Saat itu sudah hampir jam 1 malam, di luar terdengar suara burung hantu, dan: "Kwak...kwak..." ada juga suara burung gagak.
Malam itu tiba-tiba muncul awan gelap di langit, tidak lama kemudian ada suara petir yang menggelegar sangat kencang, langit yang gelap bersinar dalam sekejap. Tak lama kenudian gerimis mulai turun.Nenek Lin membuka pintu kamar, nenatap ke dalam kamar, kamar itu tidak terlalu besar dengan ranjang berada di tengah, sisi sebelah dalam ranjang menempel ke tembok, dan ranjangnya menghadap ke pintu. Di sebelah kiri dari arah pintu adalah lemari, di sebelah kanan dari arah pintu adalah meja rias, kamarnya bersih, walaupun perabotannya sederhana, dan ruangan itu tidak banyak terdapat barang-barang yang tidak berguna. Di atas meja rias ada lampu minyak yang cahayanya berpendar-pendarBegitu Nenek Lin membuka pintu, Tuan Ma di ranjang membalikkan tubuhnya menghadap istrinya yang masih berdiri di pintu."Istriku, kenapa kau mandinya lama sekali ?" Tanya Tuan Ma."Aku mandi di sungai." Kata Nenek Lin."HA..... tengah malam begini? Apa kau tidak takut masuk angin? Apa kau tidak takut malam-malam begini mandi di sana sendirian? Kenapa kau tidak mandi di kamar mandi di halaman belakang saja?" Kata Tuan Ma, meresa heran."Aku lagi kepingin mandi di sungai." Kata Nenek Lin. Padahal dia tidak tahu di halaman belakang ada kamar mandi."Biar aku masakkan air jahe, supaya kau tidak mssuk angin." Kata Tuan Ma, sambil turun dari ranjangnya."Tidak perlu, aku baik-baik saja." Kata Nenek Lin."Lalu... kenapa kau masih berdiri di pintu saja, kenapa tidak datang kemari." Kata Tuan Ma.Nenek Lin berjalan nendekati Tuan Ma, berdiri di samping tempat tidur menghadap Tuan Ma.Setelah nendekat, Tuan Ma sangat terkejut, kenapa setelah makan malam dan mandi, wajah istrinya masih sangat pucat, seperti orang yang tanpa darah."Istriku, sebenarnya kau kenapa? Kau masuk angin yah, kalau kau masuk angin berbaringlah, biar kupijat." Kata Tuan Ma."Nn" Kata Nenek Lin. Lalu dia naik ke ranjang di bagian dalam dekat tembok, Tuan Ma tidur di sebelah bagian depan.Nenek Lin berbaring dengan tubuh terlentang, sedangkan Tuan Ma masih duduk di sebelahnya."Tengkuraplah, biar kupijat punggungmu." Kata Tuan Lin.Lalu Nenek Lin berbalik dengan posisi tengkurap.Tuan Ma bangkit, lalu duduk di atas tubuh Nenek Lin, tapi tidak menekan tubuhnya terlalu keras.Tuan Ma pertama-tana menguruti area pundak. Setelah beberapa saat, dari pundak turun ke pinggang, Tuan Ma menguruti tubuh istrinya dengan masih berpakaian, lana-lama dia merasa tidak enak, karena tanpa menggunakan minyak, mengurutnya terasa seret, dan mengurutnya kurang maksimal."Kau buka pakaiannu, aku akan mengurutnya pakai minyak " Kata Tuan Ma.Pakai minyak itu bukan memakai minyak sayur atau minyak kelapa. Tapi memang special minyak untuk urut yang memberikan rasa hangat."Nn" Kata Nenek Lin.Nenek Lin menurutinya, membuka pakaian atasnya, tubuh bagian atasnya telanjang. Kulitnya putih, sekarang tampak lebih pucat dari warna sebelumnya, karena dia sering bekerja di ladang, dia masih langsing di umurnya yang ke 38 tahun. Tidak tampak lemak-lemak yang berjendul keluar di perutnya. Dan dia juga belum pernah melahirkan anak, payudara dan tubuhnya masih kencang.Tuan Ma juga masih gagah di usianya yang ke 40 tahun, tubuhnya tegap, dan dadanya bidang, karena dia tiap hari bekerja di ladang, dan menebang kayu, tangannya sedikit berotot.Saat itu sudah jam 1:30 