Xander menendang udara dengan kakinya. Dadanya saat ini bergemuruh hebat menahan luapan emosi yang siap meledak ke permukaan.
"Sial!" desisnya sambil berlalu meninggalkan kamar kakaknya Jack. Hatinya tak suka melihat kemesraan Sherly dan kakaknya tadi. Tapi Xander bisa apa? Dia tak punya wewenang untuk marah. Bagaimanapun Xander tahu, sebagai pasangan kekasih, keduanya memang berhak melakukan apapun yang mereka suka tanpa perlu sungkan pada siapapun. Demi meluapkan kekesalan yang semakin menggerogoti ketenangannya. Xander akhirnya membawa mobilnya pergi meninggalkan kediamannya. *** Sienna merutuki nasib apesnya hari ini. Sungguh sial, kemalangan bertubi tubi menimpanya. Saat di perjalanan menuju pusat perbelanjaan tadi, dia kehilangan dompetnya, entah benda itu jatuh dimana. Sienna akhirnya memutar tujuan, kini ia berjalan tak tentu arah di tengah keramaian kota. "Semua ini gara gara pria itu!" Sienna kembali merutuki Xander. Seandainya pria itu tidak menurunkannya di tengah jalan. Sienna pasti tidak akan mengalami ini semua. "Arghhhh!!!" Sienna menggeram frustasi sambil mengusap wajahnya sendiri. Sekarang dia harus apa? Bahkan dia tidak tahu kemana arah kakinya melangkah saat ini. Saat sibuk mengumpati semua kesialannya. Sienna tiba tiba saja tersentak, tubuhnya hampir saja terjengkang ke belakang karna benturan hebat yang baru saja dialaminya. Brugh! "Aw!!" pekik Sienna sambil mengelus bahunya sendiri. Dia baru saja bertubrukan dengan seseorang yang berjalan berlawanan arah dengannya. "Hey, perhatikan langkahmu!" suara pria di depannya terdengar menggeram kesal. "Maaf, aku sungguh minta maaf." Sienna membungkuk berkali kali. Membuat laki laki itu akhirnya menghela napas panjang. "Sudahlah, tidak perlu berlebihan. Angkat kepalamu," pintanya pada Sienna. Dia tak nyaman melihat wanita itu terus membungkuk di hadapannya. Sienna akhirnya mengangkat wajahnya. Detik dimana sepasang irish cokelat itu balik menatapnya. Pria itu langsung terpana. Kecantikan Sienna berhasil membiusnya. "Siapa namamu, nona?" tanyanya dengan suara yang berubah lembut. "Maaf aku tidak memperhatikan jalanku tadi." Sienna tak menjawab, dia malah terus fokus meminta maaf pada pria di hadapannya itu. "Sudahlah lupakan saja. Aku Raymond." Pria tampan itu mengulurkan tangannya, Sienna dengan ragu menyambut uluran tangan itu. "Sienna," jawab Sienna akhirnya. "Nama yang sangat cantik," pujinya. Sienna hanya tersenyum. Kemudian ia kembali membungkuk sambil berkata. "Aku pergi dulu kalau begitu, maaf sekali lagi." "Tunggu, kau kelihatannya sedang bingung, apa kau baik baik saja?" Raymond memegang bahu Sienna, membuat Sienna tersentak, lalu langsung mundur menepis tangan itu dengan raut waspada. "Maaf, aku tidak bermaksud lancang, tapi melihatmu bingung seperti itu membuatku khawatir." Raymond menatapnya serius. Kelihatannya Raymond bukan orang jahat. Sienna meremas jemarinya. Sebenarnya dia butuh bantuan seseorang saat ini. Dan mungkin pria ini adalah jawabannya. "Tuan, bisakah anda menolong saya?" kata Sienna akhirnya. "Apa yang bisa aku bantu, katakan." "Tolong antar saya ke rumah keluarga Lauther. Apa Tuan tahu tentang keluarga itu? Saya pelayan baru disana, dan karena suatu kejadian, saya tersesat di tempat ini." Sienna menatap