“Beberapa hari ini aku gak enak badan, Mas. Aku bahkan sempat hampir jatuh, lemas, pusing,” ucap Angel saat mendekati suaminya yang sedang bercukur di depan wastafel di pagi hari.
“Kenapa memangnya? Masa iya kamu hamil?”
Angel menatap sang suami. Nick saja dingin selama ini, tidak pernah bercinta dengannya dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir. Bagaimana Angel bisa hamil?
“Kamu saja sudah lama tidak menyentuhku, Mas,” kata Angel memegang perutnya lalu memeluk suaminya dari belakang.
“Hmm …”
Nick melepaskan diri dari dekapan sang istri. Benar-benar dingin sampai-sampai Angel merasa dicampakkan. Sang istri hanya bisa cemberut dan kecewa menatap sang suami dengan harapan hampa.
“Ya terus kenapa? Kamu sakit? Ke dokter lah …”
“Aku banyak masalah, Mas. Sekarang, kantor diambil alih oleh investor lain. Aku gagal sebagai pimpinan. Gagal membawa klinik itu terus maju. Sekarang banyak pesaing, skincare semakin beragam. Aku gak sanggup gaji pegawai. Cabang semuanya udah tutup,” kata Angel mendekati suaminya lagi dan duduk berdampingan di ranjang.
Nick yang mengenakan kaos warna putih dan celana boxer itu duduk di samping istrinya sambil mengutak-atik ponselnya, tak terlalu mendengarkan Angel. Berbagai kalimat sudah diucapkan sang istri, curhat, dan keluhan, tetapi mata Nick tetap tertuju pada ponselnya.
“Mas … menurut kamu, apa aku sanggup kembalikan 5 miliar dalam waktu 6 bulan? Mau minta Papa, gak enak. Papa juga lagi susah, perusahaannya sedang kurang bagus pertumbuhannya,” ujar Angel menyentuh bahu suaminya.
Jemari Nick masih saja memencet tombol ponsel, seolah tidak mendengar Angel bicara. Nick salah fokus sementara Angel berharap ucapannya didengar.
“Mas, kamu dengar aku gak sih …”
“Apa? Gimana, gimana? Tadi aku lagi balas chat klien,” kata Nick menaruh ponselnya di atas meja lalu menatap istrinya.
“Iya … tadi kan aku cerita soal klinik aku. Sekarang aku udah gak punya kuasa, gak ada taring di sana,” ujar Angel menjelaskan sekali lagi.
“Ya kan masih ada Riri, orang kepercayaan kamu. Dia itu cekatan dan bisa diandalkan kan? Aku yakin dia bisa kasih banyak ide,” kata Nick.
“Ya Riri sih udah banyak kasih saran dan ide, tapi klinik tetap gak bisa perform. Sampai akhirnya aku dapat investor baru,” kata Angel dengan tatapan mata penuh harapan ingin dipeluk suami di saat sedang sulit begini.
“Ya Riri juga kan yang punya koneksi, jadi bisa menghubungkan kamu dengan investor baru itu?” kata Nick santai.
“Kok kamu bisa berpikir Riri yang bantu sih, Mas?”
Nick hendak mengatakan sesuatu, tapi diurungkan. “Udah ah, aku capek. Aku harus tidur cepat," Nick menutup obrolan mereka malam itu. "Oh iya, selama dua hari besok, aku harus ke luar kota karena ada proyek baru. Gak apa-apa ya?” Meski ada tanya di sana, tapi Nick sebenarnya tidak meminta izin. Ia pun langsung merebahkan diri di ranjang dan mengambil guling.
Angel belum sempat mengatakan apapun tapi Nick sudah berbalik memunggungi Angel dan tidak peduli lagi. Selalu seperti itu setiap malam, di mana Angel tidak pernah lagi didengar.
Esok paginya, ketika Angel tiba di kantor, dia melihat barang-barangnya sedang dipindah oleh satpam ke ruangan lain yang lebih kecil. Angel melihat ke meja Riri, tapi ia tidak ada di sana. Angel bertanya-tanya kemana perginya sekretarisnya itu sepagi ini.
“Riri sakit, Bu. Izin dua hari katanya. Ini suratnya tadi diantar pakai kurir ojol.” Seolah bisa membaca pikiran Angel, seorang rekan Riri memberikan surat kepada Angel.
“Sakit?" Angel mengernyit bingung. "Kok gak kasih kabar ke saya ya? Ya sudah, saya mau tegur satpam dulu,” kata Angel panik bergegas ke arah satpam.
Langkah Angel terhenti begitu melihat beberapa kardus dipindahkan ke ruangan di sebelah ruangannya. Kursi dan meja juga ditata oleh petugas kebersihan.
