Share

16~DS

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2025-05-11 09:52:08
“Buruan masuk,” titah Bima membukakan pintu untuk Sinar. “Gue baru mau makan, lo malah minta jemput.”

Sinar berdecih. Menendang pelan pada tulang kering Bima lebih dulu, baru masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya.

“Je!” seru Bima meringis kesal, meskipun tendangan Sinar tidak terlalu sakit. Ia bergegas masuk ke dalam mobil dan mulai mengomel. “Kalau bukan Andri yang ngasih tahu, gue nggak bakal tahu kalau lo itu besok batal nikah.”

“Berisik, Bim!”

“Salah lo sendiri,” ujar Bima enteng sambil mengemudikan mobilnya. “Baru kenal, terus mau diajak nikah. Mentang-mentang blasteran, terus lo ngerasa sama dengan Angkasa? Jauuuh, Je! Jauuuh!”

“Kamu kalau nggak ikhlas jemput, nggak usah jemput,” Sinar membalas tidak kalah sewot. “Lagian aku nggak minta jemput, aku ngajakin kamu makan.”

“Batal nikah bisa bikin orang bego apa, ya?” Tangan Bima terulur cepat, menoyor kepala Sinar.

“Bima!” Sinar dengan sigap membalas. Menoyor kepala Bima dengan keras.

Bima terkekeh sambil mengusap sisi kepalanya
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (16)
goodnovel comment avatar
Iwan Susy 13
iya seperti nya nama nama tokohnya ada yg sama dg cerita lainnya, jdnya agak bingung. tp baca ajalah anggap tokoh baru
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
hhhmmm bakalan ketemu Bintang lagi nih.. pasti canggung banget deh..
goodnovel comment avatar
Kessy
oooh dicerita aya,pantes kayak pernah baca cuma lupa² ingat karena udh lama .sinar punya ank kan 1 sebelum sama pras .
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dear Secretary   32~DS

    Pada akhirnya, Sinar kembali ke apartemen Bintang. Meninggalkan rumah yang sejatinya tidak pernah terasa seperti “rumah” baginya. Justru, Sinar lebih merasakan sebuah ketenangan ketika berada di tempat Bintang, kendati lubang di hatinya tidak akan bisa tertutup begitu saja.Namun, Sinar yakin semua akan baik-baik saja. Sinar akan menunjukkan pada sang ayah, jika ia bisa hidup sukses dan bahagia meskipun tanpa pria itu. Ia harus bekerja keras dan mencari cara agar bisa mandiri dengan kakinya sendiri.Tanpa bantuan apa pun dari Praba.“Hujan.”Sinar menoleh sebentar, pada Elo yang tiba-tiba berada di sebelahnya. Namun, ia tidak ingin berkomentar apa pun, karena hatinya masih terlampau sakit karena perkataan Elo kala itu.“Di jemput Bima?” tanya Elo merasa kikuk sendiri.Sejak pertengkaran mereka tempo hari, hubungan mereka sangat-sangat berjarak. Sinar sungguh membatasi semua interaksi dengan Elo dalam hal apa pun.Bahkan, “sogokan” yang dibawa Elo setiap hari pun belum mampu membuat ha

  • Dear Secretary   31~DS

    “Naaar.” Carmen berjalan cepat menghampiri Sinar dan memeluknya erat. “So sorry for your loss. Maaf nggak bisa datang, kemarin lagi tugas di luar kota, tadi malam baru datang.Sinar membeku seketika, tidak membalas pelukan tersebut. Antara terkejut, juga masih trauma karena mengingat pelukan Violet.“Yang sabar, ya,” ucap Carmen setelah mengurai pelukannya. “Aku tahu kamu kuat.”“Ma-makasih,” ucap Sinar mulai mencebik. Rasa haru kembali menyeruak, karena perhatian rekan kerjanya sejak memasuki lobi.“Jangan nangis,” Tari kembali memeluk Sinar. Mengusap punggung gadis yang matanya mulai berkaca-kaca. “Percayalah, semua pasti baik-baik aja.”“Iya.” Sinar bergegas mengurai pelukan Carmen dan mengusap hidungnya yang berair. Ia tertawa hambar sambil menunjuk meja kerja. “Aku ke meja dulu. Banyak kerjaan.”“Hm! Met kerja!” seru Carmen. “Semangat, ya!”“Makasih.” Sinar bergegas pergi ke mejanya. Meraih tisu lebih dulu, untuk menyapu sudut mata dan hidung yang sedikit berair.Sinar memulai ke

