Share

5 - Senja Yang Kelam

Volume 1 | Desa Lonceng Hijau Yang Misterius

Ada sebuah rumah terpencil di desa Lu Zhong di pinggiran hutan bambu, letaknya paling jauh dari rumah para tetangganya.

Rumah kayu itu cukup besar, kayunya berwarna kehitaman.

Sama seperti yang lainnya, rumah tersebut juga sudah ditinggali dari sejak zaman leluhurnya.

Rumah tersebut ditinggali oleh seorang nenek, yang dipanggil Nenek Lin. Saat ini usia Nenek Lin sudah berusia 50 tahun.

Nenek Lin, dan suaminya menikah di usia muda. Kehidupan hari-hari mereka jalani dengan keadaan baik-baik saja selama ini. Suami istri itu hidup rukun, saling mencintai, dan tidak ada kejadian aneh apapun.

Pekerjaan sehari-hari nenek Lin, sejak dari dia menikah dengan suaminya adalah memasak, menjahit, bercocok tanam di ladang dan beternak.

Suaninya juga membantunya bekerja di ladang dan beternak. Selain itu dia juga pergi ke hutan untuk mengambil kayu bakar, jamur yang bisa dimakan, tanaman obat-obatan. Kadang-kadang dia juga mendapatkan buah-buahan liar yang bisa dimakan dari hutan. Sekali-kali dia juga pergi berburu binatang.

Suatu hari, ketika suami Nenek Lin berusia 40 tahun, dia meninggal secara tiba-tiba, dengan tubuh tanpa darah. Daging dan kulitnya yang menciut, seolah-olah ada yang menyedot tubuhnya sampai kering. Para tetangga tidak ada yang mengetahui apa penyebabnya.

Sejak dari peristiwa itu, suami Nenek Lin telah meninggal selama sepuluh tahun yang lalu. Dan mereka tidak memiliki anak.

Kisah ini di mulai ketika suaminya masih hidup, saat dia berusia 40 tahun, dan Nenek Lin berusia 38 tahun.

---

Di luar sinar matahari yang berwarna keemasan sudah terbit dibalik Pengunungan Yin Wu, membentuk selendang sutera Surgawi keemasan yang membentang masuk dari jendela, dan terdengar suara burung-burung bekicauan.

Setiap hari Nenek Lin bangun pagi. Pagi-pagi dia sudah bekerja di dapur, bersih-bersih dan mengukus bakpau (Roti Kukus), di dapur dengan menggunakan alat pengukus dan kayu bakar yang masih tersisa di dapur sejak dua hari yang lalu. Suaminya sangat suka makan bakpau isi daging, itu hampir setiap hari di hidangkan di meja makan, kadang di makan begitu saja, kadang di makan bersama bubur encer.

Setelah matang dia meletakkan sepring besar bakpao panas yang mrngepul harum di meja makan untuk dihidangkan, dan menyeduh teh. Lalu dia masuk ke kamar tidurnya.

"Suamiku." Panggil Nenek Lin melihat suaminya baru bangun, masih duduk di pinggir ranjang, sambil menguap. Biasanya suami Nenek Lin bangun tidur bareng istrinya, kali ini dia bangun lebih siang sedikit.

"Aku sudah mengukus bakpau, mari kita sarapan." Nenek Lin melihat suaminya agak pucat dan tubuhnya lesu.

"Apakah kau baik-baik saja." Tanya Nenek Lin.

"Aku baik- baik saja, mungkin sedikit masuk angin." Kata Tuan Ma kepada istrinya.

"Istriku... pagi ini aku akan ke ladang, aku akan memanen sayuran untuk kita makan, siang ini." Kata suami Nenek Lin.

"Nanti setelah aku pulang dari ladang, kau bisa membantu mengurut badanku, dan membuatkan air jahe, mungkin setelah diurut dan minum air jahe, jalan darah menjadi lancar, dan terasa lebih enakkan." Kata suaminya.

"Baiklah" Kata Nenek Lin. Lalu dia menuntun suaminya untuk cuci muka dan kunur-kumur, baru ke meja makan.

Suami Nenek Lin mengambl bakpau yang mengepul, dan memakannya. "Bakpau buatanmu memang paling enak."

Nenek Lin menuangkan teh di cangkir dan tersenyum manis. "Oh yah... sekalian ambilkan ayam dan telur di perternakan, aku mau membuat bubur ayam untuk makan siang nanti Jangan lupa membawa beberapa buah bakpau untuk bekalmu di ladang."

