Seorang pria dengan wajah keriput dan rambut tipis berjalan dengan langkah tegap. Senyumnya lebar dan sekilas, ada sedikit kemiripan dengan cara Charles tersenyum.
Charles berdiri diikuti oleh Bintang. “Kakek.” “Charles, dasar cucu durhaka. Kamu menikah tanpa memberitahu kakek.” “Semuanya begitu cepat, Kek. Ini istriku, Bintang. Bintang, ini kakekku.” Dilihat dari cara Charles berinteraksi dengan kakeknya yang hangat, Bintang bisa menyimpulkan jika hubungan mereka lebih baik daripada dengan David. Bintang tidak ragu untuk mengulurkan tangan. Namun, betapa kagetnya dia saat Jonathan menyalaminya dengan lebih semangat. Sang kakek juga menepuk pundaknya. “Bagus, bagus!” Jonathan menatap Bintang puas. “Selamat datang di keluargaku.” Senyum Bintang terlihat lebih lebar. “Ayo makan! Aku tahu kakek sudah lapar.” Charles berdiri. Jonathan segera bergeser ke sampingnya. Bertiga, mereka berjalan menuju meja makan dengan Charles berada di tengah. “Bagaimana pesanan kita kemarin?” tanya Jonathan. “Semua sudah ditangani. Mereka setuju dengan harga yang kita ajukan. Paling lambat, barangnya akan datang dalam satu minggu.” Bintang sama sekali tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Dia hanya diam di sisi Charles, mencoba mencerna. Di belakang mereka, David terus saja menatap Bintang sambil sesekali tersenyum dan menjilat bibirnya. Entah apa yang ada dalam bayangannya. Sementara itu, wajah Maria tampak merah. Tangannya terkepal erat. Kondisi Charles sudah seperti itu, tapi kenapa Jonathan tetap saja lebih percaya urusan perusahaan kepadanya? Padahal suaminya sendiri masih sehat dan sudah lama bekerja di sana. Bukankah ini tidak adil? Sebagai tetua, Jonathan duduk di kursi kepala sementara Charles dan Bintang berada di sisi kanannya dan David juga Maria di sisi kirinya. “Ambil yang kamu mau,” ucap Jonathan kepada Bintang. “Jangan sungkan. Ayo!” Jonathan menggeser piring berisi daging cincang yang ditumis harum. “Terima kasih, Tuan.” “Apa katamu?” Jonathan menegakkan tubuhnya. Keningnya mengernyit. Bintang tersentak. Dia sampai lupa cara bernafas. Matanya mengerjap, mencoba mencari tahu di mana letak kesalahannya. “Kamu adalah cucu menantuku. Sudah seharusnya kamu juga memanggilku kakek. Apa kamu mengerti?” “I-iya, Kakek.” “Nah, itu baru benar!” Jonathan tertawa terbahak-bahak. “Kita ini keluarga. Jangan sungkan seperti itu. Charles sudah memilihmu. Dan tugasku untuk menerimamu dengan baik. Ayo makan lagi yang banyak!” Bintang tersenyum tipis, tampak canggung. Tangannya bergerak kaku. Seumur hidup, baru kali ini dia merasa diperhatikan oleh orang tua. Selama ini, dia sibuk menahan diri dan mengalah. Sekarang, mendapat perlakuan manis dari kakek suaminya, air matanya hampir saja turun. Tangannya terangkat untuk mengusap matanya. “Oh, kamu juga sungguh pengertian ingin mengambilkan makan untuk suamimu. Ya, biasanya memang pelayan yang melakukannya. Kini, karena kamu di sini, sudah sepantasnya begitu. Bagus, bagus!” Jonathan tersenyum lebar. Bintang sempat melongo, tapi mengingat betapa hangat sikap Jonathan, Bintang tidak keberatan. Lagi pula, piring Charles memang masih kosong. “Apa kamu punya alergi?” Bintang berbisik kepada Charles. Charles tersenyum, lalu menggeleng. “Aku bisa memakan apapun. Tidak perlu khawatir.” ‘Pria ini, kenapa suka sekali tersenyum?’ batin Bintang. Gadis itu segera mengalihkan pandangannya dan mulai mengisi piring Charles. Setelah itu, dia mengambil sendok, lalu menyerahkannya kepada Charles. “Makanlah!” kata Bintang lirih. “Terima kasih,” jawab Charles. Suasana di meja makan terasa hangat. Untuk pertama kalinya, Bintang bisa merasakan nikmatnya makan bersama keluarga. Suasana hatinya semakin membaik dan mulai melupakan pikiran buruknya tentang Charles. Di seberang mereka, Maria tidak bisa menelan makanannya dengan baik. Matanya terus saja melirik Charles dan Bintang bergantian. Di sisi lain, David tidak bisa melepaskan pandangannya dari Bintang terlalu lama. Bibirnya memang tertutup, tapi matanya mengatakan banyak hal. Bintang bisa merasakan tatapan itu, tapi dia sama sekali tidak peduli. Apa yang bisa dilakukan David? Ada begitu banyak orang di sini. Akhirnya, setelah tiga puluh menit, acara makan malam itupun berakhir. “Kami harus pamit. Terima kasih atas jamuan makan malamnya. Dan sekali lagi, selamat atas pernikahan kalian.” David tampak enggan berpamitan. Dia masih ingin mengenal Bintang lebih jauh. Namun, Maria terus saja mencubit lengan atau pahanya. Dengan berat hati, David menyalami ayahnya, Charles, dan terakhir, Bintang. “Selamat datang di keluarga Smith,” ucapnya sambil mencium punggung tangan Bintang dengan mesra. Refleks, Bintang menarik tangannya dan menyembunyikannya di belakang, lalu perlahan, dia menggosokkannya dengan baju. David tersenyum tipis. Dia merasa istri keponakannya ini sangat menggemaskan. Tiba-tiba saja, Charles melangkah serong, membuat Bintang tertutupi olehnya. David mengernyit. Belum sempat berkata, dia merasakan kesakitan di kakinya. Rupanya, tongkat jalan Charles mengenainya. “Aduh! Kurang ajar!” David berjingkat. Dia meringis kesakitan. Tangannya memegangi kakinya yang membengkak. “Paman, maaf. Apa aku mengenaimu?” “Dasar buta!!!” Suara David begitu keras membuat suasana menjadi hening. Sebenarnya, bukan karena suaranya yang keras, tapi karena kalimat yang dia lontarkan terlalu kasar. Charles hanya tersenyum. Di sebelahnya, Bintang tersentak. Dia tidak menyangka paman Charles akan mengatakan hal sekasar itu. Pria ini… Bintang semakin enggan mengenalnya. “David!!!” Wajah Jonathan memerah. Emosinya terlihat jelas. Baginya, kondisi Charles adalah hal yang tidak boleh dibicarakan. Charles adalah cucunya yang cerdas, yang bisa mengantarkan perusahaan menuju level yang lebih tinggi. Dia tidak akan membiarkan siapapun merendahkannya. Jonathan memang sudah berumur enam puluhan, tapi aura bangsawan dan penguasa tetap berada di sekelilingnya, mampu menekan siapa saja termasuk David. David kesusahan menelan ludahnya. Dia menunduk, lalu berjalan keluar. Maria gegas bergerak. Dia menyalami Jonathan. Sedangkan Charles dan Bintang, dia hanya menatap sekilas lalu meninggalkannya. Jonathan menghela nafas melihat tingkah putra dan menantunya. “Maaf kamu harus melihat hal memalukan seperti tadi,” ucapnya pada Bintang. “Tidak apa-apa. Setiap keluarga memiliki problem masing-masing.” Bintang tersenyum menanggapi. “Kamu memang gadis yang baik. Charles, aku semakin suka dengan pilihanmu.” Jonathan tertawa, merasa bangga pada Charles. “Baiklah, aku harus pulang. Tidak baik mengganggu malam pernikahan seseorang.” Dia menepuk bahu Charles dan Bintang sebelum berjalan keluar. Charles dan Bintang hanya tersenyum karena mereka tahu apa yang dipikirkan Jonathan tidak mungkin terjadi. “Aku akan berbicara sebentar dengan Thomas,” kata Charles. Bintang mengangguk. Dia berjalan sendiri ke kamar, lalu segera pergi ke kamar mandi untuk berendam dan merilekskan otot-ototnya. Bintang mengisi bak, lalu mulai mencuci muka di wastafel. Setelah itu, dia melepas