"Mas tetap percaya aku yang ngusir Nyiur?" tanya Ayu setelah Harsa bicara empat mata dengan Nyiur.
"Buktinya jelas, CCTV yang waktu kamu dorong Nyiur juga jelas. Jangan diulangi lagi!" perintah Harsa yang segera berlalu ke kamar putri kembarnya. Sebegitu singkatnya Harsa menetapkan Ayu yang salah. Ingin rasanya marah-marah di depan Nyiur dan disaksikan mertua. Bukan mencari pembelaan, biar tahu rasa saja dia terpojok dan mungkin dengan desakan mertua, Nyiur bisa mengakui yang sebenarnya. Namun, lagi-lagi dalam keadaan seperti ini, Ayu masih tidak tega dengan imbas yang nantinya berujung di Chala dan Chali. Sekitar sepuluh menit kemudian, Harsa datang dan memeluk Ayu yang matanya masih terlihat begitu sembab. "Sayang, saya nggak marah lama kok, mungkin kemarin itu memang kamu juga butuh prioritas. Oh iya, kamu tetap mau jadi sekretaris saya?" "Berisik! Iyalah, emang gak boleh? Udah dipecat ya, Tuan Gondrong!" celetuk ketus Ayu. "Dipecat dari Sekretaris, Disahkan Jadi Istri. Judul novel hahha. Kamu di rumah aja ya, soalnya saya sama Nyiur ada meeting di luar kota," kata Harsa. "Ceritanya kalian pergi berdua terus aku yang jaga anak kalian? Dihh! Enggak banget, enakan main sama temen-temen di luar! Jangan manfaatin simpati Ayu untuk kepentingan kalian dong!" omel Ayu. Dua istri, dua kepribadian yang berbeda juga. Ayu memang belum sedewasa Nyiur. Bagi Ayu, Nyiur itu sudah menjadi orang yang begitu sempurna untuk Harsa, baru sekarang ini Ayu menyaksikan Nyiur berani menfitnahnya. Bukan seperti Nyiur yang dulu ia kenal. Harsa tersenyum manis mendengar omelan istrinya. "Anak saya anak kamu juga 'kan?" "Ahhh, tapi gak gitu juga caranya!" rajuk Ayu. "Jeles ya? Cieee ... entar setelah ini kita yang jalan-jalan berdua, mana jauh lagi ke Madinah. Biar saya hundle dulu pekerjaannya, jadi nggak ngeganggu kita waktu di sana," kata Harsa. Emosi mereka saling mereda. Ayu masih bersikeras untuk mencari tahu, tetapi dengan kepedulian Harsa yang seperti ini, ia yakin akan tetap mendapatkan kebenaran sekalipun sekarang dirinya masih dipermainkan. Begitu pula dengan Harsa, mata sembab Ayu menitahkan hati yang begitu luas untuk memberi ruang maaf. Namun, keadaan kembali memanas setelah sekitar satu jam Harsa tinggal ke kantor. Pulang-pulang sangat dikejutkan dengan kenyataan yang tidak wajar. Amarah mana yang tidak tergugah saat tahu ada testpack positif di atas ranjang, padahal mereka belum pernah melakukan hubungan seksual. "Ayu! Apa maksudnya ini!" teriak Harsa, "A-aku juga gak ngerti, Mas! Tiba-tiba ada di situ dan---" jawab Ayu tersendat. "Kamu dihamili siapa! Ngaku sekarang, ngaku! Saya dan kamu ini baru nikah dan saya belum juga menyetubuhi kamu!" Harsa melotot keras di depan Ayu. "Mas ... aku nggak merasa berbuat hal terlarang dengan siapa pun! Jangan nuduh yang nggak-nggak Mas! Kita ke dokter aja kalau nggak percaya!" tantang Ayu. Saat Harsa masih di kantor, Nyiur dan Ayu bertengkar habis-habisan di taman mengenai fitnah pertama yang tentu bagi Ayu belum selesai. Tanpa sepengetahuan Ayu lagi, Nyiur kembali berulah untuk memfitnah Ayu yang kini fitnahnya lebih kejam dari sebelumnya. Sebenarnya, mudah saja untuk membuktikan kalau Ayu tidak hamil jikalau tidak dikelabui lagi oleh Nyiur. Sayangnya, Nyiur juga pasti tidak diam saja, jadi harus dipikir matang-matang strategi apa yang harus dilakukan dalam melawan si tukang fitnah. "Udah pinter bohong ya kamu ... kemarin ngusir Nyiur, sekarang ada garis dua. Buka mata kamu, buka! Kalau nggak berbuat ... mana ada testpack yang positif di atas ranjang kita!" Harsa sangat geram, ia duduk dan memegangi jidatnya. "Mas, tadi Nyiur yang kasih testpack karena Ayu bilang belum haid-haid, sering mual muntah dan waktu ada meeting di Surabaya ... sempat melakukan hal terlarang karena mabuk. Aku sih kurang percaya sebenarnya Ayu mau mabuk, tapi melihat hal aneh setelah itu ... bukannya mau menjatuhkan ngasih testpack, cuma kasihan aja Mas bayinya kalau memang hamil dan tidak