Di sebuah rumah di tengah kota ....
Sudah sekitar seminggu Rossa menjalankan misi yang diberikan Anwar dan Jelita padanya. Andra bisa beberapa kali menghubungi gadis berparas cantik khas Timur Tengah itu dalam sehari. Dosisnya bahkan bisa melebihi minum obat. Seolah kecantikan Rossa membuatnya candu. Bahkan di tengah kesibukan pria itu bekerja, ia menyempatkan untuk melakukan video call dengan gadis itu.Tidak hanya di kantor, saat di rumah setelah menunggu istrinya tidur, Andra akan menyempatkan diri menelepon Rossa. Suara gadis itu terasa menggoda di pendengarannya. Tak ayal Andra terkadang membayangkan paras cantik rupawan itu tengah bercinta dengannya.Awalnya Devina tidak menyadari keanehan tingkah suaminya. Namun beberapa hari belakangan pria itu bersikap sangat romantis. Devina yang sudah hafal di luar kepala gelagat suaminya akhirnya menaruh curiga.Ia teringat gadis cantik yang dilihatnya beberapa waktu lalu di sebuah kafe. Saat itu pandangan Andra seolah tak ingin terlepas dari gadis yang duduk di sofa belakang Devina. Meskipun Devina berusaha tidak menunjukkan kecurigaannya, sesungguhnya ia tengah mengawasi.Selesai menyantap hidangan yang dipesannya, Devina berpura-pura ingin ke toilet. Padahal ia tengah mengawasi gerak-gerik sang suami. Benar saja, gadis cantik itu seolah memberikan sesuatu pada sang suami lalu mengelus lembut bahunya yang kekar sambil berlalu menuju kasir. Sang suami terlihat begitu antusias dan menyambut hangat belaian gadis penggoda itu.Devina menghela napasnya berat. Ini sudah ke sekian kalinya sang suami bermain-main di belakangnya. Seperti yang sudah-sudah, pria itu akan memohon belas kasih dan beralasan khilaf kemudian. Lagu lama. Devina mendengus kesal.Anehnya, setelah beberapa kali sang suami bermain di belakang, sebanyak itu pula ia akan memaafkan. Kadang-kadang ia merasa apa yang dirinya dapatkan dari perlakuan suaminya ini adalah bentuk teguran Tuhan. Devina merasa mendapat karma keburukan dari perbuatan masa lalunya. Tapi pikiran buruknya selalu menampik dan beranggapan bila semua yang terjadi adalah kerikil-kerikil kehidupan yang harus ia lalui.Malam ini sang suami tengah berbicara mesra dengan seseorang di sana. Entah siapa. Mungkinkah wanita di kafe tempo hari itu? Pikiran Devina mulai kacau. Ia yang sedari tadi berpura-pura tidur akhirnya berpura-pura terbangun dan memanggil suaminya.Andra terlihat gelagapan begitu menyadari sang istri terbangun dari tidurnya. Pria itu mendadak berbicara serius dengan seseorang di sana. Tidak semesra saat Devina berpura-pura tidur tadi. Lalu Andra memutus sambungan teleponnya. Keyakinan Devina semakin membulat. Suaminya mulai kembali berulah.“Ada apa, Sayang?” Andra bergegas menghampiri sang istri lalu memijat tubuh istrinya yang terbalut lingerie berwarna maroon.“Perutku lapar, Sayang,” jawab Devina berpura-pura. Padahal ia masih merasa kenyang.“Kamu mau makan apa? Biar aku pesankan makanan siap saji online.” Andra bersiap membuka salah satu aplikasi penyedia makanan online.“Aku maunya kamu yang masak, Sayang. Nasi goreng spesial pakai telur ceplok dua, ya,” jawab Devina. Dalam hati ia tengah menguji kesabaran suaminya sekaligus memberinya pelajaran.Andra yang sebenarnya enggan akhirnya terpaksa menuruti keinginan sang istri. Dengan langkah berat ia menuruni anak tangga yang melingkar dan berjalan menuju dapur. Lampu dapur ia nyalakan. Lalu dengan sigap pria itu menyiapkan bahan makanan. Pria itu mulai terlihat begitu sibuk.Sementara di dalam kamar yang cukup luas, Devina sudah bersiap untuk tidur. Ia sengaja membiarkan suaminya sibuk sendirian di dapur. Andra tidak akan berani membangunkan dirinya saat tidur. Hasil masakan pria itu akan sia-sia kecuali ada yang mau menyantap masakan itu. Devina sengaja mengerjai suaminya sendiri.