bajunya dan masuk ke bak. Perpaduan antara air hangat dan wewangian membuat sarafnya mengendur. Bintang menikmati sensasi mandinya. Sepertinya, menikah dengan Charles tidak buruk. Terlepas bahwa dia buta dan mudah sakit, tapi Charles cukup baik padanya. Tidak hanya mengijinkannya kuliah, tapi juga memberinya uang saku. Semua kebutuhannya dipenuhi. Kalau begini, mungkin memang seharusnya dia berterima kasih kepada Luna. Kedua sudut bibir Bintang terangkat. Namun sedetik kemudian, senyumnya menghilang melihat Charles memasuki kamar mandi. Refleks, Bintang merunduk, menutupi tubuhnya dengan busa. Dia melakukannya dengan perlahan dan tanpa suara. Matanya terus menatap Charles, sambil berdoa Charles tidak menyadari keberadaannya. Charles berdiri di depan wastafel. Tangannya terulur, berusaha mengambil sikat gigi dan menambahkan pasta gigi di atasnya. Setelah itu, dia mulai menyikat gigi. Wajahnya menghadap cermin. Pandangannya kosong, tapi Bintang bersumpah dia sepertinya sempat melihat mata Charles bergerak meliriknya lewat cermin!Luna begitu marah hingga dia ingin muntah darah. Adiknya, kini, begitu sombong dan arogan. Apa dia tidak ingat? Kalau bukan karena dirinya, Bintang tidak akan bisa mencicipi segala kemewahan yang dia dapat.Matanya terus mengikuti langkah Bintang. Tangannya terkepal melihat pakaian dan tas yang dikenakan adiknya. Batinnya menjerit. Dia ingin memiliki itu semua.Jika mengingat Bintang pergi dengan mobil dan sopir pribadi, ingin rasanya Luna menyeretnya keluar. Itu adalah mobil yang seharusnya menjadi miliknya! Kemeja mahal yang dia pakai adalah haknya! Tas yang ada di pundak Bintang juga punya dia.Saat dia melihat sepatu Bintang, darahnya semakin mendidih. Itu adalah sepatu yang dia idam-idamkan. Dia pernah melihatnya di internet dan harganya setara dengan harga ponselnya. Sepatu itu seharusnya menjadi miliknya. Bintang tidak memiliki satupun hak atas kemewahan dan kekayaan Charles. Semua itu adalah miliknya! Bintang telah merebutnya darinya.Dada Luna naik turun. Emosinya naik berka
Banyaknya pedagang bercampur dengan para pecinta kuliner malam, membuat suasana begitu ramai dan ceria. Lampu warna-warni dipasang di kanan dan kiri untuk memeriahkan suasana.Bintang tidak bisa menahan senyumannya. Dia berjalan dengan antusias, menuju satu pedagang ke pedagang lainnya. Di belakangnya, Charles mengikuti dengan sabar, kakinya melangkah ke manapun Bintang pergi. Dalam sekejap, kedua tangan Bintang sudah dipenuhi dengan aneka makanan. Dia berbalik, mengangkat kedua tangannya sambil tersenyum lebar bahagia.“Ayo kita makan!” serunya bahagia.“Kalau kamu makan sebanyak ini, perutmu tidak akan muat makan malam lagi,” ucap Charles sambil merapikan rambut Bintang yang berantakan karena angin.“Tidak perlu makan lagi. Aku membeli dua bungkus burger, kentang goreng, mochi, telur gulung, dan es kepal.”Charles sedikit mengernyit mendengar nama-nama makanan yang asing itu. Namun, dia tidak ingin membuat kebahagiaan Bintang hilang. Jadi, dia menurut saat istrinya itu menyeretnya d
