Share

#6 - HARI PERTAMA BERTUGAS

Rossa memasuki pekarangan rumah bergaya Eropa yang begitu luas. Taman tertata dengan apik dan cantik. Setelah berjalan beberapa langkah dari gerbang, kakinya menapak di atas lantai berlapis marmer. Pilar-pilar besar berdiri kokoh di beranda teras yang dipijaknya ini. Rossa begitu takjub dengan kemegahan rumah yang baginya seperti istana ini. Dengan diantar satpam, Rossa dipertemukan dengan pemilik rumah.

Anwar dan istrinya yang sangat cantik membukakan pintu utama dan menyambut Rossa dengan kehangatan. Begitu melangkah masuk, sorot mata Rossa berbinar karena takjub. Interior rumah bergaya klasik ini begitu mewah dan elegan.

Ada sofa besar berjajar membentuk oval di ruang tamu yang megah ini. Anwar mempersilakan Rossa untuk duduk. Kemudian datang asisten rumah tangga berusia paruh baya membawa nampan berisi suguhan minuman dan makanan ringan.

“Silakan dicicipi,” tawar istri Anwar dengan senyum dikulum. Nona muda di hadapan Rossa ini memindai penampilan Rossa dari ujung rambut hingga ujung kaki. Rossa mencicip teh hangat yang aromanya sangat segar. Pasti teh mahal, pikirnya.

“Cantik juga kamu,” ujar istri Anwar sambil berdecak kagum. “Nyaris srmpurna, Pah. Pandai sekali kau mencari umpan,” lanjutnya. Rossa hanya tertunduk malu mendengar pujian yang menurutnya berlebihan itu.

“Ini istri saya, Jelita. Dia yang meminta saya untuk mencari pelakor bayaran.”

“Salam kenal, Bu.” Rossa mengulurkan tangannya yang disambut dengan hangat oleh Jelita. Lalu nyonya muda itu menyodorkan beberapa lembar foto. Rossa memerhatikan foto itu dengan saksama.

“Ini Andra. Pesaing bisnis suami saya. Saya ingin kamu hancurkan karir dan reputasinya. Buat ia menjadi bangkrut. Kelemahan Andra adalah gadis cantik. Ia mudah terpikat melihat gadis cantik. Tapi sejauh ini tak ada gadis cantik yang mempu membuatnya bertekuk lutut dan mengemis.

Saya ingin Andra bertekuk lutut padamu, Rossa. Apa pun caranya.

Saya juga ingin istrinya merasakan apa yang ibu saya rasakan dulu. Istri Andra, Devina, adalah orang yang telah menghancurkan keluarga saya hingga hidup kami terpuruk. Dia dengan tega merebut ayah dari pangkuan ibu dan anak-anaknya.”

Rupanya ada alasan kuat yang membuat Jelita tersulut dendam kesumat.

“Apa uang DP yang diberikan suamiku kurang, Rossa?” tanya Jelita.

Rossa menggeleng cepat. “Lebih dari cukup, Bu.”

Bahkan dengan uang itu Rossa bisa menyelesaikan urusan dengan Mak Nani dan Ilyas. Ia juga mengirim perbekalan untuk kedua orang tuanya untuk beberapa bulan. Uang yang dikirimnya tidak akan habis hanya untuk mencukupi kebutuhan berdua. Inah dan anak-anaknya pun ikut terciprat, merasakan hasilnya.

“Syukurlah. Setelah pekerjaanmu berhasil, saya akan memberi tambahan dan bonus.”

Rossa hanya menganggukkan kepalanya.

“Tapi ... ada yang kurang,” ujar Jelita. Wanita itu bangkit berdiri dan berjalan menghampiri Rossa. Langkahnya anggun dan elegan seperti istri-istri pejabat dan bangsawan. Wanita itu memindai penampilan Rossa sekali lagi.

“Kamu perlu sedikit berani untuk bisa memikat lelaki kalangan atas, Rossa.” Jelita menjentikkan jemari di dagunya. Lalu ia memberi kode kepada asistennya. Sang asisten bergegas datang sambil membawa tiga paper bag berukuran besar.

“Ini beberapa pakaian dan perlengkapan penunjang penampilanmu. Saya nggak mau kamu terlihat sangat polos seperti ini. Andra menyukai wanita yang sedikit agresif,” ujar Jelita sedikit berbisik. Anwar terkekeh mendengar ucapan istrinya. Pria itu merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebungkus rokok. Ia menyulut sebatang rokok lalu menghisapnya.

Rossa melihat isi paper bag dengan takjub. Semua berisi barang branded. Belum selesai keterkejutannya, Jelita menyodorkan sebuah kunci padanya.

“Selama bertugas, kamu tinggal di apartemen yang sudah saya sediakan, ya,” pesan Jelita.

“Baik, Bu.” Kali ini Rossa menjawab dengan sedikit lantang. Ia mencoba untuk menghilangkan rasa grogi dan tidak percaya diri.

Setelah itu Jelita mengajarkan beberapa hal pada Rossa di sebuah ruangan khusus. Janda kembang itu dibriefing agar semua rencana berjalan dengan lancar.

***

Rossa memasuki sebuah kafe. Dengan langkah gemulai ia berjalan menuju sofa kosong di sudut ruang. Tanpa sengaja gelangnya terjatuh tepat di samping seorang lelaki berblazer maroon yang duduk berhadapan dengan seorang perempuan muda. Hingga lelaki itu menoleh ke arahnya.

Rossa memberikan senyuman termanisnya pada lelaki yang sudah ditargetkannya. Ia juga sedikit memberi kerlingan mata. Lalu bangkit berdiri setelah mengambil gelang dan kembali berjalan menuju sofa di sudut ruang.

Rossa melambaikan tangan ke arah waiter yang menghampirinya. Lalu memesan minuman dan makanan ringan. Sesekali tatapannya melirik ke arah Andra. Lelaki itu duduk berhadapan dengan sang istri yang membelakangi Rossa. Andra pun terlihat mencuri-curi pandang ke arahnya. Sementara sang istri asyik bermain ponsel.

Selesai dengan makan siang sederhananya, Rossa kembali mencuri pandang ke arah Andra yang ternyata sedang memperhatikannya. Sang istri tidak terlihat, sepertinya sedang ke toilet. Kesempatan ini digunakan Rossa untuk memberikan secarik kertas berisi nomor ponselnya ke atas meja Andra. Lalu Rossa menyentuh bahu pria itu dengan lembut seraya berkata dengan sedikit lirih, “simpan, ya.”

Rossa berjalan gemulai ke arah kasir untuk membayar. Ia melirik sedikit ke arah Andra yang terburu-buru menyimpan secarik kertas tadi sebelum istrinya datang. Rossa tersenyum penuh arti. Target telah terperangkap jebakan. Satu langkah tugasnya berhasil.

Rossa tersenyum puas lalu meninggalkan kafe dan berjalan menuju mobil yang terparkir. Pak Rudi, sopir yang ditugaskan secara khusus oleh Jelita, sudah menunggu perempuan berwajah kearaban itu.

***

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status