Raymond penuh harap. Semoga pria ini bisa menolongnya. Hanya dia harapan Sienna satu satunya. Raymond terperangah, syok bukan main. "Lauther?" "Heum." Raymond menggigit bibir bawahnya. Tentu nama keluarga itu tak asing di telinganya. dia bahkan sangat mengenal salah satu anak dari keluarga terpandang itu, Xander Lauther adalah sahabat baiknya. "Ikut denganku, aku akan mengantarmu kesana." Raymond mengajak Sienna masuk ke mobilnya. Sienna menurut saja. Di dalam mobil Raymond langsung memasang earphone dan mencoba menghubungi nomor Xander. Ia bermaksud memberitahu tentang Sienna pada laki laki itu. "Halo.." suara bariton terdengar di ujung sana. "Posisi?" tanya Raymond tanpa basa basi. "Biasa, klub X!" Raymond menghela napas gusar. Ia melirik sekilas ke arah wanita yang duduk di sebelahnya itu. Raymond sebenarnya ingin mengantar langsung Siena ke rumah keluarga Lauther. Tapi Raymond masih ada meeting yang sangat penting setelah ini. Setelah berpikir sejenak, Raymond akhirnya terpaksa mengajak Sienna ke klub itu, jaraknya kebetulan sangat dekat dengan tempat mereka saat ini. Tidak ada pilihan lain, dia akan menyerahkan Sienna pada Xander saja. "Ayo masuk," ajak Raymond setelah keluar dari mobilnya. Kini pria itu berdiri mengulurkan tangannya pada Sienna. Sienna mendongakkan wajah ke atas, menatap gedung di depannya dengan kedua alis yang menyatu. "Ini bukan rumah keluarga Lauther, Tuan." Raymond tersenyum. "Memang bukan, tapi di dalam sana ada salah satu dari anggota dari keluarga Lauther. Nanti dia yang akan mengantarkanmu pulang, ayo.." Karna Sienna hanya diam saja, Raymond akhirnya menarik tangannya dan menggandengnya masuk ke dalam klub tersebut. Di dalam klub, suara alunan musik dj menyambut kedatangan mereka. Raymond langsung mengajak Sienna naik ke lantai dua, tempat Xander biasanya akan menghabiskan waktunya bersama teman temannya yang lain. Raymond tanpa sungkan langsung membuka pintu bercat hitam di depannya. "Xander!" Raymond berteriak di tengah hingar bingar musik yang mengalun keras di ruangan itu. Terlihat Xander sedang duduk di sofa panjang dengan dikelilingi beberapa wanita cantik di sebelahnya. Xander dan Sienna sama sama membeku untuk sesaat saat sepasang mata mereka saling bertubrukan. Sienna menegang dan tak lama raut kekesalan kembali muncul menghiasi wajahnya. Jadi yang dimaksud Raymond tadi ternyata adalah Xander. "Xander, apa kau kenal dia? Dia bilang dia bekerja di rumahmu." Raymond menatap Xander sambil melirik ke arah Sienna juga. Xander menyipitkan matanya. "Kenapa dia bisa bersamamu?" Mata Xander masih mengunci lurus tatapannya pada Sienna. Pakaian maid yang dipakai Sienna sungguh mencolok sekali di tempat itu. Sejak ia masuk, Sienna sadar ia sudah menjadi bahan tertawaan wanita wanita yang duduk di samping Xander. "Aku kebetulan bertemu dia di jalan. Dia tersesat Xander. Lebih baik kau antar dia pulang, aku masih ada urusan penting setelah ini." Raymond merogoh ponsel yang bergetar di sakunya. Terlihat ia mulai sibuk berbicara dengan seseorang di ponselnya. "Pergilah, tinggalkan saja dia disini." Xander menjawab acuh tak acuh. "Sienna, maaf aku buru buru. Kau bersama Xander saja ya? Sampai jumpa lagi." Raymond menepuk lembut bahu Sienna sebelum akhirnya pergi dari ruangan