tengah malam, di luar masih terdengar suara guntur yang menggelegar dan gerimis hujan rintik-rintik.Setelah setengah telanjang, Nenek Lin berbaring tengkurap lagi. Tuan Ma mengambil minyak urut di meja rias, naik ke tempat tidur, dan duduk lagi di atas pinggul Nenek Lin. Dia menyentuh kulit di punggung Nenek Lin, dan terkejut, "Kenapa kulitmu dingin sekali?".Nenek Lin diam saja, tidak menjawabnya.Kemudian Tuan Ma buru-buru mengoleskan minyak urut di punggung Nenek Lin, dan mulai mengurutinya dari arah pundak, lalu turun ke pinggang, dari arah pinggang, lalu naik ke punggung, kadang-kadang dia menggerakkan jari-jarinya dengan arah berputar-putar. Dengan menijitnya dia berharap kulit dan tubuh istrinya menjadi hangat. Begitu seterusnya berulang-ulang. Lama-lama gerakannya seperti menggoda, merayap turun ke bawah, ke payudara istrinya, dan berputar-putar di sana.Gairah Tuan Ma bangkit, dan berpikir dalam hatinya, aku sepertinya sudah lama tidak bercinta dengan istriku sudah 2 mingguan. Mereka biasanya bercinta paling banyak seminggu tiga kali, paling sedikit seminggu sekali. Kali ini sudah hampir dua mingguan puasa.Dia tiba-tiba merasa tubuhnya segar kembali dan berenergi, padahal dari tadi pagi dia merasa tubuhnya letih dan lesu.Memikirkannya gairahnya senakin memuncak, dia lalu bangkit dari tubuh istrinya, dan membalikkan tubuh istrinya sehingga mereka berdua saling berhadapan. Lalu dia duduk lagi dipinggul istrinya. Dia mulai mengurut tubuh bagian depannya, mengurut pinggangnya, lalu mengurut dan membelai-belai payudaranya. Setelah berulang-ulang mengurut, dia melap tangannya, dan melempar lapnya ke lantai.Posisi tubuh Tuan Ma masih duduk di atas pinggul istrinya, dan dia mulai menundukkan kepalanya menciumi bibir istrinya, menggigitnya dengan lembut, lidahnya juga menyerang bagian dalam mulut istrinya dan berkeliaran di sana, istrinya juga membalas ciumannya. Mereka saling berciuman dengan dahsyat dan penuh gairah.Di luar suara guntur saling bersahut-sahutan, dan rintik-rintik hujan senakin deras terdengar.Ciuman Tuan Ma turun ke lehernya, lalu ke payudaranya dan bermain-main di sana, turun semakin ke bawah dan ke bawah lagi.Lalu dia bangkit membuka pakaian bawah istrinya, dan dia juga membuka seluruh pakaiannya sendiri.Mereka berdua telanjang bulat, lalu Tuan Ma, membuka dan menekuk kedua kaki istrinya. Dan meletakkan dirinya di sana. Lalu dia mulai bergerak mendorong maju mundur, dia melakukan gerakan itu selama setengah jam lebih. Mereka berdua saling berdesah dan mandi keringat. Tiba-tiba kepala Tuan Ma mendongak, tubuhnya menegang, dan dia mengerang, lalu menyemprot ke dalam. Setelah pelepasan, dia jatuh terkapar di samping istrinya.Entah mengapa... kali ini, setelah bercinta dengan istrinya, seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Energinya seperti telah dikuras habisDi luar guntur terus bersahut-sahutan, dan hujan sangat deras. Saat itu jam 2:30 malamCahaya di kamar itu remang-remang, tidak terlalu terang dan tidak terlalu gelap, lampu minyak kecil masih menyala di meja rias dan cahayanya masih berpendar-pendar memantul di dinding kamar. Mereka bisa melihat dengan jelas diri mereka berdua. Mereka berdua telanjang bulat.Tuan Ma masih terbaring lemas di samping istrinya. Tiba-tiba isttinya bangkit, duduk di atas pinggul suaminya, menciumi suaminya dengan ganas, menciumi bibirnya, menggigitinya hingga berdarah dan menghisap darahnya, menciumi