“Lho lho, Pak! Kenapa semua barang-barang saya dipindah sih? Kok gak izin dulu sama saya?”
“Maaf, Bu, ini disuruh sekretarisnya Pak Bara. Sekarang kan Pak Bara yang memimpin di sini. Kami takut, Bu, nanti gak gajian lagi. Katanya wajib pindahin, gak usah izin ke Ibu,” kata dua orang satpam, tampak serba salah.
“Mana bisa begitu? Ini kan kantor saya! Lancang sekali memindahkan barang tanpa izin,” tukas Angel, terpancing emosi.
“Kenapa? Tidak terima?”
DEG!
Tiba-tiba seorang pria tampan di balik jas warna abu-abu berhadapan dengan perempuan cantik itu. Angel seketika berkeringat dingin melihat Bara muncul dari ruangannya.
“Mas Bara, ini maksudnya gimana? Barang-barang saya kenapa dipindahkan?”
“Di perjanjian kontrak tertulis bahwa sejak Anda menyetujui kesepakatan kita, maka semuanya mulai berlaku. Karena sekarang saya yang memimpin, jadi kamu pindah ke ruangan lain,” kata Bara santai, aura angkuhnya begitu mendominasi, membuat Angel mengeratkan rahang kesal.
“Astaga! Hanya masalah ruangan saja pun, kamu mau berkuasa di sini? Klinik ini yang bangun Papa saya! Jadi jangan seenaknya begitu dong,” kata Angel.
“Justru kamu yang seharusnya mengerti situasi. Di depan pintu tertulis jelas, ini ruangan CEO. Saya yang memimpin saat ini." Bara mengedikkan bahu ringan, tampak acuh tak acuh. Berbeda dengan Angel yang tampaknya siap mengeluarkan tanduk.
"Oh, satu lagi. Saya juga sudah perintahkan Riri, bahwa sekarang semua kegiatan di sini harus sesuai persetujuan saya,” kata Bara langsung berbalik dan masuk lagi ke ruangan yang dicaplok dari Angel itu.
“Ya ampun! Nyebelin banget sih itu orang!”
“Maaf ya, Bu … permisi,” kata satpam langsung melanjutkan kegiatannya memindahkan barang.
Angel mau tak mau harus menahan emosinya dengan mata berkaca-kaca. Wajahnya tampak memerah seperti kepiting rebus. Ia merasa terluka karena diusir dari ruangannya sendiri.
"Halo, Ri, kamu sakit?" Angel duduk di balik meja kerjanya yang sudah ditata satpam dengan ekspresi yang emosional. Riri, kaki tangannya, adalah satu-satunya orang yang bisa mendengarkan keluhannya.
"Iya, Bu... saya sakit. Maaf ya, Bu, saya gak bisa masuk kerja selama dua hari," ujar Riri dengan suara yang terdengar agak serak.
"Ya, udah lekas sembuh ya. Nanti aku kirimkan buah atau makanan buat kamu," sahut Angel, lalu menghela napas berat. "Cuma aku ingin kamu cepat-cepat masuk kerja ya, aku gak tahan banget hadapi bos baru kita itu! Arogan banget, bikin sakit kepala," katanya berapi-api.
"Arogan gimana, Bu?"
"Masa main pindahin barang-barang aku ke ruangan sebelah! Ruangan kosong yang awalnya tempat taruh barang reseller. Nyebelin banget!" kesal Angel, terbayang di kepalanya ekspresi angkuh Bara yang bikin dia naik pitam. "Kalau ada apa-apa bilang dulu sama aku ya. Semua program kita jangan langsung kamu laporkan ke dia," kata Angel.
"Baik, Bu. Saya pasti lapor dulu ke Ibu. Uhuk, uhuk..."
Mendengar Riri sampai terbatuk begitu, Angel jadi tidak enak hati. "Eh ya udah, kamu lagi sakit malah aku ganggu saking kesalnya. Lekas sehat ya, Ri," katanya tulus.
"Iya, Bu. Terima kasih," jawab Riri dari seberang sambungan.
Angel kembali menghela napas sambil mengamati ruangan barunya yang jauh lebih kecil dibanding ruangan sebelumnya. Belum apa-apa, Angel sudah merasa lelah.
Tidak ada pilihan lain selain mengikuti semua kebijakan pimpinan baru itu.
