Share

8 - Putraku Terkasih

Hari itu udara sangat cerah, sorotan cahaya matahari seperti membentuk selendang sutera. Burung-burung berkicau, kupu-kupu beterbangan di antara bunga-bunga krisan yang berwarna warni.

Di tengah desa Lu Zhong, ada sebuah keluarga dari marga He, bernama He Bin Xiang[1]

[1] He Bin Xiang - 何斌祥.

Mereka adalah keluarga kecil yang bahagia, terdiri dari : He Bin Xiang, istrinya Luo Mei Shan[2], dan putra mereka yang baru lahir He Ping Ping![3], baru berusia lima bulan.

[2] Luo Mei Shan - 羅梅山.

[3] He Ping Ping - 何萍萍.

Pekejaan He Bin Xiang sehari-harinya sama seperti warga lainnya, bertani di ladang menanam sayur-sayuran dan berternak, berburu, dan mencari kayu bakar. Dulu istrinya tiap hari membantunya di ladang, setelah mereka memiliki bayi, dia merawat sendiri bayinya di rumah, memasak, dan mencuci.

He Bin Xiang juga bisa membuat perabotan rumah tangga dari bambu, misalnya meja dan kursi, selain untuk dipakai sendiri, terkadang beberapa buah dia menjualnya di luar desa Lu Zhong. Para penduduk desa sering minta dibuatkan 1 - 2 buah perabotan, imbalannya ditukar dengan bahan makanan, hasil panen, hasil ternak, masakan atau kue-kue buatan mereka sendiri, dia menerimanya dengan senang hati. Hampir semua perabotan di desa Lu Zhong dibuat oleh He Bin Xiang.

Bambunya di tebang dari hutan bambu di kaki Pegunungan Yin Wu, anehnya seberapa banyakpun bambunya di tebang, itu tidak akan pernah berkurang, tidak pernah habis dan hutan bambu tidak akan pernah gundul.

Jika He Bin Xiang habis menebang beberapa batang bambu, keesokkan harinya dia datang lagi ke lokasi yang sama, maka pohon bambu itu seolah-olah tumbuh kembali, tidak ada bekas batang bambu yang telah di tebang, anehkan.

He Bin Xiang dan Luo Mei Shan sudah menikah selama tujuh tahun, tapi mereka belum memiliki seorang anakpun. Mereka sudah sangat merindukan untuk menimang seorang bayi. Akhirnya pada tahun ke delapan Luo Mei Shan bisa hamil dan pada tahun ke sembilan dia melahirkan seorang bayi. Seorang bayi laki-laki lagi yang menjadi dambaan banyak orang yang berharap untuk memiliki putra pertama di setiap keluarga.

Pada hari kelahiran He Ping Ping, mereka sangat bersuka cita. Istrinya meninta bantuan beberapa kerabatnya untuk membuat telur merah dan kue-kue untuk dibagikan kepada para tetangga.

Kini He Ping Ping sudah berusia lima bulan, dia sudah bisa berguling dan tengkurap, dan sedang lucu-lucunya. Makanan sehari-harinya adalah ASI dari ibunya dan bubur.

Kadang He Ping Ping di gendong ibunya keluar halaman untuk berjemur. Para tetangga yang kebetulan lewat suka mampir untuk melihatnya, kadang mereka gemas melihat pipi He Ping Ping yang putih montok agak kemerahan, ingin mencubitnya atau sekedar menggodanya.

He Bin Xiang dan Luo Mei Shan sangat menyayangi putranya.

Siang itu He Bin Xiang sehabis pulang dari ladang, begitu tiba di depan pintu rumah, orang yang ingin dilihatnya adalah putranya.

"Tok tok tok."

"Siapa?" Kata Istrinya Luo Mei Shan, sambil membukakan pintu.

"Oh... Suamiku yang datang." Kata Luo Mei Shan.

He Bin Xiang melongok ke dalam dari luar pintu, dan berkata "Ping Ping mana?" Sambil masuk ke dalam ruangan

"Dia masih tidur di kamar" Kata Luo Mei Shan.

He Bin Xiang ingin langsung menyelonong masuk ke kamar.

"Hushhh... hushhh... tunggu dulu" Luo Mei Shan buru-buru mencegahnya, dan berkata, "Kau baru habis dari luar tidak boleh langsung menemui anakmu, kau harus ke kamar mandi dulu, cuci muka, cuci tangan, cuci kaki dulu, setelah beberapa saat kau baru boleh melihat anakmu."