itu. Kini Sienna hanya mampu menunggu Xander sambil berdiri canggung diantara orang orang di ruangan itu. "Xander, apa dia pelayan di rumahmu?" tanya seorang wanita dengan makeup gotic di wajahnya. Dia melirik sinis ke arah Sienna. Sienna bisa mendengar percakapan mereka karena suara mereka terdengar cukup kencang. Xander melepas asap pekat putih di bibirnya sambil tersenyum meremehkan ke arah Sienna. "Ya, dia pelayan di rumahku," jawab Xander sambil meraih gelas berkaki yang ada di hadapannya. Xander terlihat begitu santai menghadapi pertanyaan para wanita itu. "Tidak kah kau merasa mobilmu akan kotor jika kau mengantarnya pulang. Raymond kadang kadang memang keterlaluan!" Sarkas wanita yang lainnya. "Benar, mobilmu akan kotor Xander. Lebih baik kau beri saja dia uang agar dia pulang naik taksi saja, pelayan rendahan tidak pantas semobil dengan majikannya bukan?" Semuanya langsung tertawa mendengar celotehan si wanita gotic itu. Sienna melipat bibir, kupingnya benar benar panas mendengar semua hinaan itu. Kurang ajar, padahal dia tersesat dan sampai harus berada di tempat ini, semua karena ulah Xander. Karna pria arogan itu! Karena tak bisa menahan kekesalannya. Sienna akhirnya berbalik dan memilih pergi dari ruangan itu. Sienna terus berjalan menuruni tangga sambil mengahapus air mata di pipinya. Memangnya kenapa dengan statusnya sebagai pelayan? Apa pelayan itu bukan manusia yang harus dihormati? Sienna terus mengumpati Xander dan wanita wanita yang sudah menghinanya tadi. Saat sudah sampai di lantai satu, Sienna langsung berjalan cepat menuju lorong, dia ingin segera keluar dari tempat ini. Peduli setan dengan Xander. Dia akan mencari cara sendiri untuk bisa kembali ke rumah keluarga Lauther. Tapi baru beberapa langkah memasuki lorong minim pencahayaan di depannya. Tiba tiba saja tubuh Sienna kembali bertubrukan dengan seorang lelaki di depannya. "Hey, nona manis, mau kemana? Buru buru sekali," katanya sambil memegang tangan Sienna yang hampir jatuh oleng ke belakang. "Lepas!" Sienna langsung menarik tangannya. Dia bisa mencium bau menyengat dari mulut pria itu. "Ayo masuk, temani aku di dalam." Pergelangan tangan Sienna ditarik paksa dan ia langsung diseret kembali ke dalam klub. Sienna memukul mukul bahu pria itu dari belakang. Tapi sial, tenaga pria itu sangat besar. Dia tak tergoyahkan sedikitpun walaupun Sienna sudah mengerahkan seluruh kekuatannya. "Lepas! Aku tidak mengenalmu, lepaskan aku!" teriak Sienna diantara bisingnya suara musik DJ yang sedang di putar. Pria itu langsung menariknya ke arah toilet pria, dia mendesak paksa tubuh Sienna ke arah tembok. Tangis Sienna pecah. Dia sangat takut, terlebih saat menyadari laki laki itu mulai melancarkan aksinya menggerayangi tubuh Sienna. Dia merobek kemeja atas Sienna hingga kancing bajunya seketika berserakan dimana mana. "Lepas!" "Arghhhh!!" Erangan seketika menggelegar saat tangan laki laki itu jadi santapan gigitan Sienna. Plak! Lalu serangan kembali berbalik. Satu tamparan keras akhirnya melayang bebas ke wajah Sienna. Sienna meringis dan tubuhnya seketika ambruk mencium dinginnya lantai kamar mandi. Pria itu tertawa puas melihat Sienna yang sudah tak berdaya. Dia baru saja hendak mendekati tubuh Sienna kembali, namun wajahnya seketika