diketahui, perawatannya gimana? Mana tadi habis jatuh kan kata Mas. Maaf Ay... aku bilang ke Mas Harsa, ini demi kebaikan kamu dan bayi kamu. Ada fakta lain sebenarnya Mas, sebenarnya waktu di rumah sakit kemarin Ayu sudah ketahuan hamil, cuma disembunyikan oleh dokter, biasalah trik orang kaya ... Nyiur baru tahu tadi pagi karena dokter yang menangani Ayu membongkar ini semua, dokter merasa tidak tenang," ungkap Nyiur. "Bohong! Aku nggak cerita yang begitu, Nyiur! Jangan ngada-ngada!" bentak Ayu. "Mas, Nyiur bohong Mas! Nyiur bohong!" Ayu menggerak-gerakkan lengan Harsa yang jejarinya telah mengepal. Nyiur sudah menata dengan rapi tentang fitnah tersebut. Kalau pun nanti periksa di rumah sakit bersama Harsa, Nyiur juga sudah melakukan kerja sama dengan para dokter. Kekecewaan Harsa tentu sangat dalam, masih tidak menyangka baginya Ayu berbuat seperti itu. "Kamu ini sudah salah malah nyalahin Nyiur lagi!" teriak Harsa. "Papa harus tahu soal ini!" serunya. "Tunggu! Jangan dulu, Mas. Kasihan Ayu," kilah Nyiur. "Kenapa? Bilang aja nggak masalah! Tidak masalah bagi aku kalau harus Mas ceraikan, lagian siapa juga yang mengharapkan pernikahan ini! Ini aku lakukan demi anak kamu, tapi kami justru fitnah aku ... kukira kita akan menjadi sahabat selamanya, ternyata busuk kamu, busuk!" cibir Ayu. Persahabatan yang kini hancur karena keadaan rumah tangga. Dari awal Ayu sudah tidak yakin dengan posisinya menjadi yang kedua. Ternyata memang benar, belum ada satu minggu menjadi istri Harsa saja ia sudah mendapati fitnah kejam dari istri pertama. "Jaga mulut kamu, Ay! Jangan seenaknya sendiri nyalahin Nyiur sementara testpack tersebut sudah menyatakan hasil yang akurat, surat dari dokter juga jelas. Sekalipun yang dikatakan Nyiur tidaklah benar, tapi tentang kehamilan kamu ini benar dan itu menyakiti saya!" teriak Harsa. "Ada apa, ada apa rame-rame?" tanya Zulfikar yang baru datang karena suara dari kamar yang terdengar begitu berisik. "Pa, aku sama Ayu belum pernah lakuin itu ...." Harsa terdiam sejenak, tetapi dengan emosinya yang tidak beraturan ia langsung menunjukkan garis dua testpack. "Papa lihat ini!" perintah Harsa. DEGH!Harsa: Aman, Sayang. Kamu di belakang saja sama Nyiur. Ayu: Huuh, iya-iya! Harsa: Hehe, bentar ya Sayang ya.Sejatinya, poligami itu pilihan. Pilihan yang bergantung pada kejadian apa yang menyebabkan diri tersebut harus, wajib, atau tidak dianjurkan poligami. Dalam Al-Qur'an memang poligami itu diperintahkan, Nabi Muhammad juga melakukan, tetapi tidak sekedar perintah mentah yang tak mempunyai syarat dan ketentuan. Dalam surat An-Nisa', poligami diperintahkan sampai maksimal empat, salah satu syaratnya, yaitu dengan syarat adil terhadap para istri dan itu pun di ayat selanjutnya dipertegas bahwasannya laki-laki tidak akan bisa adil terhadap istri-istrinya. Itu artinya, poligami sifatnya kondisional, garis bawahi dari segi sifat. Penjelasan dari maksimal empat itu sendiri memliki maksud dalam sejarahnya sebagai batasan karena dulu di zaman Rosululloh itu laki-laki menikahnya dengan banyak sekali perempuan. Nabi Muhammad pun, melakukan poligami selepas istri pertamanya meninggal,
Poligami menjadi perbincangan besar mungkin dalam suatu kalangan ada yang berpikir bahwasanya poligami ini dianggap haram. Ada juga yang menganggap bahwasanya poligami itu justru dianjurkan. Saat ini Harsa berada di tengah orang yang menganggap bahwasanya poligami itu haram. Bisa dikatakan yang mengatakannya itu adalah orang baru di lingkungan tersebut. Bukan hanya berhasil menjadi orang baru yang memikat banyak perhatian karena ia adalah seorang yang kaya raya dan menjadi cucu dari kepala desa tersebut, tetapi orang tersebut juga menjadi seorang yang terkenal agamanya terjamin karena kabarnya juga dia ke situ itu setelah pulang dari pesantren serta kuliah juga di luar negeri. Mengetahui Harsa yang memang poligami, seseorang tersebut mendatangi rumah Harsa dan mencoba mengatakan untuk menceraikan salah satu dari istrinya. Ayu langsung emosi mendengar hal tersebut. Ia langsung ke belakang dan membicarakan hal tersebut dengan Nyiur dengan keadaan wajah yang sangat marah. Namun, de