He Bin Xiang memahami apa yang dimaksud istrinya. Memang ada kepercayaan jika ada keluarga yang memiliki bayi atau balita di rumah, orang rumah yang habis berpergian keluar dan hendak kembali ke rumah harus ke dapur atau kamar mandi untuk bersih-bersih terlebih dahulu, baru boleh menemui bayi atau balitanya, karena orang yang habis berpergian dari luar, tubuhnya kadang ditempeli makhluk halus, apalagi jika orang yang berpergian tersebut habis melewati kuburan misalnya, atau tanpa sengaja melewati tempat-tempat yang angker. Makhluk-makhluk halus itu suka ikut pulang ke rumah orang yang ditempeli olehnya, dan mengganggu bayi atau balita yang ada di rumah. Sang bayi atau balita akan menangis terus menerus di tengah malam, atau badannya tiba-tiba panas, atau tiba-tiba sakit.

"Baiklah, tolong ambilkan pakaianku." Kata He Bin Xiang.

Istrinya segera mengambilkan pakaian di kamar, dan diberikan kepada He Bin Xiang.

He Bin Xiang menerimanya, dan langsung menuju ke halaman belakang untuk mandi.

Setelah selesai mandi He Bin Xiang kembali ke dalam rumah, langsung masuk ke kamarnya, dan melihat He Ping Ping yang masih tertidur. He Bin Xiang memegang tangannya yang mungil, dan mengusap-usap pipi montoknya yang kemerahan, dan mencium pipinya. Setelah puas menatapi putranya, He Bin Xiang keluar kamar.

"Makan dulu, aku sudah menyiapkan makanan." Kata Luo Mei Shan dari arah meja makan.

He Bin Xiang langsung menuju ke meja makan, perutnya memang sudah lapar.

Mereka duduk di meja makan, makan sambil mengobrol.

"Bagaimana keadaan Ping Ping di rumah hari ini" Tanya He Bin Xiang.

"Biasa saja, tadi pagi sewaktu aku menjemurnya para tetangga yang lewat gemas melihatnya." Kata istrinya.

He Bin Xiang tersenyum sedikit bangga, putra mereka memang banyak yang suka, dan bekata: "Putra siapa dulu dong."

Luo Mei Shan tertawa.

"Oh yah.... ngomong-ngomong para tetangga sedang mulai mempersiapkan persembahan untuk Bulan Purnama, besok malam, aku akan membawa Ping Ping ke sungai pada hari itu, meminta berkat kepada Kaisar Pegunungan Yin Wu." Kata istrinya.

"Baiklah, aku juga akan menggelar barang dagangan di sana." Kata He Bin Xiang.

Besok malam para penduduk desa Lu Zhong di bulan itu, akan segera mempersiapkan persembahan BULAN PURNAMA untuk Penguasa Pegunungan Yin Wu. Di rumah masing-masing di setiap keluarga menyiapkan dupa hitam, sekeranjang bunga krisan putih, dan ayam hutan hitam, sebagai persembahan untuk Kaisar Pegunungan Yin Wu nantinya. Dan bagi yang ingin menggelar barang dagangan, mereka mempersiapkan barang dagangannya.

Keluarga He Bin Xiang pun sama, istrinya mempersiapkan dupa hitam, sekeranjang krisan putih, dan ayam hutan hitam. He Bin Xiang mempersiapan barang dagangan yang akan dibawa.

---

Kita kembali ke rumah Nenek Lin, semenjak dari peristiwa itu, itu sudah lewat selama sepuluh tahun, dan kini usia Nenek Lin sudah 50 tahun.

Perilaku Nenek Lin sudah banyak berubah di mata para penduduk desa Lu Zhong.

Di siang hari Nenek Lin jarang terlihat keluar rumah, mereka tidak pernah melihat Nenek Lin keluar untuk berladang atau berternak. Apalagi mencari kayu bakar di hutan. Ladangnya dan peternakannya dibiarkan terbengkalai begitu saja.

Mereka bingung bagaimana cara kehidupan Nenek Lin sehari-harinya, kalau dia tidak pergi berladang dan berternak, sehari-harinya dia makan apa.

