"Ayu, ada apa?" Gegas Harsa memeluk Ayu yang terlihat ketakutan.
"Nyiur sama anak-anak nggak ada, mereka ke mana, Mas? Jangan-jangan kabur karena keberadaan aku. Gimana ini? I-itu kenapa ada pisau besar juga?" Dengan wajah yang sangat resah dan khawatir Ayu menatap suaminya. "Tenang dulu ya, saya akan segera mencari mereka. Kalau pisau bukan apa-apa, Nyiur emang suka naruh pisau di kamar." Harsa mengecup lama kening sang istri. Tidak lama kemudian, orang tua Harsa juga datang. Meskipun Ayu menjadi istri kedua, orang tua Harsa sangat meratukan Ayu, bahkan ini lebih dari Nyiur. Hal ini sebenarnya menjadi ketakutan tersendiri bagi Harsa dan juga Ayu. "Ma, Pa. Mama sama Papa tahu Nyiur dan Chala Chali ke mana?" tanya Harsa. "Halah, paling juga ke rumah orang tuanya. Nggak usah terlalu khawatir, dia udah gede gak mungkin juga celakain anak-anaknya! Udah kalian kembali aja ke kamar, nikmati jadi pengantin baru," celetuk Zalfa. "Astaghfirullahal'adziim, Mama boleh sayang sama Ayu, tapi gak gini juga perlakuan Mama ke Nyiur. Harsa udah lakuin persyaratan restu itu, apalagi yang kurang? Harusnya sikap Mama udah semakin baik ke Nyiur. Dia itu baru melahirkan Ma, Mama juga tahu gimana pola pikir orang yang baru saja melahirkan, segitu bencinya ya Mama dengan Nyiur dan Chala Chali?" timpal Harsa. Terlihat Zulfikar berjalan ke arah mereka sembari bertelepon. "Nyiur ada di situ?" [ "Oh ... iya. Nyiur lagi pengen di sini, tadi saya disuruh kasih kabar lupa, Bro. Nyiur mau izin takut ganggu katanya." ] Zulfikar menloudspeaker jawaban dari Zulkifli yang merupakan Ayah dari Nyiur. Harsa dan Ayu merasa sangat lega. Berbeda dengan mertua Ayu, sikapnya selalu datar jika tentang kebaikan Nyiur. "Sudah beres, kembali aja ke kamar kalian," kata Zalfa---Ibu dari Harsa. Ayu terdiam. Entah mengapa, ia merasa keluarga Harsa cukup aneh. Ada banyak kejanggalan dalam keluarga tersebut. Namun, entah apa yang terjadi Ayu belum tahu semuanya. Kedua mata Ayu sudah memberi kode untuk segera dipejamkan. Karena kejadian Nyiur yang menegangkan, mie yang tadi dibuat tidak jadi dimakan dan diberikan ke satpam. Hasrat Harsa yang memuncuk pun sekarang seperti tidak berdaya teringat Zalfa yang masih saja berlaku tidak pantas pada menantu pertama. *** "Mas. Waduh, udah jam berapa ini? Kenapa nggak dibangunin? Yah, jadi telat sholat shubuh!" Ayu terkejut kala telat bangun. Namun, Harsa malah terkekeh. "Kamunya yang nggak bangun-bangun." Pria itu memperlakukan Ayu secara romantis, ia belai rambut istrinya yang masih acak-acakan dengan tatapan lembut. "Nyiur hari ini Mas jemput 'kan? Kalau gak mau gak usah dipaksa deh," saran Ayu. Mendengar itu, Harsa terkejut. Selama ini, Ayu selalu khawatir dengan keadaan Nyiur. Tapi, sekarang kenapa tiba-tiba acuh? "Why? Nggak mau kalah ya? Maaf semalem belum jadi, padahal saya yang minta. Kamu marah karena ini?" goda Harsa. "Ciih, tidak sama sekali! Aku kan emang belum siap kalau masalah itu!" tolak Ayu. "Lalu? Kenapa kamu jadi jeles begini sama Nyiur?" Ayu menangis lagi sembari memeluk gulingnya. Godaan untuk mencari gara-gara supaya bisa lari dari keluarga itu juga sangat berat. Kenyataannya, menjadi istri seorang Harsa ialah impiannya. Tapi, chat Nyiur menyakiti hatinya.... "Sayang, mending sekarang kamu ke kamar mandi dulu, qodho' sholat, mungkin bisa buat kamu lebih tenang," ucap pria itu tiba-tiba. Ayu menarik napas panjang. "Cek ponsel sana! Sorry ya, Ayu udah sholat