Share

Dear Kakak Kelas ~ 4

"Jangan meluk tas terus. Nanti gue cemburu," ucap cowok itu santai.

Tasya hanya memasangkan wajah cemberutnya dan menatap tajam ke arah cowok itu. "Gue jalan kaki!"

Baru beberapa langkah berjalan, langkah kaki Tasya harus terhenti ketika ia merasakan lututnya mulai nyeri. Ia membalikkan badan dan mendapati cowok itu sedang tersenyum penuh kemenangan.

"Yakin mau jalan kaki?"

Tasya diam membeku. Ia menatap tajam cowok itu, kemudian berjalan pelan dan menaiki motor Ninja Hitam itu tanpa disuruh pemiliknya.

"Lo ngapain?" ceplos cowok itu.

"Ihh, bawel banget sih!! Buruan, keburu telat!" greget Tasya sambil memukul bahu cowok itu.

"Emang gue nyuruh lo naik motor gue?"

Jleb

Ingin sekali rasanya Tasya mencekik mati cowok itu dipinggir jalan. Untung ganteng dan baik, pikir Tasya.

"Gue bakal jalan kalau lo menuhin syarat dari gue." ucap cowok itu sambil tersenyum miring dan menatap ke depan.

"Apa?" apapun syarat itu, Tasya akan melakukannya asal ia tidak telat lagi ke sekolah.

"Peluk gue."

Krik ..

Krik ..

Krik ..

"Jangan modus, lo!" 

Terdengar kekehan kecil dari cowok itu. "Yaudah kalau gak mau. Gue diem disini terus."

Untung saja dipinggir jalan, kalau tidak pasti Tasya akan memotong leher cowok ini dengan pisau cutter-nya.

"Iya-iya." dengan sedikit kaku, Tasya memeluk perut cowok itu, namun tidak penuh.

"Udah?"

"Hm."

"Segitu aja?" tanya cowok itu dengan nada merayunya.

"Ih, bawel banget sih! Buruan ja--"

"PELAN-PELAN WOIII"

Cowok itu melajukan motornya dengan kecepatan penuh, berharap Tasya memeluknya dengan erat dan hasilnya .. yap, mission success.

Ninja Hitam itu masuk ke area sekolah bertepatan dengan bel masuk yang berbunyi. Tasya yang masih sedikit trauma akan kecepatan motor yang dilajukan oleh cowok itu tidak sadar kalau kedua tangannya masih melingkar di perut sixpack milik cowok itu.

"Masih betah meluk gue?"

Mendengar kalimat itu, Tasya lantas terkejut karena dirinya masih memeluk cowok itu dengan mesra dan parahnya .. kini mereka berdua menjadi sorotan seluruh warga SMA Pancasila yang hendak berbaris untuk melaksanakan apel pagi.

Dengan sigap Tasya melepas pelukan itu. "Makasih."

Saat hendak turun dari motor Ninja Hitam itu, Tasya harus memekik karena lututnya tersentuh dengan body motor itu. "ASTAGA LUTUTT GUEE!!"

Mendengar teriakan Tasya yang melengking, refleks semua siswa langsung menatapnya begitu juga dengan para guru.

Untung saja Ria dan Alana belum keluar dari kelas, jika tidak teriakan dari Ria akan mengusir seluruh makhluk gaib di SMA Pancasila.

"Angga, itu Vicky, to?" Pace menyenggol lengan angga, berharap agar Angga melirik orang yang sedang dimaksudkan oleh Pace.

"Iya, Ce. Gila tu bocah, boncengin cewek lagi," sahut Angga.

"Itu Nona siapa he? Beta baru lihat ini." tanya Pace.

"Au ah. Asing mukanya, gak kenal gue," sahut Angga acuh.

"Asing? Itu Alien, kah? UFO, kah?" tanya Pace.

"Iya, itu Alien lagi pake Koteka," balas Angga yang kesabarannya sudah habis meladeni Pace. ( Koteka : Pakaian Adat Papua )

***

Bel pulang sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu, namun Tasya belum juga pulang. Mungkin kali ini misinya harus berhasil.

Ia berjalan pelan menuju ke lantai dua karena lututnya yang masih berdarah, dan berharap tidak ada orang yang mengetahui aksinya kali ini.

Disinilah Tasya sekarang berada, rooftop sekolah. Disini, semua orang bisa melihat pemandangan yang begitu indah. Namun bagi Tasya, tidak ada hal terindah di dunia ini selain kasih sayang dari orang tua. Harta yang paling berharga adalah 'keluarga'.

"Ma, Pa," lirih Tasya pelan.

"Maafin Tasya kalau kehadiran Tasya di dunia ini cuma bikin Mama sama Papa terganggu."

"Tasya cuma pingin rasain kasih sayang orang tua kayak temen-temen Tasya."

"Mungkin cara ini yang terbaik. Dengan ini, Tasya yakin kalau Mama sama Papa gak akan merasa terganggu lagi."

"Love you, Mom and Dad."

Tasya mengambil pisau cutter yang ia bawa di dalam tasnya, dan perlahan ia menempelken ujung pisau itu tepat di urat nadinya.

Saat hendak memotong tangannya, tiba-tiba ..

"WOI MAU NGAPAIN LO?!"

Sebuah teriakan lantas membuat Tasya langsung membalikkan badan. Saat membalikkan badan, betapa terkejutnya Tasya mendapati cowok yang sudah membantunya dua kali, dan mungkin ini adalah yang ketiga.

Cowok itu terkejut melihat Tasya yang sudah menempelkan pisau cutter di urat nadinya dengan air mata yang kian deras mengalir.

"Lo gila, ya?! Mau--"

"DIEM LO!" potong Tasya. "Jangan ikut campur urusan gue!"

"No no no .. lo gak boleh kayak gini, Sya. Gue tau pasti lo ada masalah, tapi gak kayak gini cara atasinnya," cowok itu sok bijak.

Sya? Tasya maksudnya? Bagaimana cowok itu bisa mengetahui namanya? Pertanyaan demi pertanyaan kini memenuhi otak Tasya.

"Lo gak perlu ikut campur sama urusan gue. Karena--" ucapan Tasya terhenti ketika cowok itu merebut paksa pisau cutter milik Tasya. Saat Tasya coba untuk menjauhi pisau itu, dengan tidak sengaja pisau itu menggesek indah lengan kekar cowok itu.

"ARGHHHHH...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status