Bintang terkesiap. Dia menutup mulutnya agar tidak berteriak. Saat dia menatap cermin lagi, pandangan Charles tetap kosong dan menerawang.
Apa tadi dia hanya berhalusinasi? Bintang melihat Charles sudah selesai menyikat giginya. Kemudian, dia melangkah keluar. Pandangannya tetap kosong. Tidak lupa, tangannya meraba-raba sekitar untuk membantunya menemukan pintu. Bintang menghela nafas. Itu tadi pasti hanya perasaannya saja. Sudah jelas jika suaminya itu buta. Tidak mungkin dia bisa melirik apalagi melihat. Tiba-tiba, Bintang ingin mengakhiri acara berendamnya. Lagi pula, airnya tidak lagi hangat. Dia pun berdiri dan mengambil jubah mandi. Belum sempurna dia memakainya, Charles kembali masuk. “Bintang, kamu di sana?” serunya. Kepalanya mendongak, menatap langit-langit agar telinganya bisa bekerja lebih baik. Bintang gegas berbalik memunggungi sang suami dan memakai jubah mandinya dengan terburu-buru. “I-iya!” jawabnya gagap. ‘Aduh, bagaimana bisa dia kembali masuk? Untung saja dia buta jadi tidak bisa melihat tubuhku. Bayangkan kalau matanya normal! Seluruh tubuhku pasti sudah tidak suci lagi!’ Bintang menangis dalam hati. “Oh, syukurlah! Aku hanya terkejut karena mendengar suara air. Apa kamu terjatuh? Apa kamu baik-baik saja?” Charles bergerak maju. Tangannya terulur, mencari sosok sang istri. Untung saja jubahnya sudah terpakai sempurna. Bintang bergegas mendekat, meraih tangan Charles dan menuntunnya keluar. “Tidak, tidak! Aku tidak apa-apa. Tidak ada yang jatuh atau terluka.” “Apa kamu yakin?” Bintang mengangguk dengan cepat. “Iya, yakin seratus persen!” Bintang mengajak Charles duduk di kasur, lalu dia mengambil baju di lemari. Terima kasih kepada suami butanya yang baik hati, semua kebutuhannya benar-benar terpenuhi. Setelah mengambil sepasang piama, Bintang kembali ke kamar mandi untuk memakai baju. “Kenapa kamu kembali ke kamar mandi?” tanya Charles begitu Bintang keluar. “Mmm, itu, aku berganti baju.” Charles mengangguk. “Apa kamu mau tidur?” “Tidak, aku masih harus mengerjakan tugas,” jawab Bintang sambil berjalan ke arah meja belajarnya. Tidak lama kemudian, gadis itu mulai hanyut dalam buku dan laptop. Tidak tahu sudah berapa lama, dia merasa matanya berat. Dia pun segera membereskan mejanya, memasukkan buku-buku dan laptop ke dalam tas. Saat dia mendongak, dia melihat Charles sedang membaca sesuatu. Tahu maksudnya, ‘kan? Charles membuka sebuah buku, lalu tangannya bergerak di atasnya, ke kanan dan kiri. Bintang terus menatap Charles. Suaminya itu memang sangat tampan. Pria paling tampan yang pernah dia temui. Dia juga paling baik padanya. Jika saja dia bisa melihat dengan normal, Bintang yakin Charles tidak perlu memaksakan pernikahan seperti ini. Para gadis akan berjejer untuk memperebutkannya. Untungnya, Charles memilih kekurangan yang besar. Dengan begitu, pria itu hanya akan menjadi miliknya satu-satunya. Bintang tertawa keras dalam hati. Selamat tinggal kehidupan masa lalu yang suram. Selamat datang kehidupan masa depan yang cemerlang. Dengan langkah ringan, Bintang berdiri di sisi lain kasur, lalu perlahan merebahkan tubuhnya. Dia sudah sangat mengantuk. Bersentuhan dengan kasur super lembut dan selimut yang harum, Bintang merasa terlena. “Apa kamu sudah mengantuk, istriku?” tanya Charles