Mereka berpikir mungkin Nenek Lin masih shock dan sedih sampai sekarang, atas kematian suaminya yang mendadak dan dengan cara yang begitu mengerikan, sehingga dia mengurung dirinya sendiri. Jadi mereka diam saja.

Dulu sepuluh tahun yang lalu, kadang di tengah malam, tetangga yang tinggal lebih dekat dengan Nenek Lin, suka mendengar suara ayam yang berkeok-keok, itik yang berkwek-kwek, atau kambing dan domba yang mengembik yang sepertinya berasal dari peternakan Nenek Lin. Tapi mereka tidak tahu mengapa.

Dan setelah berbulan-,bulan berlalu kemudian, para penduduk desa sering menemukan ternak mereka satu persatu hilang, tapi mereka tidak dapat menemukan siapa pelakunya, padahal mereka sudah menyelidikinya.

---

Nenek Lin jarang keluar di siang hari, kalau di siang hari dia tampak seperti sedang bersemedi di atas ranjang di kamar tidurnya, dengan ruangan yang gelap.

Dulu sepuluh tahun yang lalu. Kalau dia merasa lapar, di malam hari dia akan keluar ke peternakannya sendiri untuk mengambil seekor ayam, atau seekor itik, atau seekor domba untuk dibawa ke ruang bawah tanah di gudang itu. Dia menguliti bulu-bulu binatang itu, menghisap darahnya, mematahkan tulang-tulangnya dan memakan dagingnya mentah-mentah. Dia tidak pernah makan nasi atau sayur-sayuran, itu sebabnya, bahan makanan di gudang dia membuang semuanya ke tempat sampah.

Karena itu tetangga yang terdekatnya suka mendengar suara binatang di peternakan Nenek Lin yang berkotek-kotek atau mengembik, dan jeritan binatang yang samar-samar terdengar, tapi suaranya entah dari mana, sepertinya dari arah rumah Nenek Lin, tapi jika mereka melewati rumahnya tidak terlihat ada apa-apa di sana.

Lama kelamaan binatang-binatang di peternakannya sendiri sudah habis dia makan. Lalu dia beralih ke peternakan para penduduk desa di malam hari, maka satu persatu ternak warga desa Lu Zhong menghilang. Takut para penduduk desa curiga karena setiap hari ternak mereka hilang, belakangan Nenek Lin mencari makannya di luar desa Lu Zhong, pada malam hari.

Nenek Lin yang sedang bersemedi di kamarnya, tiba-tiba terbangun dan berpikir malam ini para penduduk desa akan mengadakan upacara persembahan Bulan Purnama untuk Kaisar Pegunungan Yin Wu, dia sebagai warga desa harus berpartisipasi, kalau tidak para penduduk desa akan mencurigainya.

Lalu dia bangkit dan mulai mempersiapkan bahan-bahan.

Pemilik asli rumah ini masih memiliki dupa hitam, beberapa hari yang lalu sewaktu dia sedang membersihkan gudang dia melihatnya, kebetulan dia tidak membuangnya dan menaruhnya di rak dapur, karena itu barang penting yang akan selalu dipergunakan.

Lalu Nenek Lin mulai mempersiapkan bahan-bahannya, bunga krisan putih tinggal ambil di halaman, ayam hutan tinggal dicuri di peternakan penduduk desa terdekat.

Lalu dia pergi keluar untuk mengincar ayam hutan hitam milik tetangganya.

---

Malam itu Bulan Purnama,

di tepi sungai Yin Wu, di desa Lu Zhong sangat ramai, semua orang pada berkumpul di tepi sungai Yin Wu untuk persembahan.

Ada juga yang menggelar meja-meja bambu di sepanjang jalan, ada yang berjualan kue-kue, masakan, sayur-sayuran, make up wanita, dan kain, suasananya sangat meriah seperti pasar malam.

He Bin Xiang juga menggelar dagangannya, dua buah meja dan dua buah kursi bambu yang baru selesai dibuat beberapa hari yang lalu, Istrinya menggendong putranya, tangannya memegang keranjang tenteng kecil berisi bunga krisan putih dan dupa hitam. Suaminya membawa ayam hutan hitam yang sudah diikat dengan tali.

Setelah seluruh warga desa berkumpul semua, baru acara persembahan Bulan Puenama di mulai.

