Share

Bab 8 - Kenyataan Tak Terelakkan

Suasana di area pemakaman pribadi milik keluarga Dawson tampak lengang setelah prosesi acara pemakaman Benjamin Dawson selesai di gelar.

Acara itu berlangsung begitu khidmat, diikuti oleh para pelayat yang silih berganti datang untuk memberikan penghormatan terakhir pada tetua di keluarga Dawson.

Di antara pelayat, tampak Abraham dan Cecilia, Ayah dan Ibu tiri Davina, mereka duduk di antara barisan kursi keluarga utama Dawson.

Di sana terlihat pula, Lucas dan Davina. Setelah perdebatan mereka di rumah sakit, Lucas menyeret Davina untuk mendampinginya dan menjadi wakil dari keluarga untuk menyambut kedatangan para pelayat.

"Ada apa?" Lucas memperhatikan wajah Davina yang tampak pucat dan lesu bahkan beberapa kali Lucas mendapati wanita itu menghela napas dalam.

“A-aku akan duduk sebentar, lalu akan kembali lagi” Davina menggeleng lemah, "karena kepalaku sedikit pusing," balasnya gugup.

Sejak dari rumah sakit, Kepalanya berdenyut nyeri dengan mata yang berkunang-kunang. Mungkin ini akibat kelelahan, sejak acara pernikahan sampai menemui Kakek Lucas di rumah sakit ia belum mendapatkan waktu istirahat dan makan yang baik.

Davina mengerjapkan matanya bingung saat Lucas tiba-tiba melingkarkan lengan ke pinggangnya. Namun, melihat bahwa mereka sedang berada di ruang publik, ia pun segera mengerti.

Ia berdehem ringan, tenggorokannya mengering. Bukan karena haus, lebih pada rasa gugup saat tangan Lucas dengan santai merangkul pundaknya. Seolah tiada jarak dalam hubungan mereka.

Apa yang dilakukan Lucas seketika memetik perhatian orang-orang disekitar, mereka menatap dengan sorot kagum sekaligus iri.

'Pria ini sangat pintar berakting,' desis Davina dalam hati. 'Seharusnya dia menjadi artis,' batinnya berdecak kagum.

"Kita istirahat dulu," kata Lucas dengan tutur lembut.

"Ah, t-tapi tidak perlu—" Davina bergerak risih dengan senyum canggung atas perhatian Lucas.

“Ayah, aku harus mengantar istriku untuk duduk,” ucap Lucas tanpa memperdulikan perkataan Davina yang ia potong.

Ferdinand mengalihkan pandangan yang semula berbincang dengan salah satu kerabat, menatap Lucas dengan sorot mata keheranan.

Davina dan Lucas melewati barisan tamu yang hadir di sana, beberapa diantara mereka menatap Davina sinis saat Lucas dengan hati-hati menuntun langkah istrinya menuju area dimana puluhan kursi berjejer rapi.

Davina tak bergeming. Ia pasrah saat Lucas menyeretnya menjauh dari kerumunan. Bahkan, saat Lucas menempatkannya di salah satu kursi dan kemudian berbalik pergi, Davina hanya menghela napas lelah. Ia memijat pelipisnya yang semakin berdenyut nyeri.

“Sepertinya, kau sangat menikmati peranmu,” bisik suara yang seolah tengah mencemooh lawan bicaranya.

Davina berpaling cepat, “I-ibu, apa maksudmu?” Ia menatap Cecilia penasaran atas pernyataan yang dilontarkan wanita itu.

“Kau berlagak seolah-olah posisi saat ini adalah milikmu,” desis Cecilia tajam. Dia sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Davina, “Harusnya kau sadar siapa dirimu.”

Davina menggeser posisi duduknya menjadi sedikit berhadapan dengan Cecilia. “Bu, kau tidak perlu khawatir, kami hanya menjalankan peran untuk pernikahan ini," ujarnya seraya menyunggingkan senyum tipis.

"Baguslah, kalau kau sadar diri," sindir Cecilia bernada sinis.

Ia mengulas senyum jengah sambil membenarkan pemikirannya, tidak mungkin terjadi—seorang Lucas Dawson akan menyukai wanita kampung seperti Davina. Davina dan Eleana jelas berbeda, Eleana adalah wanita yang anggun dan memiliki banyak teman, sedangkan Davina, hanya gadis desa yang hidup di lingkungan kumuh.

Cecilia bangkit lalu meninggalkan Davina tanpa sepatah kata. Hal itu membuat Davina sedikit menghembuskan napas lega karena Ibu tirinya tidak akan lagi melontarkan kalimat-kalimat pedas untuknya.

"Kau baik-baik saja?"

Sebuah suara yang datang dari arah berlawanan seketika membuat Davina waspada. Ia mengangkat kepalanya untuk memperhatikan wajah asing yang tiba-tiba menyapanya. "Maaf?"

Pria asing itu mengambil posisi di kursi yang ditinggalkan Cecilia, tepat di samping Davina. "Wajahmu pucat, apa kau sakit?"

"Ti-tidak, aku baik-baik saja," balas Davina terbata. Ia melirik takut-takut wajah asing yang seolah mengenalinya.

"Hmm, syukurlah."

Mata Davina terpaku pada wajah cerah dengan seulas senyum misterius yang menghiasi sudut bibirnya. "Apa aku mengenalmu?"

