Share

6 - Penjelmaan

Di hutan terdengar suara-suara burung hantu dan kepakkan sayap kekelawar di langit.

Hari sudah malam, sudah hampir jam 9 malam, dan waktu yang harus ditempuh untuk perjalanan pulang dari arah hutan Beringin sampai ke desa mencapai 3,5 jam dengan berjalan kaki, sampai di rumah Nenek Lin bisa jam 12:30 malam.

Nenek Lin bangkit dari pelataran Pohon Beringin, sedikit sempoyongan. Lalu mulai berjalan kembali untuk pulang ke desa Lu Zhong. Dengan Energi Spiritual Iblis dari Rongshu Sang Raja Siluman Kayu, Nenek Lin berjalan di tanah dengan setengah mengambang. Seperti kereta api high speed yang mengambang di atas rel.

Dia menuruni hutan Yin Wu dan memasuki hutan bambu, dan kenudian melewati hutan bambu itu lagi, menengok ke kiri dan kanan, tapi tidak tampak lagi hantu wanita bergaun putih yang bermata bolong itu.

Seharusnya saat itu Nenek Lin benar-benar memperhatikan peringatan dari hantu wanita bergaun putih dan bermata bolong itu, juga mengingat peringatan dari suaminya untuk berhati-hati dan tidak mendekati hutan Beringin.

Selelah itu dia melewati Batu Ganda Hutan Bambu. Perjalanan berjalan lancar sampai ke rumah, tidak ada yang datang menghambat.

Tiba di desa jam 10 malam, waktu perjalanan 3,5 jam, hanya di tempuh dalam 1 jam saja.

Setelah tiba di rumahnya, dia menaiki tangga panggung yang berada di depan rumah. Dan mengetuk pintu depan rumahnya.

"Tok tok tok."

Dia mengetuk pintu rumahnya. Tidak ada yang membukakan pintu.

"Tok tok tok."

Kali ini lebih keras lagi suara ketukan pintunya. Suaminya yang sedang tidur pulas di kamarnya terbangun, agak lama baru dia tersadar, dan dia mendengar ada suara ketukan pintu. Dia buru-buru bangun untuk membukakan pintu.

"Istriku, kenapa pulangnya malam sekali?." Tanya Tuan Ma setelah pintu terbuka.

"Aku sedikit tersesat di hutan." Kata Nenek Lin dengan ekspresi datar

"HA...." Kata Tuan Ma dengan ekspresi kaget. "Kau tidak tersesat di hutan Beringin itu'kan?".

Setelah masuk Tuan Ma baru melihat wajah istrinya sangat pucat, segara memegang kedua telapak tangannya, telapak tangannya dingin.

"Kau tidak apa-apakan istriku?" Tuan Ma menatap istrinya dengan wajah yang tampak sangat khawatir.

"Kau lihat sendiri aku baik-baik saja'kan." Kata Nenek Lin acuh tak acuh.

Lalu Tuan Ma membantu istrinya menurunkannya keranjang di punggung dan membawanya ke dapur.

"Apakah kau sudah lapar? Aku akan memasakkan sesuatu untukmu." Tanya Nenek Lin.

"Aku lapar sekali, tapi kalau kau sangat lelah, abaikan saja, di meja masih ada 3 buah bakpau, besok saja masaknya." Kata Tuan Ma.

"Aku tidak lelah." Kata Nenek Lin dingin.

"Kau beristirahat saja dulu di kamar, kalau sudah matang, aku akan memanggilmu keluar untuk makan." Kata Nenek Lin.

Lalu Nenek Lin masuk ke dapur, mengambil beberapa kayu bakar dan melemparkannya ke tungku[1]

[1] Kompor jaman dulu, terbuat dari batu persegi, d itengahnya berlubang tempat menaruh kayu bakar, di atas batu adalah tempat menaruh panci.

Dia melihat ke sekeliling dapur, dia melihat ada seekor ayam yang diikat di tiang dapur, dia berjongkok melepaskan ikatannya di tiang. Lalu dia menarik talinya, menariknya supaya si ayam mendekat kepadanya dan memegang badan ayam itu, Sang ayam ber "KEOK....KEOK....".