Itu semua adalah bayangan Harsa. Mereka saat ini sedang di kamar tidur tiba-tiba teringat dengan putrinya, yaitu Aliza yang dijodohkan dengan Yudhistira. Sebentar lagi memang acara apa di pesantren tersebut itu terlaksana dan rencananya mereka akan membahas hal tersebut. Mereka bercerita seperti itu seakan-akan sudah nyata. Meskipun Harsa dan istri pertama usai honeymoon di Bobocabin Coban Rondo Malang, di mana tempat tersebut juga menjadi tempat yang Ayu inginkan saat mereka di sana, Ayu merasa sangat iri sekali, sangat ingin segera ke sana dengan Harsa. Namun, setelah Harsa pulang ternyata keinginan tersebut sudah hilang juga. Ayu tidak terlalu menginginkan untuk pergi ke sana bahkan sekarang yang ia bahas setelah hari Sabtu pulang itu bukannya menceritakan tentang Bobo Cabin Coban Rondo tersebut, tetapi saat ini Ayu justru terbuka untuk saling ngobrol mengenai masa depan dari anak-anak mereka. Tidak keberatan untuk Harsa meskipun habis perjalanan jauh malam tersebut harusnya
Saat acara haflah di pesantren Nyiur, Harsa, dan juga Ayu, mereka terlebih dahulu sowan ke ndalem dan di sana mereka juga bertemu Yudhistira Pamungkas yang menjadi pura kecil dari Bhima Purnama dan Tessa Soraya yang merupakan pengasuh cabang pesantren yang dulu ditempati oleh mereka bertiga. "Om Tila ayo main!" ajak Aliza. "Main apa Za?" Kini keakaraban Yudhistira dengan putri Harsa pun sudah sangat erat. Sebenarnya mereka itu dijodohkan dari kecil, Yudhistira menyadari itu karena saat ini dia sudah menginjak usia SMP. Jaraknya memang sangat jauh, tetapi orang tua mereka yakin untuk menjodohkan sejak dini. Yudhistira ini orangnya cool, tidak terlalu mengurusi juga apa yang orang tuanya rencanakan. Berbeda dengan Aurora Willona. Sosok cantik kembaran Yudhistira yang sangat cerewet dan nakal. Meskipun sudah ditegur beberapa kali, dihukum juga, ia tetap saja teguh pada apa yang menjadi keinginan. Cewek tomboi, andaikan dia tidak berada di lingkungan yang kenthal agama, mungkin
"Mas Harsaaaaaa! Ayu kangen banget banget banget!" Ayu langsung memeluk sang suami saat masih di depan pintu. "Kamu nggak kangen aku, Ay?" tanya Nyiur. Ayu beralih memeluk Nyiur. "Kangen dong! Kapan sih aku nggak kangen sama kamu!" "Huum, Ayu! Lihat nih Mas Harsa KDRT!" kata Nyiur. "Mas Harsa!" Ayo melotot keras saat melihat lebam di tangan Nyiur. "Kalian ini udah mau bikin saya naik daerah ya masih di depan pintu!" CUPP CUPP Harsa mengecup keduanya dan memberi senyuman desta merangkul mereka untuk segera masuk ke dalam rumah. Putri dan putra mereka tanpa senyum bahagia dan bersorak meskipun sang buah hati yang masih kecil masih bisa tertawa tawanya bayi. Raut wajah mereka tidak bisa bohong bahwa mereka itu sangat merindukan Nyiur dan juga Harsa. Meskipun saat berada di dalam telepon juga Mereka terlihat seperti negara-negara saja itu sebenarnya nyiur dan
"Hahah, iya-iya. Kita keluarkan bareng-bateng ya Sayang!" Harsa masih sempat mengecup Sudah sejauh ini ia melangkah dalam rumah tangganya. Pernah berpikir, dulu waktu kecil punya kesenangan yang luar biasa itu ketika berkumpul dengan teman dan bermain bersama. Harsa terbengong di depan cermin saat menunggu istrinya masih buang air besar. Waktunya cepat sekali berubah. Seakan-akan kita hidup di dunia ini hanya tentang kenikmatan sementara dan digantikan dengan kenikmatan lain seiring berjalannya waktu. Itu bukan seakan-akan, tetapi kenyataan. Yang sebenarnya, dari situ Tuhan sudah memberi peringatan. Ya, peringatan bahwasannya hidup di dunia hanya mampir. Kebahagiaan di setiap detiknya berubah. Ini juga tentang, bagaikan merawat waktu yang sedikit ini untuk bisa menyelaraskan antara kepuasan dan kebijaksaan. Hidup itu ya begitu-begitu saja. Ada ekspetasi, kepuasaan, kekecewaan, dan kekhilafan. Kecil adalah simulasi dari besar. Waktu