Share

#2 - FITNAH

Author: Muthi Mozla
last update Last Updated: 2023-09-26 20:14:52

Rossa memandang sekitar, sayup-sayup suara memanggil namanya itu masih terdengar lirih. Suasana kemudian menjadi gelap berkabut. Ia melihat siluet wajah Soleh di tengah kabut gelap. Soleh memanggil namanya seraya meminta tolong. Jemarinya menggapai-gapai di kejauhan. Semakin Rossa mendekati, siluet itu semakin menjauh.

Tiba-tiba Rossa merasakan sekitarnya basah dan lembab. Rossa terbangun dan tersadar dari mimpinya.

Ternyata ia tadi ketiduran saking lelahnya berbenah.

Rupanya tubuhnya disiram air segayung oleh ibu mertua yang baru saja pulang dari pasar. Pantas Rossa merasakan tubuhnya basah. Lalu terlihat Rahma tergopoh-gopoh datang karena mendengar Mak Nani kembali mencak-mencak memarahi Rossa. Rahma terkejut melihat tumpukan pakaian yang selesai disetrika dengan rapi itu sudah basah. Begitu pun dengan pakaian Rossa yang kuyup. Ia juga melihat kemeja yang bolong karena setrika panas yang lupa dicabut.

“Astaghfirullah, kemeja kerja Bang Ilyas. Rossa? Kamu ketiduran?” Rahma histeris. Wanita itu meraih kemeja yang bolong di bagian tengah badannya.

Rossa gelagapan memandangi bergantian dua wanita di hadapannya yang memandangnya dengan tatapan berbeda. Rahma terlihat menahan emosi dan kesabarannya. Sementara Mak Nani dapat dipastikan emosinya semakin meluap.

“Maaf, Mak, Teh Rahma. Rossa yakin tadi sudah mencabut kabel setrikanya.” Wajah memelas Rossa menjadi pias. Ia yakin Mak Nani tidak akan mudah percaya. Entah dengan Teh Rahma. Wanita yang biasanya penyabar terkadang sulit ditebak kemarahannya.

“Ini elu bilang udah dicabut?” Mak Nani menunjuk steker setrika yang masih tercolok. Lampu indikator juga masih menyala. Bahkan setrika mengeluarkan uap karena menyebabkan kemeja Bang Ilyas, kakak Soleh, menjadi bolong.

Mata Rossa mulai sembab. Entah mengapa begitu bencinya sang ibu mertua kepadanya. Ingin rasanya ia minta dipulangkan saja ke rumah kedua orang tuanya. Tapi Mak Nani melarangnya, sampai masa iddah Rossa selesai ia tak boleh meninggalkan rumahnya. Selama itu pula janda kembang ini wajib melakukan apa pun yang diperintahkan Mak Nani.

Ilyas muncul di ambang pintu. Matanya memerah melihat kemeja kerja kebanggaannya bolong. Lantas ia mencak-mencak membabi buta.

“Dasar perempuan jalang. Hanya karena aku tak ingin memuaskan hasratmu, kau tega melakukan ini. Dasar perempuan pembawa sial!” Satu tamparan keras mendarat di pipi Rossa yang mulai terlihat tirus. Lebam langsung membekas di kulit putihnya.

Rahma yang mendengar penuturan suaminya dalam keadaan emosi meluap itu pun ternganga. “Apa maksudmu, Bang? Katakan!” Rahma mengguncang bahu suaminya.

“Wanita ini berusaha menggodaku, Rahma. Perempuan yang selalu kau bela ini tak punya harga diri.” Ucapan Ilyas berapi-api, ia sengaja menyulit emosi istrinya yang lugu dan polos ini.

