Share

7 - Pergi Dengan Tubuhku, Kembali Dengan Tulangmu

Saat itu sudah hampir jam 1 malam, di luar terdengar suara burung hantu, dan: "Kwak...kwak..." ada juga suara burung gagak.

Malam itu tiba-tiba muncul awan gelap di langit, tidak lama kemudian ada suara petir yang menggelegar sangat kencang, langit yang gelap bersinar dalam sekejap. Tak lama kenudian gerimis mulai turun.

Nenek Lin membuka pintu kamar, nenatap ke dalam kamar, kamar itu tidak terlalu besar dengan ranjang berada di tengah, sisi sebelah dalam ranjang menempel ke tembok, dan ranjangnya menghadap ke pintu. Di sebelah kiri dari arah pintu adalah lemari, di sebelah kanan dari arah pintu adalah meja rias, kamarnya bersih, walaupun perabotannya sederhana, dan ruangan itu tidak banyak terdapat barang-barang yang tidak berguna. Di atas meja rias ada lampu minyak yang cahayanya berpendar-pendar

Begitu Nenek Lin membuka pintu, Tuan Ma di ranjang membalikkan tubuhnya menghadap istrinya yang masih berdiri di pintu.

"Istriku, kenapa kau mandinya lama sekali ?" Tanya Tuan Ma.

"Aku mandi di sungai." Kata Nenek Lin.

"HA..... tengah malam begini? Apa kau tidak takut masuk angin? Apa kau tidak takut malam-malam begini mandi di sana sendirian? Kenapa kau tidak mandi di kamar mandi di halaman belakang saja?" Kata Tuan Ma, meresa heran.

"Aku lagi kepingin mandi di sungai." Kata Nenek Lin. Padahal dia tidak tahu di halaman belakang ada kamar mandi.

"Biar aku masakkan air jahe, supaya kau tidak mssuk angin." Kata Tuan Ma, sambil turun dari ranjangnya.

"Tidak perlu, aku baik-baik saja." Kata Nenek Lin.

"Lalu... kenapa kau masih berdiri di pintu saja, kenapa tidak datang kemari." Kata Tuan Ma.

Nenek Lin berjalan nendekati Tuan Ma, berdiri di samping tempat tidur menghadap Tuan Ma.

Setelah nendekat, Tuan Ma sangat terkejut, kenapa setelah makan malam dan mandi, wajah istrinya masih sangat pucat, seperti orang yang tanpa darah.

"Istriku, sebenarnya kau kenapa? Kau masuk angin yah, kalau kau masuk angin berbaringlah, biar kupijat." Kata Tuan Ma.

"Nn" Kata Nenek Lin. Lalu dia naik ke ranjang di bagian dalam dekat tembok, Tuan Ma tidur di sebelah bagian depan.

Nenek Lin berbaring dengan tubuh terlentang, sedangkan Tuan Ma masih duduk di sebelahnya.

"Tengkuraplah, biar kupijat punggungmu." Kata Tuan Lin.

Lalu Nenek Lin berbalik dengan posisi tengkurap.

Tuan Ma bangkit, lalu duduk di atas tubuh Nenek Lin, tapi tidak menekan tubuhnya terlalu keras.

Tuan Ma pertama-tana menguruti area pundak. Setelah beberapa saat, dari pundak turun ke pinggang, Tuan Ma menguruti tubuh istrinya dengan masih berpakaian, lana-lama dia merasa tidak enak, karena tanpa menggunakan minyak, mengurutnya terasa seret, dan mengurutnya kurang maksimal.

"Kau buka pakaiannu, aku akan mengurutnya pakai minyak " Kata Tuan Ma.

Pakai minyak itu bukan memakai minyak sayur atau minyak kelapa. Tapi memang special minyak untuk urut yang memberikan rasa hangat.

"Nn" Kata Nenek Lin.