saat merasakan sisi kasurnya bergerak. “Iya, besok pagi aku masih harus kuliah, Tuan muda,” jawab Bintang lirih. Matanya sontak terbuka lebar. Jujur saja, dia mendadak gugup waktu menyadari jika dirinya akan berbagi kasur dengan seorang pria, suaminya. Kening Charles berkerut. “Apa bisa kamu mengubah panggilan itu? Kita sudah menikah. Jangan memanggilku tuan muda. Itu terdengar seperti kamu adalah bawahanku.” “Mmm, saya bingung.” “Panggil aku apa saja. Asalkan bukan tuan muda.” Bintang melipat bibirnya. Otaknya bekerja keras menemukan satu kata yang cocok untuk Charles. “Panggil saja namaku kalau kamu kebingungan.” “Tapi, itu pasti tidak sopan. Aku masih sembilan belas tahun.” “Dan aku dua puluh tujuh tahun. Kita tidak berbeda jauh. Kalau begitu, kamu bisa memanggilku kak.” Bintang melirik Charles kebingungan. Tidak berbeda jauh? Selisih umur mereka bahkan mencapai delapan tahun! Charles tersenyum tipis mengetahui Bintang tidak membantahnya. Dia pun menutup bukunya, lalu mematikan lampu dengan tombol khusus, membuat ruangan yang tadinya terang, kini menjadi gelap. Hanya ada cahaya dari luar yang menerobos lewat jendela. “Selamat malam, Istri.” Suara Charles yang lembut dan dalam memasuki gendang telinga Bintang. “Se-selamat malam, K-Kak.” Jantung Bintang berdebar semakin kencang. Entah kenapa, suasana ini membuatnya bertambah gugup. Setelah beberapa saat, rasa kantuknya akhirnya menang dan perlahan, dia tertidur. — Esok paginya, Bintang sudah bersiap sejak pagi. Pukul tujuh, dia turun dengan ransel di punggungnya. Di bawah, dia melihat Charles dan Thomas sedang berdiskusi. Keningnya mendadak berkerut. Apakah Thomas ini semalam tidak pulang? Sepagi ini sudah datang? “Bintang?” Charles menengadah saat mendengar langkah kaki. “Selamat pagi,,,, kak,” ucap Bintang sambil tersenyum kaku. Apalagi saat matanya bertemu dengan Thomas. Ingin sekali rasanya dia berlari dan sembunyi di balik tembok. Ini sangat memalukan! “Selamat pagi, Istri,” jawab Charles dengan senyum lebar. Satu alis Thomas terangkat. Dia menatap majikan dan nyonya mudanya bergantian, tapi tidak ada satu kata yang keluar darinya. Dan dia memilih untuk menunduk. “Ayo sarapan dulu!” Charles berdiri dan berjalan dengan tongkatnya menuju meja makan. Bintang dan Thomas mengikuti. Seperti kemarin, Bintang membantu Charles mengisi piringnya sebelum dia sendiri makan. Thomas hanya diam melirik tanpa berkomentar. Selesai makan, Charles berkata kepada Bintang, “Bintang, berikan nomor ponselmu kepada Thomas. Kamu bisa menghubunginya kalau terjadi sesuatu.” Thomas segera mengeluarkan ponsel dan mereka pun bertukar nomor. “Jam berapa kamu akan pulang?” Charles kembali bertanya kepada Bintang. “Kuliahku selesai pukul satu. Tapi mungkin aku masih harus ke perpustakaan. Aku akan mengabarimu jika selesai.” Charles mengangguk puas. “Kalau begitu, aku berangkat.” Bintang memasang ranselnya, lalu berjalan keluar. “Hati-hati di jalan!” seru Charles. Bintang hanya mengangkat jempol sebagai jawaban, lalu sedetik kemudian, dia menyadari sesuatu. “Baik!” seru Bintang tidak kalah keras. Charles tersenyum lebar. Dia sama sekali tidak berusaha menutupi kebahagiaannya. Sopir sudah menunggu dengan tenang saat Bintang melewati pintu. Dengan cekatan, dia membukakan pintu untuk