menegang hebat, tak lama ia terbatuk darah saat sebuah peluru bersarang di dada kirinya. Brugh! Tubuhnya langsung ambruk dengan darah yang mengalir deras membasahi lantai. Xander mengantongi kembali pistolnya ke dalam bilik jas. Matanya beralih menatap ke arah Sienna yang sudah pingsan. Perlahan Xander mendekatinya sambil membuka jasnya. Menutupi tubuh bagian depan Sienna yang terbuka, lalu tanpa berkata apa apa. Xander akhirnya jongkok, mengulurkan kedua tangannya dan bergegas mengangkat tubuh lemah itu ke dalam gendongannya."Sherly!!" Xander langsung membeku dengan wajah tegang."Apa yang sedang kamu lakukan, Xander!?" Lagi pertanyaan yang sama kembali meluncur dari bibir Sherly. Wanita itu mendekat dan semakin mempertipis jarak diantara dirinya dan laki laki yang masih memeluk Sienna di atas ranjang.Sejenak tatapan Sherly sempat tertuju pada baju pasien Sienna yang terbuka di bagian atas. Terdapat tanda kecup merah mengitari leher jenjang wanita itu. Sherly langsung mengepalkan tangan dengan dada yang mulai bergemuruh."Aku..." Xander langsung kehilangan kata. Dia hanya bisa melengoskan wajah ke arah lain saat menyadari tatapan penuh selidik dari Sherly."Turun Xander, ini sangat tidak pantas dilihat!" Sherly hampir menjerit saking kesalnya melihat Xander malah tetap bertahan di tempatnya setelah ia kepergok basah."Pelankan suaramu Sherly, kamu akan membangunkan tidur Sienna!" desis Xander sambil membawa arah pandangannya kembali ke arah sahabatnya itu. Bisa ia lihat wajah Sherly sudah memerah seperti
Tangan besar Xander mengusap pipi, pelan seringan kapas. Sienna bukannya tak menyadari usapan itu, hanya saja dia terlalu lemah untuk hanya sekedar melawan sentuhan yang diberikan Xander."Masih dingin, heum?" bisikan parau di dapat Sienna setelah laki laki itu merendahkan sedikit kepalanya.Xander menarik pelan dagu mungil, hingga wajah wanita itu kini terlihat lebih jelas. Mata itu masih terpejam rapat, tangannya yang meremat baju Xander semakin menguat. Tanpa perlu menjawab. Xander bisa merasakan tubuh itu masih menggigil karna kedinginan."Buka matamu, Sienna." titah Xander dengan suara yang sudah berubah serak.Mata cantik itu terbuka perlahan sesuai permintaannya. Xander terpaku, mengikat netranya pada setiap goresan ciptaan Tuhan di hadapannya. Sienna sangat cantik, dan dia sudah menyadari itu dari awal pertemuan.Bibir mungil yang pucat itu masih saja terlihat menggoda, bahkan ketika Sienna menggerakkannya pelan untuk menciptakan ruang di sela selanya. Xander hanya mampu menegu
"Kenapa kamu hanya diam, hah?!" Sherly tersentak ketika gelegar suara laki laki itu terdengar begitu nyaring sampai memekakan kedua telinganya. "Xander ka..mu..." Terbata Sherly mengatupkan bibirnya rapat rapat, berusaha menahan nyeri yang mendatanginya saat melihat sikap Xander yang begitu emosional. Air mata Sherly jatuh tanpa bisa dibendung lagi. Untuk pertama kali dalam sejarah persahabatan mereka. Xander telah berani meninggikan suara kepadanya. Dan lagi yang membuatnya muak adalah alasannya pun sama seperti yang Jack lakukan sebelumnya. Wanita bernama Sienna. Wanita sialan itu lah penyebab utama perubahan sikap Xander ini! Sherly sekarang sadar, Sienna sudah menjadi duri yang nyata dalam hubungannya dengan kakak beradik keluarga Lauther. Lihatlah, Xander atau pun Jack sampai bisa memarahinya hanya untuk membela wanita itu. "Aku sudah melihat semuanya lewat cctv, kenapa kamu mengubah temperatur suhu di ruangan freezer? Kamu pasti tahu kan Sienna ada disana? Aku ingat bet