Setelah dia memegang si ayam, dia menjepit badan si ayam diantara pahanya yang sedang menekuk karena sedang berjongkok, lalu kedua tangannya memegang batang leher si ayam, dan "KRAKKK...." si Ayam ber "KEOK....KEOKKKKKKKKK..." melolong sekejap, kenudian berhenti. Leher ayam telah patah menjadi dua bagian. Darah bercipratan ke lantai dan gaun Nenek Lin.

Di kamar Tuan Ma juga mendengar jeritan si ayam, hanya berpikir istrinya sedang menyembilih ayam untuk memasak bubur. Jadi dia diam saja sambil tidur-tiduran di kamar, karena memang badannya kurang fit sejak dari tadi pagi.

Di dapur Nenek Lin yang sedang berjongkok, mendekatkan mulutnya ke leher si ayam, dan menyedot habis darahnya.

Setelah darah tersedot habis, dia mencabuti bulu-bulu ayam, hingga bersih. Setelah bersih dia mematahkan tulang di tubuh si ayam menjadi beberapa bagian, dia menggeroti dan memakan daging ayam mentah itu sampai hanya tersisa tulang-tulangnya saja. Dia memakan ayam itu dengan gerakan yang cepat, sebentar saja daging ayamnya sudah habis digerogoti. Dipinggir mulut dan bibirnya berceceran darah ayam, dia menjilati ceceran itu hingga bersih.

Setelah selesai dia melihat ke sekeliling, di mana di taruh panci dan beras, lalu mengambilnya.

Setelah mengambil panci, kemudian dia menaruh beras dan air yang banyak untuk dimasak bubur. Lalu memasukkan sisa tulang-tulang dan kepala ayam ke dalamnya. Dia juga meletakkan satu lagi alat pengukus bakpau yang telah diisi air, yang juga ditaruh di atas tungku.

Kenudian dia melihat lagi di meja ada sekeranjang telur ayam, kira-kira berisi 10 butir telur ayam, dia menecahkan kulit telur itu, lalu langsung menuangkan isi telur ke dalam mulutnya sendiri dan menyedot kuning telurnya dan menelannya, begiu seterusnya sampai 10 butir telur itu habis. Dan dia menjilati bibirnya lagi. Seletah itu kulit-kulit telur itu ditaruhnya kembali di dalam keranjang telur, dan dibuang ke sanpah.

Lalu dia keluar dapur membawa mangkuk besar, melewati pintu belakang yang ada di dapur, menuruni tangga dan menuju ke halaman, di bawah pohon dia berjongkok dan mengorek tanah, dan menemukan segerombol cacing tanah yang gemuk, menaruhnya ke dalam mangkuk. Mangkuk itu penuh dengan senunjung cacing tanah.

Setelah cukup, dia bangun dan berjalan kembali ke dapur, sekilas dia melihat ada basenent di bawah rumah panggung.

Lalu dia menaiki tangga, membuka pintu dapur, dan masuk ke dalam dapur.

Kenudian memasukkan setengah mangkuk dari cacing gemuk itu ke dalam panci bubur. Sisa setengah lagi di mangkuk, dia menaruhnya di atas meja. Mengambil piring kosong besar, lalu di taruh di atas meja.

Setelah itu dia mengambil tepung di atas rak, dan menuangkannya di atas meja, tepung di campur dengan air dan menguleni, setelah jadi adonan, dia membentuk bulat-bulat lalu tengahnya dibuat lubang, lalu dia memasukkan dua ekor cacing ke dalam lubang, dan lubang di tutup lagi dan dibentuk menjadi bakpau lalu menaruhnya d piring, sampai senua cacingnya habis, sisa adonan dia membuangnya ke sampah.

Piring yang berisi 10 buah bakpau, dimasukkan ke alat pengukus yang telah di beri air bawahnya.

Dia membuka panci bubur, bubur telah matang, mengangkatnya dari tungku, dan menuangnya ke mangkuk besar. Lalu menunggu bakpau matang.

Setelah bakpau matang, dia membuka tutup alat pengukus, mengangkat piringnya. Lalu membawanya bersama dengan mangkuk bubur ke meja makan.

Lalu dia mengambil teh dan menyeduhnya bersama kotoran cacing, sisa di mangkuk tadi.

"Suamiku, makanan telah siap." Dia memanggilnya dari luar kamar.

Suaminya berjalan keluar dari kamar dan duduk di meja makan.