Bintang sebelum dia sendiri duduk di belakang kemudi. Sepanjang perjalanan, Bintang masih memikirkan nasib hidupnya yang berubah total. Dari yang biasanya berpanas-panasan di dalam bis atau ojek, siapa sangka sekarang dia bisa menikmati fasilitas mobil dan sopir. Bintang berjanji akan memperlakukan Charles dengan baik. Tidak peduli bagaimana kondisinya. Getaran di ponsel membuat lamunannya buyar. Dia mengambil ponsel di saku, dan membukanya. Itu adalah pesan dari sang ibu. [Bagaimana rasanya menikah dengan tuan muda?] Dan satu kalimat itu sukses membuat suasana hatinya kacau.“Bintang, kamu harus pulang sekarang dan menikah dengan tuan muda! Kakakmu,,,, dia kabur.”Bintang yang baru saja memasuki kelas hanya bisa terdiam mendengar tangisan ibunya. Perlahan, dia berbalik dan berjalan menuju lorong sepi.“Bintang, kamu dengar apa kata ibu? Pulanglah sekarang. Kalau tidak, ayahmu akan dipenjara. Hutang seratus juta sudah lama jatuh tempo. Ayahmu sudah tua. Hanya pensiunan pegawai pabrik. Bagaimana bisa melunasinya?”Bintang menutup matanya. Rahangnya mengetat.Selalu saja begini! Kakaknya, Luna, selalu membuat masalah dan dia selalu ‘diminta’ berkorban untuk membereskan semua masalahnya. Lagi dan lagi, Bintang dipaksa mengalah. Saat lulus SMA, Bintang sangat bahagia karena akhirnya dia berhasil diterima di sebuah kampus favorit yang menyediakan asrama. Tanpa banyak berpikir, Bintang pindah ke asrama, berharap bisa keluar dari bayang-bayang Luna yang menyesakkan. Baru satu tahun dia merasa bebas, dia kembali harus berkorban untuk Luna. “Ibu, coba hubungi tem
Diam-diam, Bintang menghela nafas. Kini dia mengerti kenapa kakaknya memilih untuk kabur. Kalau hanya tampan tapi tidak bisa melihat dan berjalan, apa gunanya? Pantas saja ibunya juga mengatakan kalau tuan muda ini hanya ingin seorang teman, bukan istri. Dengan suami seperti ini, mungkin dia akan tetap perawan sampai mati. Di dalam mobil, Bintang yang duduk di samping Charles meliriknya sebentar. Pria itu sibuk mendiskusikan sesuatu dengan Thomas dan Bintang tidak tertarik untuk mendengarkannya. Gadis itu mengeluarkan ponsel dan melihat beberapa pesan dari Wina yang menanyakan keberadaannya. [Sedang ada urusan keluarga. Besok aku ceritakan.] Tentu saja Bintang tidak akan menceritakan alasannya absen kuliah hari ini. Itu hanya alasan yang dia buat agar kedua temannya tidak bertanya lebih banyak. Setelah membalas pesan Wina, Bintang menyimpan ponselnya dan menatap keluar. Lama-kelamaan, keningnya berkerut menyadari jika mobil tidak mengarah ke rumah orang tuanya. Bintang sontak
Bintang mengamati kamarnya. Sebenarnya, tidak terlalu ada banyak barang di sini, hanya hal-hal standar yang biasa ada di kamar. Namun, ada sesuatu dalam penataannya yang membuatnya terasa nyaman ditinggali.Berjalan ke arah balkon, Bintang menyibak gorden. Dari sini, dia bisa melihat halaman yang luas dengan taman, kursi, dan gazebo. Saat membuka pintu balkon, dia menyadari jika ada satu set sofa di sana; cocok untuk menikmati matahari terbit.Pikirannya berkecamuk. Ada begitu banyak hal yang terjadi dalam satu hari. Untungnya, Tuhan masih berbelas kasih, membuatnya tidak perlu bingung memikirkan keuangan. Setidaknya, dalam satu hari ini, masih ada hal menyenangkan untuknya.“Jangan berdiri terlalu pinggir. Hati-hati pagarnya sudah tua.”Bintang sontak menghentikan langkahnya dan mundur dengan cepat. Tangan dan lututnya gemetar. Hampir saja. Dia memang berencana mendekati pagar dan merasakan sensasi berdiri di lantai tiga.Bintang bergegas kembali dan menutup pintu balkon.“Terima kas