Nenek Lin menurutinya, membuka pakaian atasnya, tubuh bagian atasnya telanjang. Kulitnya putih, sekarang tampak lebih pucat dari warna sebelumnya, karena dia sering bekerja di ladang, dia masih langsing di umurnya yang ke 38 tahun. Tidak tampak lemak-lemak yang berjendul keluar di perutnya. Dan dia juga belum pernah melahirkan anak, payudara dan tubuhnya masih kencang.

Tuan Ma juga masih gagah di usianya yang ke 40 tahun, tubuhnya tegap, dan dadanya bidang, karena dia tiap hari bekerja di ladang, dan menebang kayu, tangannya sedikit berotot.

Saat itu sudah jam 1:30 tengah malam, di luar masih terdengar suara guntur yang menggelegar dan gerimis hujan rintik-rintik.

Setelah setengah telanjang, Nenek Lin berbaring tengkurap lagi. Tuan Ma mengambil minyak urut di meja rias, naik ke tempat tidur, dan duduk lagi di atas pinggul Nenek Lin. Dia menyentuh kulit di punggung Nenek Lin, dan terkejut, "Kenapa kulitmu dingin sekali?".

Nenek Lin diam saja, tidak menjawabnya.

Kemudian Tuan Ma buru-buru mengoleskan minyak urut di punggung Nenek Lin, dan mulai mengurutinya dari arah pundak, lalu turun ke pinggang, dari arah pinggang, lalu naik ke punggung, kadang-kadang dia menggerakkan jari-jarinya dengan arah berputar-putar. Dengan menijitnya dia berharap kulit dan tubuh istrinya menjadi hangat. Begitu seterusnya berulang-ulang. Lama-lama gerakannya seperti menggoda, merayap turun ke bawah, ke payudara istrinya, dan berputar-putar di sana.

Gairah Tuan Ma bangkit, dan berpikir dalam hatinya, aku sepertinya sudah lama tidak bercinta dengan istriku sudah 2 mingguan. Mereka biasanya bercinta paling banyak seminggu tiga kali, paling sedikit seminggu sekali. Kali ini sudah hampir dua mingguan puasa.

Dia tiba-tiba merasa tubuhnya segar kembali dan berenergi, padahal dari tadi pagi dia merasa tubuhnya letih dan lesu.

Memikirkannya gairahnya senakin memuncak, dia lalu bangkit dari tubuh istrinya, dan membalikkan tubuh istrinya sehingga mereka berdua saling berhadapan. Lalu dia duduk lagi dipinggul istrinya. Dia mulai mengurut tubuh bagian depannya, mengurut pinggangnya, lalu mengurut dan membelai-belai payudaranya. Setelah berulang-ulang mengurut, dia melap tangannya, dan melempar lapnya ke lantai.

Posisi tubuh Tuan Ma masih duduk di atas pinggul istrinya, dan dia mulai menundukkan kepalanya menciumi bibir istrinya, menggigitnya dengan lembut, lidahnya juga menyerang bagian dalam mulut istrinya dan berkeliaran di sana, istrinya juga membalas ciumannya. Mereka saling berciuman dengan dahsyat dan penuh gairah.

Di luar suara guntur saling bersahut-sahutan, dan rintik-rintik hujan senakin deras terdengar.

Ciuman Tuan Ma turun ke lehernya, lalu ke payudaranya dan bermain-main di sana, turun semakin ke bawah dan ke bawah lagi.

Lalu dia bangkit membuka pakaian bawah istrinya, dan dia juga membuka seluruh pakaiannya sendiri.

Mereka berdua telanjang bulat, lalu Tuan Ma, membuka dan menekuk kedua kaki istrinya. Dan meletakkan dirinya di sana. Lalu dia mulai bergerak mendorong maju mundur, dia melakukan gerakan itu selama setengah jam lebih. Mereka berdua saling berdesah dan mandi keringat. Tiba-tiba kepala Tuan Ma mendongak, tubuhnya menegang, dan dia mengerang, lalu menyemprot ke dalam. Setelah pelepasan, dia jatuh terkapar di samping istrinya.