"Baiklah." Kata suami Nenek Lin. Lalu setelah minum teh, membungkus bekal dan satu botol minuman yang terbuat dari porselen, dia mencium pipi istrinya, memakai keranjang dipunggungnya lalu masukkan alat sabit, tali dan keranjang kecil untuk telur ke dalam keranjang untuk dipakai memanen.

Setelah itu dia berjalan ke pintu, membuka pintu dan pergi.

Suami Nenek Lin berjalan ke ladang, ladangnya tidak jauh dari rumah mereka. Setelah sampai di ladang dia membersihkan ladang dari rumput-rumput liar, menyirami tanaman, dan siap untuk memanen beberapa macam sayuran. Sayuran-sayuran yang hijau segar dan subur tumbuh di ladang itu. Selama mereka berladang, ladang mereka tidak pernah diserang hama, terima kasih kepada Penguasa Pegunungan Yin Wu, karena air untuk menyiram tanaman, mereka ambil dari sungai Yin Wu.

Dia memanen sawi hijau, sawi putih, kacang panjang, wortel, daun bawang, lobak, dan kailan.

Lalu dia duduk untuk beristrirahat, sambil berkipas-kipas, memandangi ladangnya dengan puas, sambil memakan bekal tadi pagi dua buah bakpau.

Setelah dia merasa sayur-sayuran yang di panen itu sudah cukup memenuhi isi keranjang, lalu dia bangkit, memakai keranjangnya lagi, kali ini keranjangnya terasa berat di punggungnya.

Dengan sedikit membungkuk, dia berjalan ke peternakan yang tidak jauh dari ladang, berjongkok di depan kandang, membuka pintunya dan menangkap seekor ayam kampung besar, dan mengambil beberapa butir telur. Ketika dia akan berdiri, tiba-tiba dia merasa pusing di kepalanya, setelah itu dia mengikat kedua kaki ayam, dan menaruhnya di keranjang besar, telur dia menaruhnya ke dalam keranjang kecil yang ada tentengannya, supaya tidak pecah, dia segera mengunci pintu kandang, dan kembali ke rumah sambil tangannya menenteng keranjang telur, saat itu kira-kira sudah pukul 2 sore.

"Tok, tok, tok."

Setelah menaiki tangga rumah panggung dengan sedikit sempoyongan, dia tiba di depan pintu rumah dia mengetuk pintu, istrinya membukakan pintu dari dalam.

Suaminya masuk dengan tubuh sempoyongan.

"Suamiku, kau kenapa?" Kata Nenek Lin. Lalu dia menuntun suaminya duduk di meja makan. Menuangkan teh, mengambil keranjang telur dan menaruhnya di meja makan, kenudian melepaskan keranjang di punggung suaminya.

Suaminya meminum teh yang sudah dingin itu, dan berkata : "Masuk angin."

Nenek Lin segera mengurut belakang leher suaminya. Mengurut keningnya, mengurut pundaknya, dan mengurut punggungnya selama setengah jam lebih. Suami Nenek Li, terlihat lebih segar, sudah tidak pucat lagi.

"Suamiku... Aku ingin membuatkanmu makan siang dan air jahe, tapi persediaan kayu bakar kita sudah habis sama sekali di gudang, dan kita tidak bisa memasak makanan, waktu itu aku lupa memberitahumu, aku akan pergi ke hutan untuk mengambilnya sendiri, kau tidur dulu saja sambil menungguku pulang." Kata Nenek Lin.

"Baiklah... tapi hati-hati yah, ingat jangan terlalu jauh masuk ke dalam hutan, ambil kayunya di dekat pinggir hutan bambu saja, jangan sampai ke hutan Beringin." Kata suaminya.

"Baiklah...." Nenek Lin menuntun suaminya masuk ke kamar tidur mereka, membaringkan dan menyelimuti suaminya yang terkasih di tempat tidur.

Lalu dia membawa keranjang yang dibawa suaminya ke dapur, mengeluarkan isinya dan menaruhnya di rak-rak kayu yang berjejer di dinding dapur, menyusun sayur-sayuran itu di tempatnya dan mengikat seekor ayam hidup di tiang. Lalu membawa keranjang kosong itu keluar dapur, meletakkannya di dekat meja makan.

Lalu dia kembali ke kamar tidurnya.

