/ Rumah Tangga / Dek Ajeng & Mas Abim / Kedatangan orang tua Ajeng

공유

Kedatangan orang tua Ajeng

작가: Ceeri
last update 최신 업데이트: 2025-04-08 23:29:01
•• ༻❁༺ ••

Pagi yang tampak sibuk di hari ini. Pukul sembilan tepat Ajeng dan Mumu baru saja kembali dari berbelanja bahan baku pembuatan kue. Seluruhnya diletakkan di permukaan meja untuk dirapikan ke tempat-tempat penyimpanan yang semestinya. "Kamar tamu di atas jadi kamu bersihin?" Sembari menyortir barang-barang beliannya, Ajeng pun bertanya.

"Udah, Bu."

"Dua-duanya 'kan?"

"Saya juga mengubah tatanan barang-barangnya seperti yang Ibu bilang."

"Iya, kamar yang itu rencananya untuk ditempati Kak Juna. Semuanya harus keliatan serasi dan nyambung. Sisi perfeksionisnya itu terkadang bikin repot. Tapi, di baliknya dia cukup tenang dan sangat menghargai usaha orang lain. Makasih ya, Mu. Akhir pekan aku kasih bonus."

"Enggak usah, Bu. Apa yang Ibu perintahkan memang merupakan bagian dari tugas saya."

"Jangan sungkan begitu! Kamu kerja sama aku hampir dua tahun 'kan? Seharusnya bisa lebih leluasa. Aku suka kepribadian dan cara kerja kamu, Mu."

"Saya juga senang kerja di sini
이 책을.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터

최신 챕터

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Keinginan Arjuna

    Lobi hotel itu tampak sepi dengan hawa sejuk yang menggigit, bahkan di siang hari begini. Arjuna mengenali setiap sudutnya. Termasuk arah pantulan cahaya di lantai marmer. Tempat itu telah menjadi persinggahan sementara dalam hidupnya. Sejak Alyssa memilih menepi, langkah kakinya kerap berakhir di sana. Kadang dengan maksud jelas, ada pula cuma untuk memastikan istrinya baik-baik saja.Pintu kamar terbuka setelah ketukan singkat.Alyssa berdiri di ambang, wajahnya tampak lelah namun tetap bersahaja. Rambutnya diikat longgar, gaun sederhana menutupi tubuh yang kian menampakkan usia kandungan. Tatapannya menyiratkan kejenuhan yang lunak."Kamu datang cepat." Sapaannya terdengar datar saat dia memberi jalan masuk.Arjuna melangkah ke dalam, sembari menutup pintu di belakangnya. Ruangan sunyi menyambut kehadiran dia, beriringan dengung AC berputar pelan. Pandangannya secara refleks menyapu seisi kamar itu—masih terlalu rapi untuk persinggahan."Aku cuma mau tahu kamu gimana. Wajar 'kan kh

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Rahasia yang mulai retak

    Kamar samar-samar masih dilingkupi wangi sabun pel. Seprai telah dirapikan, bantal disusun kembali, sebagai rutinitas mingguan demi menjaga kenyamanan dia dan suaminya. Tangannya bergerak otomatis—menarik sudut seprai dan meratakan lipatannya. Lalu, derap langkah pelan di ambang pintu membuatnya tersentak.Gerakannya terhenti. Sepasang telempap nya tengah menekan permukaan kasur, seiring jari-jarinya kaku. Ajeng mematung, tubuhnya membutuhkan jeda untuk mengenali kehadiran siapa yang baru saja datang."Boleh ibu masuk, Nak?"Suara tersebut lembut, sekaligus menyimpan beban. Di sana, ibunya berdiri di bingkai pintu, enggan langsung melangkah masuk. Pandangnya menyiratkan permohonan—dan perkara yang lebih dalam berupa kesedihan serta kegelisahan.Ajeng menelan ludah. Dadanya sesak akan perkara yang tidak bisa dia namai. Dia menengok lamban, memaksakan senyum tipis yang sesungguhnya juga mengandung sungkan. "Bu—" Kata itu menggantung, kehilangan kelanjutannya. Sejemang dia mengangguk, s

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Perang di antara penolakan dan konsistensi