Entah mengapa... kali ini, setelah bercinta dengan istrinya, seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Energinya seperti telah dikuras habis

Di luar guntur terus bersahut-sahutan, dan hujan sangat deras. Saat itu jam 2:30 malam

Cahaya di kamar itu remang-remang, tidak terlalu terang dan tidak terlalu gelap, lampu minyak kecil masih menyala di meja rias dan cahayanya masih berpendar-pendar memantul di dinding kamar. Mereka bisa melihat dengan jelas diri mereka berdua. Mereka berdua telanjang bulat.

Tuan Ma masih terbaring lemas di samping istrinya. Tiba-tiba isttinya bangkit, duduk di atas pinggul suaminya, menciumi suaminya dengan ganas, menciumi bibirnya, menggigitinya hingga berdarah dan menghisap darahnya, menciumi lehernya, menggigit lehernya hingga berdarah dan menghisapnya, menciumi dadanya, dan terus semakin turun ke bawah.

Tuan Ma sudah tidak mampu lagi membalasnya, walaupun gairahnya sudah bangkit lagi, bahkan untuk menggerakkan kaki atau tangannyapun dia sudah tidak mampu. Dia hanya bisa membiarkan istrinya yang aktif bergerak dan membiarkannya melakukan hal-hal sesuka hatinya di atas tubuhnya.

Setelah menciumi bagian bawah tubuh suaminya, dia membuka dan menekuk kaki suaminya. Dalam keremangan cahaya dan nyala lampu minyak yang berpendar-pender, dia melihat istrinya perlahan-lahan berubah wujud, menjadi sebentuk Pohon Beringin yang sebesar tubuh istrinya.

Mata Tuan Ma mendelik ngeri karena kaget dan ketakutan, dia ingin berteriak, tapi tenggorokkannya tidak bisa bersuara. Dia juga tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali. Tubuhnya kaku.

Lalu akar-akar di Pohon Beringin itu bergerak-gerak, dua akar melilit kaki kiri dan kanannya yang sedang dalam posisi tertekuk, mengangkat kakinya sedikit ke atas, sehingga pinggulnya ikut naik ke atas. Lalu akar di bagian tengah tubuh Pohon Beringin itu menjulur dan memasuki lbagian anus Tuan Ma.

Mata Tuan Ma mendelik kesakitan. Tapi mulut dan tenggorokkannya seakan tersumbat, tidak bisa berteriak, dia hanya bisa berteriak di dalam hatinya sekencang-kencangnya.

Lalu akar beringin itu mulai melakukan gerakan mendorong keluar masuk di bagian bawah tubuh Tuan Ma selama 3 jam, sambil bersenandung lirih :

"Pergilah.... pergi dengan tubuhku, kenbalilah.... kembali dengan tulangmu."

Begitu terus berulang-ulang.

Nyanyiannya seperti nyanyian kuntilanak yang melantunkan tenbang jawa.

Di sudut-sudut mata Tuan Ma mengeluarkan air mata kesakitan dan penderitaan yang amat sangat, dia juga merasa akar itu sedang menyedot darahnya dari bagian bawah tubuhnya

Akar itu menyedot habis seluruh darah Tuan Ma sampai kering, Tuan Ma menghembuskan napasnya yang terakhir saat itu.

Pohon Beringin itu menghentikan senandungnya.

Akar itu menghancurkan bagian dalam dari daging tubuh Tuan Ma hingga berbentuk seperti cairan kental, dan menyedot cairan dagingnya sampai habis, sampai kulit Tuan Ma mengerut dan menua, dan tubuhnya hanya tersisa kulit dan tulang.

Saat itu sudah jam 5:30 pagi, dan di luar langit masih mendung dan gelap karena semalam hujan deras. Suara guntur telah berhenti, hanya hujan masih sedikit gerimis.

Setelah puas Pohon Beringin itu mengeluarkan akarnya dari tubuh Tuan Ma.

Pohon Beringin itu perlahan-lahan merubah wujudnya menjadi Nenek Lin kembali, dengan tubuh yang segar dan Energi Spiritual Siluman yang berlimpah. Warna pucat di kulitnya berkurang banyak.