***Kasimin mengirimkan sebuah pesan untuk putri semata wayangnya. Istrinya, Jubaedah, sudah beberapa hari terbaring sakit dan ingin sekali bertemu dengan Rossa. Rossa yang membaca pesan itu saat perjalanan pulang meminta Pak Rudi untuk berputar arah menuju kampungnya.“Pak, putar arah ya. Saya mau jenguk ibu saya. Sudah diizinkan Bu Jelita. Nanti saya kasih tahu alamatnya,” pinta Rossa yang duduk di belakang sopir.“Baik, Non.” Lalu Pak Rudi segera berbalik arah sesuai instruksi Rossa dan meluncur menuju lokasi yang dituju.Beberapa menit kemudian mobil memasuki jalanan pedesaan yang sedikit berbatu. Lalu berhenti di depan sebuah rumah yang berdinding bilik bambu. Meskipun tidak kumuh, jika melihat ke sekeliling rumah lainnya, bisa dipastikan bila pemilik rumah gubuk ini adalah orang yang begitu miskin.Melihat sebuah mobil asing yang memasuki kampung dan berhenti tepat di depan rumah Kasimin, tetangga sekitar mulai bergunjing. Apalagi setelah melihat siapa yang turun dari Jazz berwarna merah itu.Gaya berpakaian Rossa saat itu begitu anggun. Tampak seperti orang kota. Apalagi paras cantiknya yang kian terlihat bersih dan terawat. Rossa membuka kaca mata hitamnya dan menyimpannya di dalam tas dengan merek salah satu brand ternama. Rossa tersenyum pada para tetangga yang terkesima melihatnya sambil menyapa dan menyalami mereka.“Ini Ros, kan? Makin cantik sekarang mah,” puji seorang nenek yang ingatannya mulai pudar.“Iya, Mak Inah. Saya Ros,” jawab Rossa. Pak Rudi hanya berdiri di belakang Rossa dan tersenyum ramah pada warga.“Ini teh suami Ros?” tanya nenek bernama Mak Inah tadi.Rossa menoleh pada Pak Rudi sesaat lalu tersenyum pada Mak Inah.“Bukan, Mak. Ini Pak Rudi, sopir saya,” jawab Rossa sambil tersenyum. Pak Rudi sedikit membungkukkan badannya. Para tetangga terperangah. Dalam waktu yang singkat semenjak berita kaburnya Rossa dari rumah Mak Nani, kehidupan gadis itu begitu terbalik.Rossa lalu pamit untuk bertemu ibunya di rumah. Tetangga langsung bergunjing di belakang saat gadis itu sudah tidak terlihat. Sebagian mengira Rossa melakukan pesugihan. Sebagian lainnya mengira Rossa menjadi simpanan pejabat.“Saya mah yakin. Bentar lagi si Jubaedah mati jadi korban tumbal,” ujar seorang ibu yang mengenakan daster kuning berlubang di bagian pinggangnya.“Hush! Mana mungkin Ros sejahat itu. Palingan dia mah jadi simpanan pejabat,” timpal ibu lainnya. Akhirnya tetangga yang berada di situ menjadi riuh membicarakan Rossa.Jubaedah mendengar semua ucapan para tetangganya tentang putrinya dari balik dinding bilik kamarnya. Air matanya berurai tapi langsung ia seka karena tak ingin Rossa tahu kepedihannya.“Jangan pedulikan omongan mereka, ya, Bu. Rossa bukan simpanan pejabat apalagi melakukan pesugihan. Rossa masih memiliki iman, Bu.”“Iya, Rossa. Ibu yakin. Ibu juga akan selalu mendoakan keberhasilan untukmu, Nak. Bersabar, ya, Nak.”Lalu keduanya melepas rindu. Mereka membahas segala macam hingga obrolan memgenai Rusydi yang pernah bertemu dengan Rossa. Sementara Pak Rudi berbincang dengan Kasimin di ruangan berbentuk dapur. Keduanya duduk di atas amben, mengobrol sambil minum kopi dan merokok.Sementara itu, Ilyas yang tengah berkeliling desa mendengar berita kedatangan Rossa di kampung. Pria itu tersenyum licik seperti sedang merencanakan sesuatu.***Rossa tidak dapat berlama-lama di rumah orang tuanya. Ia hanya menjenguk ibunya lalu memberi sejumlah uang. Rossa meminta supaya rumah mereka direnovasi segera karena begitu iba melihat ibunya berbaring lemah di lantai. Di hari itu juga ia mengirimkan kasur busa dengan tebal 30 senti supaya kedua orang tuanya bisa tidur dengan nyaman.Sebelum keluar dari desa, mobil Jazz yang ditumpangi Rossa dihadang beberapa pria bertopeng dan bersenjata tajam. Pak Rudi mengerem mendadak hingga membuat Rossa yang sedang melayani chat dari Andra terlonjak kaget. Pria itu gemetaran. Rossa pun terlihat panik saat melihat dua pemuda memaksa Pak Rudi membuka kunci pintu dengan mengetuk-ketuk kaca. Sementara dua lainnya masih menghadang di depan.Dua orang tadi segera membuka pintu belakang dan menarik tubuh Rossa keluar. Sementara Pak Rudi dibekap hingga pingsan. Rossa menjerit meminta tolong. Tapi suasana jalanan begitu sepi.Gadis itu diseret menuju kebun di pinggir jalan. Rossa memberontak. Akhirnya s
