Share

10 - Putraku Yang Malang

He Bin Xiang berlari dengan panik menuju ke hutan bambu.

Saat itu sudah jam 1 malam. Hutan bambu sangat gelap. Apalagi itu sehabis hujan, di langit masih mendung dan ada awan gelap, tidak ada bintang-bintang maupun bulan. Biasanya cahayanya agak remang-remang, jika ada cahaya bulan. Untung He Bin Xiang membawa lampu minyak, dia hampir melupakannya tadi karena panik, untung istrinya mengingatkannya.

Diapun lupa tidak membawa alat atau senjata apapun di tangannya, bergegas lari seperti orang gila menuju Batu Ganda Hutan Bambu, menuruti pesan hantu wanita itu.

Perjalanan dari desa Lu Zhong ke Batu Ganda Hutan Bambu cukup jauh. Batu Ganda Hutan Bambu berada di tengah-tengah hutan bambu, dari hutan bambu ke hutan Yin Wu dua jam perjalanan. Jadi ke Batu Ganda Hutan Bambu kira-kira memakan waktu satu jam dengan berjalan kaki. Kali ini He Bin Xiang menempuhnya dengan berlari. Jadi sambil terengah-engah, setelah setengah jam lebih kemudian, diapun akhirnya sampai ke kokasi Batu Ganda Hutan Bambu.

Dia menghampiri Batu Ganda Hutan Bambu dan nengangkat lampu minyaknya ke atas batu, kaget setengah nati seolah-olah di jiwanya dipaksa ditarik terbang keluar dari tubuhnya.

Di sana di ataa batu yang basah masih berbau anyir oleh bekas darah, dan ada tulang-tulang yang kecil berserakan, tulang rusuk, tulang lengan, tulang paha, tulang betis, dan ada 1 - 2 jari-jari mungil yang copot, ada sepoitong ibu jari, ada sepotong jari telunjuk. Di sana ada kepala berukuran kecil yang lepas dari tubuhnya.

He Bin Xiang mendekati kepala kecil itu, mengambilnya dengan kedua tangannya dan melihat ke bagian wajah di kepala kecil itu, dia langsung meraung dan menangis sekeras-kerasnya, hatinya hancur lebur. Itu adalah kepala putra kesayangannya, dengan rongga mata bolong tanpa biji mata, dan cairan darah mengalir keluar dari rongga matanya turun ke pipinya.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaa........" He Bin Xiang berteriak kaget. Kaki He Bin Xiang langsung lemas, dia jatuh terduduk di sisi Batu Ganda Hutan Bambu.

"Putraku.... putraku.... mengapa kau jadi seperti ini.... sungguh malang sekali nasibmu Nak... Salahku... salahku.... tidak menjagamu dengan baik.... hu.... hu... hu... " Kata He Bin Xiang sambil meraung-raung, dan air mata bercucuran.

"Siapa.... siapa.... yang melakukan hal yang begini kejam pada dirimu Nak... hu... hu..." Kata He Bin Xiang.

"Apa salah dan dosaku, sehingga kau yang harus mengalami nasib seperti ini, Nak... hu... hu...." Kata He Bin Xiang tersedu-sedu dengan air bercucuran, hatinya sangat sakit. Jiwanya terasa hampa.

Luo Mei Shan dan ketiga tetangganya sudah tiba di Batu Ganda Hutan Bambu, melihat He Bin Xiang meraung-raung dan menangis tersedu-sedu, jiwa mereka seakan ikut terbang, bergegas mereka menghampiri He Bin Xiang dan mengangkat lampu minyak yang mereka bawa dan melihat ke atas batu. Tiga orang membawa lampu minyak di tambah milik He Bin Xiang di area sekitar di Batu Ganda Hutan Bambu menjadi terang benderang, dan mereka melihat dengan jelas apa yang ada di sana, mereka kaget setengah mati. Luo Mei Xiang langsung berteriak histeris. Tangannya meraba-raba d ibatu memegang tulang-tulang kecil itu.

