayah Naykilla, mengangguk mantap. “Bener kok.”

“Kenapa, kaget ya? Sama, Bunda juga kaget karena tempatnya mewah banget.” Jawab Lina, sang bunda

Naykilla mengeluarkan ponselnya. Karena ini termasuk moment yang langka maka dia mengabadikan beberapa moment. Setiap sudut restoran dia foto. Kemudian beberapa foto dia gabung menjadi satu dan mengupload di story sosial medianya.

“Temen Ayah pasti kaya, ya?” tanyanya dengan asal

Irwan mengangguk lagi. “Iya, udah kaya dari nenek buyutnya. Kalau Ayah sih makan di restoran kayak gini bakalan mikir beberapa kali meskipun duitnya ada.”

Lina cekikikan. Dia pun sama. Meskipun suka mendatangi tempat yang bagus dan mewah tapi rasanya sayang jika menghabiskan uang untuk hal yang di nikmati hanya sebentar. “Makanya tadi Bunda bilang ke kamu harus ikut. Rugi kan Nay kalau kamu enggak ikut ngerasain gimana makan di restoran mewah ini.”

Naykilla tertawa. Keluarga mereka itu bisa di bilang cukup. Di bilang kaya juga tidak. Pokoknya cukup. Ingin makan enak uangnya cukup, ingin belanja uangnya cukup, ingin liburan keluar kota uangnya cukup. Hanya cukup tapi tidak lebih sehingga mereka perlu untuk mengontrol diri.

“Terus temen Ayah mana? Udah hampir lima belas menit nih kita nunggu."

Naykilla mengambil gelasnya yang berisi air putih segar. Diem di tempat yang jarang dia kunjungi membuatnya sedikit gugup.

“seharusnya udah datang sih, tapi mungkin..” kalimat Irwan terhenti saat suara seseorang menyapanya, “Nah, itu mereka udah datang.”

Lina dan Naykilla kompak menoleh ke belakang. Sepasang suami istri dengan penampilan yang elegan datang menghampiri mereka. Sepersekian detik Naykilla kagum, dia yakin usia sejoli itu lebih tua beberapa tahun dari orang tuanya tapi penampilan mereka masih tampak muda. Begitu fresh dan berenergik.

Seperti biasa. Mereka saling sapa dengan saling memeluk dan mencium pipi kiri dan kanan.

“Ini pasti.. Naykilla, kan?” tanya wanita itu

Naykilla mengangguk. “Iya tante, nama aku Naykilla.”

Wanita itu gemas melihat Naykilla. Saat tersenyum, pipi tembem yang ikut terangkat bersama dengan mata yang sedikit menyipit, membuatnya tampak manis sekaligus cantik.

“Ah, enggak usah panggil tante lah. Panggil aja Mami, Mami Janne.” Ucap wanita yang bernama Janne

Naykilla menengok ke arah ayahnya. Bertanya lewat ekspresi wajah apakah tidak apa jika dia memanggil wanita itu dengan sebutan mami dan Irwan pun menganggukkan kecil. Tanda bahwa itu tidak masalah.

“Iya, Mami..” jawab Naykilla sambil senyum

Mereka pun menempati tempat duduk mereka masing-masing. Dari enam kursi tersisa satu kursi yang kosong. Sementara itu pelayan mulai berdatangan membawa mereka makanan demi makanan yang Naykilla yakini itu harganya pasti mahal. Dan dari tampilannya sudah di pastikan semuanya pasti enak. Ada harga ada barang.

“Udah lama banget ya kita enggak ngumpul. Terakhir kumpul waktu Naykilla masih umur dua tahun, kan?” tanya pria yang bernama Rudy

Ceritanya, Irwan dan Rudy adalah teman dekat. Rudy yang memiliki banyak perusahaan di beberapa tempat membuat dia dan istrinya harus tinggal dari tempat satu ke tempat yang lainnya untuk mengontrol semua bisnis mereka. Dan baru hari ini dia kembali ke kota asal dan membuat janji temu dengan Irwan, sahabat lama.