“Kurang ajar kamu Rossa! Aku mati-matian bela kamu karena kupikir kamu gadis lugu dan baik hati. Ternyata kakak ipar sendiri kamu embat!” Kali ini Rahma menjambak rambut Rossa hingga acak-acakan. Berkali-kali ia dorong tubuh Rossa hingga tersungkur dan tak berdaya. Sementara Rossa sudah terisak dan sesenggukan. Tak berani melawan karena ia tahu Rahma dalam pengaruh fitnah dan emosi. Ia tak menyangka keluarga suaminya ini tega berbuat keji dengan melimpahkan berbagai fitnah. Mak Nani memperhatikan adegan itu dengan senyum puas terukir di sudut bibirnya sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

“Ingat Rossa! Aku takkan pernah puas hingga kau mendapatkan yang setimpal dengan kematian anakku.” Mak Nani melengos dan berlalu pergi. Ilyas mendaratkan satu tendangan pada perut hingga Rossa meringis memegangi perutnya. Bulir air mata semakin deras mengalir. Rahma menatap iba, namun gemuruh kebencian dalam hatinya masih berapi-api. Ia termakan dan terhasut fitnahan suaminya tanpa disadarinya.

Malamnya tubuh Rossa menggigil. Ia menghubungi nomor ponsel ayahnya, tapi nomor tidak aktif. Berkali-kali mencoba tapi tak juga tersambung. Akhirnya ia pasrah. Menahan semua kesakitan pada malam itu seorang diri. Karena kelelahan Rossa pun tertidur lelap.

***

Sesuatu menjalari kakinya, membuat Rossa terperanjat bangun dari tidurnya. Namun seorang berlengan tegap telah membekap mulutnya. Lampu kamar sepertinya dipadamkan oleh orang ini, karena Rossa ingat betul sebelum terlelap ia sama sekali tidak mematikan lampu.

Namun dalam keremangan, Rossa bisa memastikan siapa pria yang menerobos masuk ke dalam kamarnya yang terkunci.

“Diam kamu! Atau akan kubuat fitnahan terhadapmu lebih keji dari yang sudah kau terima tadi.” Suaranya begitu Rossa kenali. Siapa kalau bukan Ilyas? Dia satu-satunya lelaki yang tersisa di rumah ini. Dia juga pemegang anak kunci semua ruangan. Sialnya, Rossa lupa mengunci pintu dengan slot. Hingga lelaki biadab ini bisa leluasa menerobos masuk ke dalam kamarnya.

Rossa meronta-ronta meminta dilepaskan dari bekapan. Tapi lelaki itu semakin bertenaga. Syukurlah terdengar suara langkah kaki menuju dapur yang jaraknya tidak jauh dari kamar Rossa. Perempuan itu berusaha mengeluarkan suara. Biasanya, Rahma rajin bangun tengah malam seperti ini untuk menunaikan salat malam.

Menyadari suara langkah kaki yang dikenalnya, Ilyas gelagapan. Pria itu bergegas menuju jendela kamar untuk kabur keluar. Rossa merasa sangat bersyukur karena terbebas dari jeratan pria laknat itu.

Pintu kamar Rossa terbuka. Rahma berdiri di ambang pintu. Dengan ketus ia bertanya, “kenapa kamu belum tidur?”

“Aku terbangun, Teh Rahma. Mimpi buruk,” jawab Rossa sekenanya.

“Kalau gitu, sekalian saja kamu berkemas. Setelah subuh nanti kamu harus meninggalkan rumah ini dengan cepat.” Rahma memberi perintah masih dengan nada bicara yang ketus.

“Tapi ibu pasti melarang, Teh. Aku baru dibolehkan meninggalkan rumah ini setelah masa iddah selesai.”

Rahma melangkah masuk dan mendekat. Ia duduk di tepi ranjang yang Rossa tiduri.

“Aku tahu sebenarnya kamu tidak bersalah. Semua hal yang terjadi tadi adalah akal-akalan ibu dan bang Ilyas saja. Maaf, kalau aku sudah bertindak kasar terhadapmu. Sejujurnya aku memang cemburu. Bang Ilyas selalu menatapmu penuh nafsu, Rossa. Makanya aku tidak ingin kau ada di rumah ini. Lebih cepat lebih baik. Urusan ibu, biar aku yang tangani.”

Rahma bangkit berdiri. Jemari Rossa menggenggam jemarinya hingga langkahnya terhenti.

“Teh, makasih bantuannya. Rossa tahu teteh adalah orang baik. Teteh masih punya hati nurani yang tulus.” Rossa lalu mengecup takjim punggung tangan perempuan yang belum juga dikaruniai anak itu. Rahma hanya mengangguk cepat dan bergegas keluar kamar.