Dia melihat He Bin Xiang memegang sebuah kepala kecil, dan merebutnya dari tangan He Bin Xiang, dan shock, itu adalah kepala bayinya, dengan rongga mata yang bolong berlumuran darah.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..............."

"Ping Ping.... hu.... hu...."

"Bayiku...... Ping Ping...... Kenapa kau jadi begini Nak.... hu.... hu.... hu...."

"Ping Ping......... Ping Ping....... hu.... hu....."

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..............."

Luo Mei Shan shock berteriak-teriak histeris seperti orang gila. Lalu dia meraba-raba lagi tulang-tulang bayinya di atas batu. Hatinya hancur berkeping-keping,

Ketiga pria tetangganya yang ikut melihat keadaan bayi itu ikut kaget dan shock sampai tiidak bisa berkata-kata, kekejaman yang luar biasa terhadap seorang bayi sekecil itu. Selama mereka hidup di desa Lu Zhong sejak mereka masih kecil, mereka belum pernah menyaksikan sesuatu yang luar biasa kejam seperti itu.

Luo Mei Shan jatuh pingsan. He Bin Xiang buru-buru memapah istrinya dan menyenderkannya di pinggir Batu Ganda Hutan Bambu.

Setelah itu He Bin Xiang juga duduk di pinggir batu, dan kembali menangis tersedu-sedu sambil menatapi dan memegang tulang-tulang bayinya.

Tiba-tiba He Bin Xiang bangkit dan berteriak-teriak ke arah hutan bambu.

"Setan...... keluar kau, kalau berani hadapi aku, jangan beraninya sama anak kecil."

"Setan..... keluar kau."

"Cepat.... keluar kau."

Ketiga orang tetangganya tiba-tiba tersadar dari shocknya mendengar teriakan He Bin Xiang, segara maju memegangi lengan He Bin Xiang.

"Sabar.... Bin Xiang.... tenang dulu... kau berteriak-teriak juga tidak ada gunanya, mari kita bahas kemungkinan siapa yang melakukannya." Kata seorang tetangganya.

Ketiga orang tetangganya masih memegangi lengan He Bin Xiang supaya tenang, dan berkata: "Apa... apalagi yang dikatakan hantu wanita bergaun putih dengan rongga mata bolong itu, coba kau ulangi apa yang dikatakan olehnya."

He Bin Xiang berusaha mengingat-ngingat apa yang dikatakan hantu wanita bergaun putih itu.

"Dia berkata, putramu... bukan aku yang menculiknya, putramu... diculik oleh seorang nenek, puteramu... ada di batu hutan bambu." Kata He Bin Xiang.

"Jangan-jangan hantu wanita berbaju putih itu sendiri yang menculik dan nemakan bayimu." Kata seorang tetangganya.

Hati He Bin Xiang sangat sakit mendengar kata-kata "MEMAKAN BAYIMU".

"Aku rasa tidak mungkin. Kalau memang dia yang menculik dan memakan bayinya, kenapa dia musti repot-repot memberitahu Bin Xiang, bahwa bayinya ada di sini." Kata seorang tetangga yang lainnya.

Yang lain bergumam, betul juga apa katanya.

"Hantu wanita itu mengatakan putraku diculik oleh seorang nenek, nenek yang mana, apa ada seorang nenek-nenek yang tega memakan bayi." Kata He Bin Xiang.

"Nah... ini dia yang musti kita pikirkan." Kata salah seorang tetangganya lagi.

"Sekarang kau bungkus dan bawa pulang saja tulang-tulang anakmu dulu, besok kita kuburkan, dan besok kita rundingkan lagi dengan membicarakannya dengan tetua desa, kejahatan seperti ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, bisa berlanjut ke anak-snak yang lainnya." Kata seorang tetangganya lagi.

"Kami akan membantumu mengawasi di sekitar lingkungan desa kita, kalau-kalau saja ada seorang nenek yang mengincar anak-anak." Kata tetangga yang satunya lagi.

He Bin Xiang menggangguk. Menghapus sisa air mata di pipinya dengan lengan bajunya.