“Iya. Naykilla saja tidak ingat dengan kalian karena masih bayi waktu itu. Oh ya, Dirga mana? Aku penasaran sekali dengan dia, dulu terakhir ketemu waktu dia berumur empat tahun, kan?”

“Aduh Irwan, punya anak laki-laki susah ternyata.” Jawab Rudy di selingi dengan tawa ringannya. “Dirga sulit sekali di atur. Lihat lah, bahkan dia telat untuk acara makan malam kali ini.”

Semuanya tertawa kecuali Naykill. Mendengar nama Dirga membuat dia teringat akan seseorang. Tidak mungkin Dirga yang di maksud adalah Dirga yang itu, kan? Tentu saja tidak. Nama Dirga tidak mungkin jika hanya di miliki oleh satu orang saja.

“Namanya anak muda, Rudy. Maklumi saja. Kita juga dulu pernah begitu kan, hahaha..”

Obrolan di meja makan terus berlanjut dengan suasana santai. Rudy dan Irwan sesekali bernostalgia, sementara Lina dan Janne asyik membahas tren fashion terbaru. Naykilla, di sisi lain, masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Dirga. Nama itu terus berputar di kepalanya.

Dia mencoba mengabaikan kekhawatiran itu. Tidak mungkin, kan? Masa iya Dirga yang selama ini jadi bahan gosip di kampusnya ternyata adalah anak dari sahabat ayahnya? Tapi entah kenapa, perasaannya mulai tidak enak.

Hingga suara seseorang yang baru datang membuat hatinya mencelos.

“Maaf telat.”

Suara itu...

Naykilla menoleh perlahan.

Dan benar saja.

Sosok tinggi dengan setelan jas hitam dengan rambut batas pundak yang di ikat rapi. Dirga. Dirga yang selama ini dianggapnya ‘mitos’ di kampus, yang selalu jadi topik pembicaraan Silla dan Audrey, kini ada di hadapannya.

Matanya sedikit melebar, sementara Dirga yang baru saja menutup pintu restoran kini berdiri di dekat ayahnya. Pria itu memasukkan tangan ke dalam saku celana dasar dan menatap ayahnya dengan ekspresi malas.

“Udah mulai ya?” tanyanya santai, lalu mengalihkan pandangannya ke meja makan.

Saat itulah matanya bertemu dengan mata Naykilla.

Untuk pertama kalinya, ekspresi bosan Dirga berubah. Ada sedikit keterkejutan di sana. Dia jelas mengenali Naykilla, sama seperti Naykilla mengenali dirinya.

Janne tersenyum dan menarik tangan Dirga agar lebih dekat. “Nah, ini dia anak Mami. Dirga, kenalin, ini Naykilla. Dulu waktu kecil kalian sering main bareng, loh. Pasti kalian udah lupa, ya?”

Naykilla hanya bisa tersenyum kaku. Sementara Dirga mengangkat sebelah alisnya, seolah baru saja menerima informasi yang sulit dicerna.

“Lo?” kata Dirga pelan, seolah tidak percaya.

Naykilla menelan ludah.

Oh, sial. Ini buruk. Ini sangat buruk.

“Hallo, Kak Dirga..” Naykilla mencoba menyapa dengan rama

Janne menjadi heboh sendiri, “Kalian udah kenal??” Naykilla memilih diam begitu juga dengan Dirga. “Dirga. Sana duduk di sebelah Nay.” Dirga menurut begitu saja

“Enggak kenal banget. Cuma satu jurusan doang di kampus.”

“Itu namanya kenal Dirga. Lagian, masa kamu enggak ngeh sih kalau Naykilla ini Nay yang ‘itu'. Aneh deh.”

Naykilla membeku di tempatnya sambil menyimak pembicaraa ibu dan anak itu. Terus, apa maksudnya dengan Nay yang itu? Memangnya ada Nay yang lain?

Lebih dari itu, fakta bahwa mereka sudah di kenalkan sejak balita membuat Naykilla sangat kaget. Untungnya saat itu dia masih bayi jadi tidak mengingat tentang memori itu. Tapi tetap saja ini fakta yang sangat mengejutkan.