Seperti biasa, Rahma selalu menunaikan ibadah salat malam jika terbangun tengah malam. Dalam setiap sujudnya terselip doa supaya ia dikuatkan tetap berada di keluarga seperti neraka ini. Demi suatu maksud yang tak orang lain ketahui.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Demi Cuan, Aku Jadi Pelakor Bayaran   #30 - KEDATANGAN ANDRA DI RUMAH JUBAEDAH

    Urusan perpindahan sekolah Rani dan adik-adiknya sudah beres. Tinggal membantu bibinya melunasi utang-utangnya kepada rentenir. Rossa banyak menggelontorkan sejumlah uang demi membantu adik sepupu bapaknya itu. Di dapur, ibu dan Bi Sari sibuk mengadon kue. Ibu sudah dibekali Rossa usaha bakery. Sementara ini berproduksi skala rumahan karena baru merintis. Bila sudah berjalan lancar, barulah Rossa mencarikan tempat untuk disewa atau dibeli.Sementara bapak sudah dimodali mobil dan motor second untuk usaha angkot dan ojeknya. Masing-masing satu buah kendaraan. Bila usaha bapaknya lancar, barulah menambah jumlah kendaraannya. Tapi bukan bapak yang menyupiri. Bapak hanya tinggal menerima setoran dari supir angkot dan pengemudi ojeknya nanti. Rossa tidak ingin kedua orang tuanya di masa tua masih kerepotan mencari uang sana sini. Apalagi jika teringat masa-masa sulit dulu. Sekadar mencari pinjaman untuk sarapan saja sulit. Tidak jarang kedua orang tuanya harus menjadi kuli dulu agar m

  • Demi Cuan, Aku Jadi Pelakor Bayaran   #29 - Terlilit Utang

    Rossa dan kedua orang tuanya telah sampai di lobby apartemen yang ditempati Rossa. Tampak Bi Inah dan ketiga anaknya sudah menunggu di sofa ruang tunggu. Mereka membawa tas berukuran besar yang tergeletak di atas lantai.Begitu melihat Rossa, mereka langsung menghambur dan memeluk gadis itu. Bi Inah mengisakkan tangis.“Mari kita ke apartemen Rossa dulu, yuk,” ajak Rossa sambil merangkul bahu Bi Inah yang masih terguncang dan mengisakkan tangisnya. Sementara Jubaedah menuntun Rani dan kedua adiknya. Mereka memasuki lift dan meluncur ke lantai tiga.Sesampainya di apartemen, Rossa menyediakan minum untuk para tamu kesayangannya ini. Bi Inah langsung meneguk hingga tandas minuman berwarna oranye dengan rasa jeruk. Lalu Rani dan kedua adiknya juga ikut meneguk minuman yang terlihat menyegarkan dahaga itu. Mereka terlihat sangat kehausan.“Maaf, minumnya jadi habis, Rossa. Kami kehausan. Mau beli minum tidak punya uang sepeser pun,” jelas Bi Inah dengan raut wajah yang sendu dan membu

  • Demi Cuan, Aku Jadi Pelakor Bayaran   #28 - Bi Inah

    “Rossa lagi sibuk ngga?” tanya Rusydi dari seberang telepon.“Ngga, Bang. Ini habis ngobrol sama ibu soal keadaan Razan,” jawab Rossa sambil melepas jarum pentul yang mengunci hijab pashminanya. Gadis itu belum terbiasa mengenakan hijab. Tampak wajah cantik khas Timur Tengah miliknya sedikit berkeringat.“Abang lupa bilang. Tadi abang simpan box hadiah di minibar. Mudah-mudahan masih ada. Itu sengaja abang kirim buat Rossa. Karena tadi Rossa sibuk mengobrol dengan Razan, jadi abang kelupaan ngasih ke Rossa. Mohon diterima, ya.”“I-iya, Bang. Sebentar Rossa cek dulu, ya.”Rossa lalu berjalan menghampiri minibar. Benar, box berwarna merah muda itu masih tersimpan dengan baik.“Merah muda warnanya, Bang?” tanya Rossa memastikan.“Iya. Warna kesukaan Rossa, kan?” Rossa mengulum senyum dan tersipu malu. Ternyata pemuda itu masih ingat dan hafal apa warna kesukaannya. Rossa menyukai dua warna, merah muda dan ungu. Bahkan dekorasi kamarnya ini pun bernuansa pink dan ungu.Pelan-pela

