Share

5. Pipi Za Merah

Pagi harinya Adit sengaja datang lebih cepat dan membawa dua bungkus bubur ayam. Satu bungkus ia letakkan di atas meja Za, sedang yang satu ia buka sendiri untuk dinikmati.

Beberapa menit kemudian terlihat Za datang menyapa beberapa rekan kerjanya yang sudah datang, termasuk Adit. Saat ia sampai kubikelnya, di sana sudah ada sebuah bungkusan plastik di atas meja. Penasaran dengan apa yang ada di dalam plastik itu, segera ia membukanya dan mendapati bubur ayam yang masih hangat.

“Mas Adit, bubur ayam?” tanya Za lirih pada Adit yang sedang menikmati sarapannya.

“Udah, makan aja. Kamu pasti belum sarapan kan?” jawab Adit santai dan memastikan bahwa gadis itu memang belum sarapan.

“Jadi ini dari mas Adit ya?” Za memastikan kembali.

Adit hanya tersenyum sambil mengangguk perlahan dan memberi kode supaya segera memakannya.

“Makasih ya... Sering-sering aja ya mas, aku irit nih...” ucap Za penuh senyum.

“Gampang. Za, selesai sarapan ke balkon sebentar ya... Ada yang mau aku bicarakan sebentar.” Ucap Adit yang diiyakan Za dengan anggukan mantap.

Mereka menikmati sarapan mereka masing-masing. Setelah selesai, Adit lebih dulu menuju balkon ruang tersebut yang biasa digunakan oleh karyawan untuk mencari angin segar. Beberapa terkadang menggunakannya sebagai tempat merokok dan minum kopi karena tempatnya yang terbuka.

Sesaat Adit menunggu di tempat yang di sepakati, kemudian Za datang menghampiri dan duduk di kursi panjang tepat di samping Adit. Dengan wajah penasaran Za menatap Adit yang kini terlihat serius.

“Ada apa?” tanya Za membuka percakapan.

“Tadi malam kamu mabuk...” jawab Adit lirih.

“Aku nggak tahu kalau minuman itu beralkohol. Maaf ya mas Adit kalau aku jadi merepotkanmu.”

“Za... Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?” tanya Adit dengan tatapan serius.

“Apa?”

“Apa benar kamu suka padaku?”

Mendadak pertanyaan itu membuat Za terkejut dan kaget bukan kepalang. Wajah gugup dan bingung tak dapat lagi disembunyikannya. Ia hanya menatap Adit dengan bola mata yang terbuka sempurna dan wajah yang mulai memerah karena malu.

“Mak-maksud mas Adit?”

“Kamu suka padaku? Kamu ada rasa kepadaku??”

Za benar-benar bingung kali ini, terlebih Adit menatapnya begitu tajam.

“A-aku.... “ Za terlihat gelagapan ingin menjawab.

“Apa kamu suka padaku, Za?” tanya Adit menanyakan kembali dengan lebih serius.

Kali ini Za benar-benar tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah karena malu, dan juga keringat dingin pada telapak tangannya saat dirinya sedang menghadapi situasi yang membuat dirinya gugup dan hilang kepercayaan diri.

“Em... A-aku kan udah pernah bilang, aku gak akan pernah suka mas Adit kalau mas Adit masih pakai kacamata jengkol itu. Jadi gak mungkin kan? Iya, nggak nggak mungkin kan?” jawab Za gugup.

“Oke Za...” jawab Adit singkat lalu membuka kacamata jengkolnya dan menggantinya dengan kacamata pilihan Za saat itu.

“Za, apa kamu suka padaku?” tanya Adit kembali dengan serius.

“Em... Ma-mas Adit apaan sih? Malah bercanda... Masuk yuk, waktunya kerja.” Jawab Za hendak beranjak dari tempat duduknya namun ditarik tangannya oleh Adit.

“Jawab Za... Aku ingin dengar langsung dalam keadaan sadar.”

Za terlihat bingung dan mengedarkan tatapannya ke arah lain untuk menyembunyikan kegugupannya. Adit masih menunggu jawaban Za dengan menatapnya intens hingga benar-benar membuat Za kebingungan. Wajah Za kini benar-benar sudah merah bagai tomat matang. Sambil menggigit ujung bibirnya Za mencoba menguasai dirinya untuk tetap berdiri meski dirinya benar-benar grogi, gugup, malu, dan hilang kepercayaan diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status