Jika kedua sahabatnya tahu entah akan seheboh dan sehisteris apa mereka jika tau dirinya adalah teman kecil idola mereka.

Naykilla melirik ke sampingnya. Mungkin karena tadi siang tidak begitu memperhatikan jadi dia baru tahu bahwa ternyata Dirga memiliki piercing di sudut bibirnya. Selain itu, laki-laki itu juga mengenakan anting-antinf berukuran kecil. Dengan penampilan seperti itu dan wajah yang mendukung siapa yang tidak akan tertarik dengannya.

“Jadi Dirga ini kakak tingkat kamu ya, Nay?” tanya Janne lagi dan di balas dengan anggukan kepala oleh Naykilla, “Terus gimana kesan kamu terhadap Dirga? Ya meskipun kamu enggak ingat Dirga kecil dulu kayak gimana.” Di akhir kalimat Janne tertawa geli seperti sedang mengenang sesuatu

Naykilla yang di tunggu jawabannya menjadi bingung. Dia harus menjawab apa? Apakah harus menjawab jujur bahwa kesannya terhadap Dirga adalah bahwa laki-laki itu tampak mengerikan. Dia saja takut jika berdekatan dengan laki-laki tersebut. Tapi karena suasana saat itu membuatnya memilih untuk menjawab dengan kebohongan kecil.

“Kak Dirga ganteng."

“Cih!”

Naykilla menole ke arah Dirga dengan cepat. Laki-laki itu mengalihkan wajahnya ke arah yang berlawanan. SSepertinya dia baru saja menyembunyikan tawanya karena jawaban Naykilla barusan.

Naykilla sadar bahwa dia memberikan jawaban yang tidak tepat. Rasa panas menjalar ke seluruh tubuh karena malu yang tidak tertahan. Kalau begini mau dia taruh di mana mukanya!!

“Aduh, Naykilla. Bisa aja. Bunda tahu kalau kamu suka cowok ganteng tapi jangan terang-terangan gitu, Nay.”

Janne dan Lina tertawa lagi.

Naykilla merasa ingin menghilang saja dari tempat itu. Wajahnya panas, apalagi setelah ibunya menambah bahan bakar ke dalam api rasa malunya. Jawaban tadi benar-benar spontan, dan jelas bukan yang dia maksudkan. Dia hanya ingin mengatakan sesuatu yang aman, bukan malah mempermalukan dirinya sendiri seperti ini.

Sementara itu, Dirga masih menoleh ke arah lain, tapi bahunya naik turun pelan, menunjukkan bahwa dia masih menahan tawa.

“Jadi Nay suka yang ganteng-ganteng ya?” goda Rudy, ayah Dirga, ikut menambah rasa malu Naykilla.

“Enggak gitu maksudnya, Om..” keluh Naykilla pelan, membuat seisi meja tertawa.

Janne mengelus kepala Dirga dengan sayang. “Ya, memang anak Mami ini ganteng, ya kan? Kalau dia enggak terlalu cuek, pasti udah banyak yang ngantri!”

“Udah, Mami, jangan mulai,” gumam Dirga malas. Dia akhirnya menatap Naykilla lagi, kali ini ekspresinya lebih serius.

“Ternyata dunia itu sempit juga,” katanya dengan suara rendah, tapi cukup terdengar oleh Naykilla.

Naykilla menelan ludah. Jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Ada sesuatu dalam cara Dirga menatapnya yang membuatnya tidak nyaman—seolah Dirga tahu lebih banyak tentang dirinya daripada yang dia kira.

Daripada merespons kalimat Dirga, dia memilih untuk beralih pada makanan dengan olahan daging di depannya. Syukurnya topik pembicaraan beralih ke hal lain.

Hingga akhirnya sesuatu membuat Naykilla kaget untuk kedua kalinya.

“Sebenarnya tujuan makan malam kali ini adalah kami mau mempertemukan kalian bedua.” Kalimat Rudy membuat Naykilla menghentikan kegiatan makannya. “Kami berencana menjodohkan kalian berdua.”