"Oh, maafkan aku. Apa aku mengejutkanmu?" Seru pria itu sadar. Ia mengulurkan tangannya, menunggu respon dari Davina. "Kita belum sempat berkenalan secara resmi. Perkenalkan, aku Sebastian Dawson. Lebih tepatnya, sepupu Lucas," jelasnya.

Davina mengangguk paham dan mengendurkan kerutan di keningnya. Ia menarik senyum simpul untuk menyambut keramahan pria dihadapannya.

"Ya, aku Da … eh, Eleana Carter." Davina bersyukur karena masih sempat menyadarkan diri dan mencegah mulutnya yang lancang untuk menyebut nama asli hingga berpotensi membongkar rahasia keluarga Carter.

"Eleana …" Eja Sebastian seolah tengah menyimpan nama itu ke dalam ingatannya. "Ku harap kita bisa berteman," ujarnya yang diakhiri dengan senyum lebar.

Davina mengangguk canggung namun tak berniat mengiyakan kalimat pria itu.

"Oh ya, maaf karena tidak bisa hadir di pernikahan kalian," pungkas Sebastian. "Selama ini aku tinggal dan belajar di luar negeri dan kali ini aku terpaksa pulang setelah mendengar berita kematian kakek."

"Oh, mungkin ini alasannya," ujar Davina sambil memperhatikan wajah tampan itu lamat-lamat. "Aku merasa asing dengan wajahmu."

Sebastian mendesah kecewa. "Ku harap setelah ini kau tidak melupakan wajah tampan ini," kekehnya.

Davina sedikit kaget akan interaksi Sebastian yang cenderung ramah dan humoris, berbanding terbalik dengan anggota keluarga lainnya.

"Aku tidak menyangka kalau Lucas akan memilih wanita sepertimu untuk dijadikan seorang istri."

Davina menautkan alisnya, tak senang akan makna dari kalimat yang dilontarkan oleh Sebastian. "Apa yang salah dengan wanita seperti ku?"

"Oh, bukan itu maksudku." Sebastian menyilangkan tangannya sambil cengengesan. "Aku tidak bermaksud menggambarkanmu sebagai wanita yang buruk, hanya saja sejak kecil Lucas selalu mengatakan kalau dia tidak mau menikah,"

"apalagi dengan wanita lugu dan polos." Sebastian menarikan telunjuknya ke arah Davina dan menghela napas pendek sebelum kembali melanjutkan kalimatnya.

"Seperti mu," imbuhnya.

Davina berdecak sebal. "Memangnya dia mencari wanita seperti apa?" Gumamnya setengah mengomel.

Sebastian terkekeh geli melihat Davina mengerutu hingga kerutan di keningnya berlapis. "Jangan marah padanya, Lucas punya alasan kuat mengapa tidak ingin menikah."

"Sejak kecil, Lucas dididik dengan keras dalam keluarga ini untuk menjadi pewaris Dawson Grup. Dia hampir tak punya waktu untuk berinteraksi dengan orang-orang seumuran apalagi para gadis."

"Kau lihat itu," tunjuk Sebastian ke arah kumpulan pria berusia lanjut yang tengah bercengkrama. "Setiap hari dia harus berhadapan dengan orang-orang kaku seperti itu, bahkan di acara pemakaman mereka masih saja membahas bisnis," tandasnya geram.

Davina mengangguk setuju akan pernyataan Sebastian. "Cara hidup orang kaya seperti kalian memang berbeda," tukasnya.

"Orang kaya?" Sebastian mengerutkan keningnya. "Kau bicara seolah selama ini hidup kesusahan," sindirnya.

'Bodoh!' Davina mengutuk dirinya yang tanpa sadar menggambarkan kehidupan yang dijalaninya selama ini.

"Maksudku mayoritas orang kaya seperti itu," ralatnya cepat sambil meringis canggung.

Sebastian membalasnya dengan tawa renyah. "Kamu cukup menarik. Akhirnya aku bisa menemukan satu alasan mengapa Lucas memilihmu."

Mendengar guyonan Sebastian membuat Davina berdecak sebal sembari memasang wajah cemberut. "Terus saja kau meledekku."

Tak jauh dari sana, Lucas menatap tak suka akan kedekatan keduanya. 'Sejak kapan mereka dekat?' pikirnya.

"Lucas."

Panggilan yang diarahkan untuknya membuat Lucas mengalihkan fokus. "Hai," sapanya begitu melihat sosok Riley Charles, salah satu rekan di dunia bisnis. Pria tampan dengan perawakan yang matang.

"Maaf, aku tidak bisa menghadiri pernikahanmu. Kau tahu, istri yang tengah hamil tua cukup merepotkan," jelas Riley.

Lucas mendengus geli. "Mungkin itu karma untukmu."

"Tidak perlu mengejekku, teman. Kau juga akan segera mengalaminya," balas Riley. "Lalu, di mana nyonya Dawson yang baru? Aku ingin menyapanya."

Lucas mengarahkan pandangannya ke tempat Davina duduk, "Itu," tunjuknya.

"Kau bercanda?" Riley bertanya dengan kening berkerut. "Jangan mengada-ada, wanita itu bukan Eleana Carter."

“Apa?!”

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status