lehernya, menggigit lehernya hingga berdarah dan menghisapnya, menciumi dadanya, dan terus semakin turun ke bawah.Tuan Ma sudah tidak mampu lagi membalasnya, walaupun gairahnya sudah bangkit lagi, bahkan untuk menggerakkan kaki atau tangannyapun dia sudah tidak mampu. Dia hanya bisa membiarkan istrinya yang aktif bergerak dan membiarkannya melakukan hal-hal sesuka hatinya di atas tubuhnya.Setelah menciumi bagian bawah tubuh suaminya, dia membuka dan menekuk kaki suaminya. Dalam keremangan cahaya dan nyala lampu minyak yang berpendar-pender, dia melihat istrinya perlahan-lahan berubah wujud, menjadi sebentuk Pohon Beringin yang sebesar tubuh istrinya.Mata Tuan Ma mendelik ngeri karena kaget dan ketakutan, dia ingin berteriak, tapi tenggorokkannya tidak bisa bersuara. Dia juga tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali. Tubuhnya kaku.Lalu akar-akar di Pohon Beringin itu bergerak-gerak, dua akar melilit kaki kiri dan kanannya yang sedang dalam posisi tertekuk, mengangkat kakinya sedikit ke atas, sehingga pinggulnya ikut naik ke atas. Lalu akar di bagian tengah tubuh Pohon Beringin itu menjulur dan memasuki lbagian anus Tuan Ma.Mata Tuan Ma mendelik kesakitan. Tapi mulut dan tenggorokkannya seakan tersumbat, tidak bisa berteriak, dia hanya bisa berteriak di dalam hatinya sekencang-kencangnya.Lalu akar beringin itu mulai melakukan gerakan mendorong keluar masuk di bagian bawah tubuh Tuan Ma selama 3 jam, sambil bersenandung lirih :"Pergilah.... pergi dengan tubuhku, kenbalilah.... kembali dengan tulangmu."Begitu terus berulang-ulang.Nyanyiannya seperti nyanyian kuntilanak yang melantunkan tenbang jawa.Di sudut-sudut mata Tuan Ma mengeluarkan air mata kesakitan dan penderitaan yang amat sangat, dia juga merasa akar itu sedang menyedot darahnya dari bagian bawah tubuhnyaAkar itu menyedot habis seluruh darah Tuan Ma sampai kering, Tuan Ma menghembuskan napasnya yang terakhir saat itu.Pohon Beringin itu menghentikan senandungnya.Akar itu menghancurkan bagian dalam dari daging tubuh Tuan Ma hingga berbentuk seperti cairan kental, dan menyedot cairan dagingnya sampai habis, sampai kulit Tuan Ma mengerut dan menua, dan tubuhnya hanya tersisa kulit dan tulang.Saat itu sudah jam 5:30 pagi, dan di luar langit masih mendung dan gelap karena semalam hujan deras. Suara guntur telah berhenti, hanya hujan masih sedikit gerimis.Setelah puas Pohon Beringin itu mengeluarkan akarnya dari tubuh Tuan Ma.Pohon Beringin itu perlahan-lahan merubah wujudnya menjadi Nenek Lin kembali, dengan tubuh yang segar dan Energi Spiritual Siluman yang berlimpah. Warna pucat di kulitnya berkurang banyak.Dia bangkit dari atas tubuh Tuan Ma, dan mengenakan pakaiannya sendiri kembali, lalu memakaikan pakaian di tubuh Tuan Ma dan memanggul tubuh Tuan Ma ke ruang depan, ke ruang tamu dan menaruhnya di atas lantai. Nanti dia akan membuatkan peti mati, dan menguburkannya. Bagaimanapun pria ini adalah suami dari wanita yang tubuhnya dipakai sebagai media olehnya. Dan Pria itu semalam telah memberikan kesenangan dan kenikmatan untuknya dan juga memuaskan rasa laparnya.Nanti dia juga akan memberitahukan para penduduk desa, bahwa Tuan Ma telah meninggal karena di makan sama Rongshu si Penguasa Pohon Beringin di hutan Yin Wu, kalau dia membuang atau melenyapkan tubuh Tuan Ma, para penduduk desa akan curiga kepadanya, kenapa Tuan Ma tiba-tiba menghilang. Karena mereka semua bertetangga, sering bertemu dan