Bagaikan terkena sambaran petir di malam hari. Naykilla pun tersedak oleh air liurnya sendiri.

“Minum.” Dirga menyodorkan air putih kepadanya dan langsung di habiskan salam sekali teguk oleh Naykilla

“Bagaimana? Kalian setuju, kan?” kali ini Irwan yang bertanya dengan wajah yang tampak cerita

Perlahan, Naykilla menatap mereka satu per satu dan berakhir di Dirga. Di situasi yang sangat mengejutkan ini laki-laki itu masih bisa terlihat santai.

“Nay, jawaban kamu apa? Nanti kalian bisa saling mengenal dulu satu sama lain. Jadi enggak perlu terburu-buru, kok.” Janne kembali bertanya pada Naykilla

“Bunda sih setuju. Zaman sekarang makin gila nggak sih?? Cari pasangan yang tepat adalah salah satu usaha kami untuk memberikan yang terbaik.”

Naykilla menoleh lagi ke arah Dirga. Pasangan yang tepat?? Yang benar saja!! Penampilan Dirga saja berbanding terbalik dengan kalimat itu.

Naykilla masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Perjodohan? Dengan Dirga? Dunia terasa semakin tidak masuk akal baginya.

Dia melirik Dirga sekali lagi, berharap menemukan ekspresi keberatan di wajah laki-laki itu. Tapi sayangnya, yang dia lihat justru kebalikan. Dirga terlihat santai, bahkan bibirnya melengkung membentuk senyum tipis yang entah kenapa membuat perut Naykilla terasa tidak nyaman.

“Jadi gimana, Nay?” tanya Rudy lagi, penuh antusias.

Semua orang di meja makan kini menatapnya. Jantung Naykilla berdebar kencang. Dia harus menjawab apa? Menolak? Tapi bagaimana caranya tanpa menyinggung orang tuanya dan keluarga Dirga? Atau menerima? Tidak mungkin. Dirga bukan tipe laki-laki yang pernah dia bayangkan sebagai pasangan.

“Naykilla.”

Suara berat Dirga membuatnya menoleh. Dirga menatapnya, kali ini dengan ekspresi lebih serius. Lalu, di luar dugaan, laki-laki itu bersandar ke kursinya, menyilangkan tangan, dan berkata,

"Jawab aja yang sejujurnya. Kalau gue sih mau-mau aja."

Dirga sialan!! Kalau Naykilla sih ogah mengorbankan masa muda dengan memberikan keputusan yang begitu cepat. Apalagi ini soal pernikahan. Naykilla masih muda, masih banyak yang ingin dia capai. Dia tidak ingin berakhir sia-sia dengan laki-laki yang tidak begitu dia kenal.

Maka dengan terpaksa Naykilla menjawab, "Maaf semuanya.. Aku enggak bisa terima perjodohan ini."

Semuanya tampak kecewa. Tapi tidak dengan Dirga. Dia tetap pada ekspresi santai dan datarnya. Sia-sia Naykilla berpikir keras memberikan jawaban menolak yang lembut kalau tahu bahwa Dirga biasa saja dengan jawabannya.

Sudah dia duga bahwa ini adalah keputusan tepat. Mungkin saja Dirga tadi menjawab tidak serius atau sekedar ingin menyenangkan kedua orang mereka.

"Loh, kenapa?" tanya Janne

Wanita itu tampak begitu kecewa. Dia sedih dengan jawaban Naykilla. Selama ini dia khawatir dengan kehidupan Dirga yang menurutnya tidak jelas. Selalu saja bermain dan tak tentu bagaimana kedepannya. Oleh karena itu mereka ingin sekali menjodohkan Dirga yang perempuan yang tepat. Sebelum Naykilla pun sudah ada beberapa yang di jodohkan oleh Dirga. Semuanya di tolak kecuali kali ini. Itu yang membuat Janne dan Rudy kecewa. Apakah ini karma karena Dirga yang selalu menolak perempuan maka kali ini dia yang di tolak.

Harapan mereka hanya satu yaitu agar Dirga hidup lebih teratur. Mereka berpikir jika Dirga memiliki perempuan yang tepat di sampingnya maka kehidupan Dirga akan lebih baik. Lebih jelas dan lebih teratur.