Mereka semua berjalan dan berkumpul di pinggir sungai untuk memulai upacara. Semua orang menyalakan dupa hitam di pinggir sungai, di lingkungan area sekitar situ berbau harum dupa, anehnya pada saat ini tidak ada yang terbius atau terangsang.

Rupanya kalau dupa untuk menyembah Sang Kaisar dibuat secara khusus, warnanya sama-sama hitam, namun tidak mengandung obat bius dan afrodisiak, dan dupanya dibuat sangat harum, tapi tidak dengan wangi yang menyengat, itu sangat lembut, campuran kayu cendana, bunga krissn, dan bunga kemuning.

"Mari kita mulai." Kata seorang tetua yang berdiri di tengah kerumunan, mulutnya komat kamit membaca mantra pemanggilan kepada Sang Kaisar Pegunungan Yin Wu: " Wahai... Yang Mulia Kaisar Kabut Misterius Bulan Sabit, bersama ini kami seluruh warga desa Lu Zhong mempersembahkan persembahan di malam Bulan Purnama, untuk mengucapkan rasa syukur kepada Sang Kaisar, karena kami selama ini diberi tanah yang subur, air sungai yang berlimpah dan jernih, dan warga desa Lu Zhong selama ini selalu di lindungi oleh Sang Kaisar yang agung."

Begitulah kira-kira bunyi mantranya. Semua warga mengikuti kata-katanya di dalam hati mereka masing-masing.

Pada saat ini Nenek Lin tiba di sana ikut mendengarkan kata-kata Sang tetua tersebut, pura-pura ikut khusyuk.

Setelah beberapa menit pembacaan mantra selesai.

Mereka berjalan ke tepi sungai dan mulai menaburkan bunga-bunga krisan putih, di sepanjang aliran sungai, dan membuang ayam-ayam hutan hitam hidup yang badannya telah diikat ke aliran sungai, tiba-tiba aliran sungainya bergerak berbalik arah, dari desa Lu Zhong menuju ke hutan bambu, lalu ke hutan beringin dan menuju ke Gua Iblis Kabut Tersembunyi. Jika sudah begitu itu artinya Sang Kaisar menerima ucapan terima kasih mereka, dan mengirim persembahan mereka ke istana Kekaisarannya.

Nenek Lin juga melemparkan barang bawaannya ke sungai.

Para penduduk desa Lu Zhong sangat senang, melihat bahwa persembahan mereka diterima oleh Sang Kaisar.

Setelah semua persembahan habis terkirim, mereka melanjutkan acara berjualan di meja masing-masing, suasana sangat ramai, banyak terdengar suara orang tawar menawar barang.

Nenek Lin berjalan berkeliling, melihat-nelihat ke meja stand satu persatu

Akhirnya dia tiba di stand He Bin Xiang dan Luo Mei Shan bukannya melihat ke barang dagangan mereka, malah matanya terus menatapi bayi mungil di gendongan Luo Mei Shan, dengan tatapan lapar. Sampai lama Nenek Lin menatapi bayi mungil itu.

"Nenek Lin, nenek Lin." Panggil Luo Mei Shan.

Nenek Lin tersadar, "Oh... yah... ada apa?" Kata Nenek Lin.

"Mengapa kau melihati bayi kami terus," Kata Luo Mei Shan tersenyum.

"Bayimu lucu sekali, aku gemas melihatnya." Kata Nenek Lin.

He Bin Xiang tertawa bangga.

Lalu Nenek Lin menghampiri Luo Mei Shan, dan mencubit lembut pipi bayi itu.

Hm.... bayi yang montok dan gemuk, membuatku lapar, daging mudanya pasti sangat lezat, darahnya pasti sangat harum, begitu Nenek Lin berkata di dalam hatinya. Air liurnya menetes.

He Bin Xiang dan Luo Mei Shan merasa senang dan bangga, karena memang banyak penduduk desa yang menyukai bayi mereka. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa Nenek Lin ternyata memiliki niat lain terhadap bayi mereka.

Hanya Luo Mei Shan diam-diam sedikit bergidik, melihat tatapan Nenek Lin ke bayinya. Cara menatap Nenek Lin agak berbeda dari tatapan orang-orang desa lainnya, seperti ada sesuatu niat yang aneh terhadap bayinya. Mungkin naluri seorang ibu.

Ah.... Nenek Lin hanya seorang wanita tua biasa, Tidak mungkin ada niat tertentu. Lalu dia mengabaikan perasaannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status