Seorang pria dengan wajah keriput dan rambut tipis berjalan dengan langkah tegap. Senyumnya lebar dan sekilas, ada sedikit kemiripan dengan cara Charles tersenyum.Charles berdiri diikuti oleh Bintang. “Kakek.”“Charles, dasar cucu durhaka. Kamu menikah tanpa memberitahu kakek.”“Semuanya begitu cepat, Kek. Ini istriku, Bintang. Bintang, ini kakekku.”Dilihat dari cara Charles berinteraksi dengan kakeknya yang hangat, Bintang bisa menyimpulkan jika hubungan mereka lebih baik daripada dengan David. Bintang tidak ragu untuk mengulurkan tangan. Namun, betapa kagetnya dia saat Jonathan menyalaminya dengan lebih semangat. Sang kakek juga menepuk pundaknya.“Bagus, bagus!” Jonathan menatap Bintang puas. “Selamat datang di keluargaku.”Senyum Bintang terlihat lebih lebar.“Ayo makan! Aku tahu kakek sudah lapar.”Charles berdiri. Jonathan segera bergeser ke sampingnya. Bertiga, mereka berjalan menuju meja makan dengan Charles berada di tengah.“Bagaimana pesanan kita kemarin?” tanya Jonathan.
Bintang terkesiap. Dia menutup mulutnya agar tidak berteriak. Saat dia menatap cermin lagi, pandangan Charles tetap kosong dan menerawang.Apa tadi dia hanya berhalusinasi? Bintang melihat Charles sudah selesai menyikat giginya. Kemudian, dia melangkah keluar. Pandangannya tetap kosong. Tidak lupa, tangannya meraba-raba sekitar untuk membantunya menemukan pintu.Bintang menghela nafas. Itu tadi pasti hanya perasaannya saja. Sudah jelas jika suaminya itu buta. Tidak mungkin dia bisa melirik apalagi melihat.Tiba-tiba, Bintang ingin mengakhiri acara berendamnya. Lagi pula, airnya tidak lagi hangat. Dia pun berdiri dan mengambil jubah mandi. Belum sempurna dia memakainya, Charles kembali masuk.“Bintang, kamu di sana?” serunya. Kepalanya mendongak, menatap langit-langit agar telinganya bisa bekerja lebih baik.Bintang gegas berbalik memunggungi sang suami dan memakai jubah mandinya dengan terburu-buru. “I-iya!” jawabnya gagap.‘Aduh, bagaimana bisa dia kembali masuk? Untung saja dia but
Seorang pria dengan wajah keriput dan rambut tipis berjalan dengan langkah tegap. Senyumnya lebar dan sekilas, ada sedikit kemiripan dengan cara Charles tersenyum.Charles berdiri diikuti oleh Bintang. “Kakek.”“Charles, dasar cucu durhaka. Kamu menikah tanpa memberitahu kakek.”“Semuanya begitu cepat, Kek. Ini istriku, Bintang. Bintang, ini kakekku.”Dilihat dari cara Charles berinteraksi dengan kakeknya yang hangat, Bintang bisa menyimpulkan jika hubungan mereka lebih baik daripada dengan David. Bintang tidak ragu untuk mengulurkan tangan. Namun, betapa kagetnya dia saat Jonathan menyalaminya dengan lebih semangat. Sang kakek juga menepuk pundaknya.“Bagus, bagus!” Jonathan menatap Bintang puas. “Selamat datang di keluargaku.”Senyum Bintang terlihat lebih lebar.“Ayo makan! Aku tahu kakek sudah lapar.”Charles berdiri. Jonathan segera bergeser ke sampingnya. Bertiga, mereka berjalan menuju meja makan dengan Charles berada di tengah.“Bagaimana pesanan kita kemarin?” tanya Jonathan.
