Share

#8 - ROSSA DICULIK

Rossa tidak dapat berlama-lama di rumah orang tuanya. Ia hanya menjenguk ibunya lalu memberi sejumlah uang. Rossa meminta supaya rumah mereka direnovasi segera karena begitu iba melihat ibunya berbaring lemah di lantai. Di hari itu juga ia mengirimkan kasur busa dengan tebal 30 senti supaya kedua orang tuanya bisa tidur dengan nyaman.

Sebelum keluar dari desa, mobil Jazz yang ditumpangi Rossa dihadang beberapa pria bertopeng dan bersenjata tajam. Pak Rudi mengerem mendadak hingga membuat Rossa yang sedang melayani chat dari Andra terlonjak kaget. Pria itu gemetaran. Rossa pun terlihat panik saat melihat dua pemuda memaksa Pak Rudi membuka kunci pintu dengan mengetuk-ketuk kaca. Sementara dua lainnya masih menghadang di depan.

Dua orang tadi segera membuka pintu belakang dan menarik tubuh Rossa keluar. Sementara Pak Rudi dibekap hingga pingsan. Rossa menjerit meminta tolong. Tapi suasana jalanan begitu sepi.

Gadis itu diseret menuju kebun di pinggir jalan. Rossa memberontak. Akhirnya salah satu pria bertopeng itu membopong tubuh Rossa dengan paksa. Tak peduli gadis itu terus memukuli punggungnya.

Rossa dibawa ke sebuah gubuk yang tampak sepi. Rossa sangat mengenali kebun milik ibu mertuanya ini. Tapi ia tidak tahu siapa keempat pria misterius bertopeng yang membawa paksa dirinya ini. Apakah orang-orang suruhan ibu mertua?

Lalu pria bertopeng yang membopongnya itu terlihat memberi isyarat pada ketiga temannya untuk menunggu di luar. Pria itu menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Lalu memaksa Rossa untuk berbaring di atas amben yang tersedia di dalam gubuk itu. Pria itu berusaha menggagahinya dengan paksa. Rossa meronta-ronta dan berteriak meminta pertolongan. Ia menangis sejadi-jadinya sambil berusaha mempertahankan mahkota kegadisannya.

Tiba-tiba pintu gubuk yang terkunci dari dalam itu ambruk. Seorang pemuda yang sangat dikenali Rossa berdiri di ambang pintu dengan raut wajah emosi. Ketiga pria bertopeng yang berjaga di luar gubuk ternyata sudah babak belur.

“Kurang ajar kau bajingan!” umpat Rusydi. Sorot matanya marah. Kedua pria di hadapan Rossa itu pun bergelut mengadu ketangkasan. Hingga akhirnya Rusydi berhasil membuka topeng yang menutupi wajah lawannya.

“Bang Ilyas?!” Rossa terperangah. Ia semakin muak melihat lelaki itu. Ini kedua kalinya kakak iparnya itu berusaha merenggut mahkota kegadisannya. Wajah Ilyas sudah babak belur dengan lebam di sekitar mulut dan pelipisnya.

“Jahat sekali kamu, Ilyas!” umpat Rusydi. Hampir saja ia ingin menghabisi Ilyas jika tidak segera dilerai warga. Pak Rudi yang tersadar dan menyadari Rossa tidak berada di tempatnya tadi segera meminta bantuan warga sekitar.

“Aih, si Ilyas. Nekat sekali kamu berbuat jahat sama Neng Rossa, adik ipar sendiri,” ujar seorang warga.

“Hei, Ilyas. Licik sekali kamu. Ingat istrimu, Rahma,” hardik seorang pemuda yang ikutan geram dengan kelakuan Ilyas.

Ilyas memang sudah beberapa kali terpergok menggoda gadis atau janda yang terlihat cantik. Tapi kali ini aksinya begitu nekat dan berbahaya.

“Bawa aja ke kantor polisi. Udah ngga benar ini mah,” usul warga lainnya yang ditimpali riuh rendah warga yang menyerukan persetujuan. Ilyas yang sudah lemas hanya pasrah saat dirinya dan ketiga temannya diarak warga menuju kantor polisi terdekat. Senjata tajam yang dibawanya juga ikut diamankan sebagai barang bukti.

Rossa masih bergemetar ketakutan. Rusydi menghampiri dan gadis itu langsung menghambur ke dalam dekapan pemuda itu. Dia tidak peduli pada kondisinya yang acak-acakan dengan pakaian robek di sembarang tempat.

“Tenanglah, Rossa. Semua akan baik-baik saja,” ujar Rusydi berusaha menenangkan. Gadis itu dipapahnya keluar gubuk. Dengan jaket yang dikenakannya, Rusydi menutupi tubuh Rossa yang terlihat karena pakaiannya terkoyak.

“Bang, rahasiakan ini dari bapak dan ibu, ya. Jangan sampai mereka tahu,” pinta Rossa dengan wajah memelas sebelum tubuhnya terkulai hingga tak sadarkan diri.

Rusydi segera membopong tubuh Rossa menuju Jazz merah yang terparkir di pinggir jalan menuju kebun ini. Pak Rudi segera tancap gas dan melarikan gadis itu ke klinik terdekat.

***

Rossa mengerjapkan matanya. Ia baru saja siuman. Gadis itu terkejut mendapati kedua orang tuanya duduk di samping ranjang pasien. Rupanya ada warga yang menyampaikan berita penyekapan Rossa kepada kedua orang tuanya tadi.

“Maafkan ibu, Nak. Kemiskinan ini membawa nasibmu dipenuhi kesialan,” Jubaedah menggenggam erat jemari putrinya lalu mengecupnya. Dua bulir bening mengalir di atas kulit wajahnya yang mulai berkeriput.

Rossa mengulurkan lengannya yang berkulit putih bak pualam untuk menyeka air mata wanita yang telah bertaruh nyawa demi melahirkannya.

“Jangan menyalahkan nasib, Bu. Ini takdir yang harus kita jalani. Rossa ikhlas, Bu. Apalagi semua Rossa lakukan demi ibu dan bapak.” Jubaedah dan Kasimin tertunduk sambil menahan rasa haru.

Saat itu ponsel Rossa berdering. Tertera sebuah panggilan dari seseorang dengan kontak nama klien 1. Rusydi yang sekilas melihatnya hanya mengernyitkan dahinya. Rossa segera mengecilkan volume dering dan membalik ponselnya. Sang ibu menyadari putrinya menyembunyikan sesuatu.

“Angkat saja. Mungkin ada yang penting,” titah Jubaedah.

Rossa menggelengkan kepala. Raut wajahnya menjadi pias. Ia tidak ingin siapa pun tahu pekerjaannya saat ini demi menjaga nama baik kedua orang tuanya.

“Bukan sesuatu yang penting, Bu. Hanya sedikit ada urusan. Tapi bisa Rossa tunda, kok,” ujar gadis itu dengan nada bicara sedikit bergemetar.

Tapi Rusydi bukan pria yang mudah dibohongi. Pemuda yang sudah berpengalaman menghadapi kehidupan dunia luar itu tahu bila ada yang tidak beres dengan kehidupan Rossa, gadis yang diam-diam ia kagumi. Ponsel Rossa sudah beberapa kali berdering dari panggilan telepon yang sama.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status