Lalu dia membuka jubah luarnya, meletakkannya di atas Batu Ganda, jubah itu di hamparkannya lebar-lebar dan meletakkan semua tulang-tulang dan kepala bayinya di atss jubahnya dengan tangan yang gemetaran dan hati yang serasa diiris-iris oleh pisau, matanya mulai mengabur lagi, dia ingin menangis lagi.

"Bin Xiang, kuatkan dirimu, kau harus selalu berpikir jernih baru bisa menangkap iblis itu." Kata tetangganya menghiburnya.

Setelah meletakkan tulang-tulangnya, dia masih memeriksa di sekitarnya, apa mssih ada tulang-tulang dan serpihan-serpihan yang tertibggal, dia tidak ingin meninggalkannya barang secuilpun dari milik bayinya di tempat yang sangat menyakitkan itu.

Setelah tidak ada lagi yang tersisa, dia membungkus jubahnya rapi-rapi supaya tulangnya tidak sampai jatuh berceceran di jalan.

Setelah selesai, lalu dia membangunkan Luo Mei Shan.

Begitu bangun Luo Mei Shan, pertama-tana seperti orang linglung, setelah bebetapa saat kemudian, dia ingat lagi akan bayinya, panik, segera bangkit melihat ke atas Batu Ganda, sudah tidak tampak tulang-tulang itu.

"Di mana bayiku, di mana bayiku." Luo Mei Shan berteriak-teriak histeris lagi.

He Bin Xiang memegangi istrinya, dan berkata: "Istriku tulang-tulang anak kita semua sudah aku bungkus, mari kita pulang dan besok menguburkan anak kita, tidak ada gunanya kita berlama-lama di sini." Kata He Bin Xiang lagi, memapah istrinya bangun, kaki iistrinya goyah ketika berusaha untuk bangun masih lemas dan shock.

He Bin Xiang memapah istrinya yang sempoyongan berjalan meninggalkan Batu Ganda Hutan Bambu, satu tangan menggandeng lengan istrinya, satu tangan lagi menggendong bungkusan tulang bayi di lengannya.

Para tetangga ingin membantunya membawakan bungkusan tulang bayi itu, tapi He Bin Xiang menolaknya. "Aku ingin "menggendong"nya sendiri." Begitu katanya dengan pedih.

Lalu mereka semua berjalan pulang ke desa Lu Zhong.

Nun jauh di sana... di antara pepohoanan bambu, hantu wanita bergaun putih dengan rongga mata bolong, mengawasi kepergian mereka dengan air mata darah keluar dari sela-sela rongga matanya.

Jangan khawatir, aku akan menjaga roh anakmu di sini.

---

Setelah berjalan selama satu jam, akhirnya mereka tiba di desa Lu Zhong, setelah sampai di desa mereka berpencar pulang ke rumahnya masing-masing. Dan para tetangga pria itu menceritakan kejadian yang menimpa He Ping Ping, bayi dari He Bin Xiang dan Luo Mei Shan kepada keluarga mereka di rumah masing-masing. Mereka senua kaget dan shock mendengarnya.

Saat itu sudah hampir jam 5 pagi.

Ayam jantan sudah mulai berkokok di kejauhan.

Badan He Bin Xiang mulai terasa demam akibat diguyur air hujan, dan juga akibat depresi sepanjang malam. Badannya sedikit panas dan kepalanya berdenyut-denyut.

Setelah tiba di rumahnya, dengan tangan gemetaran dan hati yang hampa, He Bin Xiang meletakkan bungkusan tulang-tulang bayinya di meja makan. Duduk di sana terpaku memandangi bungkusan tulang itu, begitu pula Luo Mei Shan.

---

Pergi.... pergi dengan tubuhmu....

Kembali.... kembali dengan tulangmu.....

---

Pagi itu desa Lu Zhong berkabut dan hawanya agak dingin.

Ketiga tetangga pria yang kemarin menemani He Bin Xiang mencari bayinya, pagi itu mereka pergi ke tetua desa dan menceritakan seluruh kejadian yang menimpa bayi dari He Bin Xiang dan Luo Mei Shan.