saling mengenal satu sama lain.Setelah tubuh pucat tanpa darah Tuan Ma dibaringkan di lantai. Nenek Lin ke dapur, lalu keluar ke halaman belakang, menuju ke gudang bawah tanah, di luar masih gerimis kecil.Dia membuka pintu gudang, menuruni tangga, dan mengeluarkan semua barang-barang yang ada di gudang itu, dan menaruhnya di luar halaman. Sehingga gudang itu menjadi kosong, setelah kosong dia menutup pintu gudang.Dia membuang bahan-bahan makanan seperti beras, makanan yang dikeringkan dsbnya ke dalam sampah.Barang-barangnya yang menurutnya bisa dipakai seperti kampak dan perkakas dia nenaruhnya di dapur, sisanya semuanya di buang ke sampah.Matahari mengintip di balik awan, walau langit masih mendung, hujan telah berhenti. Saat itu sudah jam 6:30 pagi dihari setelah kemarin.Kenudian Nenek Lin mengambil kampak untuk membuat peti mati. Dia lalu pergi menuju ke hutan Yin Wu untuk mengambil kayunya.---Setelah peti mati selesai dibuat, dia menaruh jenazah Tuan Ma di dalam peti mati di ruang tamu.Lalu dia pergi memberitahukan para tetangganya penduduk desa Lu Zhong, bahwa Tuan Ma sudah meninggal.Para penduduk desa sangat terkejut mendengar kematian mendadak Tuan Ma, kemarin masih baik-baik saja, mereka melihatnya sedang berjalan menuju ke ladangnya sendiri.Mereka bergegas melayat Tuan Ma, mendatangi rumah Nenek Lin, dan meihat jenazah di peti mati, mereka lebih terkejut lagi, jenazah Tuan Ma di seluruh tubuhnya berkeriput seperti orang tua berusia 90 - 100 tahun, padahal dia baru berusia 40 tahun."Kenapa bisa begitu, aku baru kemarin melihatnya berjalan ke ladang." Kata tetangga terdekatnya dengan rasa heran."Di makan sama Rongshu Penguasa hutan Pohon Beringin, semalam dia pergi mencari kayu bakar di hutan Beringin, aku menemukan mayatnya sudah berada di depan pintu rumah di tengah malam." Kata Nenek Lin dengan air mata bercucuran, berpura-pura sedih. Para penduduk desa sibuk nenghibur Nenek Lin.Para penduduk desa Lu Zhong mempercayainya, karena mereka memang sudah tahu siapa itu Rongshu. Setelah itu para penduduk desa membantunya menguburkan peti mati Tuan Ma di hutan bambu. Mereka tidak bertanya apapun lagi.Tapi para penduduk desa melupakan fakta, mengapa peti mati itu sudah tersedia cepat sekali, mengapa dia menemukan mayatnya sudah berada di depan pintu rumah senalam, siapa yang mengantarkannya, kalau Rongshu yang mengantarkannya, kenapa dia tidak sekalian memakan Nenek Lin?.---Hari itu udara sangat cerah, sorotan cahaya matahari seperti membentuk selendang sutera. Burung-burung berkicau, kupu-kupu beterbangan di antara bunga-bunga krisan yang berwarna warni.Di tengah desa Lu Zhong, ada sebuah keluarga dari marga He, bernama He Bin Xiang[1]➖[1] He Bin Xiang - 何斌祥.➖Mereka adalah keluarga kecil yang bahagia, terdiri dari : He Bin Xiang, istrinya Luo Mei Shan[2], dan putra mereka yang baru lahir He Ping Ping![3], baru berusia lima bulan.➖[2] Luo Mei Shan - 羅梅山.[3] He Ping Ping - 何萍萍.➖Pekejaan He Bin Xiang sehari-harinya sama seperti warga lainnya, bertani di ladang menanam sayur-sayuran dan berternak, berburu, dan mencari kayu bakar. Dulu istrinya tiap hari membantunya di ladang, setelah mereka memiliki bayi, dia merawat sendiri bayinya di rumah, memasak, dan mencuci.He Bin Xiang juga bisa membuat perabotan rumah tangga dari bambu, misalnya meja dan kursi, selain untuk dipakai sendiri, terkadang beberapa