Mas waktu Mas masih tidur, tapi karena liat chat dari Nyiur ... ya aku lanjut pura-pura tidur aja karena kesel banget, sakit hatiku! Pasti Mas Harsa lebih percaya sama Nyiur, secara ... dia orang yang memang Mas cintai dengan tulus, beda denganku yang dari dulu hanya ...." Ayu terisak tangis tidak mampu untuk melanjutkan bicaranya lagi. Harsa tercengang. Segera, dia melihat chat dari Nyiur. [Mas, Ayu gak suka aku sama anak-anak di rumah] Seketika, kekecewaan muncul di wajah Harsa. "Mas ... aku difitnah," kilah Ayu kala menyadari itu. "Jelas-jelas yang di kamar ini cuma kita berdua, yang bisa foto kita waktu saya memeluk kamu itu ya hanya kamu. Oh, jadi tadi sok-sokan lihat jam ternyata untuk menyakiti hati Nyiur! Ternyata sok-sokan histeris waktu Nyiur nggak ada, itu karena kamu usir! Mana, katanya nggak tega dengan Nyiur, itu terus yang kamu ucapkan saat saya mau menyentuh kamu! Sebenarnya mau kamu apa, Ay?" Ayu berusaha mendongakkan kepala dan menatap Harsa. "Ayu tidak tahu apa-apa! Kalau memang Mas percaya sama Nyiur dan mau menceraikan Ayu, Ayu terima. Gak peduli mau Mas anggap benar atau fitnah chat tersebut!" "Permasalahannya bukan cerai! Saya ingin istri-istri saya tidak mengulangi kekejaman seperti yang dilakukan orang tua saya!" timpal Harsa. Pria itu sama sekali tidak marah pada Ayu jika cemburu. Namun, perceraian sangat jauh dari angan Harsa. Ia hanya tidak ingin perasaan tak berdaya sebagai kepala keluarga, seperti saat menghadapi orang tuanya itu, terulang. "Sekarang Ayu tanya. Mas tuluskah mencintai Ayu? Atau ... takut menceraikan hanya karena takut kehilangan anak?" "Ayu ... mungkin niat awal saya terlihat tidak tulus, tapi kenyataannya saya tulus. Saya sayang kamu, saya sangat mencintai kamu ... bahkan leb---" Hampir saja ia mengungkap perasaan yang sesungguhnya. Jujur, meskipun ia juga bisa memperlakukan Nyiur dengan baik, perasaan cintanya selama ini ke Ayu tetap saja bersimpuh. Ia seperti tidak bisa melepaskan keduanya, dan di balik ia benci kekejaman orang tuanya, ada hikmah yang selalu menguatkan dia, yakni sejahat-jahatnya orang tua mereka lebih tahu apa yang terbaik untuk anaknya, terbukti sampai saat ini Harsa belum bisa melupakan Ayu seutuhnya. "Apa?" Ayu membelalakkan mata, sedikit mengerti apa yang dimaksud Harsa. "Kamu harus adil Mas!" "Maafkan saya Sayang, bukan begitu maksudnya. Kita cari jalan keluarnya sama-sama nanti waktu Nyiur sudah Mas jemput," ucap Harsa. Ayu beranjak ke kamar mandi. Ia masih sangat marah dengan Harsa maupun Nyiur. Sampai-sampai saat keluar dari kamar mandi ia bertekad untuk naik ke dinding kamar. "Sayang, Astaghfirullahal'adziim ... mau kamu apa naik di dinding begitu?" tanya panik Harsa. "Gak usah sok peduli! Mau mati juga bukan urusan Mas!" celetuk Ayu. "Ayu ... hhhh! Jangan kayak gini, turun hati-hati saya ambilkan matras dulu." "Gak perlu! Aaaaaaaaaaaaaaaaa!" Ayu jatuh tidak sengaja kakinya terpeleset. "Ayuuu!" Bugh! "Ayu ....!" pekik Harsa lagi, beruntungnya matras bisa tepat menanggulangi jatuhnya Ayu. "Hehe, gak sakit. Udah biasa," kata Ayu justru terkekeh. "Kita ke dokter ya, saya khawatir kal---" "Suuud! Nggak mau Mas, nggak suka bau obat!" Ayu melajukan jari telunjuknya ke bibir Harsa. Luluh sekali hati Harsa mendapati perilaku Ayu yang demikian. Harsa dan Ayu saling memberikan tatapan cinta. Sungguh indah kelopak mata yang terpancar dari mata Ayu. "Ya ... tapi kamu baru saja sembuh dari