"Aku pergi dulu yah, kalau kau lapar makanlah dulu sisa bakpau di meja makan, sisa tadi pagi." Lalu dia mencium pipi suaminya sebelum pergi. Lalu keluar kamar dan memakai keranjang besar itu di punggungnya, membawa kampak suaminya yang biasa dipakai untuk menebang kayu dan membawa lampu minyak, takut kalau dia akan pulang kemalaman.

Jarak antara rumah nenek Lin yang terletak dipinggir hutan bambu dan hutan Yin Wu cukup jauh. Berjalan kaki bisa hampir 2 jam. Dia baru mulai berangkat pukul 4 sore lewat, karena saat itulah, dia baru ingat bahwa kayu bakar sudah habis, dan di rumah tidak bisa memasak untuk makan malam dan besok pagi, kalau dia tidak mengambilnya sekarang, mereka akan kelaparan.

Dia meleweti jalan setapak yang panjang agak berkelok-kelok di hutan bambu. Pukul 4 sore matahari sudah mulai terbenam. Hutan bambu tumbuhnya bergerombol memiliki batang yang panjang menjulang tinggi ke atas, membuat jalan setapak itu menjadi remang-remang, agak menyeramkan. Tapi para penduduk di sana sudah terbiasa akan situasi seperti itu. Dia juga menemukan Batu Ganda Hutan Bambu, menghampirinya dan melihat-lihat sebentar, lalu kembali meneruskan perjalanannya, saat itu sudah pukul 5 sore, setelah berjalan beberapa langkah, bulu kuduknya berdiri, dia merasa seperti ada yang diam-diam mengawasinya di antara pohon-pohon bambu, dia menengok di kejauhan dan melihat sesosok wanita bergaun putih panjang, di gaun bagian bawahnya ternoda darah dan rambut panjangnya tergerai acak-acakan, rongga matanya hitam dan bolong tanpa biji mata, begitu pula di sekeliling matanya hitam. Sangat menyeramkan.

Dia mempercepat langkahnya. Dia terus berjalan tanpa menoleh ke kiri dan kanan. Tiba-tiba ada suara ditelinganya memanggil namanya: "Lin...Mei.... Lin...Mei... kemarlah... Lin...Mei... Lin...Mei... hati-hatilah...." Suara wanita yang memanggil itu bergema di sekitar telinganya, dan bergena berulang-ulang.

"Hi...hi....hi...hi...hi...hi....hi...hi..."

Kemudian terdengar suara tertawa cekikitan berulang-ulang, itu bergema di sekeliling hutan bambu.

Lin Mei[1] adalah nama Nenek Lin.

[1] Lin Mei - 林梅 = Hutan Prem.

Tiba- tiba angin kencang berhembus menerpa wajah sang nenek, bulu kuduk di area leher belakang dan punggung Nenek Lin berdiri, matanya menatap lurus ke depan, dan mempercepat langkahnya menuju hutan Yin Wu.

Setelah berjalan setengah jam lagi akhirnya dia keluar dari hutan bambu. Dan memasuki wilayah pegunungan Yin Wu.

Dia baru pernah datang ke area wilayah sini, dua kali selama hidupnya, yang pertama bersama suaminya mencari kayu bakar, suaminya mengumpulkan kayu bakar, sementara dia mengumpulkan jamur yang bisa dimakan dan tanaman obat-obatan.

Kayu bakar yang di tebang bukan diambil dari kayu Pohon Beringin, tapi pohon-pohon biasa yang umum dan berukuran kecil, yang mudah ditebang dengan kanpak.

Lagipula pohon Beringin itu diameternya sangat besar, tidak bisa ditebang dengan kampak, harus dengan gergaji mesin. Dan siapa yang berani.....???

Yang kedua kali adalah yang sekarang ini, setelah bertahun-tahun berlalu, dia baru datang lagi.

Dia melihat ke sekeliling wilayah itu, tidak berubah sama sekali sama seperti dulu, aura mistis mulai terasa.

Dalam keremangan dia mulai cepat-cepat mencari pohon untuk ditebang.

Setelah menemukan sebuah pohon yang berbatang kecil, dia mulai mengacungkan kampaknya untuk menebang. Satu... dua.... pohon sudah di tebang. Kemudian dia berpikir kalau begini terus, dia akan pulang kemalaman. Lalu dia mempercepat langkahnya, mengumpulkan ranting-ranting yang berjatuhan di tanah atau memetik ranting-ranting kayu di pohon yang batangnya lebih pendek. Dia sangat senang, dia juga kebetulan menemukan banyak jamur-jamur yang bisa di makan dan tanaman obat-obatan.