Pulang ke rumah, Angel merapikan pakaian suaminya yang masih tergantung di kamar. Satu persatu pakaian itu dipindahkan ke keranjang khusus pakaian kotor. SREET! Sebuah struk belanja terjatuh dari saku celana Nick. Angel menunduk dan meraih struk belanjaan itu. “Nota pembelian cincin berlian?” gumam Angel melihat bon itu. Angel tersenyum seraya melihat ke arah kalender. Entah mengapa, justru Angel tersenyum melihat daftar tanggal seraya mengangkat kalender itu. Ponsel di atas meja rias diraihnya. Angel tersenyum penuh semangat menelepon sang suami. “Halo …” “Mas! Kamu lagi ngapain? Hehe,” kata Angel tersenyum seraya memeluk kalender dengan bukti bon ada di tangannya. “Ya masih kerja lah. Padat sekali kerjaan hari ini. Ke luar kota, justru banyak banget kerjaan yang harus dikerjakan,” ucap Nick di ujung telepon agak ketus dan dingin. “Iya aku tahu kok kamu sibuk. Tapi by the way, terima kasih ya mas. Aku suka karena kamu masih ingat tanggal pernikahan kita. Udah mau anniv
Angel menoleh ke arah pintu di saat Bara muncul. Sambil menghela nafas, Angel menunjukkan wajah kecewa. Meski meminta maaf, wajah Bara tetap dingin. “Saya memang sudah gak punya kewenangan di sini, tapi kamu harus sadar bahwa itu hanya sementara. Saya yakin, dalam enam bulan, saya bisa mengambil alih kekuasaan di sini,” kata Angel menahan emosi. “Yup, saya akui, ucapan saya tadi terlalu kasar. Tapi saya hanya ingin menegaskan, bahwa mulai detik ini, saya yang ambil keputusan di sini,” ujar Bara dengan angkuhnya. “Kenapa sih, kita gak bisa kerjasama baik-baik aja? Kenapa kamu harus seangkuh ini?” kata Angel dengan mata berkaca-kaca memandang Bara. Bara hanya tersenyum kecut menyeringai seraya merapikan jasnya. Dia tidak menjawab pertanyaan Angel, dan hanya berlalu dengan dingin. Hingga malam harinya, lagi-lagi Angel sendiri di rumah. Dia merasa kesepian, hampa, tanpa ada teman bicara. Dia menyisir rambutnya dan memandang wajahnya seraya mengusap pipinya. “Apa kurangnya aku ini? M
Lilin lilin sudah terpasang di atas meja makan dengan cantiknya. Angel berharap Nick segera pulang. “Sudah pulang dari jam 5 sore tadi. Nick katanya sih mau pulang. Kamu apa kabar?”“Aku baik, Bu. Mas Nick belum sampai di rumah. Ibu sehat? Nanti aku sempatkan main ke sana ya, Bu,” kata Angel kepada ibu mertuanya, ibunda Nick. “Iya. Nick sempat ke sini semalam, menginap di sini habis pulang dari luar kota. Terus, tadi langsung pulang katanya sih mau pulang ke rumah. Tunggu aja,” kata sang ibunda. “Iya, Bu. Aku tunggu. Tapi ini udah jam 8 malam, ini hari pernikahan kami yang ketiga. Kok belum pulang ya? Mungkin macet ya, Bu,” kata Angel bertanya sendiri, dan menjawab sendiri pertanyaannya dengan ekspresi gelisah. “Ya mungkin macet. Karena jam sibuk, kan? Selamat ulang tahun pernikahan untuk kalian. Semoga kamu segera diberi momongan ya. Ibu juga sudah ingin banget,” ucap sang ibu mertua. “Aamiin,” jawab Angel seraya melihat jam dinding. JEGEEERRR!Angel menuju tirai dan melihat ke
Riri datang membawa berkas ke ruangan Angel. Terlihat perempuan cantik, modern, dan kuat itu sedang melamun di depan komputer. Bara benar, mata Angel terlihat sembab hari ini. “Memangnya sembab banget ya, Ri?”“Hemm, lumayan, Bu. Bengkak … ibu lagi mata panda ya? Kurang tidur ya,” tanya Riri seraya berdiri di depan Angel. “Hemm … kurang tidur iya, sedih iya,” ucap Angel menunduk sambil menggoyangkan pulpen di atas meja. “Ibu nangis? Kenapa, Bu?” tanya Riri polos. “Ri, kamu kan juga kenal suamiku ya. Menurut kamu, pernikahanku dan Mas Nick itu gimana?”“Hah? Gimana apanya, Bu? Aku gak mau … humm … maksudku, gak mau ikut campur,” kata Riri sambil menyelipkan rambutnya di telinga. “Yaa … kamu sebagai orang luar, melihat aku dan Mas Nick itu gimana? Apa memang terlihat ya, kalau pernikahan kami sudah …”“Sudah apa, Bu, tanya Riri bingung. “Ah ya sudahlah, gak usah dibahas. Tolong ambilkan kompres aja kali ya, mau kompres mata. Ambilkan lap dan air es aja ya,” ucap Angel tersenyum.