Bintang memasuki rumah dengan wajah terlampau datar. Matanya yang biasa bersinar, kini tampak meredup. Langkahnya panjang dan tergesa-gesa. Tanpa melihat ke kanan dan kiri, dia memasuki lift dan pergi ke kamar.Charles sedang berbincang dengan Thomas di pantry lantai tiga. Kalimatnya berhenti saat melihat sang istri datang dengan wajah jauh dari senyuman.“Selidiki apa yang terjadi padanya,” ucapnya pada Thomas.“Baik, Tuan,” jawabnya. Thomas lalu mengambil ponsel dan mengetik beberapa kata.Charles menarik kembali pandangannya, menunjuk pada satu berkas, lalu berkata, “Pantau terus perusahaan ekspedisi ini. Jika waktunya tepat, segera ajukan akuisisi. Jangan sampai direbut perusahaan lain.”Thomas memberi tanda pada berkas tersebut.Setelah yakin Thomas mengerti seluruh instruksinya, Charles menyalakan pemanas air, lalu membuka kabinet.“Mau masak sesuatu?” tanya Thomas. Berkas-berkasnya sudah disimpan. Pria itu sedang duduk dengan tenang sambil membuka ponselnya.“Hanya ingin membua
“Dengar-dengar, pertunangan Kevin dan Stela batal,” ucap Wina pada Bintang saat mereka baru duduk di dalam kelas.Bintang mengernyit. Dia membuka tasnya, mengambil buku dan pena, lalu bertanya, “Kamu yakin? Dengar dari mana?”Wina mengangguk dengan cepat. “Aku sempat mendengar beberapa anak yang dekat dengan Stela membicarakannya.”Bintang membuka bukunya, tapi pikirannya tidak tertuju ke sana. Samar-samar, dia tahu jika hancurnya keluarga Kevin ada hubungannya dengan suaminya. Thomas pernah menyebutnya beberapa kali. Sayangnya, dia tidak tahu secara detail. Bahkan, perusahaan keluarga Adiwijaya di sini sudah diambil alih oleh suaminya. Dia baru mengetahuinya kemarin.“Mungkin karena keluarga Kevin sudah tidak lagi berjaya. Jadi, Stela melepasnya,” ucap Wina dengan mata menerawang.Kepala Bintang menunduk. “Jangan berpikiran buruk. Mereka hanya tidak berjodoh.”Wina mengenal nafas. “Ya, kamu benar.”Percakapan mereka terhenti.Wina membuka ponsel sambil menunggu dosen yang datang. Sed
Ada sebuah rumah kecil di pinggiran kota lain. Lingkungannya cukup ramai. Anak-anak kecil berlarian, bermain layangan, para tetangga keluar untuk bergosip, ada ibu-ibu yang meneriaki anaknya, juga bapak-bapak yang bermain catur dan merokok sambil menggoda para gadis dan janda muda.Hanya ada satu rumah yang pintunya jarang dibuka dan penghuninya jarang keluar. Suasana rumahnya agak suram. Rumput dibiarkan tinggi. Cat rumah dan pagarnya juga kusam. Televisi di depannya dibiarkan menyala, tanpa ada yang menonton. Bungkus sisa makanan berserakan di atas meja. Sepatu dan sandal tidak pada tempatnya.Di atas sofa, seorang wanita duduk dengan malas. Wajahnya ditutup masker. Hanya menyisakan matanya yang indah, fokus membaca berita di sosial media sambil sesekali bergumam kesal karena keramaian di depan.Sedang asyik menggulir layar, tiba-tiba matanya menangkap sosok yang sangat dikenalnya. Sontak, dia duduk dan menegakkan punggungnya, melepas maskernya, lalu berseru, “Itu Bintang? Tidak mun
Berita tentang Charles yang telah sembuh menyebar seperti serbuk sari yang tertiup angin. Dalam sehari, entah berapa kali Thomas mengangkat panggilan dan menjawab pertanyaan dari para kolega dan pelaku bisnis lainnya. Belum lagi menyelesaikan pekerjaan dari Charles yang tidak pernah sepi. Ini membuatnya semakin sibuk. “Tuan, apa Anda akan berangkat sekarang?” tanya Thomas saat Charles mempersilakan dirinya masuk.Charles melirik jam. “Pertemuannya sekarang?”“Iya, Tuan. Para direktur dan komisaris sudah siap. Hanya menunggu Anda.”Charles menghela nafas. Dia menyimpan pekerjaannya, merapikan berkas, lalu bertanya, “Apa yang mau dibahas?”“Tentang persiapan ulang tahun perusahaan satu minggu lagi. Seperti biasa, mereka akan mengundang seorang artis dan menyewa ballroom. Sedangkan untuk pegawai umum, manajer sudah menyiapkan lomba dan hadiah untuk mereka.”“Ayo berangkat!” Charles berdiri, merapikan pakaiannya, dan pergi diikuti Thomas di belakangnya.Thomas berjalan dengan patuh, bera