Tercium bau yang harum dari masakkan istrinya dan sangat menggugah selera. Dia melihat bubur dengan daging ayam di meja dan bakpau yang mengepulkan uap panas.

Suaminya juga menatap gaun istrinya ternoda cipratan darah, istrinya mengikuti pandangan matanya, dan menjawab, "Terkena cipratan darah ayam."

Nenek Lin lalu menyendokkan bubur ke mangkuk yang labih kecil dan menaruhnya di hadapan suaminya.

"Harum sekali." Kata Tuan Ma yang memang sudah sangat lapar langsung melahapnya sampai habis: "Tambah lagi", lalu dia menyodorkan mangkuk kosongnya ke istrinya.

Bibir Nenek Lin melengkung ke atas. Lalu dia menyendokkan semangkuk bubur lagi. Setelah itu dia menyodorkan piring bakpau.

"Mengapa kau tidak ikut makan?" Tanya Tuan Ma.

"Tadi aku sudah makan di dapur." Kata Nenek Lin.

Tuan Ma menghabiskan dua mangkuk bubur, dan dua buah bakpau, perutnya sudah terasa kenyang dan semua itu di makan dengan sangat lahap.

"Enak?" Tanya Nenek Lin.

"Rasanya sangat luar biasa bubur ayam dan bakpau buatanmu." Kata Tuan Ma mengacungkan jempol. Nenek Lin tersenyum dingin.

Selesai makan dan minum teh, Tuan Ma, lalu pergi berkumur.

"Aku sudah mandi tadi, apakah kau ingin pergi mandi? kalau ingin mandi, pergilah mandi dulu, baru kita pergi tidur." Kata Tuan Ma.

"Nn" kata Nenek Lin.

"Aku akan menunggumu di kamar." Kata Tuan Ma lagi, lallu dia masuk ke kamarnya.

Nenek Lin mengikuti suaminya masuk ke kamar, lalu melihat ke sekeliling kamar, membuka lemari, mengambil satu set pakaian bersih, lalu berjalan keluar kamar, menuju ke dapur, lalu keluar melalui pintu dapur, menuruni tangga dan menuju ke sungai terdekat.

Malam itu jam 12 malam, gelap gulita, hanya ada bulan sabit yang cahayanya sangat redup tertutup awan.

Setelah tiba di pinggir sungai, dia membuka baju kotornya di atas rerumputan, menaruh baju bersihnya di atas batu, telanjang bulat turun ke sungai, dan berendam di sana, menggerai rambut panjangnya dan mencucinya di dalam aliran air, setelah itu mengusap-usap dan menggosok-gosok tubuh atasnya di air dingin, dan membersihkan tubuh bagian bawahnya dari bekas darah, walaupun tak ada bekas darahnya sama sekali.

Kemudian dia bersenandung:

"Pergilah... pergi dengan tubuhmu, kembalilah.... kembali dengan tulangmu...."

Begitu berulang-ulang.

Suaranya lirih menyeramkan, seperti nyanyian kuntilanak.

Untung orang-orang desa sudah pada tidur, dan tengah malam begini tidak ada orang yang berani ke sungai sendirian.

Setelah mandi, tubuhnya bangkit dari sungai berjalan ke batu, melap rambut dan tubuhnya dengan handuk dan meraih pakaian bersihnya dari atas batu dan memakainya. Lalu membuang pakaian kotornya ke sungai, ke arah aliran yang menuju ke pinggir desa yang ada lubang pusaran airnya.

Setelah itu dia kembali ke rumahnya untuk masuk melalui pintu dapur lagi.

Setelah tiba di halaman belakang, sebelum naik ke tangga dapur dia menuju ke basenent, melihatnya, membuka tutupnya dan masuk ke dalam menuruni tangga, baunya agak pengap. Di sana gelap gulita, orang biasa harus melihat dengan senter atau lampu baru terlihat dengan jelas. Dia adalah Roh Iblis Alam Kegelapan, dia tidak perlu menggunakan senter, itu terlihat sangat jelas. Ruang itu tidak begitu besar. Di sana hanya ada beras, bahan-bahan makanan, dan barang-barang yang tidak dipergunakan. Jadi fungsi basenent itu adalah sebagai gudang. Setelah itu dia naik ke atas lagi dan menutup pintu basement.

Kemudian dia menaiki tangga, membuka pintu dapur, masuk melewati dapur, dan menuju ke kamar.

‐--

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status