Saat di klinik kemarin Rossa meminta izin Kasimin agar ibunya untuk sementara waktu ikut tinggal bersamanya. Sambil menunggu renovasi rumah sederhana mereka selesai. Hari ini hari pertama rumah bilik penuh kenangan itu akan dibongkar dan menjelma menjadi bangunan permanen, seperti rumah lainnya di desa itu.Melihat interior kamar apartemen yang ditempati Rossa, kedua bola mata Jubaedah membulat sempurna. Ia teringat kemegahan rumah majikannya di Tanah Arab dulu. Jubaedah duduk di atas sofa dengan bantalan yang sangat empuk. Jauh berbeda dengan kasur lantai berbusa tipis yang menjadi alasnya tidur.Meskipun apartemen ini bukan milik putrinya, tapi ia begitu bersyukur Rossa bekerja pada orang yang dianggapnya tepat. Walaupun hingga saat itu dirinya belum tahu pekerjaan apa yang dijalani gadis keturunan Arab itu.“Bosmu pasti orang yang sangat baik, Ros. Sepertinya ibu akan nyaman tinggal bersamamu di sini.” Jubaedah mengelus lembut kulit sofa yang didudukinya. Orang kaya di desanya pun
Beberapa panggilan masuk dari Andra tidak sempat Rossa angkat karena sibuk mengantarkan dan menemani Jubaedah check up di salah satu rumah sakit. Ternyata ibunya memiliki flek di paru-parunya sehingga harus mendapatkan pengobatan selama beberapa bulan ke depan.Setelah check up, Rossa membawa ibunya pulang ke apartemen. Ia sudah memesan menu masakan untuk santapan makan siang ibunya. Rossa juga baru saja menyewa asisten untuk mengurus keperluan ibunya bila dirinya sedang keluar menjalankan tugas.Setelah memastikan segala keperluan ibunya tersedia, gadis itu berpamitan. Segera Rossa menemui Pak Rudi yang sudah menunggunya di lobby. Mereka pun segera meluncur dengan Jazz merah dan menuju sebuah kafe. Di sana ia akan menemui Andra. Pria itu sudah tidak tahan ingin segera bertemu dengan Rossa yang beberapa hari belakangan ini sulit dihubungi.“Halo, Beb. Aku rindu berat padamu,” ujar Andra gombal ketika Rossa menghampirinya. Pria itu mengecup punggung telapak tangan Rossa yang lembut. M
Rossa sudah tiba di lobby apartemen. Resepsionis memberitahukan bila ada seorang perempuan telah menunggunya sejak tadi. Rossa menoleh ke arah sofa di mana seorang perempuan yang wajahnya sudah dikenalinya tengah menatap ke arahnya tajam. Rossa tersenyum simpul. Jelita sudah mengajarinya bagaimana cara menghadapi situasi saat istri sah lelaki yang akan direbutnya itu datang melabrak.“Oh, rupanya benar kamu. Kamu perempuan di kafe waktu itu kan?” tanya Devina angkuh. Rossa melipat kedua tangannya di dada.“Jika memang itu aku, kenapa? Kamu takut suamimu akan kurebut?” Rossa menghampiri perempuan itu dengan langkah anggun namun tegas. Tak sedikit pun gadis itu gentar. Apalagi semua ia lakukan demi uang, demi keluarga dan demi masa depannya yang lebih baik.“Huh! Aku tidak akan pernah takut menghadapi pelakor apalagi picisan sepertimu,” cibir Devina. “Oh, pastinya kamu tidak akan pernah takut. Karena kamu sangat tahu bagaimana cara menghadapi pelakor. Bukankah, sebelum menjadi istri An