  • Dear Secretary   30~DS

    “Ayah tidur di sini malam ini.”“Nggak usah.” Sinar berbalik memunggungi sang ayah yang baru masuk ke kamar sang bunda. Ia tengah berbaring di ranjang mendiang bundanya dan memeluk daster yang dipakai Rani terakhir kali. “Nggak ada gunanya.”“Nar, jangan begini.” Prabu duduk di tepi tempat tidur. Mengusap pelan puncak kepala Sinar. “Kamu itu anak ayah.”Sinar mendengus keras. Andai tenaganya tidak terkuras, saat ini ia pasti sudah berteriak pada Praba. Menumpahkan semua kebenciannya. “Aku anak bunda.”“Sinar—”“Keluar dari kamar bunda,” sela Sinar semakin mengeratkan pelukannya pada daster milik Rani. “Ayah nggak pantas dan nggak berhak ada di rumah ini, apalagi kamar ini.”Kali ini, Praba tidak membalas. Ia memilih diam karena bisa mengerti dengan kehilangan yang dialami putrinya. Sinar hanya perlu waktu untuk melerai luka dan sembuh, meski semua tidak akan lagi seperti sedia kala.Tanpa kata, Praba keluar dan menutup pintunya. Ia pergi ke ruang tamu, untuk menemui para pelayat yang

  • Dear Secretary   29~DS

    Sinar keluar dan berlari setelah mobil Bima berhenti di depan rumah sakit. Langkahnya tergesa, menembus kerumunan yang ada. Ia sudah tidak peduli pada suara Bima yang memanggil dari belakang. Napasnya memburu, dadanya terasa sempit, sesak.“IGD di—”“Nar!”Panggilan seseorang membuat Sinar berbalik dan tidak jadi bertanya. Ia kembali berlari, menghampiri Lala yang sudah menghubunginya beberapa waktu lalu.“Bunda, La? Di mana!” Melihat mata merah Lala dan wajah sembabnya, membuat perasaan Sinar semakin tidak karuan.Lala memeluk Sinar. Mengusap punggung gadis itu sebentar lalu menunjuk ke balik tirai putih tanpa suara.Sinar menahan napas. Tangannya terulur pelan, lalu menepis tirai dengan jemari yang bergetar hebat. Pandangannya langsung terpaku.Di balik tirai itu, sesosok tubuh terbujur kaku di atas ranjang, dibalut selimut putih yang baru dibuka hingga sebatas dada karena kedatangannya. Wajah yang sangat dikenalnya kini tampak pucat, tanpa ekspresi, tanpa kehidupan.“Bunda ...”“Ik

  • Dear Secretary   28~DS

    “Nar! Sinar!”Sinar mengerjap. Menatap Daisy yang sudah berdiri hadapannya dengan beberapa berkas. Sejak tadi, tatapannya menerawang dan pikirannya entah berada di mana. Namun, satu hal yang pasti, dirinya merindukan Bintang.Di saat-saat seperti ini, pria itu akan selalu bisa menjadi tempatnya pulang. Menumpahkan semuanya, tanpa ada yang harus disembunyikan. Bintang tidak pernah menghakimi dan selalu bisa memahaminya.“Napa Dai?” Sinar menggeleng sesaat. Mengusir semua pikiran pelik yang ada di kepala.Daisy meletakkan berkas yang dibawanya di meja Sinar dan membaginya. “Minta tanda tangan pak Harsa untuk yang dimap biru. Terus, surat-suratnya bagi ke reporter yang bersangkutan.”Sinar menggangguk. “Ada lagi?”“Emm ...” Daisy melihat ke area kubikel. “Mas El belum datang?”Mas?Apa Sinar tidak salah dengar? Daisy memanggil Elo dengan sebutan Mas? Bukan Bapak, seperti pertama kali Sinar memperkenalkan kedua orang itu?Apakah kedua orang itu sedang menjalin hubungan?“Pak El?” Sinar be

  • Dear Secretary   27~DS

    “Hei, Bim.” Elo menghampiri Bima yang tampak santai duduk di dalam mobilnya. Ia baru saja tiba, ketika melihat mobil Bima terparkir dengan kaca jendela terbuka sepenuhnya. “Jemput Sinar?”“Eh, Mas!” Bima meletakkan ponselnya di door pocket, kemudian keluar dari mobil. “Nggak. Gue ditugasin tuan besar ke sini, ngurus iklan. Baru aja selesai. Je bawa motor katanya, jadi bentar lagi gue pulang.”Elo mengeluarkan sebungkus rokok dari saku kemeja, menyodorkan ke Bima.“Nggak ngerokok gue, Mas,” tolak Bima dengan kibasan tangannya. “Bisa dipecat jadi anak sama nyonya besar, kalau ketahuan ngerokok.”Elok terkekeh. Niat untuk mengisap batang nikotin itu pun ia urungkan. Mengembalikan bungkus rokoknya kembali di saku kemeja.Tuan besar dan nyonya besar. Itu pasti sebutan untuk ayah dan ibunya Bima, Kaisar dan Eila.“Bokap apa kabar?” tanya Elo. “Aku udah lama nggak ketemu.”“Baik.” Bima bersandar pada pintu mobil. “Mau nyalon. Makanya lagi merepet ke media-media. Biasa, pencitraan dulu.”“Wali