"Tenang aja. Dirga enggak pengangguran, kok. Banyak loh duit Dirga. Nanti kalau kurang Mami sama Daddy bakal tambahin uang bulanan kamu." Janne mencoba membujuk Naykilla tapi sepertinya keputusan gadis itu tidak akan berubah

Sementara itu, Irwan dan Lina tampak malu dengan keputusan Naykilla. Menurut mereka Naykilla sedang menyiakan kesempatan emas yang tidak datang dua kali.

Irwan sendiri sudah sangat paham bagaimana dengan keluarga tersebut. Semuanya dari kalangan terpandang dan bukan orang sembarangan. Itu lah yang membuat dia tidak ragu untuk menjodohkan putri satu-satunya dengan pewaris tunggal seperti Dirga.

"Dirga! Jangan diem aja dong. Kamu harus yakinin Naykilla. Gimana dia enggak nolak kalau kamu petantang-petenteng gini."

Dirga menghela napas lelah. Dia harus apa memangnya? Haruskah dia memohon sambil berlutut dengan satu kaki di depan Naykilla sekarang?

Memang tidak di pungkiri bahwa dia kecewa dengan penolakan tersebut tapi apa boleh buat. Pantang baginya memohon pada seorang perempuan. Meskipun perempuan itu adalah seorang Naykilla. Perempuan cuek yang tidak tertarik dengan kehadirannya.

"Maaf Om Rudy dan Tante Janne. Naykilla rasa masih terlalu muda buat menikah. Banyak hal yang mau Nay capai. Nay pikir Kak Dirga juga begitu. Jadi lebih baik Nay sama Kak Dirga berteman aja."

Janne pasrah. Tidak menuntut lagi.

Malam itu acara makan malam berakhir dengan canggung. Naykilla merasa bersalah tapi dia harus tegas demi masa depannya yang gemilang.

--

Sepulang dari restoran mewah, Naykilla langsung mendapatkan wejangan dari kedua orang tuanya. Bahkan dari perjalanan pulang.

"Nay! Dirga itu pasti anak yang baik. Ayah kenal baik sama orang tuanya. Mereka itu dari keluarga terpandang. Enggak seharusnya kamu menolak dengan kasar begitu."

Naykilla memandang jari-jari kakinya. Dia tidak sanggup menatap wajah sang ayah yang mengeras karena kesal.

"Tapi Nay enggak suka sama dia, Yah." Jawabnya pelan

Lina meletakkan sejelas teh hijau untuk suaminya itu. Berharap dapat melegakkan amarah pria tersebut.

"Nay, rasa suka itu bisa tumbuh seiring waktu. Zaman sekarang bukan cinta lagi yang paling utama. Emang kamu mau kalau lapar cuma makan cinta?" sekarang Lina ikut menceramahi Naykilla

Naykilla menghela napas panjang. Dia tahu betul kalau orang tuanya hanya ingin yang terbaik untuknya, tapi menikah dengan seseorang yang nyaris tidak dia kenal? Apalagi Dirga, yang selama ini cuma jadi senior di kampusnya. Itu sama sekali tidak masuk akal.

“Tapi, Bun… masa Nay harus nikah cuma karena alasan keluarga terpandang? Nay juga ingin hidup Nay sendiri.”

Irwan mendesah, jelas tidak puas dengan jawaban itu. “Kami enggak maksa kamu nikah sekarang juga. Tapi setidaknya kenal lebih dekat, coba terbuka. Dirga itu enggak seburuk yang kamu pikir.”

Naykilla menggigit bibirnya, merasa serba salah. Apa yang harus dia lakukan? Berpura-pura menerima dan membiarkan perasaan tidak nyaman ini berkembang? Atau tetap bertahan dengan keputusannya meskipun itu berarti mengecewakan orang tuanya?

“Gimana kalau gini aja,” suara Lina lebih lembut sekarang, mencoba menengahi. “Bunda enggak akan paksa kamu nikah dalam waktu dekat. Tapi, tolong, Nay… jangan langsung tutup pintu untuk Dirga. Coba aja kenal lebih jauh. Kalau memang enggak cocok, ya enggak apa-apa.”