Tujuh hari kemudian setelah acara Persembahan Bulan Purnama berakhir. Orang-orang desa sudah mulai melupakannya.Malam itu terdengar suara burung hantu di kejauhan.Langit yang mendung, perlahan mulai tertutup awan gelap, cahaya kilat membelah awan.Tidak ada angin. Dan udara panas Saat itu kira-kira jam 6 sore. Di rumah Keluarga He.He Bin Xiang dari siang belum pulang, karena sedang membuat perabotan rumah tangga pesanan dari tetangganya. Di dekat area ladangnya ada saung persegi panjang dengan empat kaki tiang, yang atapnya tertutup dengan jerami, dia biasa membuat perabotan rumah tangga di sana, tidak jauh dari rumahnya. Kalau membuat perabotan di rumahnya, berisik takut mengganggu tidur bayinya, lagipula di rumah tidak ada tempat untuk menaruh batang bambu.He Ping Ping sedang tertidur lelap di kamar mereka.Luo Mei Shan sedang mencuci pakaian di halaman belakang, dengan pintu dapur dibiarkan terbuka lebar-lebar, supaya kalau bayinya menangis, dia b
He Bin Xiang berlari dengan panik menuju ke hutan bambu. Saat itu sudah jam 1 malam. Hutan bambu sangat gelap. Apalagi itu sehabis hujan, di langit masih mendung dan ada awan gelap, tidak ada bintang-bintang maupun bulan. Biasanya cahayanya agak remang-remang, jika ada cahaya bulan. Untung He Bin Xiang membawa lampu minyak, dia hampir melupakannya tadi karena panik, untung istrinya mengingatkannya.Diapun lupa tidak membawa alat atau senjata apapun di tangannya, bergegas lari seperti orang gila menuju Batu Ganda Hutan Bambu, menuruti pesan hantu wanita itu.Perjalanan dari desa Lu Zhong ke Batu Ganda Hutan Bambu cukup jauh. Batu Ganda Hutan Bambu berada di tengah-tengah hutan bambu, dari hutan bambu ke hutan Yin Wu dua jam perjalanan. Jadi ke Batu Ganda Hutan Bambu kira-kira memakan waktu satu jam dengan berjalan kaki. Kali ini He Bin Xiang menempuhnya dengan berlari. Jadi sambil terengah-engah, setelah setengah jam lebih kemudian, diapun akhirnya sampai ke kokasi Batu
"Tenangkan dulu dirimu... percuma saja kau bukan lawannya, kau hanya mengantarkan nyawamu dengan sia-sia, dan kematian anaknu juga akan sia-sia, orang yang mampu melawannya bukanlah orang biasa, tetapi orang yang meniliki kemampuan seni bela diri tinggi, contohnya Kaisar Pegunungan Yin Wu." Kata sang tetua lagi "Apakah tidak lebih baik, jika kita minta bantuan sama Kaisar Pegunungan Yin Wu, tapi bagaimana cara menghubunginya?" Kata He Bin Xiang merasa putus asa."Hm.... itu ide bagus, tapi apakah Sang Kaisar mau mendengarkan kita dan membantu kita." Kata seorang pria tetangga."Kalau kita belum mencobanya, kita tidak akan pernah tahu." Kata He Bin Xiang lagi."Tapi kita harus memsstikannya dulu, bahwa itu adalah Rongshu, baru minta bantusn kepada Sang Kaisar. Kalau ternyata itu hanya makhluk biasa dan kita masih mampu mengatasinya, kita tidak perlu merepotkan Sang Kaisar." Kata tetua desa."Kita harus memantau situasi secara diam-diam, seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa, jangan s
"Tetua... tetua...." Panggilan ketiga tetangga pria itu menyadarkannya."Eh... yah... ada apa?" Kata tetua desa sedikit linglung."Bagaimana pendapatmu, tetua." Tanya salah seorang dari ketiga orang pria tetangganya."Hm.... ini.... ini.... kekejaman yang luar biasa terlalu sulit untuk dijabarkan dengan kata-kata, aku belum pernah melihat kekejaman yang seperti ini sebelumnya, sampai aku tidak bisa berkata-kata." Kata tetua desa.Sang tetua desa diam dan berpikir sejenak "Menurut kalian, apakah hal seperti "memakan daging manusia", bisa dilakukan oleh manusia ?" Kata tetua desa lagi. Dia menekankan nada memakan daging manusianya."Justru itu yang ingin kami bahas di sini." Kata seorang pria tetangganya."Tapi hantu wanita itu mengatakan, bahwa yang menculik putraku adalah seorang Nenek." Kata He Bin Xiang."Apalagi seorang Nenek, apakah seorang Nenek memiliki gigi dan perut yang sekuat itu bisa memakan daging manusia sampai habis dan bersih, hanya tersisa tulang? Dan lagi apakah seo