  • Dear Secretary   26~DS

    Elo berhenti di depan meja Sinar yang kosong. Rapat redaksi baru saja selesai dan aneh rasanya tidak melihat gadis itu ada di mejanya.Masalah Violet sudah diselesaikan dengan mudah, karena Elo sempat mengancam gadis itu sebelumnya. Jadi, terhitung hari itu Violet sendiri yang mengundurkan diri. Tanpa drama apa pun.Elo mencoba menghubungi Sinar, tetapi, lagi-lagi gadis itu tidak menerima panggilannya. Bahkan, pesan yang Elo kirimkan sejak kemarin tidak ada satu pun yang dibalas. Hanya dibaca dan dibiarkan begitu saja.Untuk itu, Elo akhirnya memutuskan pergi ke rumah Sinar setelah menyelesaikan pekerjaannya.Elo berhenti tepat di depan rumah berpagar hitam. Tempat di mana ia mengantarkan Sinar kala itu. Berkali mengetuk dan mengucap salam, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan.“Pak Josep sama istrinya keluar kota, Mas,” ucap seorang ibu muda yang muncul di sebelah rumah. “Jenguk anaknya yang baru lahiran.”“Ohh ...” Elo mengangguk-angguk karena tidak tahu nama orang tua Sinar. “Jadi

  • Dear Secretary   25~DS

    Elo masuk ke dalam kamarnya dan melihat Sinar masih meringkuk di balik selimut. Ia melihat nampan yang masih berada di meja dan makanan yang dipesannya tadi malam tidak tersentuh sama sekali.Kalau sudah begini, rasanya benar-benar ingin menumpahkan amarahnya pada Sinar.Lantas, ia pun menghampiri tempat tidur dan berdiri menatap Sinar dari dekat.“Bau rokok,” gumam Sinar menarik selimutnya hingga menutup seluruh tubuh.Elo berdecak. Ternyata gadis itu sudah bangun.“Cuma sebatang, Nar,” ujar Elo segera mencium kaosnya sendiri. Apa iya aroma tembakau yang menempel sampai setajam itu, hingga Sinar langsung bisa menciumnya. “Kenapa makanannya nggak disentuh?” tanyanya sembari duduk di samping gadis itu.“Ngantuk.”Elo menarik paksa selimut Sinar, hingga wajah gadis itu kembali terlihat. “Ayo sarapan! Buru mandi, ganti baju.”“Saya sudah mandi.” Sinar kembali menutup kepalanya dengan selimut.“Sarapan kalau gitu.” Elo kembali menarik selimut Sinar. “Nanti sakit kalau perutmu nggak diisi.”

  • Dear Secretary   24~DS

    “He, Nar.” Elo berlutut di depan Sinar, setelah mendudukkan gadis itu di lobi. Menepuk-nepuk pipi gadis itu, karena pikiran Sinar seolah mengambang entah ke mana. “Aku El, Nar. Nar!”Sinar menatap Elo. Namun, pikirannya berputar pada semua kejadian yang dialaminya bersama Violet.“Nar!”“Pak El ...” Sinar mencebik, berujar lirih. “Saya ... mau mual ...”“Mau muntah?” Elo baru saja hendak berdiri ketika Sinar mencengkram sisi kemejanya. Detik berikutnya, Elo tidak sempat menghindar. Ia hanya bisa membeku, saat Sinar memuntahkan isi perutnya, tepat mengenai bajunya.“Maaf ...”Sinar menunduk, menarik kedua tangannya perlahan lalu mengusap mulutnya. Ia tidak berani menatap Elo dan hanya terpaku pada noda di kemeja dan celana pria itu.Tiba-tiba saja, Sinar khawatir jika Elo akan bersikap galak. Memarahinya, seperti saat pria itu mengomel para reporter yang lalai dengan tugasnya.“Nggak sengaja, Pak El ...”Tubuh Sinar berguncang pelan, suaranya nyaris tercekat. Air matanya menitik tanpa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status