Setelah beberapa jam kenudian seluruh desa gempar mendengar kejadian yang menimpa He Ping Ping, bayi dari He Bin Xiang dan Luo Mei Shan.

Sang tetua desa bersama para penduduk desa Lu Zhong, beramai-ramai mendatangi rumah He Bin Xiang.

Mereka ingin melihat keadaan bayinya, sekaligus mengucapkan belasungkawa, dan mencari solusi atas teror yang menimpa keluarga mereka.

Sang tetua dan ketiga pria tetangga itu menaiki tangga rumah panggung He Bin Xiang, sebagian menunggu di luar halaman, karena rumah panggung tidak begitu besar, tidak bisa menampung mereka semua masuk ke dalam rumah. Mereka semua ingin melihat keadaan bayi itu

Sang tetua mengetuk pintu.

"Tok tok tok."

"Tok tok tok."

"Siapa?." Terdengar suara Luo Mei Shan.

He Bin Xiang demam, dia berbaring di kamarnya, istrinya yang membuka pintunya.

"Oh.... tuan tetua desa, silahkan masuk." Kata Luo Mei Shan.

Mereka dipersilahkan masuk, duduk di ruang tamu.

"Bin Xiang mana?" Tanya tetua desa.

"Oh dia demam, sedang tiduran di kamar, sebentar aku panggilkan." Kata Luo Mei Shan.

"Kalau dia sakit, biarkan dia beristirahat, kami kemari ingin melihat keadaan bayimu, sekalian mengucapkan belasungkawa." Kata tetua desa.

"Masalah ini sangat penting untuk dibicarakan, lebih baik aku panggilkan suamiku, dia demamnya belum terlalu parah hanya baru panas dan sedikit pusing." Kata Luo Mei Shan, lalu tanpa menunggu jawaban Sang tetua dia bergegas masuk ke kamar membangunkan He Bin Xiang.

"Bin Xiang.... Bin Xiang.... bangunlah, tetua desa dan para tetangga datang." Kata Luo Mei Shan memanggilnya dengan lembut, sambil sedikit mengguncangkan lengan He Bin Xiang.

He Bin Xisng sedikit menngerang dalam demamnya, akhirnya membuka matanya, dia sedikit linglung menatap istrinya.

"Bin Xiang, tetua desa dan para tetangga datang, mereka menunggu di luar, sebagian menunggu di luar halaman." Kata Luo Mei Shsn mengulangi perkataannya.

He Bin Xiang akhirnya sadar sepenuhnya langsung bangkit dan duduk di ranjang, kepalanya masih pusing dan badannya masih sedikit panas, dia bangkit dengan sempoyongan, dipapah oleh istrinya berjalan ke ruang tamu.

"Tetua desa." Panggil He Bin Xiang.

"Kalau kau masih sakit lebih baik kembali beristirahat, kami akan datang lagi besok." Kata tetua desa.

"Tidak... tidak... masalah ini sangat penting bagi putra kami " Kata He Bin Xiang, lalu dia duduk di kursi ruang tamu.

"Baiklsh... begini... aku mendengar cerita dari ketiga saudara ini, atas kejadian yang menimpa putramu He Ping Ping, kata mereka, sangat luar biasa mengerikan. Bolehkah aku melihat keadaan bayimu, kami datang ke sini sekalian hendak mengucapkan belasungkawa.

"Baiklah.... kemarilah." Kata He Bin Xiang sambil bangkit menuju ke meja makan. Dia membuka bungkusan itu di hadapan sang tetua dan ketiga tetangga yang membantunya tadi pagi.

Sang tetua mendekati meja makan. Dia yang sudah mendengar keseluruhan ceritanya saja, masih kaget dan shock melihat isi bungkusan yang berisi tulang-tulang bayi itu. Dia diam terpaku. Apalagi setelah melihat kepala bayi dengan rongga mata bolong yang mengalirkan darah, darahnya sudah menghitam, sang tetua shock sampai tidsk bisa berkata-kata. Dia shock atss kekejaman ysng luar biasa itu. Seumur hidupnya dia belum pernah melihat yang seperti itu.

Tetua desa menghela napas dalam-dalam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status