Hari semakin malam untung dia membawa lampu, dia semakin asyik membungkuk dan memunguti jamur-jamur, dan tanaman obat, ada juga buah-buahan yang jatuh tapi masih utuh bentuknya. Tapi dia tidak sadar, dengan cara begitu dia semakin jauh masuk ke dalam hutan.

Tanpa sadar dia telah tiba di area Pohon Beringin. Ketika dia bangun dari posisi membungkuknya dia terkejut dan terpaku. Pohon Beringin yang sangat besar itu, akar-akarnya sudah bergerak sendiri, menjulur ke arah tubuhnya, melilit tubuhnya, satu akar besar melilit dari pinggang ke atas, satu akar lagi melilit di kakinya, dan menarik tubuhnya ke pelataran tempat Pohon Beringin, dengan posisi tubuhnya masih menggantung di udara.

Wanita malang itu berteriak-teriak: "Maafkan aku... maafkan aku.... aku tidak sengaja datang sampai ke sini. Maafkan aku... aku tidak sengaja melanggar wilayah Rongshu Zhu." Dengan tubuh yang masih dililit akar beringin, dan menggantung di udara, tubuhnya gemetaran.

Rong Shu[3] adalah nama Raja Siluman Kayu.

[3[ Rongshu Zhu - 榕樹主 = Tuan/Penguasa Pohon Beringin | Lord Banyan Tree.

Rongshu Zhu sudah berbulan-bulan tidak makan daging manusia, kekuatan spiritual iblisnya sedikit melemah. Dia perlu mengisi-ulang tubuhnya.

Tubuh Nenek Lin waktu itu masih belum tua baru berusia 38 tahun.

Nenek Lin dengan posisi tubuh yang masih menggantung di udara, karena dililit oleh akar beringin saat itu, kemudian akar yang melilit kaki Nenek Lin mengendur dan terlepas, pindah melilit dari pinggang ke atas, tubuh bagian atas Nenek Lin seperti diangkat oleh dua tangan kiri dan kanan.

Lalu akar-akar lainnya menarik kaki kiri dan kanan Nenek Li agar terbuka lebar-lebar, kemudian Sang Raja Siluman Kayu mulai menggerakkan akar yang ada di tengah batang tubuhnya, menjulur memasuki gaun bagian bawah tubuh Nenek Lin, menembus celana dalamnya. Nenek Lin berteriak histeris karena kesakitan. Dan akar itu mulai melakukan gerakan mendorong keluar masuk. Tubuh bagian bawah Nenek Lin berdarah-darah, tapi darahnya tidak sampai menetes ke tanah sudah disedot habis oleh akar itu. Siluman Kayu itu melakukan gerakan mendorong keluar masuknya selama saru jam, sampai darahnya benar-benar tersedot habis. Nenek Lin menghembuskan napasnya yang terakhir saat itu juga.

Akar itu hanya menghisap sedikit sari dagingnya dan sedikit aura tubuhnya. Dagingnya tidak disedot habis, tubuhnya masih dibiarkan utuh, hanya wajahnya Nenek Lin menjadi pucat tanpa darah.

Setelah puas, Siluman Kayu itu mendekatkan tubuh Nenek Lin pada dirinya sendiri seperti posisi orang yang saling berhadapan wajah dengan wajah, mulut Nenek Lin tiba-tiba terbuka sendiri, Raja Siluman Kayu itu meniupkan (mentransfer) Energi Spiritual Iblis dan memecah sedikit roh dari diri sendirinya ke dalam tubuh Nenek Lin, itu berlangsung selama 15 menit.

Tiba-tiba mata Nenek Lin terbuka, dia hidup kembali, tapi kulit wajah dan tubuhnya menjadi lebih pucat dari sebelumnya.

Siluman Kayu menurunkannya ke tanah. Selama kejadian Nenek Lin masih mengenakan keranjang di punggungnya.

"Kembalilah ke desamu" Kata Rongshu.

Sebagian Roh Raja Siluman Kayu telah menjelma ke dalam tubuh Nenek Lin. Jadi diri Nenek Lin yang sekarang ini, bukanlah Nenek Lin yang dulu.

Lalu jamur-jamur, tanaman obat-obatan, dan buah-buahan yang berserakan di hutan, itu tidak pernah ada sebelumnya, itu adalah kerjaannya si Rongshu itu, yang nemancingnya untuk datang ke tempatnya.

---

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status