Segelas minuman dingin dengan hiasan bunga tropical ada di samping Angel yang sedang duduk di pinggir kolam renang infinity pool di tepi pantai, di Bali. Dengan tank top seksi dan celana pendek, Angel mencelupkan kedua kakinya ke dalam air kolam renang seraya menikmati langit yang bertabur bintang. Matanya sesekali menatap ponselnya, menanti kabar atau sekadar perhatian dari sang suami. Pencahayaan temaram di tepi kolam renang membuat mata Angel berkaca-kaca. “Better?”Leher Angel mendongak ke atas mencari sumber suara. Bara datang menghampirinya dengan mengenakan sweater biru dongker dan celana jeans yang membuatnya begitu menawan. Baru kali ini Angel melihat Bara tidak mengenakan jas. “Better apanya,” tanya Angel menarik kakinya dari dalam kolam renang lalu berdiri dan mencari kursi seraya menggenggam telepon di tangan kanan dan gelas di tangan kiri. “Ya kondisinya. Tadi katanya kelelahan. Besok pameran sudah dimulai. Akan lebih sibuk lagi, butuh kondisi yang fit,” kata Bara den
CHEERS!Bara menutup malam pameran di Bali dengan barbekyu party, Angel bersama beberapa karyawan terlihat ikut hanyut dalam momen itu. Sesekali Bara menatap Angel dengan tatapan mata dingin penuh makna, namun Angel tidak menyadarinya. “Kita deal ya!”“Tapi kenapa pak, kami tidak boleh pakai skincare dan kosmetik milik bu Angel? Kami tahu reviewnya bagus juga,” kata para klien. “Tidak usah. Saya yang memimpin saat ini. Pakai label perusahaan saya saja,” kata Bara deal-dealan dengan para klien tanpa sepengetahuan Angel. Klien sepakat dengan Bara yang semakin menguasai perusahaan itu. Di sisi lain, Angel hanya bisa mengikuti permainan Bara. Dia fokus dengan ponselnya, menghubungi suaminya selagi Bara ngobrol dengan para klien. Angel membawa piring berisi beberapa sate barbekyu dan menepi sejenak untuk menghubungi Nick. “Kamu itu kenapa sih, Mas? Kenapa kamu kasar banget sama Mama,” kata Angel kepada suaminya dengan lirih. “Kasar gimana sih?”“Kamu di mana sekarang,” tanya Angel men
Angel cukup terkejut melihat keberadaan Nick yang sudah berada di rumah saat dia pulang dari Bali. Dengan senyum yang tersungging di bibir, Angel menghampiri suaminya dengan tas selempang masih ada di bahunya. “Ya ampun, Mas! Aku gak nyangka lho kamu ada di rumah. Aku senang banget kamu di sini jam segini,” kata Angel melihat ke arah jam dinding, masih pukul 5 sore. Ini menjadi momen langka untuk mereka karena Nick pulang lebih cepat, ada di rumah lebih pagi. Nick yang sedang makan itu akhirnya menaruh garpu dan sendok di piringnya. “Iya, aku sudah pulang dari jam 4 sore. Tadinya mau hubungi kamu, mau jemput kamu di bandara. Ya sudahlah, karena kamu gak mungkin bisa dihubungi kalau lagi di pesawat, aku langsung pulang ke rumah aja,” tutur Nick memegang tangan Angel. Angel merasa berseri-seri, duduk di samping suaminya seraya mencondongkan tubuhnya untuk lebih intim. Suatu sikap yang tidak biasa dilakukan oleh Nick kepada sang istrinya. “Ahhh kamu so sweet banget Mas. Aku bahagia
“Angel!”“Angel!”Bara dua kali memanggil Angel yang sedang melamun saat menggoyangkan pulpen di atas meja. Wajah Angel murung dan seolah penuh beban pikiran. “Angel!”“Oh iya, Mas, Gimana ya?”Angel kikuk dan terkejut saat namanya dipanggil sekali lagi. Bara tersenyum kecil hingga mendekat ke arah Angel. Mereka sedang berada di ruang rapat, bicara dengan para klien. “Proposal kamu ini saya tolak! Semua produk ganti pakai punya perusahaan saya!”“Lho Mas! Kok gitu sih? Perusahaan kita merger ini bukan berarti semua produk saya dibumihanguskan kan? Kenapa produk kami gak boleh berkibar juga? Ya kalau kami gak bisa jualan juga, artinya ini sama saja perusahaan kamu dong! Bukan merger namanya, tapi ganti kepemilikan,” ucap Angel berteriak di depan wajah Bara, di hadapan para klien yang resah dan saling menoleh. “Kamu lupa perjanjian kita? Semua keputusan, ada di tangan saya!”“TERSERAH! SAYA GAK MAU ANDIL DALAM SETIAP PROJECT APAPUN! SAYA CAPEK!”“Angel!”Angel ke luar ruangan karena