Dia bangkit dari atas tubuh Tuan Ma, dan mengenakan pakaiannya sendiri kembali, lalu memakaikan pakaian di tubuh Tuan Ma dan memanggul tubuh Tuan Ma ke ruang depan, ke ruang tamu dan menaruhnya di atas lantai. Nanti dia akan membuatkan peti mati, dan menguburkannya. Bagaimanapun pria ini adalah suami dari wanita yang tubuhnya dipakai sebagai media olehnya. Dan Pria itu semalam telah memberikan kesenangan dan kenikmatan untuknya dan juga memuaskan rasa laparnya.

Nanti dia juga akan memberitahukan para penduduk desa, bahwa Tuan Ma telah meninggal karena di makan sama Rongshu si Penguasa Pohon Beringin di hutan Yin Wu, kalau dia membuang atau melenyapkan tubuh Tuan Ma, para penduduk desa akan curiga kepadanya, kenapa Tuan Ma tiba-tiba menghilang. Karena mereka semua bertetangga, sering bertemu dan saling mengenal satu sama lain.

Setelah tubuh pucat tanpa darah Tuan Ma dibaringkan di lantai. Nenek Lin ke dapur, lalu keluar ke halaman belakang, menuju ke gudang bawah tanah, di luar masih gerimis kecil.

Dia membuka pintu gudang, menuruni tangga, dan mengeluarkan semua barang-barang yang ada di gudang itu, dan menaruhnya di luar halaman. Sehingga gudang itu menjadi kosong, setelah kosong dia menutup pintu gudang.

Dia membuang bahan-bahan makanan seperti beras, makanan yang dikeringkan dsbnya ke dalam sampah.

Barang-barangnya yang menurutnya bisa dipakai seperti kampak dan perkakas dia nenaruhnya di dapur, sisanya semuanya di buang ke sampah.

Matahari mengintip di balik awan, walau langit masih mendung, hujan telah berhenti. Saat itu sudah jam 6:30 pagi dihari setelah kemarin.

Kenudian Nenek Lin mengambil kampak untuk membuat peti mati. Dia lalu pergi menuju ke hutan Yin Wu untuk mengambil kayunya.

---

Setelah peti mati selesai dibuat, dia menaruh jenazah Tuan Ma di dalam peti mati di ruang tamu.

Lalu dia pergi memberitahukan para tetangganya penduduk desa Lu Zhong, bahwa Tuan Ma sudah meninggal.

Para penduduk desa sangat terkejut mendengar kematian mendadak Tuan Ma, kemarin masih baik-baik saja, mereka melihatnya sedang berjalan menuju ke ladangnya sendiri.

Mereka bergegas melayat Tuan Ma, mendatangi rumah Nenek Lin, dan meihat jenazah di peti mati, mereka lebih terkejut lagi, jenazah Tuan Ma di seluruh tubuhnya berkeriput seperti orang tua berusia 90 - 100 tahun, padahal dia baru berusia 40 tahun.

"Kenapa bisa begitu, aku baru kemarin melihatnya berjalan ke ladang." Kata tetangga terdekatnya dengan rasa heran.

"Di makan sama Rongshu Penguasa hutan Pohon Beringin, semalam dia pergi mencari kayu bakar di hutan Beringin, aku menemukan mayatnya sudah berada di depan pintu rumah di tengah malam." Kata Nenek Lin dengan air mata bercucuran, berpura-pura sedih. Para penduduk desa sibuk nenghibur Nenek Lin.

Para penduduk desa Lu Zhong mempercayainya, karena mereka memang sudah tahu siapa itu Rongshu. Setelah itu para penduduk desa membantunya menguburkan peti mati Tuan Ma di hutan bambu. Mereka tidak bertanya apapun lagi.

Tapi para penduduk desa melupakan fakta, mengapa peti mati itu sudah tersedia cepat sekali, mengapa dia menemukan mayatnya sudah berada di depan pintu rumah senalam, siapa yang mengantarkannya, kalau Rongshu yang mengantarkannya, kenapa dia tidak sekalian memakan Nenek Lin?.

---

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status