Bintang mengamati kamarnya. Sebenarnya, tidak terlalu ada banyak barang di sini, hanya hal-hal standar yang biasa ada di kamar. Namun, ada sesuatu dalam penataannya yang membuatnya terasa nyaman ditinggali.Berjalan ke arah balkon, Bintang menyibak gorden. Dari sini, dia bisa melihat halaman yang luas dengan taman, kursi, dan gazebo. Saat membuka pintu balkon, dia menyadari jika ada satu set sofa di sana; cocok untuk menikmati matahari terbit.Pikirannya berkecamuk. Ada begitu banyak hal yang terjadi dalam satu hari. Untungnya, Tuhan masih berbelas kasih, membuatnya tidak perlu bingung memikirkan keuangan. Setidaknya, dalam satu hari ini, masih ada hal menyenangkan untuknya.“Jangan berdiri terlalu pinggir. Hati-hati pagarnya sudah tua.”Bintang sontak menghentikan langkahnya dan mundur dengan cepat. Tangan dan lututnya gemetar. Hampir saja. Dia memang berencana mendekati pagar dan merasakan sensasi berdiri di lantai tiga.Bintang bergegas kembali dan menutup pintu balkon.“Terima kas
Diam-diam, Bintang menghela nafas. Kini dia mengerti kenapa kakaknya memilih untuk kabur. Kalau hanya tampan tapi tidak bisa melihat dan berjalan, apa gunanya? Pantas saja ibunya juga mengatakan kalau tuan muda ini hanya ingin seorang teman, bukan istri. Dengan suami seperti ini, mungkin dia akan tetap perawan sampai mati. Di dalam mobil, Bintang yang duduk di samping Charles meliriknya sebentar. Pria itu sibuk mendiskusikan sesuatu dengan Thomas dan Bintang tidak tertarik untuk mendengarkannya. Gadis itu mengeluarkan ponsel dan melihat beberapa pesan dari Wina yang menanyakan keberadaannya. [Sedang ada urusan keluarga. Besok aku ceritakan.] Tentu saja Bintang tidak akan menceritakan alasannya absen kuliah hari ini. Itu hanya alasan yang dia buat agar kedua temannya tidak bertanya lebih banyak. Setelah membalas pesan Wina, Bintang menyimpan ponselnya dan menatap keluar. Lama-kelamaan, keningnya berkerut menyadari jika mobil tidak mengarah ke rumah orang tuanya. Bintang sontak
“Bintang, kamu harus pulang sekarang dan menikah dengan tuan muda! Kakakmu,,,, dia kabur.”Bintang yang baru saja memasuki kelas hanya bisa terdiam mendengar tangisan ibunya. Perlahan, dia berbalik dan berjalan menuju lorong sepi.“Bintang, kamu dengar apa kata ibu? Pulanglah sekarang. Kalau tidak, ayahmu akan dipenjara. Hutang seratus juta sudah lama jatuh tempo. Ayahmu sudah tua. Hanya pensiunan pegawai pabrik. Bagaimana bisa melunasinya?”Bintang menutup matanya. Rahangnya mengetat.Selalu saja begini! Kakaknya, Luna, selalu membuat masalah dan dia selalu ‘diminta’ berkorban untuk membereskan semua masalahnya. Lagi dan lagi, Bintang dipaksa mengalah. Saat lulus SMA, Bintang sangat bahagia karena akhirnya dia berhasil diterima di sebuah kampus favorit yang menyediakan asrama. Tanpa banyak berpikir, Bintang pindah ke asrama, berharap bisa keluar dari bayang-bayang Luna yang menyesakkan. Baru satu tahun dia merasa bebas, dia kembali harus berkorban untuk Luna. “Ibu, coba hubungi tem