Tidak begitu lama kemudian, setelah selesai berbenah di dapur, Luo Mei Shanpun menyusul mssuk ke kamarnya untuk tidur. Dia melihat suaminya sudah tertidur duluan.Diapun lelah lahir dan batin, ditambah semalaman tidak tidur sama sekali, di bagian bawah matanya sudah hitam seperti panda. Dia naik ke ranjang sebelah bagian dalam, suaminya di sebelah bagian luar. Lalu menyelimuti suaminya dan dirinya senfiri.Jam 9 malam Luo Mei Shan terlelap.---Di luar halaman mulai berkabut.Jam 12 malam lonceng hijau tiba-tiba berbunyi, tapi He Bin Xiang dan Luo Mei Shan tidak mendengarnya, mereka terus terlelap karena kelelahan.Mereka berdua telah memasuki alam mimpi.Di dalam mimpi, mereka berdua melihat seorang anak kecil memasuki kamar mereka, anak kecil itu kira-kira berusia 4 - 5 tahun, wajahnya mirip He Ping Ping dalam versi yang lebih besar."Ayah..... ibu..... aku pulang....""Ayah..... Ibu..... ada sebuah pohon besar ingin memakanku, aku takut sekali.""Ayah..... ibu..... tidak usah mengk
He Bin Xiang mengangguk.Setelah selesai makan dan berkumur, He Bin Xiang bersiap-siap untuk berangkat ke rumah tetua desa."Aku pergi dulu yah." Kata He Bin Xiang melambai kepada istrinya.Istrinya membalas lambaiannya.‐--"Tok tok tok.""Tok tok tok."He Bin Xiang mengetuk pintu rumah tetua desa."Siapa?"Setelah beberapa saat istri sang tetua desa yang membukakan pinttu."Aku He Bin Xiang, tetua desa apakah sedang berada di rumah?" Kata He Bin Xiang.Istri tetua desa yang mengetahui peristiwa yang menimpa keluarga He Bin Xiang merasa turut pfihatin."Oh.... ada.... ada.... Mari silahkan masuk dan silahkan duduk, nanti aku panggilkan." Kata istri tetua desa."Sebelumnya aku turut prihatin atas peristiwa yang menimpa putramu, semoga pelakunya bisa segera tetangkap." Kata istri tetua desa "Terima kasih." Kata He Bin Xiang lagi Lalu istri tetua desa masuk ke dalam rumah dan memberitahu tetua desa, bahwa He Bin Xiang datang berkunjung, setelah itu dia pergi ke dapur untuk menyiapkan
Lonceng hijau terus berbunyi, tapi si Nenek di atas atap yang membuka genteng di atas kamar tidur melihat ada seorang bayi tidur di tengah ranjang di apit oleh kedua orang tuanya di sebelah kiri dan kanannya, kemudian si Nenek meniupkan mantra sirep ke dalam ruangan, semua orang tertidur lelap tanpa mendengar apapun.Si Nenek menjebol atap dan turun menculik sang bayi, si bayi di bawa kabur melalui tempat dia masuk.Si bayi diculik di hadapan orang tuanya sendiri, ha.... ha....Sebenarnya mereka para tetangga itu tinggal berjauhan, kalau ada satu rumah yang loncengnya berbunyi mereka tidak bisa mendengarnya, tapi itu sudah jam 12 di tengah malam, lingkungan desa sangat sepi, hanya terdengar suara jangkrik, kebetulan ada seorang kepala keluarga dari tetangga yang paling dekat rumahnya dengan keluarga yang memiliki bayi itu, belum bisa tidur, sayup-sayup dia mendengar suara lonceng berbunyi yang berasal dari keluarga yang memiliki bayi. Buru-buru dia bangun, sambil membawa kampak, menuj