kecelakaan, Sayang," lanjut Harsa. "Nggak mau ah pokoknya nggak mau!" rengek Ayu yang tiba-tiba kelihatan begitu manja. "Iya-iya ... tapi kalau sakit bilang." Harsa menenggelamkan kepala mungil itu ke dada bidangnya. "Okey. Aku terima apa yang Mas kasih, tolong jangan sakiti aku ya, Mas!" pinta Ayu. Tampak kekhawatiran yang dahsyat mengenai hubungannya dengan Harsa. Ayu mulai paham strategi Nyiur, ia paham Nyiur punya misi tersendiri akan kedatangan dirinya. Perasaan bersalah itu sudah berhasil Ayu tepis karena ia yakin dengan fitnah yang semalam datang berarti ada rencana busuk dari sahabatnya sendiri. Ayu dan Nyiur sudah bersahabatan sejak kecil, begitupun Ayu dengan Harsa, dulu Ayulah yang mengenalkan Harsa dengan Nyiur. "Tidak akan menyakiti kamu, Ayu Sayang!" Harsa memeluk erat sang istri. Ayu tersenyum. Hanya saja, dia lupa .... Pengaruh Nyiur begitu luar biasa di hidup Harsa setelah wanita itu menyelamatkannya .....Waduh... Harsa belum tahu saja itu ulah licik istri pertamanya. Tapi, Ayu kayanya udah sadar, ya.... Kira-kira, dia bisa nemuin bukti valid, kah?
Harsa: Aman, Sayang. Kamu di belakang saja sama Nyiur. Ayu: Huuh, iya-iya! Harsa: Hehe, bentar ya Sayang ya.Sejatinya, poligami itu pilihan. Pilihan yang bergantung pada kejadian apa yang menyebabkan diri tersebut harus, wajib, atau tidak dianjurkan poligami. Dalam Al-Qur'an memang poligami itu diperintahkan, Nabi Muhammad juga melakukan, tetapi tidak sekedar perintah mentah yang tak mempunyai syarat dan ketentuan. Dalam surat An-Nisa', poligami diperintahkan sampai maksimal empat, salah satu syaratnya, yaitu dengan syarat adil terhadap para istri dan itu pun di ayat selanjutnya dipertegas bahwasannya laki-laki tidak akan bisa adil terhadap istri-istrinya. Itu artinya, poligami sifatnya kondisional, garis bawahi dari segi sifat. Penjelasan dari maksimal empat itu sendiri memliki maksud dalam sejarahnya sebagai batasan karena dulu di zaman Rosululloh itu laki-laki menikahnya dengan banyak sekali perempuan. Nabi Muhammad pun, melakukan poligami selepas istri pertamanya meninggal,
Poligami menjadi perbincangan besar mungkin dalam suatu kalangan ada yang berpikir bahwasanya poligami ini dianggap haram. Ada juga yang menganggap bahwasanya poligami itu justru dianjurkan. Saat ini Harsa berada di tengah orang yang menganggap bahwasanya poligami itu haram. Bisa dikatakan yang mengatakannya itu adalah orang baru di lingkungan tersebut. Bukan hanya berhasil menjadi orang baru yang memikat banyak perhatian karena ia adalah seorang yang kaya raya dan menjadi cucu dari kepala desa tersebut, tetapi orang tersebut juga menjadi seorang yang terkenal agamanya terjamin karena kabarnya juga dia ke situ itu setelah pulang dari pesantren serta kuliah juga di luar negeri. Mengetahui Harsa yang memang poligami, seseorang tersebut mendatangi rumah Harsa dan mencoba mengatakan untuk menceraikan salah satu dari istrinya. Ayu langsung emosi mendengar hal tersebut. Ia langsung ke belakang dan membicarakan hal tersebut dengan Nyiur dengan keadaan wajah yang sangat marah. Namun, de