  • Demi Cuan, Aku Jadi Pelakor Bayaran   #27 - API CEMBURU

    Pandangan mata Rusydi mengawasi gerak-gerik pemuda yang sedang mengobrol dengan Rossa. Setelah acara tasyakuran, pria yang tidak dikenal Rusydi itu tidak langsung pulang. Dia sengaja menunggu Rossa.Sikap Rossa yang terlihat hangat dan ramah membuat hati Rusydi dibakar api cemburu. Namun ia harus bisa menahannya. Bagaimana pun mereka berdua tidak memiliki hubungan apa pun meskipun Rusydi sudah mengutarakan perasaannya. Rossa hingga kini belum memberi jawaban.“Baiklah, Rossa. Kapan-kapan aku mampir ke apartemenmu, ya. Jangan lupa simpan nomorku,” pesan Razan. Pemuda itu meninggalkan rumah ibu Rossa dan berjalan menghampiri mobilnya yang terparkir agak jauh dari rumah itu. Rossa berbalik hendak memasuki rumah.Namun tiba-tiba beberapa warga berteriak histeris. Terdengar suara rintihan kesakitan yang Rossa kenal. Bergegas Rossa menghampiri asal suara. Disusul Rusydi di belakangnya.Di luar rumah para warga berkerumun mengelilingi seseorang yang terluka akibat luka tusuk di perutnya.

  • Demi Cuan, Aku Jadi Pelakor Bayaran   #26 - IDENTITAS INISIAL R TERUNGKAP

    Ponsel pintar Rossa berdering beberapa kali dan bersumber dari telepon nomor tidak dikenal. Bi Sari sampai kebingungan mengapa majikannya tidak mau mengangkat telepon itu. Padahal sejak tadi aktivitasnya menonton TV terganggu karena suara bisingnya.“Non, kenapa ngga diangkat dulu?” tanya Bi Sari dengan sopan. Wanita itu tengah membersihkan laci-laci menggunakan kemoceng dan lap basah.“Biarin aja, Bi. Nomornya ngga dikenal. Paling juga orang iseng,” jawab Rossa sambil terus mengunyah keripik singkong buatan ibunya. Jubaedah sudah tidak tinggal di apartemen ini. Ibu Rossa itu sudah menempati rumahnya sendiri. Malam ini akan diadakan tasyakuran. Pagi ini Rossa akan berkemas untuk menginap di rumah baru ibunya selama beberapa hari. “Bi, nanti tolong kemasi barang-barang keperluan saya, ya. Jangan lupa skincare yang saya pakai jangan sampai ketinggalan. Sekalian pakaian bibi juga dikemas. Kita akan menginap sekitar tiga hari di rumah ibu,” pinta Rossa.“Baik, Non. Siap, laksanakan!” sah

  • Demi Cuan, Aku Jadi Pelakor Bayaran   #25 - KEDATANGAN MAK NANI

    “Rossa ... keluarlah! Pangeranmu sudah datang!” Dengan begitu percaya diri Ilyas memanggil nama Rossa. Wanita yang sedang mengintip dari balik gorden itu tampak kesal dan tak menghiraukan. Rossa menoleh ke arah Rusydi yang tampak keheranan. Pemuda itu penasaran dan akhirnya ikut mengintip. Ia menertawakan tingkah kakak ipar Rossa yang begitu aneh itu.Bagaimana tidak? Lelaki itu datang dengan gaya berpakaian ala A Rafiq, penyanyi dangdut legendaris yang sering mengenakan celana jeans model cutbrai. Lengkap dengan kacamata hitam yang bertengger di batang hidungnya dan rambut klimis. Belum lagi, wanita yang selalu menempel di lengannya seperti prangko, si ‘janda herang’ Kartika. Perempuan itu seperti tidak punya harga diri, dengan beraninya menggaet suami orang.“Kakak iparmu itu lucu sekali, Rossa. Sifatnya tidak berubah sejak kecil, ya. Jauh berbeda dengan Saleh,” ujar Rusydi berkomentar. Rossa pun tersenyum sinis.“Iya, tuh. Entah kenapa Bang Saleh harus bersaudara dengan lelaki t