Irwan menatap Lina sebentar, lalu mengangguk. “Iya, itu usul yang bagus. Nay, kamu setuju?”

Naykilla tidak langsung menjawab. Lalu akhirnya menggelengkan kepala. "Bunda sama Ayah kan tau sendiri kalau Nay enggak mau menjalani sesuatu yang enggak Nay suka. Jadi jawaban Nay tetap sama. Nay enggak mau nikah muda apalagi nikah sama Dirga."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dear Dirga   21

    Naykilla terbangun dan merasakan sesuatu yang berat melingkari perutnya dan sudah pasti itu pelukan dari Dirga. Setelah hubungan mereka perlahan semakin dekat, Dirga tidak pernah sekalipun melepaskan pelukannya ketika mereka tidur. Awalnya pelukan itu terasa menyesakkan tapi sekarang terasa hangat.Naykilla pun berbalik, mengecek suhu tubuh Dirga. Lalu dia bernapas lega. Bisa di katakan Dirga sudah sembuh dari demamnya. “Kak Dirga... bangun.” Ucapnya pelanDirga menggeliat dalam keadaan setengah tidur tapi pelukannya semakin erat.Dirga sendiri tidak menyangka bahwa dia bisa tidur senyenyak ini setelah bersama Naykilla. Entah kenapa tubuh Naykilla selalu berhasil mengantarkan kenyamanan pada dirinya. Di bandingkan alkohol, Naykilla lebih berefek langsung kepada dirinya. Bahkan Dirga pun sudah lupa kapan terakhir kali dia minum alkohol. Atau lebih tepatnya saat Naykilla sudah memenuhi isi otaknya perlahan-lahan membuat Dirga menjauhi hal seperti itu.“Yang, ini masih pagi banget.

  • Dear Dirga   20

    Naykilla menghembuskan napas beratnya sambil mempersiapkan diri.Sesuai dugaannya bahwa hari ini dia menjadi pusat perhatian hampir semua orang setelah kejadian Dirga pingsan kemarin. Semua orang menatap tajam ke arahnya dan Naykilla bisa maklumi itu. Siapa sih yang tidak kaget dan kecewa jika idola mereka ternyata sudah menikah. Apalagi yang di nikahi itu adalah gadis yang amat biasa seperti dirinya ini. Tapi Naykilla tidak tahan saat kedua sahabat baiknya mendiamkannya karena kejadian itu.Perlahan Naykilla membuka pintu mobil. Saat ini dia menggunakan mobil Dirga karena paksaan dari laki-laki tersebut.Sebelum memasuki kafe di depannya, lagi dan lagi Naykilla menghembuskan berat. Kali ini untuk menghilangkan rasa gugup. Dari luar dia bisa melihat tatapan tajam Silla dan Audrey yang sudah menunggunya di dalam.Naykilla segera menghampiri mereka dan duduk di bangku yang tersisa.Untuk beberapa saat semuanya diam dan hening. Otak Naykilla sedang merangkai kata untuk menjelaskan

  • Dear Dirga   19

    Dirga terbangun, badannya merasa gerah dan kepalanya terasa pusing. Di lihatnya sekeliling ruangan kamar yang tampak redup. Dengan enggan dia berusaha menegakkan tubuhnya meski terasa pelan dan sebuah handuk kecil terjatuh.Dirga meraba dahinya yang tampak basah. Sepertinya baru saja ada seseorang yang mengkompres dahinya. Dirga mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba membiasakan diri dengan pencahayaan kamar yang temaram. Hawa hangat menyelimuti tubuhnya—hangat yang berasal dari demam dan juga dari selimut tebal yang menutupi tubuhnya.Ia mendongak pelan, melihat handuk kecil yang jatuh ke lantai. Nafasnya masih berat, tapi pikirannya mulai lebih jernih. Dalam hati ia bertanya-tanya siapa yang merawatnya. Lalu, samar-samar Dirga mendengar suara Naykilla dari arah dapur. Dia pun segera beranjak dari dapur dan perlahan menuju sumber suara.“Makasi, ya, Mami. Aku beneran bingung banget tadi. Tapi setelah dokter itu periksa kondisi Kak Dirga baru aku ngerasa sedikit lega.” Tampak N