Setelah mematikan panggilan. teleponnya. Xander langsung meninggalkan area rumah sakit.Dia memacu cepat kendaraannya membelah jalanan lengang di hadapannya. Dada Xander bergemuruh hebat, wajah tampannya menunjukkan kemarahan dan rasa gelisah yang pekat. Xander terlihat tak sabar ingin segera sampai di tempat yang dituju.Setelah mendengar langsung betapa fatalnya keadaan Sienna. Xander jadi tak bisa tenang. Dia ingin mencaritahu sendiri kebenaran tentang siapa sebenarnya orang yang sudah berani menaikan suhu di ruang freezer sampai menjadi minus seperti itu."Sial, jika memang ada yang sengaja mencelakai Sienna, aku tidak akan pernah memaafkannya!" dengusnya marah sambil mengepalkan tangannya kuat kuat di pegangan kemudi.Tak lama mobil yang Xander bawa pun akhirnya sampai di kediamannya. Xander turun dengan tergesa dari mobilnya dan langsung berjalan masuk ke arah teras rumah."Dimana Pierre?" tanyanya pada pengawal yang membantu membukakan pintu rumah untuknya."Tadi saya melihat P
Xander berlari cepat menuruni anak tangga. Dia melesat keluar dari rumah besar itu melalui pintu di bagian belakang.Dengan langkah yang sangat lebar dan terlihat tergesa. Xander akhirnya sampai di tempat tujuan."Pierre, kenapa belum dibuka?" Dengan nafasnya yang terlihat terengah-engah, Xander menatap panik ke arah Pierre."Pintunya macet Tuan!""Dasar tidak becus, minggir!" Tangan Xander menyentak tubuh Peter yang berada di depan pintu dengan tak sabar.Sekuat tenaga Xander menarik pegangan pintu di depannya. Nadi nadi di lehernya sampai tertarik keluar saat Xander mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menggeser pintu besi itu."Brengsek! Ayo terbukalah!" Makinya kesal.Brak!Akhirnya pintu terbuka setelah perjuangan keras yang dilakukannya. Xander masuk dan langsung tercengang hebat menemukan pemandangan memilukan di hadapannya. Tubuh wanita yang sejak tadi ia khawatirkan tampak sedang terbujur kaku mencium dinginnya lantai di dalam ruangan itu."Sienna!!" Xander langsung mengham
Wanita dalam ruang freezer terlihat bergerak gelisah dalam tidurnya. Dia terbangun ketika merasakan perubahan esktrim pada suhu ruangan yang sedang ditinggalinya."Kenapa dingin sekali..." Sienna mengusap usap tengkuknya sendiri saat merasakan hawa di sekitarnya kian mencekam. Sienna akhirnya bangun dan memaksakan diri untuk berjalan ke arah pintu besi yang masih terkunci.Tangannya terulur dan mulai menarik kuat handel pintu di depannya. "Sialan, masih terkunci. Buka pintunya. Tolong siapapun yang ada di luar sana, tolong buka pintunya!" Teriakan Sienna menggema di dalam ruangan.Air matanya kembali jatuh saat Sienna menyadari tidak ada siapapun yang akan menolongnya kali ini. Tempat ini jauh dari bangunan rumah utama. Mustahil rasanya jika seseorang akan masuk ke dalam gudang penyimpanan bahan makanan malam malam begini."Tuan Xander, buka pintunya!" Sienna tahu usaha dan teriakannya sia sia. Tapi dia masih belum mau menyerah. Dia tidak mau mati konyol disini. Dia masih ingin hidup