  • Demi Cuan, Aku Jadi Pelakor Bayaran   #24 - SELESAI RENOVASI

    “Gimana, Ros? Kamu terdampak pelet si Andra ngga?” tanya Jelita penasaran. Wanita itu tahu, kemarin Andra dan Rossa berjanji bertemu di kafe biasa mereka ketemuan.“Alhamdulillah, aman, Bu. Ngga terjadi reaksi apa pun pada saya. Perasaan saya masih seperti sebelumnya. Andra bukan tipe saya,” jawab Rossa dengan santai. Ia baru saja selesai mandi dan akan bersiap mengenakan pakaiannya. “Bagus, Rossa. Sepertinya penangkal pelet yang saya berikan kemarin sangat ampuh.”“Sepertinya begitu, Bu.”“Oh, ya. Saya sudah mengirim sejumlah uang ke rekeningmu. Kerjamu bagus, Rossa. Saya suka,” puji Jelita. Entah sudah berapa banyak rupiah ia gelontorkan untuk membayar gadis itu. Sebenarnya, Jelita seorang dermawan. Ia dan suaminya tidak sulit mengeluarkan uang untuk siapa pun. Apalagi yang membutuhkan. Hasil jerih payah mereka pun murni karena kerja keras. Bukan hasil pesugihan dan menumbalkan apa pun. Mereka juga tidak menggunakan penglaris dalam usahanya. Saat mendengar kisah Rossa dari

  • Demi Cuan, Aku Jadi Pelakor Bayaran   #23 - INISIAL R

    Akhirnya, Andra bisa bernafas lega karena Rossa mau bertemu dengan dirinya. Mereka akan bertemu di kafe biasa di jam biasa juga. Andra sudah berpesan pada istrinya agar tidak menunggunya pulang karena ia akan bertemu klien. Kebohongan yang biasa ia perbuat, seperti biasanya. Tapi wanita itu hanya mengangguk dan menurut. Pelet yang digunakan Andra membuat wanita itu takluk dan tak bisa membantah.Sepulang kerja, mobil Andra langsung melaju menuju kafe yang dituju. Tak sengaja Andra melihat mobil yang biasa dipakai Rossa sudah terparkir di parkiran. Artinya wanita itu sudah lebih dulu datang. Tidak biasanya gadis itu datang duluan. Sepertinya Rossa mulai terpikat padanya, pikir Andra. Ia memuji kerja si dukun yang ternyata memiliki minyak yang begitu ampuh. Buktinya, belum bertemu pun Rossa sudah terlihat antusias menyambut kehadirannya.Dengan langkah penuh percaya diri, Andra berjalan memasuki kafe. Di sofa yang biasa ia tempati, seorang gadis cantik sudah menunggu dirinya. Gadis it

  • Demi Cuan, Aku Jadi Pelakor Bayaran   #22 - PENANGKAL PELET

    Jelita segera meminta Rossa datang ke rumahnya. Ia dan Anwar sudah mendapatkan jimat penangkal pelet dari seorang dukun langganan kerabatnya. Jimat itu berbentuk ikat pinggang dengan tali kecil dan gandulan dari buntalan kain. Saat gadis itu tiba di rumah Jelita, wanita itu segera menarik lengannya dan membawanya ke sebuah ruangan. Ruangan yang biasa ia pakai untuk membriefing Rossa.“Angkat sedikit bajumu, Rossa. Aku akan memakaikan ikat pinggang ini. Ini adalah jimat penangkal pelet.”Rossa menurut. Ia mengangkat sedikit baju bagian atasnya lalu Jelita memakaikan ikat pinggang itu di pinggang Rossa yang ramping.“Pas sekali,” ujar Jelita. “Kali ini kita tidak perlu khawatir dirimu akan terkena guna-guna lelaki hidung belang itu, Rossa. Tapi berhati-hatilah. Jimat ini harus kau lepas saat mandi,” pesan Jelita.Rossa tidak banyak bicara. Gadis itu hanya menagangguk dan menuruti apa yang diinginkan oleh orang yang menyewa jasanya.“Lalu apa lagi rencana kita, Bu?” tanya Rossa. I

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status