  • Dear Dirga   18

    Dirga menyandarkan bahu lebarnya di kursi kayu kelas, kemudian menghela napas berat. Matanya menatap kosong ke luar jendela di mana cuaca tampak begitu mendung. Dia merasa beruntung hari ini mengenakan jaket tebal, jika tidak mungkin tubuhnya akan semakin meriang. Atau mungkin seharusnya dia tidak masuk kelas hari ini. Di lihat secara fisik Dirga memang kuat. Dia tinggi serta punya tubuh yang atletik. Siapa pun pasti akan menghindari masalah dengan laki-laki tersebut karena takut akan kalah kalau-kalau Dirga mengajak untuk bertarung. Tapi sayangnya, sekuat-kuatnya Dirga akan tumbang juga karena demam. Dirga melirik jam tangannya. Dia hanya perlu bertahan dua jam saja setelah itu bisa langsung pulang dan beristirahat. “Lo keliatannya murung banget, Ga.” Rafi mendekatkan tubuhnya lalu berbisik, “Enggak dapet jatah dari bini, ye?” Dirga berdecak kesal dan mendorong Rapi agar menjauh darinya. Boro-boro mendapatkan jatah, tidur pun mereka pisah. Naykilla di kamar sementara Dirga

  • Dear Dirga   17

    Dirga menatap tajam jam dinding yang sedang menunjukkan pukul delapan tepat. Sudah semalam ini Naykilla juga belum pulang. Bahkan gadis itu susah untuk dia hubungi sejak siang tadi. Dirga menatap tajam jam dinding yang sedang menunjukkan pukul delapan tepat. Sudah semalam ini Naykilla juga belum pulang. Bahkan gadis itu susah untuk dia hubungi sejak siang tadi. Ponselnya aktif, tapi tak sekalipun membalas pesan atau menjawab telepon. Dan itu cukup membuat Dirga gelisah.Ia berdiri dari sofa apartemennya dan berjalan mondar-mandir seperti harimau dalam kandang. Pikirannya bercabang ke berbagai kemungkinan. Marah? Khawatir? Bingung? Semua rasa itu menumpuk jadi satu dan membuatnya ingin segera mencari Naykilla ke mana pun gadis itu pergi.Sambil menghela napas panjang, Dirga akhirnya mengambil kunci mobil dan jaket hitamnya. “Kalau sampai dia kenapa-kenapa, gue enggak bakal maafin diri sendiri,” gumamnya, lalu bergegas keluar.Saat dirinya hendak membuka pintu, pintu tersebut sudah

  • Dear Dirga   16

    Naykilla berlari di sepanjang koridor menuju kelasnya. Hari ini dia memutuskan untuk masuk kuliah setelah beberapa hari absen. Dan pagi ini dia sudah di pastikan telat di kelas pertamanya. Pelakunya sudah pasti Dirga.Mereka berdebat panjang tentang dengan siapa Naykilla berangkat ke kampus. Naykilla sudah mengatakan bahwa dia akan pergi sendiri sementara Dirga tetap kekeh bahwa mereka harus pergi bersama. Dan perdebatan itu di menangkan oleh Dirga. Tapi dengan syarat Dirga harus memarkirkan mobilnya di parkiran belakang gedung fakultas, di sana tidak banyak orang yang mau memarkirkan kendaraan mereka karena letaknya agak jauh dari pintu keluar.Langkah kaki Naykilla terdengar tergesa di sepanjang lorong kampus yang mulai lengang. Napasnya terengah, keringat membasahi pelipis meski pagi belum terlalu panas. Ia menatap jam di ponselnya dan mendecak kesal. Sudah lewat sepuluh menit dari jadwal kelas dimulai.“Gara-gara Kak Dirga, gue jadi kayak anak kecil diantar orang tuanya,” gerut

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status