    Abimana menatap layar komputernya, meski dia tak benar-benar membaca baris demi baris yang terpampang. Padahal kursor berkedip, seperti menyamai denyut pikiran yang berdentum ke banyak titik.Belakangan hari ada sesuatu yang mengganggu ritme kerjanya, berupa intuisi serta jenis kegelisahan yang sesungguhnya.Perubahan Diana terlalu halus jika disebut mencurigakan. Tetapi, dia kelewat konsisten untuk diabaikan. Abimana tidak menyukai hal-hal yang mengaburkan batas. Dan ketika batas itu mengabur, dia tahu dirinya perlu mengambil sikap.Panggilan internal dikirimnya ke meja personalia. Nama Dimas terlintas pertama kali. Pria muda itu pernah menggantikan posisi Diana saat cutinya beberapa waktu lalu—cepat, rapi, serta tidak pula mencampurkan urusan personal ke dalam pekerjaan.Tak lama berselang, pintu ruangannya diketuk."Masuk!" Dimas berdiri di ambang pintu dengan postur yang tegak. "Bapak manggil saya?""Duduk, Dimas," lanting Abimana sambil menutup dokumen di layarnya.Dimas duduk s

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Kegigihan Diana

    Kafetaria lantai bawah tampak lapang ketika Diana Sophia mengambil tempat di sudut yang agak tertutup. Dinding kaca memantulkan sinar mentari yang sedikit lembut di pagi ini, turun ke permukaan meja kayu berlapis pernis. Dia menyiasati segalanya. Salah satunya dengan membaca saat-saat situasi tidak ramai, supaya ranah yang dia punya cukup privat untuk percakapan yang ingin dia jaga agar tak didengar telinga lain. Dua cangkir latte mengepul halus di atas meja, ditemani sepiring ragam kue tradisional yang belum disentuh. Diana sibuk mengaduk minuman, lalu menyesapnya tipis-tipis. Rexa datang di beberapa menit kemudian. Perempuan itu menjatuhkan tubuhnya ke kursi di seberang Diana, seiring pula napasnya berembus panjang. "Pagi-pagi banget lo ngajak ketemu, penting banget, ya?" Diana mengangkat pandangnya, sembari menyematkan seringai wajar. "Gue butuh suasana yang bersih, Rex. Makanya gue pilih jam segini.""Bersih?" Rexa menyipitkan mata usai dia mengamati sekitar mereka. "Lo gampan

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Canggung

    Meja makan malam terisi seperti biasa, diterangi cahaya remang jingga yang memantul ke permukaan set kayu sebagai pusat kebersamaan keluarga. Uap masakan mengepul dengan bau lezat yang seharusnya menggugah selera. Cahyani duduk di ujung meja, sedang merapikan serbet di pangkuannya. Mumu mondar-mandir sebentar sebelum akhirnya ikut duduk. Arjuna datang belakangan, wajahnya tenang tanpa cela. Sangat khas perawakan dia. Ajeng duduk di sisi Abimana. Tangannya bertaut di atas meja, jemarinya saling mengunci lebih erat. "Masakan hari ini luar biasa," ujar Abimana membuka percakapan, sekadar mengisi ruang yang tampaknya terlalu hening."Iya, Nak." Cahyani menyahut cepat. "Ini permintaan beberapa orang. Ibu dan Mumu memang dari siang sudah di dapur." Di seberang, Ajeng mengangguk lamban. "Makasih untuk makanan hari ini, Bu--tadi Ajeng enggak ikut bantu." Nada suaranya datar, tapi cukup sopan untuk tidak menimbulkan kecurigaan.Di samping, Abimana melirik istrinya itu sekilas. Singkat saj

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Sesuatu yang tertunda untuk diucapkan

    Suhu ruangan lebih bersahabat ketika obrolan mereka berpindah dari nada panik ke arah yang lebih tenang. Olivia menambahkan air putih ke gelas kosong, yang segera di minum oleh Ajeng. Tak lama berselang, dia mengangguk dan meneguk sedikit isinya. Sensasi hangat itu mereda di tenggorokan.Meskipun wajahnya masih menunjukkan bekas guncangan, tatapan Ajeng kini fokus. Napasnya teratur. Sesekali dia mengusap sisa basah di sudut matanya, tetapi nada suaranya tidak lagi bergetar semula."Sekarang gimana perasaanmu?" tanya Olivia, sedikit hati-hati agar ucapannya tidak memantik emosi Ajeng lagi."Aku masih pusing, tapi sekarang bisa mikir. Tadi itu ... terlalu tiba-tiba dan datangnya barengan. Aku enggak bisa bereaksi apa-apa, dan milih kabur. Untung aku langsung ingat kamu, Liv. Enggak kebayang kalau yang ku telepon Mas Abim." Olivia mengangguk, "Aku ngerti. Jadi, langkahmu sekarang apa? Kamu mau cerita ke Mas Abim?"Pertanyaan sekian membuat Ajeng terdiam beberapa detik. Dia tidak berkedi

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status