Itu semua adalah bayangan Harsa. Mereka saat ini sedang di kamar tidur tiba-tiba teringat dengan putrinya, yaitu Aliza yang dijodohkan dengan Yudhistira. Sebentar lagi memang acara apa di pesantren tersebut itu terlaksana dan rencananya mereka akan membahas hal tersebut. Mereka bercerita seperti itu seakan-akan sudah nyata. Meskipun Harsa dan istri pertama usai honeymoon di Bobocabin Coban Rondo Malang, di mana tempat tersebut juga menjadi tempat yang Ayu inginkan saat mereka di sana, Ayu merasa sangat iri sekali, sangat ingin segera ke sana dengan Harsa. Namun, setelah Harsa pulang ternyata keinginan tersebut sudah hilang juga. Ayu tidak terlalu menginginkan untuk pergi ke sana bahkan sekarang yang ia bahas setelah hari Sabtu pulang itu bukannya menceritakan tentang Bobo Cabin Coban Rondo tersebut, tetapi saat ini Ayu justru terbuka untuk saling ngobrol mengenai masa depan dari anak-anak mereka. Tidak keberatan untuk Harsa meskipun habis perjalanan jauh malam tersebut harusnya
Saat acara haflah di pesantren Nyiur, Harsa, dan juga Ayu, mereka terlebih dahulu sowan ke ndalem dan di sana mereka juga bertemu Yudhistira Pamungkas yang menjadi pura kecil dari Bhima Purnama dan Tessa Soraya yang merupakan pengasuh cabang pesantren yang dulu ditempati oleh mereka bertiga. "Om Tila ayo main!" ajak Aliza. "Main apa Za?" Kini keakaraban Yudhistira dengan putri Harsa pun sudah sangat erat. Sebenarnya mereka itu dijodohkan dari kecil, Yudhistira menyadari itu karena saat ini dia sudah menginjak usia SMP. Jaraknya memang sangat jauh, tetapi orang tua mereka yakin untuk menjodohkan sejak dini. Yudhistira ini orangnya cool, tidak terlalu mengurusi juga apa yang orang tuanya rencanakan. Berbeda dengan Aurora Willona. Sosok cantik kembaran Yudhistira yang sangat cerewet dan nakal. Meskipun sudah ditegur beberapa kali, dihukum juga, ia tetap saja teguh pada apa yang menjadi keinginan. Cewek tomboi, andaikan dia tidak berada di lingkungan yang kenthal agama, mungkin
"Mas Harsaaaaaa! Ayu kangen banget banget banget!" Ayu langsung memeluk sang suami saat masih di depan pintu. "Kamu nggak kangen aku, Ay?" tanya Nyiur. Ayu beralih memeluk Nyiur. "Kangen dong! Kapan sih aku nggak kangen sama kamu!" "Huum, Ayu! Lihat nih Mas Harsa KDRT!" kata Nyiur. "Mas Harsa!" Ayo melotot keras saat melihat lebam di tangan Nyiur. "Kalian ini udah mau bikin saya naik daerah ya masih di depan pintu!" CUPP CUPP Harsa mengecup keduanya dan memberi senyuman desta merangkul mereka untuk segera masuk ke dalam rumah. Putri dan putra mereka tanpa senyum bahagia dan bersorak meskipun sang buah hati yang masih kecil masih bisa tertawa tawanya bayi. Raut wajah mereka tidak bisa bohong bahwa mereka itu sangat merindukan Nyiur dan juga Harsa. Meskipun saat berada di dalam telepon juga Mereka terlihat seperti negara-negara saja itu sebenarnya nyiur dan
"Hahah, iya-iya. Kita keluarkan bareng-bateng ya Sayang!" Harsa masih sempat mengecup Sudah sejauh ini ia melangkah dalam rumah tangganya. Pernah berpikir, dulu waktu kecil punya kesenangan yang luar biasa itu ketika berkumpul dengan teman dan bermain bersama. Harsa terbengong di depan cermin saat menunggu istrinya masih buang air besar. Waktunya cepat sekali berubah. Seakan-akan kita hidup di dunia ini hanya tentang kenikmatan sementara dan digantikan dengan kenikmatan lain seiring berjalannya waktu. Itu bukan seakan-akan, tetapi kenyataan. Yang sebenarnya, dari situ Tuhan sudah memberi peringatan. Ya, peringatan bahwasannya hidup di dunia hanya mampir. Kebahagiaan di setiap detiknya berubah. Ini juga tentang, bagaikan merawat waktu yang sedikit ini untuk bisa menyelaraskan antara kepuasan dan kebijaksaan. Hidup itu ya begitu-begitu saja. Ada ekspetasi, kepuasaan, kekecewaan, dan kekhilafan. Kecil adalah simulasi dari besar. Waktu