Sebuah pesan masuk dari Andra melayang di layar ponsel Rossa. Segera ia mengklik pesan itu.[Istriku marah besar. Sementara waktu aku belum bisa menghubungimu, Honey. Sabar, ya. I’ll miss you]Rossa tersenyum sinis. Sama sekali ia tidak akan merindukan lelaki bajingan seperti Andra. Hari-hari wanita itu selalu dibayangi wajah Rusydi. Apalagi semenjak Rusydi menyelamatkannya yang hampir menjadi korban perkosaan Ilyas. Si lelaki biadab.Sayangnya, masa iddah yang dijalaninya belum genap 130 hari. Gadis itu masih berstatus menantu Mak Nani. Sungguh waktu yang sangat lama untuk bisa terlepas dari jeratan nenek sihir penuh kelicikan itu.[Miss you too]Rossa bergidik ketika membaca balasan pesannya sendiri. Kalau bukan karena ia masih butuh pekerjaan ini untuk mengumpulkan pundi-pundi uang, pria itu pasti sudah ditinggalkannya. Meskipun Rossa terkenal sebagai biduan dangdut, yang notabene sering dicap perempuan tidak baik, tapi sampai saat ini gadis itu berusaha menjaga kesuciannya. Ia ha
Hari ini Rossa dan Jubaedah akan meninjau lokasi tanah yang akan ia beli dari Anwar dan Jelita. Anwar memang dikenal juga sebagai juragan tanah, selain sebagai eksekutif muda. Ia memiliki banyak tanah yang tersebar di berbagai kota. Masing-masing tanah juga ada yang mengurusnya.Rossa diajak ke lokasi terdekat, agar ia bisa berdekatan dengan kedua orang tuanya. Kebetulan tanah yang akan dibelinya ini tidak jauh dari kampungnya. Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit saja. Apalagi tanahnya juga berada di pinggir jalan raya. Sungguh strategis.“Lokasi ini sangat cocok buat keluargamu, Rossa,” ujar Anwar.“Kalau kamu bersedia membeli tanah ini, kamu juga boleh memiliki isinya. Kebetulan ada beberapa pohon dan tanaman yang ditanam Pak Yanto, pengurus tanah kami di sini,” tambah Jelita.Lalu mereka berjalan semakin dalam. Ada sebuah gazebo yang sengaja dibuat untuk tempat beristirahat dan bersantai. Mereka pun beristirahat di sana. Pak Yanto membawakan beberapa buah-buahan hasil panen
Rossa langsung menghubungi Rusydi via telepon. Sengaja ia tidak chat karena Rusydi sangat jarang membalas pesannya. Telepon pun terhubung.“Bang, makasih banyak kiriman paketnya,” ujar Rossa setelah mengucapkan salam.“Sama-sama, Ros. Maaf, abang ngga bisa kasih sesuatu yang mungkin lebih berharga di hari ulang tahunmu ini,” sahut Rusydi.Apa? Ulang tahun? Rossa terkejut karena ia sendiri tidak menyadari hari kelahirannya pada hari itu. Belakangan gadis itu begitu sibuk mengurusi renovasi rumah di kampung dan fokus mencari tempat tinggal baru. Apartemen ini sudah tidak aman karena sudah diketahui Devina.“Ngga perlu repot-repot, Bang. Sampai kirim paket dua kali,” ujar Rossa.“Apa? Dua paket?” suara di seberang justru terkejut. “Abang hanya kirim satu paket di hari ini, Ros. Karena abang ingat hari ulang tahunmu. Dulu kita sering merayakannya bersama Soleh dengan memancing di kali belakang kebun orang tua Soleh.”Rossa bergumam dalam hatinya. Jika bukan Rusydi yang mengirimkan paket
“Harus dengan cara bagaimana supaya Rossa mau memahami maksud dan tujuan abang, Rossa? Abang hanya ingin Rossa kembali menjadi Rossa yang dulu.” Wajah Rusydi begitu tampak memelas. Sepertinya Rossa salah paham padanya.“Maaf, Bang. Harus dengan cara apa pula supaya abang bisa mengerti kondisi Rossa yang terimpit seperti ini? Rossa juga sebenarnya ngga mau bekerja seperti ini. Tapi ini cara tercepat mendapatkan uang dalam sekejap, Bang,” sergah Rossa semakin sengit. Ia tak suka lelaki di hadapannya terlalu mencampuri urusan hidupnya sementara mereka tidak ada status apa-apa.“Istigfar, Rossa! Jangan merendahkan dirimu di hadapan lelaki bajingan dengan bekerja menjadi pelakor bayaran seperti ini!”“Sejauh ini Rossa masih menjaga kesucian, Bang. Jangan berpikiran macam-macam. Rossa masih tahu batasan.” Rossa menatap kedua mata pemuda di hadapannya dengan tajam.Rusydi menghela napasnya berat. Kali ini Rossa sangat keras kepala.“Abang yakin ibumu juga ayahmu sebenarnya tidak begitu paham